Senin, 05 Januari 2009

ARTIKEL: MAKNA DAN ARTI TANDA AJAIB MENURUT INJIL YOHANES

Pendahuluan
Melalui tanda ajaib yang dibuat oleh Tuhan Yesus dalam kitab – kitab Injil mempunyai arti dan makna yang dalam bagi orang yang percaya kepadaNya. Dalam hal ini penyaji akan mencoba membahas arti dan makna tanda–tanda ajaib tersebut dalam kitab Injil Yohannes, sebagaimana dikatakan dalam Yoh 20:30-31, bahwa menurut Yohannes banyak tanda (mujizat) yang Yesus telah buat di depan murid–muridnya, maupun di hadapan khalayak ramai.
Kata “ajaib“ dapat diartikan, suatu kejadian yang aneh yang ganjil, sebab kejadian itu tidak terjadi sebagaimana biasa. Dalam kamus An Indonesian-English Dictionary, untuk menjelaskan kata “Ajaib“ disebut “miracle” yang dapat diartikan dengan kata “ajaib dan mujizat”. Dengan pemahaman ini maka kata “ajaib” yang dimaksud dalam sajian ini adalah mujizat- mujizat yang dilakukan Tuhan Yesus pada masa hidupNya di dunia. Dalam bahasa Inggris selain dari pada “miracle” juga terdapat kata – kata yang lain, yang sering dipergunakan untuk menunjuk kepada pengertian “mujizat“ yaitu “sign“ (tanda bukti), “Wonder“ (mujizat, keajaiban, keheranan) “Work“ (pekerjaan) dan “mighty Work“ (pekerjaan yang sangat besar). Di dalam Alkitab dinyatakan bahwa mujizat itu adalah hasil pekerjaan Allah yang luar biasa (Kel. 7:3, Ul. 4:34-35, Yoh. 3:2, 9: 32-33, 10:38, dll).

Peranan mujizat dalam Injil Yohannes
Injil Yohannes lebih tertarik memakai kata “semeion“ (tanda mujizat) yang sejajar dengan mukadimah dari Injil itu sendiri, bahwa Firman telah menjadi daging diam diantara kita dan telah melihat kemulianNya yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran (Yoh.1:14) “Semeion“ itu adalah sebagai hasil tindakan pribadi yang nampak dari penggabungan kata “semeion dan poiei“ (Wahyu 13:13, 16:14, 19:20). “Semeion“ dengan oknum yang melakukannya tidak dapat dipisahkan sebab “semeion“ itu mengandung sifat dari oknum tersebut. Tentang “semeia“ Yesus ini, Nikodemus mengatakan bahwa tidak seorangpun dapat melakukan mujizat, bilamana Allah besertaNya (Yoh. 3:2). Ucapan orang–orang parisi dalam menanggapi penyembuhan seorang buta pada hari sabat dapat dimengerti bahwa tidak mungkin bagi seorang berdosa melakukan mujizat seperti itu (Yoh 9:16b). Hal pokok bukanlah pada kwantitas “semeia” itu dan bukan pula pada kemegahannya, melainkan kwalitetnya yang berdasar pada maksud pembuatan mujizat itu. Dengan kata lain Injil Yohannes memakai istilah “semeion“ terbatas hanya pada Yesus. Injil Yohannes membentangkan suatu tujuan yang praktis supaya kamu percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya Kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam namaNya (Yoh. 20:31). Orang–orang percaya boleh menerima bahwa mujizat adalah suatu kejadian yang supernatural atau yang juga natural yang didalamnya nampak pernyataan Allah. Baik mijizat yang disebut melanggar hukum alam, pada pokoknya mujizat itu berhubungan dengan iman, hal ini nampak apabila iman/kepercayaan itu sebagai dasar untuk melihat mujizat tersebut.
Untuk memahami mujjizat, lebih baik dimulai dengan fakta–fakta yang terdapat dalam sejarah Injil dalam PB. Peristiwa yang disertai dengan mujizat sejak dari awal hingga akhir cerita seluruhnnya melampaui hukum alam: Yesus lahir dari seorang dara dan kelahiranNya diberitakan oleh malaikat kepada IbuNya dan kepada Yusuf tunangannya (Mat dan Luk). Yesus menderita mati disalibkan sebagai manusia biasa, tetapi pada hari ketiga bangkit dari kubur dan tinggal bersama–sama murid–muridNya selama 40 hari (Kis. 1:3). Dan akhirnya Dia naik ke sorga. Disamping itu, Yesus juga membuat keajaiban–keajaiban selama pelayananNya di dunia.
Dalam Injil keempat mujizat selalu disebut “tanda“ dan ditempat–tempat lain dalam Perjanjian Baru kata “mujizat“ atau “keajaiban“ selalu dihubungkan dengan kata tanda–tanda dan keajaiban selalu digunakan bersama, seakan–akan mengajar kita bahwa mujizat–mujizat tidak hanya berhubungan dengan kemampuan menimbulkan keheranan kepada para pendengar dan pembaca, tetapi juga karena apa yang ditandakanNya.
Jadi mujizat–mujizat itu adalah tanda–tanda zaman Mesias, seperti telah di nubuatkan dalam Perjanjian Lama, sebab bukankah telah tertulis dalam Yes.35:5, pada waktu itu mata orang–orang buta akan dicelikkan, telinga orang akan di buka. Pada waktu itu orang lumpuh akan melompat seperti Rusa dan mulut orang bisu akan bersorai–sorai.
Injil Yohannes secara khusus mengembangkan makna dari pada mujizat–mujizat Yesus sebagai “semeion“ (2:11), dimana Yohannes tidak menyebut“ dunameis “ atau “ kuat kuasa “ tetapi tanda – tanda mujizat.
Dengan demikian istilah “mujizat“ dapat dipergunakan kepada peristiwa–peristiwa yang beraneka jenis, seperti pekerjaan Allah dalam penciptaan, pengalaman – pengalaman pribadi manusia yang mengherankan yang ditunjuk sebagai “ tanda “.
Iman adalah jawaban manusia kepada pengertiannya sendiri terhadap pernyataan Allah, tetapi iman disini tidak sama dengan intelektualitas manusia. Yohannes dengan jelas menghubungkan iman/kepercayaan itu dengan “semeia“ Yesus. Artinya bahwa iman didalam Yesus selalu berarti juga sebagai iman kepada Allah sebagai Bapa (Yoh. 12:44, Yoh. 14:1), artinya bahwa Yesus sendiri mengatakan bahwa Dia ada dalam satu kesatuan dengan Allah, BapaNya itu.
Ketika Yesus memperkenalkan diri sebagai yang membuat mujizat dan ketika Yesus mengerjakan MujizatNya (Yoh. 11:1) dan yang menyebabkan kematianNya (Yoh. 11:45), semuanya itu menunjukkan identitas Yesus sebagai Anak Allah yang berasal dari Allah. Allah yang di kenal melalui pekerjaan–pekerjaan Yesus, serta Allah yang membuat mujizat–mujizat di Mesir kepada bangsa Israel, atas dasar hubungan iman bangsa itu kepada Allah. Allah juga mempergunakan manusia sebagai alatNya dalam menafsirkan perbuatanNya dan dengan kuasaNya mengatakan identitas Allah dan kehendakNya. Di dalam Injil Yohannes, Yesus menguraikan pekerjaanNya yang menunjuk kepada diriNya sendiri dan juga kepada BapaNya, yang nampak dalam “erga” yang diperbuat oleh Yesus (bd. Yoh.5:17). Di dalam Injil Yohannes di tegaskan dengan jelas bahwa “semeia“ Yesus itu adalah oleh karena kuasa Allah, seperti yang terdapat dalam Yoh. 12:37b ff. Yoh. 12:37b ff ini adalah yang di kutip dari Yes. 53:1 sebagai dasarnya, yang mengatakan bahwa hubungan antara Allah dengan kejadian–kejadian yang dilakukan oleh yesus di ikat oleh “semeia“. Dengan kata lain, atas dasar Yes. 53:1, hubungan Allah dengan Yesus dinyatakan melalui “semeia“ itu dihubungkan dengan tangan Allah.

Tanda Ajaib sebagai pertanda kehadiran Kerajaan Allah
Menurut kesaksian keempat Injil ada empat macam perbuatan ajaib yang dilakukan Yesus sebagai proklamasi dalam bentuk tindakan yang menunjuk kepada kehadiran Kerajaan Allah di dalam diriNya :
1. Ia menyembuhkan orang–orang sakit
2. Ia mengusir roh jahat
3. Ia menaklukkan kekuatan atau hukum alam
4. Ia membangkitkan orang–orang mati
Injil–injil Sinoptik lebih banyak membicarakan tentang Kerajaan jika di bandingkan dengan Injil Yohannes. Hal ini nampak dalam ikhtisar ketiga Injil–injil Sinoptik. Markus mengikhtisarkan pemberitaan Yesus, dalam pasal 1:15
“……..…………..datanglah Yesus ke Galilea memberitakan Injil Allah, kataNya “ waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil !”
Demikian juga dengan Matius, dalam pasal 4:23, 9:35
Yesus berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah–rumah Ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Allah………….. (4:23)
Demikian juga halnya dengan Lukas , dalam pasal 4 : 43
“…………………Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah aku di utus”.

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Istilah Kerajaan Allah itu menyangkut keseluruhan pemberitaan Yesus maupun rasul–rasulNya. Injil Yohannes tidak begitu tertarik memakai istilah Kerajaan di dalam kesaksiannya tentang Kerajaan Allah, namun dia lebih cenderung memakai istilah “hidup kekal“, yaitu hidup kekal yang ada dalam Kerajaan Allah. Jadi hidup kekal itu adalah ekwivalen untuk kehadiran Kerajaan Allah dalam Injil–injil Sinoptik. “Bisa saja ia beranggapan bahwa pokok ini telah di bicarakan, tetapi keterangan yang lebih mungkin ialah bahwa ia secara khusus telah menyusun pengajaran tentang Kerajaan dalam kitab–kitab Injil Sinoptik.
Maka dengan melihat perbuatan Yesus yang ajaib ini, nampaklah di dalamnya tercantum ringkasan dari segala sesuatu yang sejak purbakala menjadi pokok nubuatan Perjanjian Lama serta pengharapan bangsa Israel tentang masa depan, bahwa Kerajaan itu akan membawa pelepasan dan juga penghakiman. Dan di atas dasar pengakuan bahwa Allah adalah Raja sekarang ini juga, maka timbullah pengharapan yang penuh, bahwa Dia kelak akan menjadi Raja dalam arti yang luas dan mendalam, bahkan yang lebih definitif dan kekal adanya.
Pemberitaan Yesus tentang Kerajaan Allah itu, terkandung bentuk dan inti ungkapan yang khas dari pada seluruh pernyataanNya tentang Allah. Dengan kata lain melalui perbuatan tanda ajaib Yesus, Di dalam Injil Yohannes, Kerajaan Allah itu lebih terarah lagi, bahwa Kerajaan Allah itu membawa keselamatan, dan telah datang dengan membawa hidup yang kekal.
Schmidt dengan mengambil kata “Luio Bxgideix“ membuat suatu ungkapan yang menarik, untuk menjelaskan hubungan Yesus dengan Kerajaan Allah. Dikatakan bahwa diri Yesus sendirilah Kerajaan sorga dan di dalam pribadiNya. Jadi melalui perbuatan tanda ajaib Yesus berarti Allah mulai berkuasa, dan mulai melaksanakan perintahNya atas segala bangsa. PemerintahanNya akan membawa keadilan, keselamatan, dan perlindungan bagi orang–orang miskin, sakit, hina, tertindas, janda–janda dan yatim–piatu. Sehingga bila pengertian ini di hubungkan dengan istilah “Kerajaan Allah dekat“ hal itu berarti Allah itu dekat, Allah datang untuk melepaskan umatnya dari penderitaan. Dan bila Allah datang, maka manusia tidak akan tinggal diam atau tetap dalam dosanya yang memisahkanya dari Allah, sebab Allah datang dan ingin bersekutu dengan manusia, karena itu manusia juga harus mempersiapkan diri dan menyesuaikan dirinya kepada kedatanganNya. Jadi dengan uraian ini dapat dipahami bahwa menurut Injil Yohannes Kerajaan Allah itu lebih menunjuk kepada Yesus, Yesus yang memperkenalkan diriNya sebagai hidup dan kebangkitan (11:25).
Dengan percaya kepada Yesus maka telah diperoleh hidup yang kekal, karena percaya kepada Yesus berarti menjadi milik Yesus (Yoh. 1:4, 11: 25, 14:19) dan sebaliknya apa yang dimiliki Yesus (hidup kekal) akan menjadi milik orang yang percaya. W.G.Kummel menghubungkan “kesudah-datangan“ dan “keakan-datangan“ Kerajaan Allah. Di dalam konsepsinya Kummel mengatakan Yesus melihat kehadiranNya sebagai pemenuh eskatalogi. Kehadiran Yesus dimengerti sebagai periode khusus di dalam keselamatan dari Allah. Sejarah di lihatnya sebagai periode menuju akhir keselamatan eskatalogi yang telah di genapi di dalam diri Yesus. Semua ini menandakan saat yang futuris pada saat Yesus mengadakan perumpamaan tentang kerajaan Allah. Presentis dan futuris di hubungkan sebagai kehadiran (present) penggenapan yang membawa pemenuhan janji (futuris).
Dari keseluruhan tanda ajaib Yesus yang tertera dalam Injil Yohannes maka penyaji melihat bahwa mujizat kebangkitan Lazarus adalah merupakan puncak dari ketujuh mujizat. Sesuai dengan tafsiran Injil Yohannes, bahwa pembangkitan Lazarus dari mati dikaitkan kepada kebangkitan yang akarnya adalah dalam diri Yesus sendiri. Dalam peristiwa kebangkitan itu Yesus berkata : “Akulah kebangkitan dan hidup………... (Yoh. 11:25a)”. Melalui pengajaran ini bahwa Yesus menghubungkan diriNya dalam kebangkitan dan hidup. Hal ini menunjukkan kepada kebenaran bahwa hidup yang ada padaNya adalah hidup yang presentis yaitu hidup yang kekal seperti yang disebutkanNya dalam Yoh. 1:4, 3:15. Yesus penjelmaan logos yang merupakan dasar kehidupan dari segala yang hidup. Dia adalah Anak yang kepadaNya Allah memberikan hidup,dengan maksud agar manusia dapat mencapai hidup melalui percaya kepadaNya (bd. Yoh.3:36, 5:24, 8:51) Yesus juga membangkitkan orang–orang percaya dari kematian (Yoh.5:21, 28, 6:39). Dalam Yoh 5:21-25 dikatakan bahwa ia akan menghidupkan orang mati, yang mana melalui mujizat ini nampak penggenapan ungkapanNya itu. Sama seperti Bapa membangkitkan orang mati, demikian juga Anak menghidupkan barang siapa yang di kehendakiNya. Dan kini sudah tiba saatnya orang yang ada dalam kubur mendengar suara Anak Allah yang tentu saja hanya orang yang percaya yang dapat menerima dan mengerti tanda-tanda yang dilakukan Yesus.
Sebelum Yesus membangkitkan Lazarus Ia lebih dulu berdoa, mengucap syukur. Hal ini menyatakan ketergantunganNya kepada BapaNya, bahwa pembangkitan Lazarus itu ada didalam kehendak Bapanya. Sehingga dengan pembangkitan Lazarus itu, Yesus menuntut agar dunia mengakui bahwa Bapa di sorga yang mengutusnya. Di dalam doaNya itu ditandaskan bahwa mujizat yang akan diperbuatNya bukan dari diriNya sendiri. Hal ini yang membedakan mujizat–mujizat yang diperbuat Yesus dari mujizat–mujizat yang diperbuat oleh akrobatis yang mengandalkan kemampuan diri sendiri.

