Sabtu, 28 Februari 2009

ARTIKEL: PARAU SORAT SIPIROK BETLEHEMNYA HKBP YANG DILUPAKAN

Pendahuluan
Pada hari Minggu sore tanggal 29 Agustus 2004, anak saya Donny saat pulang marminggu sore di Gereja HKBP Semper melapor bahwa jamita dari pendeta parjamita sore itu menarik juga karena diceritakan sedikit perihal kehidupan ompu i Pendeta DR.I.L.Nommensen. Demikian komentar anak saya. Dari komentar tersebut saya teringat bahwa sebulan lagi tepatnya pada hari Kamis tanggal 7 Oktober 2004, HKBP akan berulang tahun yang ke-143. Suatu umur yang sangat panjang dan sudah lama & dilupakan karena sudah bertahun-tahun para parjamita pada hari Minggu disekitar tanggal 7 Oktober tersebut tidak pernah lagi menyinggungnya. Mungkin sudah bosan atau memang sudah dilupakan. Baru kemudian tahun sesudah kelipatan 25 yaitu pada tanggal 7 Oktober 2011 akan teringat lagi saat beumur 150 tahun atau Jubileum 150 tahun HKBP. Dari pembicaraan diatas tadilah saya berniat untuk menulis tulisan ini, Mudah-mudahan berguna bagi kita semua.

A. Tempat Lahir HKBP
Bagi anda penggemar sejarah gereja, terutama sejarah gereja HKBP, pada saat anda melalui jalan lintas Sumatera bagian tengah dan tiba di kota kecil Sipirok, maka otomatis anda mengatakan bahwa anda telah tiba di kota kelahiran HKBP. Sebuah gereja yang indah marpalas-palas (menara) tinggi dengan satu pasang (dua buah) lonceng besar berdiameter satu meter dimana suaranya terdengar sampai 5 kilometer di Lembah Napa Sibual-buali. Di depan gereja yang bertetangga dengan mesjid Raya Sipirok tersebut berada dalam pargodungan lengkap dikelilingi sekolah, bagas huria untuk pendeta dan guru huria dan dibelakangnya rumah sakit. Sedangkan di depan gereja tersebut terdapat tugu yang besar dan tinggi dan anda bependapat bahwa tugu tersebut adalah tugu tempat lahir HKBP. Pendapat tersebut tidak salah karena pada setiap penerbitan Almanak HKBP selalu dicantumkan sebagai berikut:
31 Maret 1861, Mula-mula sian halak Batak masuk Kristen, ima Simon Siregar dohot Jakobus Tampubolon na mandidihon ni pandita Van Asselt di Sipirok. 7 Oktober 1861. Parmulaan ni Rheinische Mission di Tano Batak (on ma hari hatutubu ni HKBP). Ai marrapat ma tingki i opat (4) halak pandita ima:
1. Pdt. Heine
2. Pdt. Klammer
3. Pdt. Betz
4. Pdt. Van Asselt, marsagi ulaon di Tapanuli.
Dari data diatas istilah anda mengambil kesimpulan tersebut bisa dianggap sudah benar tetapi sebenarnya salah karena:
1. HKBP Sebagaimana dijelaskan di Almanak HKBP tersebut dengan mengatakan di Sipirok sebenarnya bukan di kota kecil Sipirok tersebut tetapi jauh disana kurang lebih 5 Km, sebelumnya di kaki bukit Batu Olang atau To Nangge di desa Parau Sorat, dimana apabila anda melewati lintas Sumatera dari Jakarta ke Medan kurang lebih 4 Km sebelum kota Sipirok sesudah anda melewati Hotel To Sibohi Indah di desa Hutaraja, maka anda mengambil jalan kekanan akan melalui Sialagundi (luara Siregar dan Parau Sorat atau 1 (satu) Km dari Hutaraja atau dari Poken Salasa, Baringin Padang Natinggi (tempat asal Pendeta Petrus Nasution, salah satu dari ketiga pendeta Batak pertama disamping Johanes Siregar dan Markus Siregar) dan Parau Sorat kurang lebih 1 Km dari jalan lintas Sumatera tersebut.
2. Tugu besar yang ada di depan gereja Sipirok tersebut adalah tugu
Jubileum pertama HKBP tanggal 7 Oktober 1936 atau Jubileum 75 tahun yang dirayakan dan dipusatkan di HKBP Sipirok. Jadi tugu tersebut bukan tugu tempat lahir HKBP. Gereja HKBP Sipirok tersebut diresmikan pada bulan Mei 1864 sebagai gereja permanen pertama di Tanah Batak yang diresmikan oleh Rheinische Mission Geselschafh(RMG) suatu misi dari Jerman dan Pendeta Klammer sebagai pendeta pertama di Sipirok.

B. Berita Kesukaan (Injil) Masuk Ke Tanah Batak
Pada tahun 1911-1924, Indonesia dijajah oleh Inggris dan sebagai penguasa di Indonesia di tempatkan seorang yang berasal dari Inggris yaitu Sir Thomas Stamford Raffles seorang dengan pangkat Leutenant Governoer General. Dimana Indonesia adalah bagian dari kekuasaan pemerintah Inggris di Asia dibawah pimpinan Lord Minto yang berkedudukan di Calcutta, India. Pada tahun 1924, pemerintah Inggris memberi izin kepada missionaris Inggris dari gereja Baptis untuk menabur benih diladang Tuhan di daerah Batak yaitu:
1. Natanael Ward, seorang ahli kesehatan.
2. Pendeta Evans seorang ahli dibidang pendidikan, mendirikan beberapa sekolah di Tapanuli.
3. Richard Burton, seorang ahli di bidang Ilmu Bangsa Bangsa dan Bahasa.
Beliaulah orang pertama yang menterjemahkan sebagian Perjanjian Lama kedalam bahasa Batak yaitu buku Kejadian dan Perjanjian Baru yaitu Buku Johanes, beliau bertempat. tinggal di Sibolga. Karena adat istiadat oleh orang Batak disamakan dengan agama dan juga terjadinya perang Paderi 1825-1830, maka misi ke tiga orang tersebut. tidak dapat berlanjut dan mereka akhirnya kembali kecuali Pendeta Natanael Ward yang memilih untuk tetap tinggal di Sibolga.
Pada saat pemerintahan Inggris mengembalikan Indonesia kepada Belanda sesuai dengan Treaty Of London 1824, maka Belanda disamping tujuan Gold juga melaksanakan Gospel dimana missi Nederlands Zendeling Genootschap (NZG), memulai pelayarannya dengan mengutus Pendeta Gustav ke Sumatera tetapi karena masih berkecambuk perang Paderi maka beliau dialihkan ke pulau Jawa.
Pada tahun 1934 Belanda mengutus Pendeta Verhoeven ke daerah Pakantan di Mandailing dan mendirikan gereja serta membaptis penduduk setempat yaitu Kalirancak Lubis dan Jamandatar Lubis, keinginan untuk menyebarkan Injil dipedalaman Angkola maka beliau berangkat ke Sipirok. Pendeta Verhoeven juga menyurati Missi Baptis Amerika untuk membantu pelayanan di Sumatera. Gereja baptis Amerika dari Boston mengutus Pendeta Munson dan Pendeta Henry Lyman dan tiba di Sibolga pada tanggal 17 Juni 1934.
Mereka berencana menyebarkan Injil ke arah Timur Sibolga yaitu ke Tarutung tanpa terlebih dahulu mempelajari bahasa dan adat istiadat Batak. Mereka dibunuh di Lobupining oleh rakyat Raja Panggulamai. Tugu peringatan kepada kedua Pendeta tersebut kini berdiri tegak disana "The blood of the martir is a beans of Religion". Gereja Baptis mengutus Pendeta Jacob Ennis dan bertempat tinggal di Pakantan. Usahanya kurang berkembang karena faktor agama lain yang sudah terlebih dahulu berkembang disana dan masalah kesehatannya sendiri.

C. Perkebunan Kopi
Dataran tinggi Angkola dan Mandailing sangat subur untuk tanaman kopi, karet dan kayu manis dengan mutu yang sangat baik hingga terkenal sampai di Eropa. Berkat hasil bumi tersebut penghidupan masyarakat bertambah baik demikian juga dengan kesehatan masyarakat. dan pendidikan. Hal ini di sebabkan usaha dari para Missionaris dimana di samping mendirikan gereja, mereka juga mendirikan sekolah dan rumah sakit yang disebut sekolah Zending yang di pimpin oleh guru sekolah Zending dan Rumah Sakit. Zending, para pelajar juga orang yang berobat ke Rumah Sakit atau Balai Pengobatan tersebut tidak terbatas pada orang Kristen saja tetapi semua lapisan masyarakat sehingga baik kesehatan maupun pendidikan masyarakat bertambah baik. Pada tahun 1840-1841, Pemerintah Belanda mengutus Dr.Fransz Jimghim seorang ahli dalam bahasa suku bangsa dan tumbuh-tumbuhan. Dari hasil risetnya yang berjudul "Daerah Batak di Sumatera” menggugali pemikiran Badan Missi Jerman untuk mengunjungi suku bangsa Batak.
Beliau juga merekomendasikan bahwa pegunungan di Angkola bagus untuk tanaman keras. Kebun Raya Bogor juga mencatat nama beliau sebagai seorang ahli tumbuh-tumbuhan. Pada tahun 1849-1856, Neubrownner Van der Tuuk seorang ahli bahasa diutus oleh Lembaga Alkitab Belanda (Kongsi Bibel Nederland) dari Amsterdam untuk meneliti bahasa Batak. Atas kegigihan dan kesabarannya beliau berhasil menerbitkan Buku Tala Bahasa Batak, Kamus- Bahasa Batak dan menterjemahkan beberapa bagian Alkitab ke dalam bahasa Batak. Neubronner Van der Tuuk inilah dianggap sebagai perintis jalan perihal pekerjaan Zending ke Tanah Batak.

D. Pendeta Gustaf Van Asselt Di Parau Sorat
Mungkin untuk orang Batak Angkola Dolok Sipirok nama Pendeta Gustaf Van Asselt ini boleh dikatakan sebagai pemancang tonggak Kekristenan di Sipirok khususnya atau di tanah Batak umumnya. Tidak kalah dengan Dr.I.L.Nomensen di Pearaja Tarutung mengapa? Gereja Ermelo di negeri Belanda pada talum 1850, memunculkan gerakan rohani. Pimpinan gereja Armelo Pendeta Witteveen mengobarkan semangat penginjilan walaupun mereka hanya gereja kecil dan berjemaat petani saja.
Mereka mempunyai motto Koinonia berdasarkan Mateus 28 : 19. Jadi. hara ni I, kehe ma hamu tu sude bangso, baen hamu ma halahi gabe halak namangihutkon Au, didi hamu ma halahi di bagasan goar ni Ama, goar ni Anak, dohot goar ni Tondi Porbadia. Gereja inilah yang mengirimkan Gustav Van Asselt ke Sumatera setelah dithabiskan sebagai pendeta pada tahun 1856.
Tiba di Padang dan dipekerjakan di perkebunan kopi di Angkola Dolok-Sipirok sebagai seorang pendeta Gustav Van Asselt juga bekerja sebagai Opziediter pada perkebunon kopi dan juga sebagai "Slender dalan" pada dinas pekerjaan Umum saat itu karena ketiadaan biaya dan gereja Ermelo. Walaupun demikian tugas utamanya sebagai penginjil tidak pernah dilupakan. Untuk tempat beliau mendirikan rumah dan gereja, beliau mendapat hadiah tanah Bonda na Lolot Nasution di Parau Sorat. Pada tanggal 2 April 1861 Gustaf Van Asselt membaptis Jason (Jakobus) Tampubolon dan Pagar (Simon) Siregar di Parau Sorat yang menjadikan beliau-beliau inilah yang dicatat oleh HKBP maupun GKPA sebagai orang pertama bangsa Batak atau Angkola yang menjadi Kristen.
Pada tahun 1858 gereja Ermelo Holland mengutus Pendeta Dammerbur yang bertugas di Huta Imbaru, Pendeta Van Dallen di Simapilapil Pendeta Betz di Bunga Bondar dan Pendeta Koster di Pargaratan. Untuk meramaikan penginjilan di Angkola berkat buku karangan Van der Tuuk yang ditemui oleh Dr.Fabri yaitu lnspektur Reinishe Mission Gesselshaft (R.M.G) di Jerman pada saat kunjungannya ke negeri Belanda beliau tergerak untuk memindahkan ke tanah Batak Missioner yang tugasnya terhenti karena kekacauan antara Belanda dengan Pangeran Hidayat di Kalimantan.
Pada tahun 1860 Badan Zending RMG Jerman memindahkan Pendeta Klammer dari Jawa ke Sipirok dan Pendeta Heine dikirim dari Jerman setelah sampai di Sipirok mereka bergabung dengan Pendeta Van Asselt yang sudah ada di Parau Sorat. Mengingat para Penginjil dari Belanda (N.Z.G) merasa kurang pesat perkembangannya di Angkola dan juga datangnya Penginjil dari Jerman (RMG) maka pada tanggal 7 Oktober 1861 antara penginjil NZG dan RMG diadakan musyawarah untuk memperluas penginjilan di Tanah Batak.
Musyawarah tersebut dilaksanakan di rumah pendeta yang ada di atas tanah disumbangkan ke gereja oleh Bonda na Lolot Nasution di Parau Sorat atas prakarsa Pendeta Van Asselt. Pembukaan kebaktian dipimpin oleh Pendeta NZG dan setelah selesai musyawarah maka penutupan dilaksanakan oleh Pendeta RMG hasilnya daerah penginjilan di tanah Batak, dibagi (marsagi karejo) sebagai berikut:
1. Pendeta RMG
• Pendeta Heine bertugas di Silindung dan Tapanuli utara.
• Pendeta Klaninier bertugas di wilayah Sipirok.