Kesimpulan
- Suatu tanda ajaib dalam Injil tidak pernah menjadi tujuan pokok dari karya TuhanYesus
- Injil Yohannes tidak memakai kata “Sulvmeis“ untuk menjelaskan tanda ajaib yang diperbuat Yesus , namun dia memakai kata “Gnmeiov” (tanda mujizat)yang berarti bahwa munculnya mujizat bukan berarti/bermaksud untuk mengandalkan kekuasaan dan kebolehan diri sendiri, melainkan supaya manusia percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, sehingga oleh Iman manusia, manusia akan memperoleh hidup di dalam namaNya.
- Melalui tanda ajaib Yesus maka nampaklah kemuliaan Allah Bapa di surga, sebagai Allah yang mengutusnya di dunia.
- Untuk menjelaskan hubungan tanda ajaib Yesus dengan Kerajaan Allah, Yohannes lebih cenderung memakai kata “hidup yang kekal“, yakni hidup yang kekal dalam Kerajaan Allah. Hidup yang kekal yang telah hadir bersama–sama dengan Kristus.
- Akhirnya thema pokok dalam tanda–tanda ajaib Yesus adalah pertanda hadirnya Kerajaan Allah (present) dan akan disempurnakan pada masa eskaton.

(Penulis adalah Pdt. Drs. B. Hutahean, M.Div., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Desember 2004)

ARTIKEL: PROBLEMATIKA DUNIA KERJA

Dulu, waktu saya masih duduk di bangku sekolah, saya sangat ingin cepat-cepat bekerja. Dibenak saya, bila saya sudah kerja, saya tidak perlu belajar malam-malam untuk menghadapi ujian-ujian sekolah lagi. Saya akan mengenakan setelan baju kerja yang bagus dan menyandang tas kerja saya. Saya akan menempati meja dan kursi, tempat saya menyelesaikan tugas-tugas saya, dan memperoleh penghasilan yang besar tentunya. Kalau saya berjumpa dengan teman yang menanyakan kabar saya, saya dengan bangga akan menjawab “saya sudah bekerja di perusahaan x “. Dan bila jam pulang kantor tiba, saya akan kembali ke rumah. Wuihh…senang sekali rasanya.,tampaknya sangat mudah sekali. Itu adalah salah satu pandangan seseorang mengenai dunia kerja. Tetapi apakah hanya sebatas itu? Apakah sebenarnya arti dari “BEKERJA” itu?

Arti Bekerja
Ada yang mengatakan, bekerja adalah melakukan aktivitas/kegiatan tertentu untuk menghasilkan sesuatu, bisa material, spritual, kepuasan diri, dll. Bekerja juga merupakan suatu bentuk tanggung jawab kita kepada orang tua yang sudah menyekolahkan kita, setelah lulus kita harus bisa bekerja dan tidak tergantung lagi pada orang tua.
Semboyan berbahasa latin “Ora et Labora” sering diartikan : selain berdoa perlu bekerja, selain bekerja perlu berdoa. Tetapi ternyata artinya bukan hanya sebatas itu. Labora bukan hanya berarti bekerja, melainkan labora berarti bekerja keras. Dari situlah timbul kata bahasa Inggris “Laborius”, yang berarti “rajin atau menyediakan banyak waktu”.
Dalam Alkitab, bekerja keras diperlihatkan sebagai kebalikan dari kemalasan. Kemalasan bukan sekedar sifat jelek, melainkan dianggap sebagai kejahatan dan dosa yang daripadanya manusia harus bertobat. Jadi, Ora et Labora seharusnya tidak hanya merupakan semboyan saja, tetapi suatu mentalitas kerja keras yang harus kita miliki.

Untuk Apa Bekerja?
Setiap orang mempunyai alasan mengapa ia ingin bekerja. Umumnya, kita bekerja untuk:
1. mendapatkan penghasilan /mencari nafkah. Andaikan kita mewarisi kekayaan 1 juta US dollar, mungkin kegiatan dan tujuan bekerja kita berbeda dengan saat ini.
2. bisa mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang sudah kita pelajari (meskipun tidak selalu dunia kerja kita berhubungan dengan ilmu yang kita dapat di sekolah atau kuliah).
3. mendapat karier yang bagus, jabatan dan penghasilan plus fasilitas yang bagus sehingga status sosialpun meningkat.
4. mengembangkan potensi diri: menambah wawasan, pergaulan/relasi dan ilmu yang terus berkembang.

BEKERJA, selama ini dan seterusnya merupakan perhatian utama sebagian besar manusia. Kerja memenuhi setidaknya 2 kebutuhan utama ~ keamanan dalam hal keuangan dan kepuasan emosi.
Sebagian besar orang ingin mengerjakan tugas mereka dengan baik; dan menyadari bahwa orang dapat mempelajari ketrampilan kerja yang lebih efektif lagi.

Mengapa kita sebagai pekerja perlu belajar bagaimana meningkatkan ketrampilan kerja dasar kita? Pertama, karena dengan melakukan pekerjaan yang lebih baik cenderung membuat kita merasa lebih baik. Kedua, karena pasar kerja terus menjadi lebih kompetitif, kita lebih mungkin berhasil dalam pekerjaan kita bila kita bekerja dengan baik. Pekerja yang memperlihatkan keefektifan pribadi yang meningkat pada bidang kerja diharapkan akan memperoleh promosi dan kepuasan kerja yang lebih tinggi. Ketiga, pekerja tanpa bayaran seperti ibu rumah tangga dan pekerja sukarela akan mendapat keuntungan dengan mengetahui bahwa mereka memanfaatkan waktu mereka dan melatih ketrampilan mereka sampai batas optimum.

Problematika dunia kerja
Dalam dunia kerja, memang kita tidak menemukan ujian-ujian seperti pada masa sekolah, tetapi kita akan sering dihadapkan dengan berbagai problema yang ada di tempat kita bekerja, seperti sebagai berikut:
1. Tidak sesuainya ilmu yang dipelajari dengan pekerjaan. Karena sulitnya mendapat pekerjaan, kita sering bersedia mengambil pekerjaan yang ada dihadapan kita, meskipun berbeda dengan disiplin ilmu kita. Ini membuat kita lebih sulit melaksanakan apa yang menjadi tugas-tugas kita.
2. Persaingan dengan teman kerja. Beda banget antara dunia sekolah dan dunia kerja, dimana ada persaingan untuk suatu posisi tertentu. Sering menghalalkan segala cara, dari memuji-muji atasan sampai menjelek-jelekkan teman demi mendapat simpati atasan.
3. Masalah dengan atasan. Ada 2 aspek yang sering menjadi masalah antara pekerja dan atasannya yaitu kepercayaan dan respek. Kepercayaan, yang berarti bahwa kita bisa dipercaya untuk menjalankan tugas kita secara efektif dan tepat pada waktunya. Respek, atasan akan memberikan respek kepada kita untuk pekerjaan yang kita lakukan dengan baik. Mungkin sekali atasan memang tidak menyukai kita, tetapi tetap memberi respek kepada kita dan pekerjaan kita.
4. Tidak bisa berekspresi/mengembangkan potensi diri karena di perusahaan sudah ada rule/aturan tertentu dan ada orang-orang yang mengatur.
5. Kejenuhan, masalah yang kerap muncul. Sebagian besar pekerjaan memiliki aspek pengulangan dan kebosanan yang benar-benar harus dikerjakan. Terlebih bila kita sudah bekerja dalam waktu yang cukup lama dalam satu perusahaan dengan pekerjaan yang bersifat rutinitas.
6. Interaksi sosial yang kompleks dengan individu lain yang memiliki pola pikir/karakter yang berbeda-beda dan memiliki kepentingan atau tujuan yang berbeda pula. Hal ini sering menyebabkan adanya kesalahpahaman dan menjadi hambatan yang cukup berarti.
7. Beban tugas yang terlalu berat, sehingga dapat mempengaruhi kondisi otak, hati maupun jiwa menjadi tidak seimbang, yang mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit akibat bekerja (fisik maupun non fisik), terlebih lagi apabila kita terlalu larut dalam ruwetnya masalah pekerjaan.
8. Ketidakhadiran pekerja. Bila kita mengambil waktu kerja karena sakit atau karena merasa sedikit tidak enak badan, bertanyalah pada diri sendiri apa yang salah dalam situasi kerja kita. Apa yang mendorong kita tidak hadir sewaktu kita sebenarnya fit untuk bekerja? Kita semua bisa saja mengalami hari-hari yang suram hingga menyedihkan. Namun, bila hari-hari ini terjadi setiap minggu pasti ada yang tidak beres.
9. Kelesuan kerja adalah kondisi yang sangat riil yang bisa menurunkan produktivitas kerja kita. Orang menjadi lesu bila mereka tidak lagi mengalami tantangan ataupun tidak lagi memperoleh kepuasan dari kerja mereka, misalnya karena kurangnya penghargaan terhadap hasil kerja mereka.

Apa yang bisa kita upayakan untuk semua problema tersebut?
1. Bila pekerjaan yang saat ini Tuhan berikan kepada kita tidak sesuai dengan disiplin ilmu kita, yang pasti kita harus mau terus belajar dan tidak perlu malu bertanya/belajar dari orang yang lebih muda atau lebih rendah kedudukannya dari kita.
2. Suasana persaingan dengan menjatuhkan teman sangat tidak menyenangkan. Janganlah kita berpikir untuk berbuat demikian juga, tetaplah bekerja dengan sebaik-baiknya dan bersikap professional, menghormati setiap orang yang kita jumpai di lingkungan kantor.
3. Atasan dan teman kerja kita akan menaruh respek pada kemampuan kita bila kita menunjukkan kualitas kita: bersikaplah antusias terhadap pekerjaan; kerjakan yang terbaik yang bisa dilakukan setiap hari; Bekerjalah sungguh-sungguh, bersikaplah bisa diandalkan, selesaikan pekerjaan pada waktunya; bersikaplah inovatif, carilah cara-cara yang bisa kita gunakan untuk meningkatkan diri dan pekerjaan kita; bersedialah untuk menerima tanggung jawab tambahan. Atasan mungkin ingin mendelegasikan tugas baru untuk mendorong pertumbuhan dalam pekerjaan kita; Sadarilah keterbatasan kita, bila kita ragu mengenai kemampuan kita untuk melaksanakan suatu tugas yang sudah ditetapkan, mintalah bantuan yang semestinya; Bersikaplah luwes dan bisa menyesuaikan diri. Bila suatu masalah kerja yang mendesak muncul atau bila waktu lembur diperlukan, bersikaplah kooperatif. Bila tujuan ini tampaknya tidak mungkin kita capai, amatilah teman sekerja yang mendapat respek dari atasan kita. Apakah yang dilakukan rekan kita ini untuk mendapatkan respek tersebut? Kita hidup dalam laboratorium manusia dan pelajaran berharga bisa dipelajari setiap hari dari orang-orang disekitar kita. Pengamatan yang cermat bisa membuat setiap hari sebagai suatu langkah maju dalam mengelola atasan kita secara lebih konstruktif.
4. Setiap kita mempunyai pemikiran-pemikiran idealis yang ingin diterapkan dalam pekerjaaj kita. Namun, kita juga harus patuh pada aturan main dan budaya kerja yang berlaku dimana tempat kita bekerja meskipun bertentangan dengan pikiran idealistis kita sebagai individu. Kita harus belajar untuk menjadi cukup fleksibel dan bekerja sebaik-baiknya.
5. Untuk mengatasi kejenuhan cobalah lakukan sejumlah variasi dari pekerjaan kita. Ambillah peranan aktif dalam pengambilan keputusan bila mungkin; mintalah tanggung jawab yang lebih besar dalam pekerjaan kita; carilah tantangan baru, buatlah variasi dalam melakukan tugas/pekerjaan, misalnya biasanya membuat tabel horizontal, ganti dengan tabel vertical; ikuti kursus pendidikan yang berhubungan dengan pekerjaan untuk memperbaharui ketrampilan kita; rencanakan ganjaran untuk pencapaian target kerja yang spesifik. Berfokuslah pada ganjaran ini sebagai perangsang untuk menyelesaikan tugas-tugas yang membosankan; Siapkan surat pernyataan resmi yang bisa kita berikan kepada diri sendiri untuk ketekunan dan kegigihan dalam menghadapi kebosanan absolut. Humor membuat kebosanan bisa lebih ditoleransi dan cepat berlalu; atau ambillah cuti panjang, biasanya cuti 4 hari cukup membuat kita kembali merindukan pekerjaan-pekerjaan kita.
6. Dalam memupuk interaksi dengan orang lain, ada beberapa hal yang bisa kita upayakan: a. berikanlah apa yang patut kita berikan pada atasan dan bawahan (vertical) dan berikanlah apa yang patut kita berikan pada rekan sekerja (horizontal); b. binalah hubungan baik dengan siapa saja, intinya, pintar-pintarlah membawa diri; c. layanilah sebaik mungkin semua permintaan dari siapa saja (vertical dan horizontal), sepanjang permintaan tersebut sesuai dengan kapasitas kita; d. mengalahlah pada perbedaan-perbedaan yang tidak prinsipil; e. bersikap baik dalam berbicara dan menulis (termasuk email) akan membuat orang lain nyaman dan tidak merasa terancam. Biasanya orang lain bersikap negatif (tidak kooperatif, tersinggung, mengkritik, marah, menyerang dan bahkan berusaha menjatuhkan kita) dikarenakan merasa dirinya terancam. Ini adalah naluriah semua mahluk hidup, termasuk kita manusia.
7. Bila beban pekerjaan sudah terasa terlalu berat, kita harus kembali menyadari bahwasanya masalah selalu ada dalam pekerjaan, yang penting bagaimana kita menghadapinya dengan tidak sembarangan, tetapi dengan hati yang tenang. Ingatlah, masalah selalu ada didalam pekerjaan, tetapi kita harus menganggap masalah itu bukan sebagai beban, melainkan adalah sesuatu yang wajar terjadi dalam hidup.
8. Mungkin sulit untuk menemukan penyebab masalah ketidakhadiran. Kadang kita memendam masalah dalam-dalam karena masalah tersebut menimbulkan ancaman yang kuat dan serius terhadap kepercayaan diri atau harga diri kita. Bila kita merasa ada masalah dan tidak dapat mengidentifikasikannya, bicaralah dengan seorang teman dekat yang mengenal kita dengan baik. Bicarakan rencana yang akan mendorong kehadiran kerja yang bisa diandalkan.
9. Untuk menghadapi kelesuan kerja luangkanlah sedikit waktu untuk beristirahat sepanjang hari, berlatihlah untuk rileks secara fisik, mental dan emosional; ambillah liburan berkala; pertahankan hubungan erat dengan pekerja lain untuk membicarakan masalah kerja yang lazim dan memperoleh dukungan teman sekerja; buatlah pekerjaan kita bervariasi sebanyak mungkin. Hindari rutinitas kerja dimana setiap jam dari hari kita menjadi bisa diramalkan seluruhnya; pertahankan keterlibatan aktif terhadap minat luar dan hobi untuk memberi sejumlah keragaman dan kegairahan pada kehidupan kita; bicarakanlah mengenai perasaan kita, yang baik maupun yang buruk, dengan teman dekat di tempat kerja dan keluarga. Jangan menyimpan emosi yang kuat; Bila mulai menderita penyakit yang tidak jelas, kesulitan tidur dan hubungan yang terganggu dengan rekan kerja, bicaralah dengan psikolog mengenai pengalaman di tempat kerja. Pastikan untuk menyebutkan setiap ketidakpuasan yang dirasakan sekarang.