2. Pendeta NZG
• Pendeta Betz bertugas diwilayah Bunga Bandar.
• Pendeta Van Asselt bertugas di daerah Pahae.
Musyawarah pembagian daerah penginjilan ini membuahkan hasil yang lebih baik. Tanggal 7 Oktober 1861 tanggal musyawarah ini oleh Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKPB) dijadikan sebagai hari jadinya. Pada tahun 1862 Pendeta Dr.I.L.Nommensen tiba dari Jerman di Sipirok mula-mula ditempatkan di Parau Sorat kemudian pada tahun 1864 pindah ke Tarutung, dan membuka Huta Dame dan seterusnya menyebarkan Injil di Tapanuli Utara.
Untuk seterusnya pada bulan Mei 1864, Pendeta Klammer di Sipirok meresmikan Gereja Sipirok yaitu gereja pertama yang dibangun Pendeta RMG ditanah Batak, dan pada tanggal 25 Desember 1864 Pendeta Klammer membaptis Thomas, Philippus dan Johannes menjadi Kristen yaitu baptisan pertama oleh Pendeta RMG.
Parau Sorat ini penting karena:
1. Tempat pertama dibaptis orang batak menjadi Kristen
2. Tempat lahir HKBP
3. Tempat pertama Seminari Sekolah Guru Huria Tanah Batak tahun 1867, dengan guru DR.A.Schreiber dan Leopold dimana murid-muridnya tersebut dikemudian hari sekolah lagi untuk menjadi pendeta pertama orang Batak
4. Parau Sorat adalah pusat penyebaran agama Kristen di Tanah Batak dimana tempat diadakan rapat-rapat pendeta dengan presiden rapat-rapat pendeta pertama adalah DR.A.Schreiber tahun 1866-1873, yang berkedudukan di Parau Sorat. Sesudah DR.A.Schreiber kembali ke Eropa menjabat Inspektur RMG maka Dr.I.L.Nommensen-lah yang menggantikannya sebagai Presiden rapat-rapat pendeta yang kemudian sesudah aturan HKBP dilengkapi oleh kongsi Mission Barmen maka Presiden rapat-rapat pendeta itu adalah yang diangkat menjadi Ephorus.

E. Falsafah Jelok
Apabila anda berkesempatan mampir ke gereja Parau Sorat, maka anda tidak usah kecewa karena yang ada hanya sebuah gereja kecil biasa tanpa nama atau tanda-tanda apapun bahwa di Parau Sorat itulah pertama kali dan tetap diakui tampat lahir HKBP nabolon i, jala na bonggal i. Tanpa tugu, tanpa prasasti atau tulisan apapun, hanya ada gereja kecil biasa dan gambar 7 orang pendeta yang pernah melayani disana pada awal mulanya.
HKBP sudah tersebar di seluruh nusantara dengan gedung-gedung megah bahkan telah menyebar di luar negeri antara lain Singapore, Seatle, Ontario California, Colorado dan New York, tetapi telah lupa atau memang dilupakan seperti apa yang disampaikan oleh seorang pembicara pada Konfensi nasional HKBP di Jakarta Convention Center pada tanggal 26 Juli 2000, yaitu Marbun Banjarnahor bahwa HKBP lahir di luat Silindung dan mendapat applaus yang gegap gempita dari para peserta konvensi. Atau memang seperti falsafah model jelok yang tumbuh di Parau Sorat dan telah berbunga dan berbuah di seantero dunia yang fana tetapi tidak pernah melihat ketempatnya tumbuh. Ironis memang tetapi itu nyata. Bagaimana kalau kita para penganut Kristen yang lahir dan timbul dari gereja yang pernah disemaikan di Parau Sorat ini membuat tanda bahwa HKBP pernah menyatakan dirinya lahir disini dan membuat Parau Sorat sebagai salah satu tempat tujuan wisata rohani seperti Salib Kasih, Parau Sorat, Lobu Pining, Sigumpar, Huta Dame, Hepata, Huta Salem, Sipoholon, dll.
Parau Sorat, Sipirok tempat lahir HKBP yang terkenal dengan naskah Parau Sorat Sipirok sebaiknya diukir diatas batu besar dengan kata-kata yang diambil dari Mikha 4:2 sebagai berikut: "Marilah masuk ke rumah naik ke bukit Tuhan kita masuk ke rumah Allah Jakub supaya mendapat pelajaran mengenai jalan-jalan Tuhan dan kita berjalan pada lorong-lorongNya." Ayat tersebut diatas adalah ayat yang menjadi turpuk di kala mereka pada tanggal 7 Oktober 1861 saat Pendeta Heine, Klammer, Betz, dan Van Asselt memutuskan bahwa mulai saat itu pelayanan di Tano Batak dilayani secara bersama antara Pdt. Betz dan Van Asselt dari Netherlands Pdt.Heine, Pdt.Klammer dari Rheinische Mission Geselschaft (RMG).

F. Kalau Bukan Kita Siapa Lagi
Gereja HKBP Parau Sorat sesuai dengan naskah Pajaeon Huria Kristen Batak Protestan Angkola (HKBP A) tanggal 1 Agustus 1976 dimana huria Parau Sorat adalah salah satu huria diantara 22 huria dan 9 orang pendeta yang dipajae (diserahkan) oleh HKBP kepada HKBP A sekarang GKPA, berarti sudah menjadi milik GKPA dan untuk Parau Sorat bukan lagi dicatat tanggal 7 Oktober 1861 itu di Parau Sorat tetapi tanggal 31 Maret 1861 yaitu mula-mula tardidi orang Batak pertama menjadi Kristen atau kita biarkan saja toh sudah ada Huta Dame di Tarutung tidak perlu balik ke Parau Sorat dan sudah ada Salib Kasih tempat DR.I.L.Nommensen pertama kali berdoa saat sampai di Luat Silindung. Biarlah sejarah nanti yang mencatat.