Jadi, Bagaimana cara kita meningkatkan produktivitas?
Kita sungguh perlu meningkatkan produktivitas kita dengan cara: bekerjalah menurut rencana harian; carilah apa yang memungkinkan kita bisa gunakan secara produktif waktu yang semula tidak terpakai; mulailah suatu arsip pelaksanaan untuk menghubungi secara berkala orang-orang yang penting bagi kerja kita. Usahakan mencatat informasi latar belakang, kejadian istimewa dan barangkali bahkan ulang tahun penting pada kartu arsip kita; latihlah menempatkan diri kita pada posisi orang yang kita hadapi dan lihatlah diri kita dari perspektif mereka, Dapatkah kita mengarahkan mereka secara lebih positif? Dapatkah kita membuat mereka merasa lebih positif dalam hubungan mereka dengan kita?; berbicaralah dengan orang yang berpengalaman dalam bidang kerja kita dan cobalah strategi yang mereka gunakan untuk meningkatkan produktivitas mereka; dan perbaharuilah ketrampilan kerja kita!

Sulitkah?
Ya, kita tahu semua itu tidaklah sedemikian mudahnya diterapkan, tetapi kita bisa menghadapi tantangan itu. Itulah sikap yang benar: menghadapi tantangannya dan mengantisipasikan bukan saja kerja keras, melainkan juga sukses.
“ Saya bisa menerima kegagalan. Semua orang bisa gagal, tetapi saya tidak bisa menerima dengan tidak mencoba”(Michael Jordan). Kata kunci dalam kutipan Jordan di atas adalah menerima. Seandainyapun kita gagal dalam suatu tugas, kalau kita telah mengupayakannya dengan sebaik-baiknya, karakter kita menjadi lebih kuat. Itu juga memberikan teladan kepada orang lain. Ujung-ujungnya, kegagalan kita yang sementara itu akan berkontribusi bagi sukses kita maupun sukses mereka-mereka yang setelah kita. Akhirnya, Semoga Berhasil dalam Pekerjaan Anda dan Beranikanlah Diri untuk Meraih Sukses!
Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. (2 Timotius 4:7)

(Penulis adalah Monalita Hutabarat, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Mei 2007


RENUNGAN: MAKAN DAN MINUM ADALAH BAGIAN UCAPAN SYUKUR

Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain lakukanlah semua itu untuk kemuliaan Allah (I Korintus 10:31)

Pendahuluan
Adapun latarbelakang masyarakat Kristen di Korintus terdiri dari: Beberapa orang Yahudi. tetapi ciri khasnya yang menonjol ialah non Jahudi dan mantan penyembah berhala. Mengunjungi upacara-upacara dalam kuil kafir terlarang bagi orang Kristen. Namun soal diundang makan dalam rumah orang yang tidak percaya, adalah suatu hal yang harus diputuskan oleh orang itu sendiri. Orang Kristen tidak wajib mengabaikan segala pergaulan dengan orang yang percaya sebagai warga masyarakat yang hidup berbaur dalam lingkungan yang sama. Makanan yang disajikan boleh dimakan tanpa menanyakan dari mana asalnya. Lazimnya penduduk kota kafir yang makmur. Sebagian besar diantara jemaat Korintus mempunyai latarbelakang jahat. Dan musuh yang senantiasa tersedia adalah: Dunia, daging dan si jahat. Dalam hal ini Paulus mewaspadai agar warga jemaat di Korintus jangan terpecah belah akibat tawaran makan dari tetangga-tetangga yang sering mengadakan undangan makan dalam hidup sehari-hari oleh masyarakat yang masih menyembah berhala.

Keterangan
a. Saran Paulus terhadap kebebasan Kristen dalam hal menentukan pilihan
Persoalan yang tidak boleh diabaikan dalam kehidupan sehari-hari termasuk urusan makan dan minum. Kebiasaan-kebiasaan kafir makan bersama setelah upacara penyembahan berhala sudah merupakan permasalahan tersendiri yang sering timbul dalam masyarakat Korintus. Paulus bersikap tegas memberikan jawaban terhadap masyarakat Kristen agar tidak ikut ambil bagian dalam upacara makan bersama dalam kuil berhala tersebut. Namun jika diajak makan oleh tetangga-tetangga, Paulus tidak melarang dan tidak perlu mempertanyakan asal-usul makanan tersebut. Demikian juga makanan atau daging yang dijual di pasar ataupun di warung-warung. Orang Kristen tidak perlu mengadakan penyelidikan. Persoalan yang ditimbulkan oleh masyarakat Kristen di Korintus dalam hal makan di rumah kafir. menurut Paulus hal itu tidak membawa seseorang lebih dekat kepada Allah. Namun harus diwaspadai agar saudara kita yang imannya lebih lemah jangan sampai tersandung (tergoncang imannya) karena menyaksikan kehadiran kita dan cara makan kita di rumah orang kafir. Kebebasan untuk menghadiri atau menolak undangan makan dan orang yang belum percaya adalah mutlak dan merupakan keputusan seseorang, bukan menjadi aturan yang harus ditaati oleh semua jemaat Kristen di Korintus. Sikap kita terhadap makanan yang kita yakini telah disediakan Allah untuk kita nikmati, itulah hal yang penting dan merupakan dorongan bagi setiap orang untuk mengucap syukur kapada Allah. Sebab dengan pemeliharaan Allah melalui makanan dan minuman yang kita nikmati untuk kesinambungan hidup kita adalah bukti penyertaan Allah agar kita mempunyai tenaga baru untuk melakukan aktivitas kita selanjutnya yang sesuai dengan kehendak Allah. Orang Kristen tidak wajib membiarkan dirinya secara terus menerus dibatasi oleh keberatan-keberatan orang lain. Karena setiap orang berhak mengambil keputusan jika hal itu dianggapnya baik bagi dirinya untuk dipakai memuliakan Allah. Dan tidak baik menuduh diri sendiri sebagai orang yang berbuat salah hanya karena persoalan makan dan minum bersama orang kafir (Orang yang belum percaya kepada Kristus). Sebab pada masa itu sebagian masyarakat Kristen di Korintus. sebelumnya sudah di didik dalam ketaklmilan dan belum dewasa dalam kepercayaan kepada Yesus Kristus. Untuk itulah masyarakat Kristen yang lebih dewasa agar bersikap hati-hati agar setiap keputusannya boleh menguatkan iman percaya saudaranya yang lebih lemah, dengan demikian semua jemaat Kristen diharapkan semakin memuliakan Allah. Inilah harapan Paulus.

b. Bagaimanakah sikap kita sebagai masyarakat Kristen di Indonesia bila diperhadapkan dengan masalah makan dan minum?
Tuhan Yesus sendiri mengajarkan kepada murid-muridNya supaya: menerima makanan dan minuman apa adanya, tanpa banyak pertimbangan saat menikmatinya. KataNya: Bukan yang masuk kedalam mulut yang menajiskan orang. melainkan yang keluar dari mulut. Sebab: Hal-hal yang jahat yang timbul dalam hati itulah yang meluap, keluar melalui mulut. Seperti: fitnah, zinah dan pembunuhan. Dalam hal ini makanan dan minuman menurut Yesus adalah halal jika hati seseorang menerimanya dengan rasa syukur. Maka wajiblah setiap orang percaya menikmati makanan dan minuman yang di hidangkan dihadapannya dengan ucapan syukur dan berdoa bagi masyarakat di sekitarnya agar mendapat bagian yang sama dalam hal makan dan minum. Sebab kita menyaksikan masyarakat Kristen di Indonesia sangat berbeda dengan masyarakat Kristen di Korintus. Jika Jemaat Korintus diperhadapkan dengan undangan makan dari orang kafir sebagai warga masyarakat kota kafir yang makmur, sementara di Indonesia masyarakat Kristen di perhadapkan dengan kemiskinan dan kelaparan. Kita dapat menyaksikan disetiap persimpangan, dalam kendaraan umum bahkan dari rumah ke rumah banyak tangan-tangan yang terulur untuk meminta belas kasihan demi sesuap nasi. Kebebasan dapat menjadikan orang egois (makan sesuai dengan seleranya tanpa memperhatikan orang-orang lemah disekitarnya) dan ucapan syukur menjadi munafik. Secara positif lakukanlah semua kegiatanmu (makan dan minum serta kegiatan lainnya) demi kemuliaan Allah dengan menujukkan kasih kepada sesama serta kekudusan bagi Bapa Sorgawi. Secara negatif hindarilah hal yang menimbulkan syak yang tidak perlu (untuk orang yang beragama lain yang menganggap makanan yang kita nikmati itu haram) serta hukum-hukum diluar jemaat yang memiliki hati nurani yang lebih lemah.

Kesimpulan
Paulus sebagai seorang Rasul yang mempunyai hubungan pribadi yang sangat erat dengan jemaat Kristen di Korintus mengharapkan agar semua yang mereka lakukan menjadi kemuliaan bagi Allah.
• Makan dan minum adalah merupakan keharusan bagi setiap makhluk hidup. Secara khusus bagi masyarakat Kristen di Korintus sebagai kota kafir yang makmur. Undangan makan dari tetangga-tetangga kafir adalah merupakan persoalan tersendiri. Paulus menyarankan agar menikmati makan dan minum sebagai karunia Allah yang harus disyukuri dengan tidak mengabaikan saudara Kristen lainnya yang imannya lebih lemah.
• Bagi masyarakat Kristen di Indonesia yang berbeda dengan jemaat Korintus sebagai Kota kafir yang makmur. Indonesia mempunyai persoalan tersendiri dalam hal kemiskinan. Untuk itu dalam hal makan dan minum kita harus bersyukur dan tetap berdoa untuk mereka yang lapar.
Sebagai masyarakat Kristen dimanapun berada kita wajib bersyukur untuk makanan dan minuman yang bisa kita nikmati demi kesinambungan hidup untuk melakukan aktivitas kita selanjutnya untuk kemuliaan Allah.

(Penulis adalah Pdt. Kalvin Effendy Limbong -Mantan Pendeta HKBP Resort Semper, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juni 2005)

ARTIKEL: KHARISMATIK

Nama dan sebutan "kharismatik" menjadi fenomena bagi kekristenan pada masa kini. Banyak yang mengagumi dan banyak juga yang membenci bahkan memusuhi. Kenapa ini terjadi? Karena banyak dari orang Kristen itu sendiri yang keliru memahami. Jika mendengar nama Kharismatik, banyak orang langsung menghubungkan dengan gereja yang beraliran Pentakosta. Yang lain menyamakannya dengan Kelompok Doa, dan Persekutuan Doa.
Memang istilah Kharismatik yang disebut juga "Pentakosta Baru" menunjuk kepada orang-orang Kristen yang mengaku telah menerima baptisan dan kepenuhan Roh Kudus di dalam dirinya. Hal ini diikuti dengan pengakuan bahwa mereka telah menerima salah satu dari karunia-karunia rohani ('charismata') sebagaimana dinyatakan Paulus dalam 1 Korintus 12-14. Yang paling ditekankan gerakan 'Kharismatik' adalah karunia berbahasa Roh yang sering disebut 'bahasa lidah' (Bahasa Yunani: 'Glossolalia; Bahasa Batak: Hata Sileban) dan juga baptisan Roh.
Tuhan memberikan ragam-ragam karunia rohani (Bahasa Yunani: 'charismata' atau 'gifts' dalam bahasa Inggris) bagi orang percaya. Tujuannya untuk memperlengkapi dan membekali orang-orang percaya dalam misi pelayanan. Karunia itu adalah pemberian atau anugerah yang hanya dimiliki apabila Tuhan berkenan memberikannya. Artinya tidak dapat dipelajari dan diajari oleh orang tertentu termasuk orang yang mengaku dipenuhi oleh Roh Kudus. Juga tidak dapat diminta atau dipaksa diberikan oleh Roh Kudus. Roh Kudus bebas memberikan kepada orang yang berkenan kepada Roh Kudus itu sendiri.