Penutup
Marilah kita syukuri HKBP pada tanggal 7 Oktober 2004 sudah genap berumur 143 tahun suatu umur yang panjang dan sering diguncang oleh gelombang yang hampir-hampir menenggelamkannya. Apakah kita tidak perlu merenungkan naskah Parau Sorat Sipirok yang oleh seorang Sekretaris Umum Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI saat itu, sekarang PGI), DSS. Marantika agar dapat diletakkan dialas batu untuk mengenang 100 tahun HKBP (tahun 1961). Orang lain saja tertarik akan hal tersebut mangapa kita tidak?
Apakah memang melestarikan tempat tersebut dengan suatu tanda baik berupa tugu, prasasti dan semacamnya adalah merupakan suatu pemberhalaan atas suatu tempat, entahlah. Penulis berharap dalam waktu yang akan datang di tempat tersebut sudah ada "suatu tanda" bahwa HKBP nabolon i lahir di suatu desa kecil bernama Parau Sorat “Betlehemnya HKBP” yang dilupakan, Semoga Tuhan memberkati. Amin dan Horas.

Daftar Pustaka
1. Disarikan dari Buku Parau Sorat Sipirok Parsamean yang dilupakan - K.Pohan Siahaan, BBA, Jakarta, 2003
2. Sejarah Gereja Kristen Protestan Angkola Hutaraja Sipirok - K.Pohan Siahaan, BBA, Jakarta, 2003
3. Almanak HKBP 2004, Kantor Pusat HKBP, Pearaja Tarutung.
4. Seratus tahun kekristenan dalam sejarah rakyat Batak, Panitia Distrik IX Perayaan Jubileum 100 tahun HKBP, Jakarta, 1961

(Penulis adalah St. Kamaruli Pohan Siahaan, BBA, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Oktober 2004)

Selasa, 24 Februari 2009

ARTIKEL: PENTINGNYA PERANAN ORANGTUA DALAM MENDIDIK ANAK

Pendahuluan
Memiliki anak yang berprestasi tentu menjadi impian setiap orangtua. Orangtua mana yang tidak bangga jika anak mereka menjadi juara disekolahnya, apalagi kalau sampai menjadi juara olimpiade fisika, wah…bisa-bisa pesta tujuh hari tujuh malam. Harkat dan martabat keluargapun menjadi terangkat karenanya. Oleh karena itu, banyak orangtua yang mati-matian mencarikan sekolah favorit buat anaknya, belum lagi ditambah les ini dan itu bagi yang mampu secara ekonomi. Semuanya itu tentu sah-sah saja, namun sayangnya banyak orangtua yang kurang menyadari bahwa mendidik anak bukan hanya agar mereka menjadi cerdas secara kognisi (intelektual), namun juga cerdas secara emosi dan spiritual (rohani). Banyak anak yang meskipun cerdas, namun kurang bisa berelasi dengan baik dengan teman-teman dan lingkungannya. Mereka menjadi anak yang egois, kurang peduli sesama, kurang sopan santun, sulit berempati, dan sebagainya. Bukan hanya itu, banyak anak-anak yang sebetulnya mempunyai potensi yang baik namun tidak berkembang, bahkan terjerumus kedalam kenakalan remaja, akibat tidak terpenuhinya kebutuhan emosi dari orangtua mereka. Mereka merasa orangtuanya hanya bisa menuntut, memerintah, memarahi, menyalahkan, tanpa pernah mau mendengar, memahami, mengerti, mendukung, apalagi memberikan solusi. Mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi tanpa identitas yang jelas (krisis jatidiri). Mengapa? Karena para pakar menyebutkan bahwa salah satu pembentuk identitas bagi remaja adalah sikap atau pola asuh orangtua. Selanjutnya para pakar tersebut juga mengatakan bahwa akibat krisis identitas tersebut, banyak remaja yang terjerat kedalam perbagai masalah yang serius, antara lain narkoba, seks bebas, kriminalitas, dan sebagainya. Sebagai contoh, khusus di DKI Jakarta, 20% dari 4 juta pemakai narkoba adalah remaja (BKKBN, 2003); 15 % remaja pernah melakukan hubungan seks pranikah (BKKBN, 2006); setiap tahun, 15 juta remaja usia 15-19 tahun melahirkan (BKKBN, 2006); sekitar 2,3 juta kasus aborsi pertahun, 20% nya dilakukan oleh remaja (BKKBN, 2006), jumlah pengidap HIV/AIDS
(15 tahun keatas) diperkirakan 170.000 orang (UNAIDS: Report on The Global AIDS Epidemic, 2006). Sudah barang tentu data tersebut tidak semuanya disebabkan oleh banyak faktor, namun salah satu faktor penyebabnya adalah krisis identitas.

Apakah itu Krisis Identitas?
Krisis identitas adalah pertanyaan-pertanyaan remaja tentang dirinya sendiri: Who am I ? … Siapakah aku ini ? Apakah aku seorang yang berharga? Mau jadi apa aku nanti setelah dewasa? Jika remaja tidak menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut maka kemungkinan besar mereka akan tumbuh menjadi suatu pribadi yang senantiasa gelisah, merasa dunianya tidak aman, dibayangi rasa bersalah, rendah diri, kesepian, dan merasa tidak ada yang menginginkan kehadirannya. Menurut Gary Collins, ada empat cara yang biasanya dilakukan oleh remaja jika mereka mengalami hal-hal yang demikian:
1. Memendam Masalah
Remaja dengan tipe seperti ini berusaha mengatasi sendiri masalah yang dihadapinya dengan cara memendam sendiri masalah yang dihadapinya dibandingkan mencari solusinya. Ciri-ciri remaja yang demikian adalah mereka sering terlihat kesepian, melamun, suka menarik diri dari pergaulan, apatis, gelisah, pelajaran terganggu, timbulnya gangguan emosi seperti mudah marah, dan sebagainya.
2. Menghadapi Masalah Dengan Cara Yang Salah
Remaja dengan tipe seperti ini menghadapi masalahnya dengan perilaku yang merusak seperti mabuk-mabukan, narkoba, kriminalitas, tawuran, sikap memberontak terhadap orangtua dan guru, bahkan sampai melibatkan diri dalam seks bebas
3. Lari Dari Masalah
Remaja dengan tipe seperti ini berusaha untuk lari dari permasalahan yang dihadapinya. Berbagai macam cara dapat dilakukan, mulai dari lari dari rumah oleh karena sering bertentangan dengan orangtuanya, mencari kompensasi kepada obat-obatan terlarang dan alkohol, sampai kepada lari dari dunia ini alias bunuh diri.
4. Menghadapi Masalah Dengan Cara Yang Benar
Remaja dengan tipe seperti ini berusaha menghadapi masalah yang dihadapinya dengan cara-cara yang benar. Mereka mencari orang lain seperti orangtua, teman, atau seseorang yang dewasa dan dapat dipercaya untuk dimintai pendapatnya. Mereka juga tidak pantang menyerah dengan masalah-masalah yang ada, melainkan belajar dari kesalahan-kesalahan yang pernah dibuatnya.