BAHASA ROH
Untuk bisa mengerti bahasa Roh maka kita harus mengerti tentang Roh Kudus. Roh di dalam Perjanjian Lama disebut 'ruakh' (bahasa Ibrani) dan di dalam Perjanjian Baru disebut 'pneuma' (bahasa Yunani). Roh Kudus adalah Allah sendiri. Roh Kudus merupakan Penyataan Allah dalam bentuk ketiga dari Trinitatis. Roh Kudus adalah Pribadi Allah sendiri yang mendiami kehidupan orang percaya. Roh Kudus adalah bagian dari Allah Tritunggal yang tidak bisa dipisah-pisahkan namun harus dibedakan. Roh Kudus disebut juga : Roh Kekekalan, Roh Kebenaran, Roh Kasih Karunia, Roh Pembimbing dan Penghibur. Roh Kudus memberi banyak banyak ragam-ragam karunia rohani bagi orang percaya yang pada akhirnya digunakan untuk menjadi kemuliaan dan kebesaran Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus. Karunia rohani diberikan kepada orang perorang secara pribadi.
Bahasa Roh merupakan salah satu karunia dari berbagai jenis karunia-karunia rohani sebagaimana disebutkan dalam 1 Korintus 12-14. Untuk memudahkan pemahaman kita akan diteliti dari tiga nas yaitu:
1. Markus 16:17 "Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi namaKu, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa vanq baru bagi mereka ....". Bahasa Baru (Yunani: 'glossais kainas') menunjuk kepada peristiwa Pentakosta yaitu turunnya Roh Kudus atas murid-murid Yesus. Mereka dipenuhi Roh sehingga mampu berbahasa Roh yaitu bahasa yang keluar berdasarkan kehendak Roh Kudus, dan dapat dimengerti oleh berbagai-bagai bangsa dalam bahasa mereka sendiri. Dengan demikian Bahasa Roh adalah bahasa yang harus dimengerti orang lain, dan jika tidak dimengerti orang lain maka bahasa roh demikian 'menyimpang' dari pengajaran Kitab Markus 16:17.
2. Kisah Rasul 2:1-13 Setelah murid-murid dipenuhi Roh Kudus maka mereka dapat berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain (Yunani: lalein heterais glossais) dan direspon serta dimengerti 15 ragam bangsa-bangsa lain dalam bahasa yang mereka gunakan. Artinya bahasa roh atau lalein heterais glossais, harus dimengerti dan dipahami para pendengarnya. Kuasa Roh Kuduslah yang menyebabkan bahasa roh para murid Yesus dimengerti oleh pendengar dari berbagai bahasa dan bangsa lain. Bahasa roh ini juga tidak menetap (permanent) dikuasai seseorang sebab para murid Yesus juga mengalami hal demikian walaupun mereka telah mendapat pencurahan Roh Kudus.
3. 1 Korintus 12 - 14 Di nats inilah yang paling terinci dan jelas tentang bahasa roh. Jemaat Korintus ada yang menganggap "kesanggupan berbahasa roh" dan "karunia penyembuhan" lah yang mempunyai nilai atau kadar jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ragam karunia-karunia roh lainnya. Dan mereka yang memiliki ini akan menghina karunia yang lebih praktis dan bermanfaat seperti "bernubuat" dan "mengajar". Sehingga ada jemaat di Korintus yang menjadi tinggi hati, sombong dan angkuh. Padahal sebenarnya mereka banyak yang terbawa arus emosi atas kehadiran Roh Kudus sehingga melahirkan pernyataan-pernyataan jiwa yang meluap-luap, 'estatic', tidak sadar dan mengeluarkan bunyi-bunyi yang tidak dimengerti oleh mereka sendiri, demikian juga tidak dipahami oleh para hadirin. Untuk itulah Paulus memperingatkan mereka pada pemakaian yang salah dari karunia ini.
Dari keterangan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa Karunia berbahasa Roh adalah bahasa sehari-hari yang harus dapat dimengerti dan dipahami semua orang yang mendengarnya, yang penuh cinta kasih, damai sejahtera, sopan, tertib, berdisiplin, lembut, mampu menghiburdan membangun iman bagi orang lain. Dan menolak setiap praktek bahasa roh yang membingungkan, yang tidak bisa dipahami atau dimengerti dan yang bertentangan dengan firman Tuhan. Roh Kudus tidak pernah membuat bahasa kita kacau, bahasa yang kacau adalah pekerjaan iblis.

SEJARAH TIMBULNYA GERAKAN KHARISMATIK
Mulai tahun 1350 hingga tahun 1550 Gereja Kristen menghadapi jaman baru yang disebut 'renaisance' (English: 'rebirth') yakni kemajuan yang pesat ilmu pengetahuan, budaya, seni dan filsafat sehingga menggiring manusia kepada "humanisme". Terjadilah masa 'pencerahan' yang puncaknya pada abad 16 hingga abad 19 yang membuat manusia menjadi pusat segalanya bukan Allah dan Alkitab. Ilmu pengetahuan dan kebudayaanlah yang mampu menyelamatkan manusia bukan lagi Allah. Demikian juga ilmu pengetahuan memisahkan diri dari ajaran kekristenan. Manusia menjadi Tuhan yang menentukan diri dan masa depannya. Ratio sangat di agungkan. Gereja semakin lemah termasuk disebabkan terjadinya perang agama dan perselisihan paham di dalam gereja tersebut. Makin lama iman jemaat makin kendor, mundur dan gersang. Kejahatan semakin merajalela. Mental dan moral semakin bobrok. Wibawa gereja dan Firman Tuhan dihiraukan. Kebenaran Alkitab diragukan, Firman Tuhan dipertanyakan sebagai Wahyu Allah, Yesus Kristus disangkal sebagai Allah yang turun dari sorga. Yesus Kristus hanya dipandang sebagai guru moral yang bijak dan patut ditiru.
Namun masih ada orang kristen yang setia pada Tuhan yang menghendaki kepuasan rohani (iman). Mereka inilah di kemudian hari yang menjadi pioner-pioner timbulnya gerakan-gerakan baru di tengah kehidupan bergereja sehingga timbul aliran: Puritanisme, Pietisme, Methodisme, Revivalisme, dan gerakan Pentakotalisme. Gerakan Pentokasta berkembang menjadi Pentakosta Baru atau yang sering disebut dengan aliran Kharismatik.
Masa kelahiran Pentakosta tidak dapat dipastikan dengan tepat karena ada dua pandangan yang berbeda. Namun bisa dikatakan muncul sekitar abad 18 yaitu sekitar tahun 1901 dan 1906. Gerakan ini lahir di Amerika Serikat. Ada 3 periode perkembangan Gerakan Pentakosta yaitu :
1. Masa atau periode Pertama, mencakup waktu antara 1901 sampai dengan 1960. Waktu itu orang-orang Pentakosta mulai mendirikan perkumpulan dan gereja-gereja memisahkan diri dari gereja-gereja yang sudah ada sebelumnya. Inilah yang disebut Pentakosta Lama.
2. Masa atau periode Kedua, mencakup waktu antara tahun 1960-1967, inilah yang disebut masa atau periods Pentakosta Baru. Ciri khas periode ini adalah, orang-orang mulai menyukai ide-ide dan praktek Pentakosta Baru tanpa memisahkan diri atau meninggalkan gereja asalnya. Mereka juga berusaha menerapkan dan melaksanakan ide-ide Pentakosta Baru tersebut di dalam gereja asalnya. Peledakan 'bahasa roh' merambat sampai ke jemaat-jemaat. Untuk membedakan gerakan ini dari Pentakosta Lama, ia biasanya disebut "New Pentakosta" atau Pentakosta Baru atau lebih dikenal dengan sebutan 'Kharismatik' karena sangat menekankan 'kharisma' sebagai tanda kepenuhan roh.
3. Masa atau periode ketiga, mencakup waktu sejak tahun 1967 hingga sekarang. Pada masa ini terjadi ekspansi besar-besaran termasuk ke dalam gereja Roma Katolik yang terkenal dengan ketat dan disiplinnya memelihara tradisi gereja mula-mula. Ekspansi terhadap hidup pemuda dan pemudi, khususnya 'kaum hippies". Salah satu contoh dari ekspansi ini ialah munculnya "Jesus People Movement".

KHARISMATIK MASUK KE INDONESIA
Masuknya aliran Pentakosta Baru atau kharismatik di Indonesia tidak jelas kita ketahui. Boleh jadi sesudah tahun 1960 dimana semangat pembaharuan kerohanian dalam bentuk penghayatan baru dari peristiwa Pentakosta (Turunnya Roh Kudus; Kisah Rasul 2) dan praktek-praktek karunia rohani (seperti: penyembuhan ilahi, peletakan atau penumpangan tangan, bahasa roh atau glossolalia) mulai digemari orang-orang Kristen di Indonesia.
Sama seperti di Amerika, aliran kharismatik lahir di dalam gereja-geraja resmi, anggota jemaat yang menerima 'sentuhan' dan 'jamahan' kharismatis dari Pentakosta mulai membawa pengaruh itu kepada anggota jemaat lain. Demikian seterusnya terjadilah kelompok-kelompok kecil yang sering disebut "Kelompok Doa". Dan ini semakin digemari orang sehingga dengan cepat tersebar kemana-mana. Pada awalnya kelompok-kelompok doa yang beraliran kharismatis ini hanya berupa kegiatan-kegiatan pelayanan firman Tuhan yang bersifat tidak melembaga. Namun pada perkembangannya gerakan ini akhirnya dilembagakan sehingga terbentuklah Yayasan yang berbadan hukum dan akhirnya menjadi Gereja misalnya: Lembaga Persekutuan Doa "I Care" dikembangkan menjadi Gereja Kemenangan Iman Indonesia (GKII); Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia (YPPII) dikembangkan menjadi Gereja Pekabaran Injil Indonesia (GPII), kemudian berganti nama lagi menjadi Gereja Missi Injili Indonesia (GMII) dll. Semuanya ini mempunyai hubungan erat dengan Pentakosta Lama, tetapi tidak semuanya beraliran Kharismatik. Dalam perkembangan selanjutnya dalam zaman modern sekarang aliran kharismatik semakin berkembang. Gereja kharismatik muncul dimana-mana misalnya: CCA (Church Christian Assembly), Gereja Betel Kemah Daud, Gereja Betel Mawar Sharon, Gereja Kristen Perjanjian Baru Cahaya Pengharapan dan sekarang Tiberias.

CIRI KHAS GEREJA KHARISMATIK
Ciri khasnya antara lain
1. Protes terhadap kelengahan Gereja. Mereka memprotes kelengahan gereja untuk melayani warga jemaat dalam perkembangan hidup kerohanian, ibadah yang monoton sehingga banyak yang mengantuk, khotbah pendeta yang tidak memberi jawab terhadap pergumulan jemaat, mereka melihat banyak warga jemaat yang haus akan pelayanan pribadi. Untuk mengisi kekosongan tersebut maka aliran kharismatis tampil dengan meyakinkan. Tentu saja mereka diterima dengan baik oleh setiap yang membutuhkan pelayanan rohani.
2. Menggunakan Sistem Bedah Diri yang cepat. Untuk menampung segala persoalan pergumulan dan tantangan yang dihadapi oleh lapisan warga jemaat, maka gerakan ini dengan cepat dan gencar melakukan pembinaan-pembinaan rohani. Mereka mengembangkan diri dengan membentuk sistim sel-sel yang selanjutnya sel ini membelah diri menjadi sel-sel yang lebih banyak, demikianlah seterusnya.
3. Mengutamakan penghayatan firman Tuhan yang intensif secara pribadi. Untuk mencapai ini mereka tidak menekankan pendidikan teologia yang formal buat para hamba-hamba Tuhan. Bahkan mereka menganut kepercayaan bahwa tafsiran firman Tuhan yang baik dan benar serta diterima dan diakui adalah tafsiran langsung dari Roh Kudus. Itu sebabnya menurut mereka setiap orang yang menerima Roh Kudus berhak berkhotbah dan mengajar atau mempersiapkan orang lain untuk mampu lagi menafsir dan mengkhotbahkan firman Tuhan. Demikian seterusnya.

KEGIATAN-KEGIATAN KHARISMATIK
1. Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR)
2. Kesaksian. Menceritakan kejadian luar biasa dalam hidupnya sehari-hari, misalnya kesembuhan dari penyakit, dapat undian mobil, lepas dari kecelakaan, perubahan dari miskin menjadi kaya, beruntung dalam bisnis. Peristiwa demikian dianggap sebagai "campur tangan" Allah. Kesaksian ini biasanya alat "propaganda" rohani untuk menarik minat orang lain. Memang kenyataan semakin banyak yang berlomba-lomba bersaksi dan mengikuti aliran ini. Bahkan acara menampilkan "kesaksian" menjadi sentral/pusat dalam ibadah.
3. Menggunakan sound sistem yang baik dan canggih, Musik yang diatur sedemikian rupa, dan pemimpin nyanyian yang bersuara merdu yang betul-betul dilatih dan dipersiapkan. Bisa dikatakan sudah profesional. Ini dilakukan untuk menggairahkan ibadah serta semangat rohani yang beribadah.
4. Menggunakan gaya entertaintment. Setiap kegiatan dikemas dengan "gaya dan pola entertaintment" murni. Setiap ibadah dipersiapkan dengan baik sehingga bermutu untuk 'laku dipasarkan'. Mereka kelihatannya sudah mensurvei lebih dahulu apa kebutuhan jemaat. Kemampuan mereka mencari peluang pasar yang layak jual tampaknya menjadi tehnik penginjilan mereka. Maka tak heran jika jemaat berduyun-duyun. Semua dikemas dalam bentuk sukacita dan gembira bahkan bertepuk tangan. Maka tak heran bila di ibadah pemimpin mengundang "Man tepuk tangan untuk Tuhan".

POKOK PENGAJARAN
1. Doa dan kuasa doa. Doa sangat sentral. Doa yang emosional, dengan suara yang semakin tinggi, wajah yang tegang, tangan yang bergerak. Serta juga diikuti oleh jemaat dengan doa masing-masing, atau dengan kata amin atau juga dengan kata Yesussss, atau doa masing-masing sehingga suasana menjadi ribut bahkan ada raungan dan teriakan histeris serta tangisan. Dengan demikian mereka mampu meraup dan mengeruk uang sebanyak-banyaknya dari jemaat yang emosional dan histeris untuk menyewa hotel-hotel atau restoran-restoran ternama, mal-mal untuk tempat beribadah, dan membayar petugas ibadah: pemain musik, song leaders, MC, penyanyi hingga pengkhotbah-pengkhotbah ternama setiap kali ibadah. Juga uang dikumpulkan dari hasil perpuluhan orang-orang kaya dan sukses yang kebetulan terkena "hasil pelayanan" mereka. Mereka mengakui, bahwa kekayaan itu bisa terjadi karena buah doa mereka yang bertalu-talu kepada Tuhan.
2. Bahasa Roh. Di dalam ibadah yang tertata apik, muncullah bahasa roh yang aneh dan asing kedengarannya di telinga seorang warga gereja biasa. Bagi orang awam bahasa roh ini akan terasa menakutkan dan mencekam sehingga bisa mengakibatkan dia keluar. Namun bagi orang yang sudah biasa mengikuti aliran ini, keadaan ini dipandang merupakan suatu tanda bahwa kuasa Roh Kudus sudah tercurah.
3. Baptisan Ulang. Menurut mereka baptisan yang dilakukan Yesus adalah memasukkan seluruh tubuhnya ke dalam air, sehingga orang Kristen juga harus demikian diselamkan. Orang yang belum dibaptis selam maka akan disebut belum bertobat, belum lahir baru, belum menerima Roh Kudus. Maka setiap yang masuk ke dalam aliran ini diwajibkan baptis ulang yaitu baptis selam.
4. Pertobatan Pribadi. Ini juga sangat ditekankan. Semangat pertobatan pribadi mendorong banyak orang meninggalkan profesinya dan menjadi pekabar injil. Seandainya jika masih tetap di dalam pekerjaannya sehari-hari, mereka harus menampilkan rohani yang sudah dalam keadaan baru. itu sebabnya banyak diantara pengusaha, pebisnis, pejabat, enterpreuner hidupnya sangat rohani, malah lebih rohani dari pejabat formal gereja. Bahkan banyak yang ekstrim, yang mengatakan bahwa orang yang bertobat tidak mungkin lagi merokok, menonton film-film duniawi, tidak mendengar lagu dangdut, lagu Rock n Roll, tidak ke kedai tuak, nite club dan sebagainya. Pokoknya penampilan orang yang bertobat harus rohani, alkitabiah, dan tidak bercampur dengan duniawi.
5. Penompangan Tangan. Dalam setiap pertemuan mereka tidak lupa melakukan penyembuhan dengan penompangan tangan. Orang sakit diundang melalui brosur, atau bahkan dikumpulkan dan diajak untuk di doakan melalui penompangan tangan semua jemaat yang hadir. Jika ada yang sembuh, dan biasanya ada yang mengaku sembuh, maka akan dipublikasikan secara besar-besaran yang memikat hati banyak orang. Yang tidak sembuh, dan biasanya banyak, tidak pernah dipublikasikan bahkan ditutup-tutupi.
6. Penekanan terhadap kuasa dan Pekerjaan Roh Kudus. Kharismatik menonjolkan peranan Roh Kudus. Hamba-hamba Tuhan harus dipenuhi Roh Kudus sehingga menomor duakan bahkan terkadang meniadakan refleksi dan interpretasi Firman Tuhan.

SIKAP GEREJA HKBP TERHADAP GERAKAN KHARISMATIK
Setelah menganalisa semua keterangan di atas maka sikap HKBP terhadap Kharismatik adalah Bersikap Kristis tanpa bermaksud untuk membenci atau menjadikan musuh. Mengapa? Karena Kharismatik harus diakui dan perlu ditiru di dalam beberapa hal yaitu ketekunan mereka berdoa, kepedulian mereka untuk mendekati/melayani jemaat, mempersiapkan ibadah dengan baik. Kita harus akui mereka mempunyai nilai lebih. Namun ada beberapa yang harus kita berikan cacatan kristis yaitu: Pendekatan terhadap agama terlalu simplitis (gampang), penonjolan bahwa hidup sebagai orang Kristen yang sejati adalah hidup yang selalu dibarengi kesuksesan dan keberhasilan, jauh dari penderitaan, padahal penderitaan pasti hadir dalam hidup ini. Baptisan ulang, penompangan tangan untuk kesembuhan, yang terkadang tidak memerlukan pengobatan secara medis, hanya kuasa doa melalui penompangan tangan.
Dalam hal ini, tulisan ini tidak mungkin dapat menjelaskan sedetail mungkin tentang sikap yang harus ditiru dan sikap yang tidak perlu ditiru. Namun dari beberapa informasi di atas, setidak-tidaknya dapat membuka wawasan berpikir kita dan membantu kita untuk memilah mana yang baik yang harus ditiru dan mana yang buruk yang harus dibuang.

Catatan Penulis: Tulisan ini diambil dari beberapa sumber buku dan disarankan untuk membaca buku-buku yang lain yang membicarakan Kharismatik karena tulisan ini tidak dapat memberikan penjelasan sedetail mungkin.

(Penulis adalah Pdt. Palti Hatoguan Panjaitan,tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juni 2005)

ARTIKEL: MENANTANG JAMAN

Tanpa mengabaikan hal-hal positif yang ditawarkan zaman ini kepada kita, sebagian besar orang melihat bahwa kebanyakan hal-hal negatif yang ditawarkan oleh zaman ini kepada kita. Setuju atau tidak, tetapi begitulah kenyataannya. Lalu, sebagai pemuda/i Kristen, bagaimana kita harus menyikapinya?
Kita harus berani menantang zaman. Apa artinya, mengapa, dan bagaimana caranya? Menantang zaman bisa berarti memimpin, mengarahkan (memberi petunjuk), membarui (renew), menawan, dan bahkan menaklukkan zaman ini. Mengapa kita harus “menantang zaman” ini? Alkitab menyimpulkan bahwa “semua manusia telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Rom.3:23). “Sebab upah dosa ialah maut, tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal di dalam Kristus Yesus.” (Rom.6:23). Zaman ini telah berdosa, telah jauh dari hidup persekutuan dengan Allah. Dunia ini sedang lenyap dengan segala keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya (1 Yoh.2:17). Bagaimana caranya kita mampu menantang zaman yang sedemikian bobrok dan sesat ini? Ada 3 hal yang harus kita kerjakan:
Pertama, kita harus memiliki kualitas rohani yang baik (dewasa di dalam Kristus). Orang yang dewasa rohani ialah orang yang tidak lagi terombang-ambing oleh rupa-rupa angin pengajaran yang tidak benar dan permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan (Ef.4:14). Lalu, bagaimana? Kita harus memiliki pengajaran (knowledge) yang benar, perilaku moral (keteladanan) yang baik, dan karunia (ketrampilan melayani) yang dapat diandalkan.
Kedua, kita harus mengenali kondisi zaman ini dengan baik dan tepat. Paulus, Timotius agar menyadari kondisi manusia yang sudah rusak, bahkan makin rusak lakunya (“Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar”- 2 Tim.3:1). Ada 19 ciri manusia zaman akhir yang dipaparkan Paulus untuk menyatakan betapa sukarnya masa yang sedang dan akan dihadapi oleh Timotius dalam pelayanan pemberitaan Injilnya: mencintai dirinya sendiri (egoisme), menjadi hamba uang (materialisme), membual, menyombongkan diri, menjadi pemfitnah, memberontak terhadap orang tua, tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama (atheisme), tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang lain, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu daripada menuruti Allah (hedonisme duniawi), secara lahiriah mereka menjalankan ibadahnya, tetapi pada hakikatnya memungkiri kekuatan ibadah itu (munafik dan sinkretisme). Kita harus sadar betul akan hal ini.
Ketiga, kita harus memiliki strategi yang benar. Belajar dari kesaksian Paulus kepada Timotius dalam kitab 2 Timotius, minimal ada 4 hal yang bisa kita lakukan: (1) menjauhi sikap hidup orang-orang yang munafik (2 Tim.3:5), (2) mengikuti teladan yang baik (2 Tim. 3:10), (3) tetap berpegang pada kebenaran (3:14), (4) melibatkan diri dalam pelayanan pemberitaan Injil sampai tuntas (4:5). Di samping itu, kita juga memiliki senjata ampuh yang dapat kita gunakan untuk memerangi musuh-musuh Injil, yakni DOA. Doa juga menyatakan keprihatinan yang mendalam akan kondisi sekitar yang sudah hancur dan memohon belas kasihan Tuhan untuk memampukan kita menjadi agen pembaharu atau saluran berkat Tuhan dalam memperbaiki kondisi tersebut (belajar dari teladan Nehemia dalam Neh.1: 4). Dan tentunya, kita harus selalu ingat bahwa identitas atau jati diri kita adalah sebagai garam dan terang dunia (Mt.5:13-16). Di mana pun, kapan pun, dan dalam kondisi apa pun yang kita hadapi, Tuhan memanggil kita untuk tetap setia memberitakan Injil dan menyaksikan hidup yang sesuai dengan Injil: menyatakan terang Tuhan yang sanggup menghapus kegelapan dosa dan menaburkan nilai-nilai kristiani sehingga mencegah pembusukan dunia. Harapan dan perjuangan kita ialah bahwa kehadiran kita akan membawa pembaharuan hidup yang nyata bagi orang-orang di sekitar kita. Amin.

(Penulis adalah Joni W. Simatupang, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Maret 2007)

ARTIKEL: PERGAULAN UMAT KRISTEN

Sejak semula manusia diciptakan Tuhan untuk saling bersekutu (baca: bergaul) dengan seluruh ciptaan Tuhan (segala mahluk). Jika kita membaca Kejadian 1 : 28 tentang : "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi". Perintah Tuhan itu bukanlah semata-mata menunjuk kepada perintah untuk berkeluarga dan berketurunan, serta menguasai segala mahluk. Tapi perlu dilihat bahwa perintah itu merupakan titik tolak dimana Tuhan menginginkan manusia itu untuk membentuk persekutuan baik diantara sesama manusia juga terhadap mahluk lain. Bagaimana persekutuan itu tercipta dan terjalin antara sesama dalam keluarga, pun bagaimana persekutuan dengan mahluk lainnya.
Sejarah perjalanan bangsa Israel dari Mesir menuju Kanaan, pun menggambarkan bagaimana keinginan Tuhan membentuk satu persekutuan antara sesama di tengah-tengah satu bangsa. Selama kurun waktu 40 tahun (perjalanan dari Mesir ke Kanaan) Tuhan memberikan waktu untuk proses pembentukan satu bangsa yaitu bangsa Israel, waktu yang cukup lama. Sejarah itu menorehkan satu pemahaman yang besar, dimana persekutuan / pergaulan yang baik di tengah-tengah sesama dan pergaulan yang benar antara manusia (bangsa) dengan Tuhan, akan mendatangkan berkat. Dan sebaliknya pergaulan yang tidak benar akan mendatangkan malapetaka dan hukuman. Untuk itulah sebagai umat Kristen kita perlu mengingat kembali panggilan dan perintah Tuhan untuk dapat bergaul dengan baik dan benar terhadap : alam (mahluk lain), sesama manusia, dan Tuhan.

Bergaul dengan Alam (Mahluk lain)
Tuhan menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya, termasuk manusia dan mahluk lain dengan sempurna, indah dan penuh kedamaian serta cinta kasih. Namun sejak manusia jatuh ke dalam dosa, mengakibatkan terjadinya perubahan penciptaan, hidup yang indah dan penuh kedamaian berganti dengan kehidupan yang penuh dengan kekacauan dan permusuhan. Akibat tirani dosa, permusuhan antar ular dan manusia pun terjadi, pembunuhan (kisah Kain dan Habel) pun mulai terlahir, kekerasan hidup pun mulai nampak, persaingan-persaingan pun tidak dapat dihindarkan. Dan kenyataan itu pun harus kita rasakan sampai sekarang ini. Bagaimana manusia yang pada mulanya diperintahkan untuk menguasai alam serta isinya dengan pengertian mengusahakan dan mengembangkannya dengan baik menjadi berubah dengan menguasainya dan mempergunakannya dengan semena-mena. Alam dan segala isinya pun menjadi sasaran kesemena-menaan dan keberingasan manusia. Pengrusakan tumbuh-tumbuhan, pemusnahan binatang-binatang, pengeksploitasian alam yang mengakibatkan kerusakan di semua belahan dunia. Dan kalau boleh saya katakan, sebaliknya pun alam dan mahluk lain pun kini benar-benar membuat permusuhan yang besar terhadap manusia. Ini terbukti dari banyaknya bencana alam yang terjadi, gempa, banjir, kekeringan, musim yang tidak menentu, ditambah lagi penyakit yang disebabkan oleh binatang-binatang, antraks, DBD, Flu burung, dsb. Pergaulan manusia dengan ciptaan lain sudah betul-betul rusak dan menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi semuanya. Untuk itu, sudah saatnya sebagai umat Kristen kita mengkaji ulang tentang panggilan dan perintah penciptaan itu, untuk hidup dalam damai sejahtera dalam persekutuan dan pergaulan yang baik terhadap alam dan segala mahluk ciptaan lainnya.

Bergaul dengan Sesama
Sejak pembunuhan yang dilakukan oleh Kain terhadap Habel, timbullah permusuhan antara sesama manusia. Dan memang kisah Adam dan Hawa pun sudah membersitkan suatu permusuhan yang saling mempersalahkan antara sesama manusia. Akibatnya terjadilah persaingan-persaingan yang tidak sehat yang sampai menimbulkan permusuhan dan pembunuhan. Ketidak perdulian (egois) pun menjadi penyebab utamanya. Hidup yang pada mulanya penuh dengan cinta kasih dan kedamaian berubah menjadi hidup yang saling mempersalahkan, egois mau untung sendiri, dan akhirnya saling memusnahkan. Padahal perintah beranak-cuculah dan bertambah banyak serta penuhilah bumi, sedikitpun tidak mengandung pengertian untuk saling memusnahkan, tapi benar-benar perintah untuk saling mendukung dan menolong, bersama-sama dalam damai sejahtera mengerjakan perintah Tuhan Sang Pencipta.
Sungguh amat tragis memang, kenyataan pun tidak dapat dipungkiri, bagaimana perselisihan dan ketidakpedulian antara sesama manusia yang kita saksikan sekarang ini. Penganiayaan sudah merupakan hal yang biasa, permusuhan seolah-olah menjadi tradisi, pembunuhan pun bukan berita langka lagi. Tidak ada kedamaian, kasih sudah gersang, kebersamaan mulai pudar, pergaulan yang benar sangat langka. Dalam hidup berkebangsaan pun, sebagai satu bangsa dan satu tanah air pun bahkan satu suku dan keturunan, tak luput dari pertikaian dan permusuhan, saling menyikut, saling menekan, saling menghantam dan saling menjatuhkan. Ironisnya, manusia seolah-olah tidak menyadarinya, bahkan semakin terlena dan berlomba-lomba hanya untuk dirinya sendiri. Dan lebih tragisnya lagi, mengaku diri sebagai umat Kristen pun tidak luput terkena imbas, di tengah-tengah persekutuan yang menamakan dirinya Kristen dan bersimbol gereja pun terjadi ketidak perdulian antara sesama bahkan sampai kepada permusuhan dan perpecahan. Persekutuan dan pergaulan itu sepertinya hanya topeng dan ritus-ritus belaka. Kasih sejati sirna hanya karena kepentingan pribadi, saling menghargai punah hanya karena kehormatan semata, tolong-menolong terasa berat hanya karena sibuk dengan kesombongan, persekutuan dan pergaulan terlupakan hanya karena kesibukan pribadi. Panggilan Kristiani untuk saling mengasihi semakin pudar. Sudah saatnya sebagai umat Kristiani kita kembali kepada penciptaan yang hidup dengan damai sejahtera, bersama-sama mengimani panggilan Kristiani untuk hidup dan bergaul dalam cinta kasih.