Bagaimana Peranan Orangtua?
Peran orangtua terhadap perkembangan remaja dimulai sejak kecil, terbagi atas fase-fase sbb : (Stages of Development by Erik Erikson)

FASE PERCAYA ><><><><>< style="font-weight: bold;">
Perspektif Alkitab Tentang Mendidik Anak
Luk 15:11-24 : “Perumpamaan Tentang Anak yang Hilang”
• Allah dipandang sebagai orangtua yang penuh kasih
• Allah menunjukkan kasihNya tidak dengan cara yang kaku dan otoriter, tapi dengan cara yang hangat & intim
Ibrani 12:6 : “…Tuhan menghajar orang yang dikasihiNya.”
• Allah dipandang sebagai orangtua yang menuntut kedisiplinan
• Disiplin tersebut bukan tanda benci, tapi tanda kasihNya (Ams 13:24)
Inti Mendidik Anak dalam Alkitab
1. Discipleship (pemuridan): “Melayani, bukan Menguasai”
2. A commitment to discover
Orangtua harus terus menggali dan menemukan apa yang tersimpan dalam hati anaknya (Amsal 20:5), melalui : komunikasi, empati, mendengarkan, pengertian, tidak menghakimi, dsb
3. A willingness to get involved
Orangtua harus terlibat dalam segala aspek kehidupan anaknya, agar dapat menolong si anak bertumbuh. “Besi menajamkan besi, manusia menajamkan sesamanya.” (Amsal 27:17)

Penutup
Setiap anak dilahirkan secara unik. Tiap anak memiliki kemampuan yang dianugerahkan secara berbeda-beda oleh Sang Pencipta. Tugas utama setiap orangtua adalah membantu si anak agar dapat menemukan keunikan potensi diri mereka masing-masing, lalu mengarahkannya sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Jangan paksakan mereka untuk mengikuti “agenda” pribadi orangtua sendiri. Selain itu, orangtua juga jangan hanya terpaku untuk membuat anaknya cerdas secara intelektual, namun mengabaikan kebutuhan emosinya. Jadikan anak kita berkembang menjadi sebuah pribadi yang utuh: intelektual, emosi, sosial, moral, dan rohani.

(Penulis adalah Novel Priyatna, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Maret 2007)

Sabtu, 21 Februari 2009

RENUNGAN: JANGAN MELUPAKAN TUHAN DALAM PERENCANAAN

13.Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: “Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan disana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung”. 14.sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. 15.Sebenarnya kamu harus berkata: “Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.” 16.Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah. 17.Jadi jka seorang tahu begaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.
Yakobus 4:13-17

Sejak awal manusia diciptakan, ada empat tugas yang diembankan oleh Tuhan, yaitu (i) menaklukkan; (ii) menguasai (Kej. 1:28); (iii) mengusahakan dan; (iv) memelihara (Kej. 2:15). Untuk mencapai hasil yang baik dari tugas yang diemban manusia itu, maka Tuhan juga memperlengkapi manusia itu dengan akal budi dan seorang perempuan sebagai partner kerja. Dengan akal budi, manusia akan belajar melakukan tugas tersebut, dan dengan perempuan, manusia akan mempunyai pendamping untuk bertukar fikiran dan beranak cucu, karena sangat tidak mungkin untuk menaklukkan bumi hanya dengan dua orang saja. Dengan akal budi yang ada, manusia akan membuat rencana penaklukan, penguasaan, pengusahaan dan pemeliharaan.
Tetapi setelah dunia berjalan seiring dengan perkembangan akal budi manusia, menjadi sangat sering manusia melupakan Tuhan dalam setiap perencanaan hidup, walaupun kadang-kadang Tuhan masih menunjukkan kuasanya untuk membatalkan rencana manusia. Hal ini ditunjukkan pertama dalam Kej.11, dimana manusia merencanakan pendirian Menara Babel. Demikian pula dengan Sara, istri Abraham, yang merencanakan bahwa ia akan memperoleh anak melalui hambanya Hagar (Kej 16), tetapi Tuhan tidak menyetujui rencana itu. Demikian juga dengan Yunus, yang mencoba melarikan diri dari hadapan Tuhan, tetapi itu bukan rencana Tuhan, sehingga Yunus harus tetap pergi ke Niniwe.
Karena pengertian yang dalam akan hal itu, kitab Mazmur dan Amsal menuliskan banyak peringatan akan perencanaan, supaya senantiasa mengikutkan Tuhan di dalamnya. Misalnya Amsal 16: 9, Hati manusia memikir-mikir jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.
Amsal 19:21, Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana. Mazmur 127:1, Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan Tuhan yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga. Mazmur 60:14, Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa, sebab Ia sendiri akan menginjak-injak para lawan kita.
Peringatan yang diberikan oleh Mazmur dan Amsal itu bukan bermaksud menjadikan manusia hanya sebagai pelaksana daru rencana Tuhan. Manusia tetap boleh berencana dan berusaha, tetapi harus tetap mengikutkan Tuhan dalam setiap rencana yang akan dibuat oleh manusia,
Peringatan-peringatan itulah yang kembali diingatkan melalui renungan ini, supaya kita jangan hanya mengandalkan fikiran kita, tetapi juga mengandalkan Tuhan. Tetapi dalam kitab Yakobus ini, ditekankan, bahwa perencanaan itu bukan hanya perencanaan semata, tetapi perencanaan yang dibuat oleh manusia berhubungan erat dengan imannya kepada Tuhan.
Saat ini, manusia telah semakin maju, dan telah semakin banyak mengetahui akan hukum Tuhan. Kitab Suci sudah dibegitu banyak dipelajari, hukum-hukum Tuhan sudah dapat dihafalkan, kekuasaan Tuhan sudah dikenal, tetapi masih saja banyak orang yang melupakan Tuhan dalam perencanaan hidupnya. Manusia lebih percaya kepada akal pikirannya tanpa menyertakan Tuhan. Manusia sudah merasa sangat mampu melakukan sesuatu tanpa keikut sertaan Tuhan di dalam hidupnya. Hal inilah yang diingatkan oleh Yakobus kepada kita, walaupun kita merasa mampu, tetapi tetap tanya kepada Tuhan, apa kehendak Allah, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari. Mengutip kitab, 1 Yoh 3:4 (Dosa ialah pelanggaran hukum Allah) janganlah kita menambah dosa-dosa kita, karena kita telah mengetahuinya. Yakobus mengakhirinya dengan “Jika seorang tahu bahaimana ia harus berbuat baik, tetapi tidak melakukannya, ia berdosa”.