Bergaul dengan Tuhan
Tuhan menciptakan manusia segambar dan se-rupa denganNya (Kejadian 1:26-27) dengan maksud dan tujuan menjadikan manusia sebagai ciptaan yang sempurna dan mulia, yang menjadi rekan sekerja Allah. Allah menginginkan manusia untuk dapat mendengar, memahami dan melaksanakan perintahNya. Namun apa yang terjadi, pembangkangan dan pemberontakanlah yang ada. Ingin sama seperti Allah (bnd. Hawa tergoda dengan ucapan ular; Nimrod yang membangun menara Babel sampai ke langit) menjadi sumber petaka hingga manusia jatuh ke dalam dosa. Pergaulan dengan Allah yang pada mulanya begitu dekat dan indah menjadi rusak. Pembantahan-pembantahan terhadap perintah Allah, pelanggaran-pelanggaran akan aturan Tuhan pun terjadi di mana-mana. Manusia benar-benar tidak takut Tuhan lagi, manusia benar-benar lupa dengan pergaulan kepada Tuhan. Manusia lebih senang bergaul dengan hal-hal kesenangan yang nyata walaupun itu hanya sementara, pergaulan dengan Tuhan dianggap sebagai hal yang sia-sia. Dan hal itu juga tidak terlepas terhadap umat Kristiani ! Pergaulan dengan Tuhan diperlihatkan hanya sebagai ritus dan rutinitas saja, tidak benar-benar dirasakan dan diimani. Waktu untuk bergaul dengan Tuhan pun seolah-olah merupakan sisa-sisa waktu, bukan waktu yang benar-benar diberikan untuk bergauJ, mendengar dan melakukan perintahNya.

Kristen Umat yang Bergaul
Adalah penting sekali sebagai umat Tuhan (Kristen) menyadari panggilan dan perintah Tuhan Sang Pencipta untuk hidup dalam pergaulan yang baik dan benar yang berkenan bagi Tuhan. Banyak defenisi dan pengertian tentang cara hidup, ciri khas, sikap dan tanggung jawab sebagai umat Kristen. Salah satu tanggung jawab umat Kristen itu adalah mewujudkan panggilan dan perintah untuk hidup bergaul dengan alam, sesama, terlebih kepada Tuhan. Bagaimanakah cara bergaul umat Kristen itu ? Saya mencoba memberikan pengertian pergaulan umat Kristen itu dari kata "KRISTEN" itu sendiri, yaitu : Kasih, Rajin, Iman, Syukur, Taat, Elok, Nyaman.

Kasih
Tidak ada ke-Kristenan yang tidak didasari dan dilandaskan dengan kasih. Kasih merupakan satu bukti nyata dan kekristenan. Jangan menyebut diri sebagai umat Kristen kalau tidak memiliki kasih. Dan kasih pun merupakan inti dari pergaulan, pergaulan yang tidak didasari dengan kasih akan sirna. Sungguh banyak memang pengertian kasih, namun satu hal yang harus benar-benar kita pahami adalah pengertian kasih menurut 1 Yohanes 4 : 20 (Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak dilihatnya). Maksudnya adalah, bahwa kasih umat Kristen itu bukanlah kasih yang munafik, bukan kasih yang tidak perduli dengan sekitarnya, bukan kasih yang hanya sekedar lips service. Tetapi kasih yang benar-benar perduli dengan sekitarnya, kasih yang nampak dan nyata dilakukan. Dan itu yang harus dilakukan umat Kristen dalam pergaulannya terhadap sesama, alam dan isinya terlebih terhadap Tuhan.

Rajin
Sudah barang tentu orang menyukai bergaul dengan yang rajin! Dan kerajinan dapat mempertahankan pergaulan yang baik. Jika kita ingin bergaul baik dengan alam serta isinya, sesame dan kepada Tuhan, kerajinan sangat diperlukan. Rajin merawat, menjaga dan melestarikan alam dan ciptaan lain; Rajin bersekutu, rajin membantu dan menolong sesama; Rajin bersekutu dan memuji Tuhan. Memang tidak gampang untuk itu, ada harga mahal yang harus dibayar. Tapi yakinlah bahwa harga mahal dan jerih payah kita tidak akan sia-sia (1 Korintus 15:58).

Iman
Kasih dan kerajinan itu haruslah didasari dengan Iman! Imanlah yang mendorong kita untuk mengasihi dan rajin, bukan semata karena mengharapkan imbalan atau upah. Kita mengasihi bukan karena ingin mendapatkan sesuatu imbalan (memberi uang supaya diberi uang, mengerjakan sesuatu supaya diberi upah, dsb). Kita mengasihi karena kita terlebih dahulu dikasihi (baca : 1 Yoh 4:19). Iman yang dimaksud pun bukanlah iman yang murahan! Sedikit saja mendapat tantangan langsung lemah, sedikit saja mengalami kesulitan langsung mundur. Tetapi biarlah iman yang mahal (ingat kisah iman Ayub, habis hartanya, anak dan istrinya bahkan tubuhnya kena penyakit, tetapi ia tetap setia kepada Tuhan). Kenapa perlu iman yang mahal? Karena memang bergaul bukanlah hal yang mudah, mungkin kita akan menemukan rasa kebosanan, tidak senang dengan tingkah laku orang lain, merasa dirugikan, dsb. Namun semua itu tidak boleh membuat kita malas bergaul, tetapi justru lebih memacu kita untuk bergaul dengan lebih baik. Pergaulan yang baik dan benar juga harus didasari iman, maksudnya, kita tidak bergaul hanya karena kebiasaan yang sama semata (geng), karena sama-sama pemabuk, karena satu profesi, karena satu marga, dsb, tetapi bagaimana kita mengimani bahwa Tuhan menyukai orang-orang yang mau bergaul dengan baik dan benar.

Syukur
Kenapa orang sulit bergaul ? Mungkin disebabkan rasa kekurangan yang dialami, atau merasa dirugikan. Dan memang, walaupun kita sudah bergaul dengan baik, menolong dan membantu, kadang kita tidak menerirna ucapan terima kasih. Tapi tidak perlu bersedih, justru bersyukur dan berbahagialah sebab sebagaimana dikatakan lebih berbahagia orang yang menolong daripada ditolong, lebih berbahagia yang memberi daripada menerima. Itulah sebabnya kita perlu mensyukuri pemberian Tuhan dalam hidup kita, bagaimana keadaan kita dan apa yang kita terima dalam hidup ini, dengan demikian kita dapat menjalin pergaulan yang benar. Tanda dari rasa syukur itulah yang kita berikan dalam pergaulan kita.

Taat
Ketaatan adalah satu hal yang sangat sulit sekali. Pengendalian diri, ketidak-sabaran, dan mau yang gampang-gampang saja membuat orang sulit untuk taat. Dan memang pergaulan banyak hancur karena ketidaktaatan, apalagi pergaulan kita dengan Tuhan! Untuk itulah ketaatan merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam pergaulan.

Elok
Sudah pasti semua orang suka dengan yang elok! Tapi keelokan itu bukan hanya sementara, keelokan itu bukan hanya bentuk luar saja, tetapi keelokan itu betul-betul terlihat dan tercipta dari dalam. Sama dengan manusia, yang penting bukan keelokan rupa saja, tetapi inner beauty juga sangat diperlukan, budi pekerti yang elok, tutur kata dan bahasa yang elok, apalagi perilaku yang elok, itu semua yang diharapkan dalam pergaulan.

Nyaman
Kalau sudah elok, maka kenyamanan pun akan tercipta. Kenyamanan adalah rasa aman dan damai sejahtera. Itu juga yang harus dilakukan oleh umat Kristen, sebagaimana Tuhan berfirman bahwa rancanganNya adalah rancangan damai sejahtera (Yeremia 29:11). Kita tentu sering merasakan dalam perkumpulan maupun dalam semua kegiatan kita baik di kantor, sering kita merasakan bahwa perkumpulan itu terasa indah dan menyenangkan jika si A (seseorang) itu ada, sehingga kehadirannya sangat dibutuhkan. Tapi sebaliknya, kita pernah tidak mengharapkan kehadiran si B karena dia selalu bikin onar. Itu sebabnya kita harus menjadi umat Kristen yang dirindukan dimana pun, yang senantiasa membawa damai sejahtera di dalam cinta kasih. Pergaulan umat Kristen adalah pergaulan yang penuh dengan cinta kasih, kerajinan, rasa syukur, ketaatan, keelokan dan kenyamanan, yang kesemuanya itu didasari oleh iman.

(Penulis adalah Pdt. Mangara Rinaldo Situmorang, S.Th., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2007)


ARTIKEL: PENTINGNYA KOMUNIKASI DALAM PELAYANAN

“Tantangan Terbesar dalam berkomunikasi adalah mengerti pikiran,
latar belakang dan proses berpikir pendengar anda.
Bila anda tahu ini, ada cara mencegah banyak “ gangguan komunikasi”
(Wayne Pennington)
“Banyaklah mendengar, namun bicaralah sedikit”
(William Shakespeare/Hamlet)

Kata komunikasi didefinisikan sebagai “materi atau bertukar informasi, isyarat, dan pesan melalui kata, gerakan tangan atau tulisan”. Definisi ini menandakan komunikasi sebagai satu proses sepihak. Namun sebenarnya tidaklah demikian. Komunikasi adalah sekadar menyampaikan pesan, namun juga menyangkut interaksi antara dua insan atau lebih.
Dalam gereja dan tempat kerja dimana kita melakukan suatu pelayanan, terdapat berbagai macam orang yang kita jumpai. Terdapat beberapa orang yang menyenangkan, tetapi ada pula yang kurang menyenangkan. Kita bisa membangun persahabatan dan berlangsung seumur hidup. Tetapi, kita juga akan menjumpai orang – orang yang memiliki karakter yang sedikit berbeda dengan kebanyakan orang. Mereka ini adalah orang–orang yang sulit untuk diajak bergaul atau bekerja sama dan kebanyakan orang yang berjumpa dengan mereka juga merasakan kesulitan tersebut. Teman–teman sekerja dalam pelayanan mungkin merupakan orang yang berkelakuan orang lain secara pilih kasih, menekan beberapa orang dan ingin mendapat pujian atas pekerjaan orang lain, menuntut semua orang disekitar mereka untuk menjadi orang yang kecanduan kerja seperti mereka, menolak untuk bekerja sama dan menjadi anggota suatu tim, melakukan sabotase atas usaha–usaha orang lain dan seterusnya.
Beberapa orang yang “sulit” benar–benar sangat egois, tidak menyenangkan dan bahkan kejam. Dapat dipastikan pada saat kita bekerja dengan orang–orang yang berkarakter seperti yang telah disebutkan di atas, maka akan timbul masalah/konflik. Ketika konflik muncul, apa yang harus kita lakukan? diam saja, mundur dari pekerjaan/pelayanan gereja atau berusaha menyelesaikan konflik tersebut?

PENTINGNYA KOMUNIKASI (MENDENGARKAN)

“Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera”
(II Korintus 13:11)
“Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar.
Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu"
(Efesus 4:2)
Firman Tuhan memerintahkan kita untuk bergaul dengan baik dengan orang lain. Ingatlah apa yang dikatakan dalam Roma 12:18. “sedapat–dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang. “Sungguh menarik untuk melihat kata keterangan dalam ayat ini. “Sedapat–dapatnya“. Pernahkah kita memandang Roma 12:18 dengan cara demikian?
Terkadang apapun yang kita lakukan, seseorang tidak menanggapinya dengan benar. Namun, kita harus tetap melakukan apa yang bisa kita lakukan untuk mempertahankan kedamaian dengannya.
Ada harapan bagi kita untuk bergaul dengan lebih baik dengan orang lain di gereja dan ditempat kerja. Semua itu dimulai dari diri kita sendiri.
Cara yang sangat efektif untuk menyelesaikan konflik–konflik dalam hubungan kerja dan pelayanan kita adalah melalui berkomunikasi. Agar komunikasi menjadi efektif. Kedua pihak harus terus menerus memberi dan menerima informasi baik lisan maupun tulisan. Didalam berkomunikasi dengan orang lain, termasuk rekan pelayanan digereja, terdapat aspek penting yang harus diperhatikan, yaitu aspek mendengarkan.
Mendengarkan berarti bahwa kita sedang berusaha untuk memahami perasaan orang lain dan mendengarkan demi dia. Jadi mendengarkan memerlukan perhatian dan sikap empati terhadap orang yang sedang berbicara. Akan tetapi, saat ini terlalu banyak orang yang hanya mau mendengar diri mereka sendiri sedang berbicara. Hanya sedikit yang bersedia mendengarkan. Seringkali ketika dua orang sedang berbicara, sebenarnya mereka sedang mengadakan “dialog tuli“. Orang–orang berbicara satu sama lain.
Jika kita benar–benar mendengarkan orang lain, berarti kita sedang mengirim suatu pesan yang akan membuatnya berpikir saya pasti layak didengarkan.
Pernahkah kita mempunyai pengalaman didengarkan oleh orang lain?
Tidak hanya didengarkan, namun kata–kata kita benar–benar diperhatikan?
Firman Tuhan berikut ini menjelaskan bagaimana Allah mendengarkan kita. Aku mengasihi TUHAN, sebab Ia mendengarkan suaraku dan permohonanku. “Sebab Ia menyendengkan telingaNya kepadaku, maka seumur hidupku aku akan berseru kepadaNya”. (Mazmur 116 :1,2). Pentingnya sikap kita yang mendengarkan juga ditekankan dalam Alkitab :

LANGKAH BERKOMUNIKASI YANG EFEKTIF
Dalam berkomunikasi dengan orang lain, kita perlu memperhatikan siapa yang kita ajak untuk berkomunikasi.
1. Hubungan antar generasi
Setiap generasi dihadapkan pada persoalan–persoalan yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Anak–anak, remaja, orang tua, kakek nenek dengan kelompok mana kita merasa lebih aman? Dengan kelompok mana kita paling bisa bergaul? Bagaimana kita menjembatani perbedaan–perbedaan generasi? Langkahnya adalah dengan mengenali dan memahaminya. Memahami berarti mengerti makna perbedaan–perbedaan tersebut, namun juga berarti mempunyai suatu sikap yang toleran terhadap mereka. Jangan mudah untuk berprasangka kepada orang lain yang berbeda generasi dengan kita. Jika kita cepat memberi penghakiman terhadap suatu kelompok yang berbeda, maka visi kita mulai berubah. Kita mengembankan suatu fokus yang sempit yang hanya mencari bukti untuk mendukung keyakinan diri sendiri dan membuang segala sesuatu yang bertentangan dengannya. Telinga yang terbuka, pikiran yang terbuka dan hati yang terbuka akan membantu kita memahami hal–hal yang belum pernah kita pahami sebelumnya. Kita mungkin tidak setuju dengan gaya hidup atau nilai–nilai generasi lain, namun memahami mereka akan membantu kita untuk mengemas dan menyampaikan apa yang ingin kita bagikan kepada mereka.