(Penulis adalah Pdt. R.E.M. Sitorus, S.Th., -Mantan Pendeta HKBP Persiapan Resort Semper-, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Mei 2004)

Rabu, 18 Februari 2009

ARTIKEL: BEBERAPA CATATAN MENGENAI BAHASA ROH

1. Bahasa Roh atau Karunia semakin diperdebatkan terutama pada saat semakin hebatnya gerakan Kharlsmatlk modern, yaitu tentang berbicara dengan bahasa Roh yang disebut Glosolalia (Yunani), ialah suatu karunia roh dalam Mark.16:1; Kis.10:44-46:19:6, dan kita tidak boleh melupakan Bahasa Roh sebagaimana terjadi dalam Kisah 2:1-13 dan 1 Kor 12:14.

2. Bahasa adalah sarana komunikasi, oleh sebab itu setiap mahluk mempunyai bahasa sebagai sarana komunikasi masing-masing, dan setiap bangsa dan suku bangsa mempunyai bahasa tersendiri di dalam interaksi kehidupan mereka. Bahasa roh mulai dikenal setelah Yesus naik ke sorga dan pada hari turunnya Roh Kudus pada hari Pentakosta. Petrus dan Rasul yang lain pada hari Pentakosta itu memulai berbicara dengan bahasa-bahasa (glossai) sebagaimana Roh bekerja pada masing-masing orang (bangsa) yang berkumpul pada waktu itu, terdiri dari 16 suku Bangsa (Kisah fs .2:11). Vokal dan dialek Petrus yang berbicara dalam bahasa Ibrani mereka dengar di dalam vokal dan dialek di dalam bahasa mereka masing masing, inilah keluar biasaan yang terjadi yang disebut bahasa roh. Banyak orang berpendapat bahwa bahasa roh adalah bahasa yang aneh yang tidak dapat dipahami oleh orang lain (I Korint 12:14). Tetapi dalam Kisah fs.2, bahasa roh adalah bahasa lain yang dapat dimengerti oleh setiap orang yana mana Roh Kudus bekeria dalamnva.

3. Dari pemahaman Bahasa adalah sarana komunikasi yang dapat dimengerti, dan bahkan dengan Roh Kudus yang bekerja dalamnva kendala bahasa dapat diatasi sehingga berita Injil boleh berjalan dengan baik ke seluruh umat manusia yang pada dasarnya berbeda bahasa. Dalam hal ini kita memahami bahwa jika Tuhan tidak bekerja melalui bahasa sesuatu itu dapat kacau dan tidak saling mengerti, dan inilah sebagai kebalikan dari bahasa yang dikacaukan pada pembangunan Menara Babel (Kejadian 11:1-9), dan merupakan kesejajaran dengan ceritra Midrasy Tankhuma yaitu penerjemahan Hukum Taurut kedalam 70 bahasa yang menghasilkan sama tanpa perbedaan, tentu ini hasil pekerjaan Roh Kudus.

4. Berbicara dengan bahasa Roh tentu berbicara dengan bahasa yang baru yang sebelumnya belum pernah dipelajari (glossaiis kainais). hanya dikarenakan karunia Roh Kudus (Mark 16:17), adalah sebagai tanda bahwa Tuhan bekerja atas orang yang memahami bahasa lain ini, dan sebagai pencurahan Roh Kudus yang mau percaya kepada Yesus (Kis 10: 44-46 dan 11:15). Oleh sebab itulah setiap bahasa Roh harus ada yang dapat menjelaskannya (I Korint 14: ayat 5: 13 dan 27). Jadi Bahasa Roh adalah bahasa yang mempunyai magna dan ucapan yang jelas untuk membangun iman pendengarnya, dan inilah yang dipergunakan dalam liturgy kebaktian. sehingga Alkitab harus diterjemahkan kedalam bahasa yang dapat dimengerti dan dipergunakan sesama dan tidak harus dalam bahasa Jahudi karena Yesus disebut garis keturunan Daud.

5. Bahasa Roh bukan salah satu pelajaran ilmu bahasa, yang dapat dipelajari dengan tata bahasa. dan kursus-kursus. Maka bahasa Roh adalah bahasa yang khusus dan istimewa yang hanya dapat berguna jika Roh Tuhan bekerja dalam bahasa itu. Sebab boleh saja terjadi bahasa yang dimengerti yang kita pergunakan sendiri sehari-hari tidak dapat kita mengerti. Sehingga jika ada orang dapat percaya walaupun dia tidak mengerti bahasa yang dia dengar dan tidak ada yang dapat menjelaskan, dan anehnya semakin dia tidak dapat mengerti semakin dia mempercayainya....... Ada apa ya ?.

(Penulis adalah Pdt. A.M. Lumbantobing, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi April 2005)

HUMOR: BALADA SI BUTET

Butet menghadapi ujian semester. Agar bisa berkonsentrasi, dia memutuskan untuk menyepi ke villanya di Puncak. Setelah keluar dari jalan tol Jagorawi, Butet merasa lapar sehingga memutuskan untuk mampir di Pasaribu Cipanas. Beberapa pemuda tanggung langsung Hutasoit-soit melihat Butet yang seksi itu. Tapi Butet tidak peduli, dia jalan Sitorus memasuki rumah makan tanpa menanggapi. Naibaho ikan gurame yang dibakar dengan Batubara membuatnya semakin berselera. Apalagi diberi sambal terasi dan Nababan yang hijau segar. Setelah mengisi perut, Butet melanjutkan perjalanan. Ternyata jalan ke sana berbukit-bukit. Kadang Nainggolan, kadang Manurung. Di tepi jalan dilihatnya banyak Pohan. Kebanyakan Pohan Tanjung. Beberapa di antaranya ada yang Simatupang diterjang badai semalam. Setelah berButar-Butar cukup lama di jalan, akhirnya Butet sampai di villa, Butet membuka pintu mobil. Siregar sekali hawanya, berbeda dengan Jakarta yang Panggabean. Hembusan Perangin-angin pun sepoi-sepoi menyejukkan.Sejauh Simarmata memandang, warna hijau semuanya. Tidak ada tanah yang Girsang. Mulanya Butet ingin berenang. Tetapi yang ditemukannya hanyalah bekas kolam renang yang akan di-Hutauruk dengan Tambunan tanah. Akhirnya, dia memutuskan untuk berjalan-jalan di kebun teh saja. Sedang asik-asiknya menikmati keindahan alam, tiba-tiba dia dikejutkan oleh seekor ular yang sangat besar. "Sinaga!" teriaknya ketakutan sambil lari Sitanggang-langgang. Celakanya, dia malah terpeleset dari Tobing sehingga bibirnya Sihombing. Karuan Butet menangis Marpaung-paung lantaran kesakitan. Tetapi dia lantas ingat, bahwa sebagai orang Batak pantang untuk menangis. Dia harus Togar. Maka, dengan menguat-nguatkan diri, dia pergi ke puskesmas setempat untuk melakukan Panjaitan terhadap bibirnya. Mantri puskesmas tergopoh-gopoh Simangunsong di pintu untuk menolongnya. "Hm, ongkosnya Pangaribuan" kata sang mantri setelah memeriksa sejenak. "Itu terlalu mahal. Bagaimana kalau Napitupulu saja?" tawar si Butet. "Napitupulu terlalu murah. Pandapotan saya kan kecil". "Jangan begitulah. Masa' tidak Siahaan melihat bibir saya begini?" "Baiklah, tapi pakai jarum yang Sitompul saja" sahut sang mantri agak kesal. "Cepatlah! Aku sudah hampir Munthe. Saragih sedikit tidak apa-apalah". Malamnya, ketika sedang asik-asiknya belajar sambil makan kue Lubis kegemarannya, sayup-sayup dia mendengar lolongan Rajagukguk. Dia Bonar-Bonar ketakutan. Apalagi ketika mendengar suara di pintunya berbunyi "Poltak!" keras sekali. "Ada Situmorang?" tanya Butet sambil memegang stik Gultom erat-erat untuk menghadapi Sagala kemungkinan. Terdengar suara pelan, "Situmeang". "Sialan, cuma kucing..." desahnya lega. Dia sudah sempat berpikir yang Silaen-laen. Selesai belajar, Butet menyalakan televisi. Ternyata ada siaran Discovery Channel yang menampilkan Hutabarat Amazon serta Simamora, gajah Purba yang berbulu lebat. Saat commercial break, muncul Gus Dur yang terkenal dengan seruannya, "Simanjuntak gentar, Sinambela yang benar!" * * * Keesokan harinya, Butet kembali ke Jakarta dan langsung pergi ke kampus. Di depan ruang ujian dia membaca tulisan: "Harahap tenang! Ada ujian." Butet bergumam, "Aku kan Marpaung. Boleh ribut dong".

(Penulis tidak diketahui, dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juni 2004)

Minggu, 15 Februari 2009

ARTIKEL: PENGGUNAAN ULOS DALAM ADAT MASYARAKAT BATAK TOBA: SUATU TINJAUAN ETIKA

1. Pengantar
Berbicara mengenai penggunaan ulos dalam masyarakat Batak adalah hal yang menarik, bukan hanya karena peranan ulos sangat dominan dalam setiap kegiatan adat dalam masyarakat Batak Toba, tetapi karena akhir-akhir ini ada kontroversi pemahaman dan penafsiran tentang makna ulos di antara orang Kristen berlatar belakang Batak. Ada yang menerima dan ada yang menolak sama sekali penggunaannya (membakar ulos) dengan argumentasinya masing-masing. Dan yang menarik, baik yang menerima maupun yang menolak sama-sama mengaku bertolak dari Alkitab.
Bertolak dari permasalahan di atas saya melihat pentingnya suatu kajian dari sudut iman Kristen terhadap penggunaan ulos, yang dapat dipertanggungjawabkan secara teologis, apakah ulos itu boleh atau tidak digunakan dalam adat masyarakat Batak. Karena itulah saya memilih topik “Penggunaan ulos dalam adat masyarakat Batak Toba”. Saya membatasi diri hanya pada masyarakat Batak Toba sebagai salah satu sub-suku Batak (orang Batak terdiri dari Batak Toba, Angkola, Pakpak, Karo, Simalungun), dan masyarakat Batak Toba yang dimaksud dalam tulisan ini adalah orang-orang Batak yang sudah Kristen, sebab bagi orang Batak pra atau non Kristen, penggunaan ulos ini bukan masalah.
Asumsi dasar bagi saya adalah bahwa ulos sebagai hasil peradaban masyarakat Batak pada kurun waktu tertentu, mengandung makna ataupun pesan penting yang hendak disampaikan dalam penggunaannya. Karena itu dalam pembahasan ini saya akan mengawali dengan pembahasan pengertian, nama dan jenis ulos dalam masyarakat Batak, dilanjutkan dengan penggunaan ulos. Pada bagian ke empat penggunaan ulos disoroti dari sudut pandang teologis etis Kristen, ditutup dengan kesimpulan dan refleksi.