2. Hubungan antar lawan jenis
Banyak pria memandang komunikasi sebagai pertandingan olahraga. Itulah sebabnya ketika suatu percakapan berakhir, bagi seorang pria itu benar– benar berakhir. “Jika kita sudah selesai membicarakannya, mengapa harus kembali dan membahasnya lagi? “Inilah sebabnya mengapa pria menjadi terganggu ketika seorang wanita ingin berbicara tentang sesuatu kembali. Wanita berkomunikasi untuk memahami orang lain dan untuk membuat orang lain memahami mereka. Inilah sebabnya mengapa subyek yang sama dapat dibicarakan dan dibahas, dianalisis & dibedah berkali–kali. Setiap kali menghasilkan pemahaman yang lebih dalam. Dalam percakapan dengan wanita, pria boleh terus berbicara tentang apa yang mereka lakukan (misal: olahraga, hobi, uang atau bisnis). Pria boleh terus menggunakan gaya bicaranya. Namun tambahkanlah topik tentang orang–orang, hubungan, dan perasaan. Gunakan cerita, gambaran–gambaran kata dan belajarlah menggunakan suatu kosa kata perasaan. Berikanlah umpan balik untuk menunjukkan bahwa kita tidak hanya mendengarkan, namun juga memahami. Satu hal lagi: janganlah terlalu mengekang rasa humor! Dalam percakapan dengan pria, wanita boleh terus berbicara tentang orang-orang, hubungan, dan perasaan. Mereka tahu banyak tentang subyek-subyek itu. Namun, jagalah agar kata–kata tetap singkat dan spesifik sehingga pria akan lebih mendengarkan.
Jika wanita sedang berbicara dengan seorang pria, ia harus bertanya pada diri sendiri : “Apakah ia perlu mendengar semua ini atau bahkan ingin mendegarnya?
Juga akan membantu jika wanita menambahkan topik–topik yang disukai oleh pria. Mereka tidak harus menjadi ahli dalam topik tersebut, namun dengan sedikit membaca/mendengarkan, mereka bisa mendapatkan cukup informasi untuk mengetahuinya. Dengan mengajukan pertanyaan–pertanyaan yang berwawasan kepada pria, wanita bisa membuat mereka membangun tingkat pengetahuannya dalam bidang – bidang yang dikuasai pria. Akhirnya, SELAMAT BERKOMUNIKASI !!

DAFTAR PUSTAKA :
“Comunication Work”, H. Norman Wright, Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, 2002.
‘”Strategi Menuju Sukses”, Dr. Arman Siregar.
“Membangkitkan Roh Kepemimpinan”, Joyce Meyer, Trinity, 2002.

(Penulis adalah Lastiur Butarbutar, S.Pd. -Mantan Ketua NHKBP Semper-, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2004)

Sabtu, 03 Januari 2009

ARTIKEL: PEREMPUAN DALAM ADAT BATAK

Pendahuluan
Senang, sedikit berbangga, pertama kurasakan saat membaca e-mail dari Team Redaksi Buletin NARHASEM yang meminta kesediaanku untuk menulis di buku “Mensyukuri 4 tahun terbitnya Buletin NARHASEM”. Mengapa? Alasannya, karena selama 4 tahun Bulettin terbit, pasti banyak Narasumber yang menjadi kontributor tiap edisi, namun aku terpilih menjadi satu dari kontributor untuk “Buku Syukuran”. Selanjutnya muncul perasaan bingung dan cemas! Mengapa? Alasannya: karena aku ragu tentang apa yang harus kukatakan mengenai “Perempuan dan ke-Batak-an”. Aku memang perempuan Batak yang sangat bangga lahir sebagai orang Batak, sekalipun hingga kini aku masih terus bergumul dengan keberadaan perempuan Batak ditengah-tengah adat – Budaya Batak. Aku dilahirkan bukan lagi ditengah-tengah komunitas yang memegang teguh nilai-nilai ke-Batak-an. Aku bahkan dilahirkan dan dibesarkan, dididik dan berkembang ditengah-tengah kultur dan budaya Cina di Pematangsiantar. Bahasa Indonesia dan bahasa Cina Hokkian adalah bahasa yang kupakai sehari-hari. Bahkan jika boleh jujur, aku baru mulai sungguh-sungguh belajar bahasa Batak setelah menjadi nara-didik di Sekolah Theologia HKBP di Pematangsiantar tahun 1991, meskipun hingga kini bahasa Batak yang kupahami masih marpasirpasir. Namun itupun tidak berperan banyak, karena di STT-HKBP hampir tidak pernah dilaksanakan ritual Adat Batak. Setelah lulus dan ditahbiskan menjadi Pendeta, aku justru tinggal ditengah-tengah komunitas Sunda dan Betawi di Pulau Jawa. Setelahnya aku sempat setahun berada di Tarutung dan kini di Medan. Sejak kembali berada di Sumatera Utara, aku mulai mengamati sekaligus merasakan posisi dan peranan dalam Adat Batak. Sejak itu pula aku mulai mempergumulkan kenyataan yang dihadapi oleh perempuan Batak khususnya. Hasil pergumulan dan pengalamankulah yang kucoba untuk menuliskannya sebagai curahan hatiku di sini…..

Perempuan Riwayatmu
Tidak berlebihan kalau kukatakan bahwa sebenarnya dunia ini adalah “Dunia Perempuan”. Mengapa saya katakan demikian? Karena bumi ini mayoritas dihuni perempuan. Bangku-bangku di Gereja mayoritas diduduki perempuan. Pekerjaan yang dikategorikan “domestik” dianggap sebagai bagian perempuan, “dipaksa” menjadi beban perempuan. Keberadaan perempuan yang mengisi setiap kekosongan nyaris tidak dapat dipungkiri lagi. Namun sayangnya, beban yang harus dipikul seorang perempuan tidak sebanding dengan award yang diterimanya. Perempuan justru lebih sering mengalami kekerasan multi dimensi yang dari hari ke hari peningkatannya makin signifikan. Kondisi ini telah mengkhawatirkan karena ternyata banyak perempuan yang tidak menyadari dan memahami bahwa apa yang dialaminya merupakan tindakan kekerasan.
Dalam segala aspek kehidupan, masyarakat selalu lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan. Apalagi dalam masyarakat adat, perempuan tidak pernah diikutsertakan dalam pengambilan keputusan, peranan perempuan dalam adat Batak lebih cenderung hanyalah sebagai “parhobas” atau pelayan, sedangkan laki-laki adalah “parhata” atau juru bicara. Selain itu adanya stereotip bahwa perempuan itu adalah orang yang emosional atau tidak rasional, tidak mampu memimpin, perempuan itu penggoda laki-laki. Khusus untuk janda, pandangan negatif bukan hanya datang dari laki-laki tapi juga dari perempuan. Janda sering dianggap sebagai perempuan nakal yang kesepian dan suka mengganggu suami orang. Dengan sebagian alasan-alasan di atas, aku yakin akan ada perempuan yang telah menyesali kelahirannya sebagai seorang perempuan. Namun apa daya, tidak kepada seorangpun – yang pada saat masih dalam kandungan – pernah diberi kesempatan untuk memilih akan lahir dengan jenis kelamin apa dirinya kelak. Tetapi, satu hal yang paling penting untuk diingat, rencana Allah pada awal penciptaan tidak akan sempurna jika tidak ada perempuan yang melahirkan bayi-bayi untuk kelanjutan generasi manusia di bumi.

Beberapa Nilai Dalam Adat Dan Budaya Batak
Mayoritas budaya di Indonesia menganut sistem patriarkhi. Sistem Patriarkhi memandang laki-laki lebih utama dan lebih penting serta lebih berharga dibandingkan dengan perempuan. Masyarakat yang patrilinial/ menganut garis keturunan laki-laki sudah pasti patriarhis. Hal demikian juga yang terjadi dalam suku Batak, di mana pengambil keputusan dan garis marga mengikuti garis Bapak. Dalam budaya Batak dikenal banyak sekali “nilai”, sebagian di antaranya adalah:
1. Marga : yaitu hubungan antara lineage yang berasal dari kelompok kekerabatan tertentu dalam satu Clan (Marga). Akar budaya Batak Toba berawal di sini, yaitu system kekerabatan Patrilineal dan mengikat anggota-anggotanya dalam hubungan triadik (segitiga) . Dalam berelasi dengan orang Batak lainnya, orang Batak akan menempatkan dirinya dalam susunan Dalihan na tolu.
2. Dalihan Natolu : somba marhulahula, elek marboru, manat mardongan tubu : Dikalangan masyarakat Batak dipegang teguh prinsip Dalihan natolu (tungku nan tiga) : somba marhulahula (Hormat kepada Hulahula), elek marboru (kasih kepada boru / anak perempuan dan kerabatnya) , manat mardongan tubu (berhati-hati / sopan kepada se-Marga). Namun dalam praktek ditengah keluarga, sering lebih ditekankan kepada somba marhulahula yang diartikan sebagai menyembah dan melayani hula-hula seperti melayani raja. Orang Batak selalu dapat mencari kemungkinan adanya hubungan kekerabatan di antara sesamanya (dengan martutur / martarombo). Peta Genealogis dan Sejarah orang Batak hanya dapat ditelusuri melalui garis laki-laki, sangat jarang dapat ditelusuri dari garis perempuan, karena Istri dan anak perempuan sering tidak tercatat namanya dalam silsilah (tarombo).
3. Hamoraon, Hagabeon, Hasangapon : Dari sekian banyak nilai dalam Budaya, yang merupakan nilai yang utama, cita-cita tertinggi dalam hidup bagi orang Batak adalah Hamoraon (kekayaan), Hagabeon (berkat karena keturunan) dan Hasangapon (prestise). Bagi orang Batak, memiliki banyak anak adalah hal yang utama. Dapat dilihat bahwa dalam upacara adat perkawinan selalu terungkap dan diungkapkan harapan agar mempelai segera diberi keturunan. “Maranak sampulu pitu, marboru sampulu ualu…., Anak per iris, boru pe tung torop……, sai tumibu ma hamu marompaompa huhut marabingabing”, adalah beberapa permohonan yang diucapkan berkali-kali oleh para sisolhot dan Hulahula sebagai harapan untuk mempelai. Namun secara kultural, pandangan orang Batak hanya mengacu kepada anak laki-laki, bukan anak perempuan. Seseorang baru dinyatakan Gabe jika telah memiliki anak laki-laki. Dan anak laki-laki tersebutlah yang akan memberikan Hasangapon kepadanya. Ada pula perbedaan pemberian gelar kepada seorang Batak yang telah memiliki cucu. Jika cucu pertama yang dimilikinya diperoleh dari anak perempuan, maka gelarnya akan disebut sebagai : “Ompu ni si…..”, namun bila cucu itu diperoleh dari anak laki-laki, maka gelarnya disebut “Ompu si…..”. Dan setelah bertahun-tahun memakai gelar “Ompu ni si….” Yang diperoleh dari anak perempuannya, akan diganti kemudian menjadi “Ompu si….” (dari cucu sulung yang diperoleh dari anak laki-laki).
4. Warisan : Hak perempuan dalam budaya Batak adalah hak mangihutihut (mengikut) atau manumpang (menumpang). Perempuan dalam budaya Batak tidak berhak memiliki warisan dari orangtuanya. Jikapun perempuan memperoleh sesuatu dari orangtua, itu adalah sebagai silehonlehon (pemberian), bukan sebagai warisan. Perempuan Batak mendapat sesuatu dari orangtuanya karena pemberian, bukan karena berhak memperoleh warisan. Kepada anak perempuan biasanya diberikan pembagian berupa pakaian dan perhiasan, sedangkan anak laki-laki berhak atas tanah dan rumah serta uang. melainkan hanya hak mangihut-ihut (menompang). Pembagian yang dapat diperolehnya dari orangtuanya hanyalah silhon-lehon (pemberian). Ketika orangtuanya meninggal, yang menjadi bahagiannya adalah pakaian, perhiasan dan perabotan Rumah tangga, sedangkan anak laki-laki akan memperoleh tranah, rumah dan uang. Jikapun anak perempuan memperoleh tanah / rumah hak perempuan dalam terbatas pada hak meminta, bukan hak mewarisi. Misalnya dengan meminta indahan arian (makanan sehari-hari) untuk anak sulung yang dilahirkannya (cucu dari pemilik harta / warisan).
5. Sinamot (mas kawin) / Tuhor / boli (beli) : adalah pemberian dari pihak mempelai laki-laki kepada pihak mempelai perempuan berupa uang dan/ atau barang. Arti “tuhor” dikemudian hari mengalami perubahan menjadi “membeli”, laki-laki membeli perempuan untuk menjadi istrinya, seolah-olah seperti membeli barang. Dengan demikian perempuan yang menjadi istrinya terkadang dianggap sebagai property yang bisa diperlakukan sesuka hati oleh suami dan keluarga besar Mertuanya. Jika seorang perempuan mengalami kekerasan dari suaminya, dan kemudian perempuan itu mengadu kepada orangtuanya, maka nasehat yang diterimanya adalah: “bersabarlah! Bagaimanapun dia suamimu. Bahkan sampai matipun engkau harus tetap tinggal di rumahmu, daripada kami menanggung malu jika engkau yang telah kami pahuta harus kembali lagi ke rumah ini”. Hal ini juga berpengaruh kepada perlakuan terhadap perempuan. Ini menyebabkan perempuan sering dianggap “lemah” dan perempuan sendiri merasa lemah dalam menjalankan peranannya.
6. Inanta soripada / parsonduk bolon : memberi nilai dan makna yang sangat besar bagi perempuan baik dalam rumah tangga maupun dalam adat. Para istri sering disebut sebagai sitiop puro (bendahara). Penghasilan suaminya seharusnya dipegang oleh istrinya. Istrilah yang dengan bijaksana harus mengelola dan mengalokasikan dana yang ada untuk mencukupi sebutuhan dalam Rumah tangganya: biaya anak-anak, untuk saudara-saudara, dana sosial, adat, kesehatan, dll. Sebagai parsonduk bolon, seorang perempuan harus menjadi parbahulbahul na bolon, yang mampu menjamu para kerabat yang datang menumpang di rumahnya sehingga tidak mengalami kelaparan/ kekurangan. Sungguh mulia peranan perempuan dalam posisi ini.

Interpretasi Terhadap Adat Dan Budaya Batak
Interpretasi yang berbeda-beda terhadap sekian banyak nilai-nilai Budaya yang dimiliki oleh masyarakat Batak menyebabkan perlakuan berbeda dialami oleh perempuan Batak.
1. Pardijabu : Di kalangan masyarakat Batak telah mengakar persepsi bahwa perempuan itu “pardijabu” (orang rumah) / “orang belakang”, yang bersumber dari sistem patriarkhat dalam masyarakat. Persepsi ini hidup dan terlihat dalam kenyataan sehari-hari, khususnya di rumah tangga. Namun akibatnya juga sangat terasa dan terlihat dalam masyarakat, dimana perempuan sering dianggap lebih rendah dari laki-laki. Bahkan kepada perempuan yang memiliki karir mapan yang lebih gemilang dari suaminya, sering juga diberikan sebutan sebagai “orang rumah”, meski dalam kenyataannya perempuan ini sudah sangat jarang berada di dalam rumah karena kesibukan pekerjaannya. Ini menyebabkan banyak perempuan merasa tidak percaya diri dan kurang berani mempunyai peranan dan posisi.
2. Pentingnya keturunan : Ketika sebuah pasangan menikah, keluarga besar kedua belah pihak berharap mereka segera mendapatkan keturunan (hagabeon). Jika telah berlalu sekian tahun belum juga dikaruniai anak, maka keluarga akan kasak-kusuk mencari cara mendapatkan keturunan, termasuk membawa berobat, berurut (mandampol) bahkan sampai ke dukun. Masalahnya, hingga kini yang sering diperiksa hanya perempuan, seolah-olah hanya perempuan yang bersalah dalam proses reproduksinya. Laki-laki cenderung enggan memeriksakan dirinya. Jika setelah 5 tahun belum juga dikaruniai keturunan, padahal sang istri telah lelah berobat, entah karena memang mandul, atau karena penyakit dan alasan lainnya yang membuat dirinya tidak bisa hamil, maka dia harus merelakan suaminya “mangalului tungkot” supaya ada anak / keturunannya.
3. Ina na mate punu (matu pucuk) : artinya seorang perempuan meninggal di masa tuanya tanpa meninggalkan anak laki-laki, artinya mati dari tarombo. Meski dalam keadaan tersebut sebenarnya yang paling menderita adalah suaminya, karena keturunannya akan hilang dari tarombo. Namun dalam kenyataan lehih sering suami yang meninggal lebih dahulu sehingga saat istri meninggal tidak disebut sebagai “saur matua” karena dianggap “tidak gabe”. Biasanya perempuan yang demikian dikuburkan satu hari setelah kematiannya dan acara adatnyapun dibuat singkat. Apalagi jika perempuan tidak pernah melahirkan anak sama sekali, penguburannya sering dilakukan pada hari yang sama dengan hari kematiannya.
4. Warisan : Bagi perempuan yang ditinggal mati suaminya tanpa memiliki keturunan, maka harta pusaka peninggalan suaminya tidak bisa berpindah ke tangannya sekalipun benar bahwa dirinya adalah istri yang sah dari suaminya. Harta tersebut akan jatuh ke tangan saudara laki-laki dari suaminya. Apabila perempuan itu hanya memiliki anak perempuan, hak pengelolaan hartanya tetap akan dipercayakan kepada saudara laki-laki ayahnya (Bapatua / Bapaudanya). Dan merekalah yang kelak akan menikahkan keponakan mereka tersebut. Hal ini terjadi karena hak perempuan adalah hak menumpang: kepada orangtuanya atau kepada suaminya.
5. Ketika bayi baru lahir, orang-orang disekitarnya akan bertanya: “songon dia?” (bagaimana?), yang menghunjuk pada jenis kelamin. Bila dijawab “baoa” (laki-laki), maka tanggapan yang diterima adalah: “tabo na i, sai Horas ma!” (Enak sekali, Selamat!). Tapi bila dijawab “boru” (perempuan), maka tanggapan yang diterima adalah: “sai imbur magodang ma asa boi haduan pahutaon tu halak jala manubuhon pomparan di huta na asing” (semoga dia tetap hidup, supaya kelak bisa meneruskan keturunan di kampung lain). Hak perempuan di Rumah orangtuanya adalah menumpang, Rumah / kampungnya adalah mengikut kepada suaminya ketika kelak dia muli (menikah).
6. Perlakuan dan sikap orang tua : karena kecenderungan masyarakat Batak memberi nilai lebih kepada anak laki-laki, maka orangtua juga cenderung memberi perlakuan berbeda kepada anak laki-laki dan anak perempuan. Tingkat kepuasan orangtua mendapatkan anak pertama laki-laki akan berbeda dengan jika anak pertama itu perempuan. Pasca kelahiran anak pertama akan diadakan “esek-esek” di mana para undangan dan unsur Dalihan na tolu memberikan selamat atas kelahiran anak pertama. Namun bila anak pertama adalah perempuan, biasanya para undangan akan “melampirkan” harapan orangtua sang bayi segera mendapatkan anak laki-laki.
7. Prioritas pendidikan : Prioritas untuk mendapat kesempatan pendidikan yang lebih baik biasanya diberikan kepada anak laki-laki, dengan pertimbangan bahwa kelak ia akan menjadi kepala Rumah tangga yang harus menafkahi istri dan anak-anaknya. Sementara anak perempuan dianggap akan “dijual”/ dipahuta kepada marga lain, akan menjadi kerugian jika disekolahkan tinggi-tinggi, karena yang beruntung adalah keluarga besar suaminya. Atau dengan pemikiran lain bahwa setinggi-tingginya pendidikan seorang perempuan, jatuhnya ke dapur juga.
8. Raja / Boru ni Raja :di kalangan masyarakat Batak berlaku bahwa: laki-laki adalah Raja, perempuan adalah Boru ni Raja. Ini menyatakan bahwa laki-laki berhak mengambil keputusan termasuk mengambil keputusan yang berkenaan dengan boru ni raja. Dalam pesta-pesta adat , laki-laki ditempatkan dalam posisi “parhata” (pembicara/ yang berbicara), sementara perempuan (boru) ditempatkan dalam posisi “parhobas” (pelayan / yang melayani). Ketika Raja sedang marhata, maka Boru melayani dan menyediakan makanan dan minuman. Para perempuan yang berposisi sebagai Istri dari Raja hanya duduk di belakang, mendengarkan jalannya upacara adat.
9. Tentang perkawinan : Orangtua sering mengimpikan agar putrinya menikah dengan anak laki-laki dari Ibotonya marpariban. Tujuannya agar tali silaturahmi tidak putus. Jika usia putrinya sudah melebihi 25 tahun namun belum terlihat tanda-tanda akan segera berumah tangga, biasanya orangtua mulai kasak-kusuk mencarikan jodoh bagi anaknya. Ketakutan orangtua jika anak perempuannya tidak menikah maka akan terlantar di masa tua menjadi pertimbangannya. Selain itu juga, orangtua takut dianggap masyarakat memiliki anak perempuan yang “tidak laku”. Namun perasaan bangga akan dimiliki oleh orangtua yang anak perempuannya cepat-cepat menikah (“laris”).
10. Perceraian : Dalam masyarakat Batak dikenal bentuk-bentuk perceraian selain daripada diceraikan oleh kematian. Ada yang dianggap sebagai “sirang ala so marongkap” (cerai karena tidak memiliki anak), biasanya berkaitan dengan tidak memiliki anak; “sirang ala sahit na mura bali” (cerai karena penyakit menular yang sulit sembuh, misalnya TBC; cerai karena istri atau suami berselingkuh, cerai karena istri dipulangkan/ dikembalikan kepada orangtuanya karena tidak bisa mengelola rumah tangga/ tidak memiliki anak; cerai karena istri melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya berhutang, berjudi, dll. Namun sayangnya, apabila suami yang pergi meninggalkan istri (meski tanpa kabar berita) tidak dapat dianggap cerai dalam adat Batak, karena bukan menyangkut alasan tersebut di atas. Biasanya istri dengan sendirinya pulang ke rumah orangtuanya tanpa mendapatkan hak apapun.
11. Perempuan yang tidak menikah : tetap dianggap sebagai dakdanak (anak-anak). Jika dia meninggal dunia, acara penguburannya hampr sama dengan acara kepada perempuan yang tidak memiliki anak, hanya yang menjadi suhut adalah orangtuanya/ Ibotona (saudara laki-lakinya yang telah berumahtangga).
Kesimpulannya : dari sekian banyak nilai dalam Adat Budaya Batak, serta prakteknya dalam kenyataan hampir-hampir tidak berpihak kepada perempuan. Hal ini makin diperparah oleh interpretasi yang bias terhadap esensi dan substansi nilai dalam ke-Batak-an yang sesungguhnya. Karena itulah banyak perempuan Batak yang bergumul karenanya.

Beberapa Catatan Mengenai Perubahan Dan Kenyataan Yang Dihadapi Perempuan Saat Ini
Karena banyaknya interpretasi terhadap adat dan Budaya Batak yang dilakukan oleh orang Batak, dewasa ini sudah terjadi banyak versi dan perubahan dalam adat dan budaya yang dialami oleh perempuan. Perubahan ini juga terjadi karena peranan perempuan Batak di dalam keluarga dan masyarakat yang ditandai dengan adanya perempuan yang bekerja secara profesional dan perempuan-perempuan yang mencari nafkah sendiri. Sehingga sebutan perempuan sebagai “pardijabu” juga sudah jarang dikatakan.
Masyarakat Batak, baik di kota kecil maupun kota besar, sudah bisa menerima secara lapang dada dan tanpa rasa kecewa apabila anaknya yang pertama adalah perempuan (mungkin karena itulah tercipta lagu: boru panggoaran). Mereka merayakan kelahiran anaknya dengan “esek-esek” sama seperti lahirnya anak laki-laki. Pada sebagian orang Batak apalagi yang tinggal di kota besar justru bangga apabila anak pertama yang lahir adalah “boru” karena anak pertama ini biasanya bisa bertanggungjawab dan mampu memimpin adik-adiknya menjadi lebih baik. Banyak orangtua Batak yang pada masa tuanya yang merasa jauh lebih nyaman bila tinggal di rumah borunya daripada di rumah anak laki-lakinya. Karena tinggal di rumah anak perempuan berarti diurus oleh anak perempuannya sendiri sementara kalau tinggal di rumah anak laki-lakinya akan diurus oleh menantu perempuannya padahal hubungan antara mertua perempuan dan menantu perempuan adalah hubungan ketegangan (bandingkan dengan istilah: boru hangoluan, anak hamatean, yang artinya: ketika hidup orangtua lebih memilih tinggal bersama borunya, namun setelah mati adatnya akan dilaksanakan di rumah anaknya).
Dalam hal pendidikan untuk anak-anak, orang Batak juga sudah memberi kesempatan yang sama kepada anak laki-laki dan anak perempuannya. Prioritas diberikan kepada anak yang memang mampu dan mempunyai minat untuk sekolah. Ini terjadi baik di kota-kota kecil maupun di kota besar. Sama halnya dengan warisan. Banyak orangtua Batak pada masa kini yang memberikan hak yang sama kepada anak laki-laki dan anak perempuan untuk mewarisi harta orangtuanya seperti rumah, sawah, tanah/ ladang. Tentu saja semua itu dibagikan lebih banyak kepada anak laki-laki dengan alasan anak perempuan tetap mendapat bagian dari keluarga suaminya. Orang Batak sudah melihat anak perempuan bukan lagi sebagai orang yang hanya mempunyai hak menumpang atau mengikut orangtua/ suaminya tetapi dia juga mempunyai hak waris. Artinya, anak perempuan mendapatkan hak untuk mewarisi harta pusaka orangtuanya sama seperti anak laki-laki berupa rumah, tanah, sawah/ladang.
Orangtua juga sudah memberikan kebebasan kepada anak perempuan dalam menentukan teman hidupnya. Kecuali bila anak perempuan itu semakin tua, mungkin dia akan meminta orangtuanya untuk mencarikan jodoh yang cocok untuknya. Perkawinan dengan pariban tidak menjadi favorit lagi. Pada masa kini, ada banyak perempuan yang tidak menikah sampai lanjut usia. Banyak dari mereka yang mempunyai pekerjaan dan profesi yang baik sehingga mereka tidak perlu lagi menggantungkan dirinya pada orang lain. Dalam hal khusus, seperti perempuan yang bekerja di gereja seperti Pendeta, diakones, bibelvrow justru mempunyai posisi yang tinggi dalam keluarga dan masyarakat adat karena mereka banyak membantu keluarganya, dalam hal finansial dan spiritual serta tidak pernah absen dalam menghadiri acara-acara adat keluarga.

Harapan Dan Catatan Penutup
Banyak di antara orang Batak yang telah menjadi Kristen bahkan sudah sejak nenek moyangnya. Namun sayangnya belum banyak yang dapat dengan sungguh-sungguh melihat keberadaan perempuan dan laki-laki sebagai sesama ciptaan Allah, mitra sejajar yang mewarisi dan bertanggungjawab meneruskan misi penugasan dari Allah. Harapan di masa yang akan datang sebenarnya adalah perempuan akan semakin disadarkan bahwa dia adalah ciptaan yang sama dengan laki-laki dan hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah hubungan mitra yang setara. Dengan demikian semakin banyak perempuan memperoleh kesadaran yang kritis terhadap kehidupan yang dilaluinya serta mempunyai kesanggupan untuk mengubahnya. Dalam hal ini perlu adanya pendidikan yang formal dan informal khusus kepada perempuan, yang berorientasi pada kesetaraan gender.
Budaya Batak sama seperti budaya pada suku-suku lainnya mempunyai inti. Inti dari adat dan budaya adalah harmoni, keseimbangan, kebersamaan dan cita-cita hidup yang luhur. Inti budaya ini perlu diterjemahkan ke dalam situasi masyarakat masa kini, dimana pengarusutamaan gender sedang berlaku. Dengan demikian, suatu saat adat itu bukan sebagai penghambat dan momok bagi perempuan tetapi menjadi bagian hidup dan cara hidup dari perempuan dan laki-laki. Terciptanya adat dan budaya yang ramah kepada perempuan bukan adat dan budaya yang menghukum dan menghakimi perempuan, inilah harapan ke depan.
Gereja sebagai bagian yang integral diharapkan berperan sangat aktif di dalam mengabarkan berita pembebasan tentang kekerasan budaya yang dialami perempuan dalam hidupnya. Meski terkadang ajaran agama (Kristen) dianggap lebih mengajarkan kesamaan dan keadilan keberadaan laki-laki dan perempuan, artinya bebas dari nilai-nilai diskriminatif terhadap perempuan, namun didalam kenyataan hidup berjemaat, terlihat beragam interpretasi terhadap ajaran Kristen atau ayat-ayat Alkitab yang justru menjadi dasar untuk tindakan diskriminatif dan kekerasan terhadap perempuan baik yang terselubung maupun yang terlihat nyata. Dalam hal ini, gereja diharapkan bukan saja berkhotbah tentang bagaimana perempuan menjadi istri yang baik, tetapi juga berkhotbah untuk menyadarkan warga jemaat tentang penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Sebagai orang Batak yang hidup karena kasih Tuhan, telah ditebus oleh pengorbanan Kristus dan mampu hidup benar hanya dalam terang Firman Tuhan, sudah selayaknya kita menelaah ulang perlakuan dan sikap-sikap diskriminatif yang selama ini diberlakukan terhadap laki-laki dan perempuan. Semoga harapan ini bisa segera terwujud untuk menjawab pergumulan para perempuan-permpuan pada umumnya serta perempuan Batak khususnya….. Selamat berharap dan semoga…..

(Penulis adalah Pdt. Paulin Sirait, S.Th., tulisan ini dimuat di Buku “UntukMU” yang diterbitkan Buletin Narhasem dalam rangka 4 tahun pelayanan Buletin Narhasem pada April 2008)