2. Pengertian, Nama Dan Jenis Ulos Batak
Ulos adalah sejenis pakaian yang berbentuk selembar kain tenunan khas Batak dengan pola dan ukuran tertentu yang digunakan untuk melindungi tubuh. Menurut catatan beberapa ahli tekstil, ulos dikenal masyarakat Batak pada abat 14 sejalan dengan masuknya alat tenun dari India. Artinya, sebelum masuknya alat tenun ke tanah Batak, masyarakat Batak belum mengenal ulos. Dan dengan demikian belum juga ada budaya memberi dan menerima ulos (mangulosi = mengenakan ulos) sebagaimana yang sering dilakukan masyarakat Batak pada acara-acara adat. Jadi dapat dikatakan ulos adalah hasil peradaban masyarakat Batak pada kurun waktu tertentu.
Ulos Batak diberi nama berdasarkan besar dan kecilnya ulos, dan berdasarkan teknik pembuatan dan lukisan/hiasan yang dituangkan di dalam ulos, yaitu: (1). Ulos Pinunsasaan (ulos besar yang merupakan induknya ulos). (2). Ragi idup (ragi hidup) (3). Ulos Sibolang (ulos berwarna-warni/belang). (4). Sitoluntuho (ulos dengan tiga garis). (5). Mangiring (ulos kecil untuk gendongan anak kecil). (6). Bintang Maratur (ulos besar, bintang teratur). (7). Ragi Hotang (ragi yang kuat-ulos kecil). Masih banyak lagi nama-nama ulos di luar yang tujuh ini, tetapi yang masih ada dan sering digunakan hingga saat ini hanyalah yang telah disebutkan di atas.
Ditinjau dari segi fungsi pemakaian ulos, ada banyak jenis ulos yakni: (1). Ulos Pasupasu (ulos berkat -diserahkan pada saat penyampaian doa berkat). (2). Ulos Parhehe (ulos membangkitkan semangat- dikenakan di atas bahu). (3). Ulos Pargomos (ulos sebagai tali di kepala). (4). Ulos Parhibas (sikap siaga-diikatkan di pinggang). (5). Ulos Parompa (Pengayom- digunakan menggendong). (6). Ulos Pangapul (penghiburan - diberikan kepada orang yang berduka). (7). Ulos Bulangbulang (menobatkan pemimpin-diberi kepada pemimpin atau orang yang berjasa banyak). (8). Ulos Pansamot, diberikan orang tua pengantin wanita kepada orang tua pengantin laki-laki. (9). Ulos Hela (ulos menantu), diberikan orang tua pengantin wanita kepada kedua mempelai. (10). Ulos Saput (pembalut) untuk orang yang meninggal, diserahkan oleh pihak keluarga istri. (11). Ulos Tujung (penutup kepala), dikenakan oleh suami atau istri yang masih muda, yang ditinggalkan oleh pasangan hidupnya (meninggal). (12). Ulos Pargomgom (mengayomi) diberikan oleh kakek/nenek kepada cucunya. (13). Ulos Mulagabe/Tondi, diserahkan pihak orang tua si istri (hulahula) kepada menantu dan putrinya saat menunggu kelahiran anak. (14). Ulos Holong (kasih), pemberian dan sarana untuk mendoakan pengantin.
Di samping jenis yang disebutkan di atas, masih ada ulos na so ra buruk (ulos yang tidak pernah aus atau lapuk). Ini bukan dalam bentuk kain tenunan tetapi berbentuk in natura yakni sebidang tanah. Alasan pemberian nama ini bagi sebidang tanah yang diserahkan oleh pihak hulahula (orang tua si istri) kepada putri dan menantunya, tidak disinggung oleh Vergouwen dengan jelas. Menurut hemat saya ulos na so ra buruk (tanah) harus dipahami dalam arti simbolis, di mana tanah memiliki peran penting bagi manusia untuk kelangsungan hidupnya. Jadi tanah pemberian disebut sebagai ulos na so ra buruk menunjuk pada relasi sekaligus perhatian yang tidak akan pernah putus dari pihak hulahula kepada keluarga menantunya.

3. Penggunaan Ulos Dalam Acara Adat Batak
Pada awalnya ulos adalah merupakan pakaian sehari-hari masyarakat Batak sebelum datangnya pengaruh Barat. Perempuan Batak yang belum menikah melilitkannya di atas dada, sedangkan perempuan yang sudah menikah dan punya anak cukup melilitkannya di bawah dada. Ulos juga dipakai untuk memangku anak (parompa), selendang (sampesampe ) dan selimut di malam hari saat kedinginan.
Secara spesifik, pada masa pra-Kristen, ulos sehari-harinya dijadikan medium (perantara) pemberian berkat, seperti dari mertua atau hulahula kepada menantu, kakek- nenek kepada cucu, tulang (paman) kepada bere (anak dari saudaranya perempuan), raja kepada rakyat. Dalam perkembangan sejarah nenek moyang orang Batak, kostum atau tekstil (pakaian) sehari-hari ini menjadi simbol dan medium pemberian pada acara adat Batak. Menurut Vergouwen, ulos menjadi satu di antara sarana yang dipakai oleh hulahula untuk mengalihkan sahala-(wibawa) nya kepada boru-(putri dan menantu) nya. Ulos itu dibentangkan menutupi badan bagian atas dari si penerima, diiringi dengan kata-kata “sai horas ma helanami maruloshon ulos on, tumpahon ni Ompunta martua Debata dohot tumpahon ni sahala nami” (selamat sejahteralah kau menantu kami, semoga peruntungan baik menjadi milikmu dengan memakai kain ini dan semoga berkat Tuhan yang awal dan sahala kami menopangmu) Sebagai imbalan pihak si penerima memberi piso dalam bentuk uang dan makanan.
Secara umum pemberian ulos dilaksanakan pada acara adat Batak yaitu: saat pernikahan; tujuh bulan ketika mengandung anak pertama; waktu kemalangan (meninggal). Pada acara pernikahan pihak hulahula memberikan tiga lembar ulos (dua helai untuk orang tua pengantin laki-laki: ulos pansamot dan pargomgom; satu helai untuk menantu yang disebut ulos hela). Ketika memberikan ulos pansamot pihak hulahula mengucapkan kata-kata yang mengandung pesan dan harapan:
“On ma ulos pansamot lae, asa gogo hamu mansamot tu joloanon, mangalului sipanganon ni borungku naung gabe parumaenmu, siulosi pahompu di anak, siulosi pahompu di boru, donganmu sarimatua” (Inilah ulos pansamot =mencari nafkah, agar kamu kuat mencari nafkah bagi kebutuhan puteri saya yang telah menjadi menantumu; ulos ini menghangatkan cucu laki-laki maupun perempuan, sebagai teman hingga akhir hayatmu). Demikian juga ketika memberikan ulos pargomgom disampaikan juga pesan dan harapan: “On ma ulos pargomgom di hamu, manggomgom pahompu anak, menggomgom pahompu boru situbuhonon ni parumaenmu tu joloanon. Horas ma hamu manggomgom parumaenmi” (Inilah ulos pargomgom= pengayom bagi kalian, mengayomi cucu laki-laki dan perempuan yang akan dilahirkan oleh menantumu pada hari yang akan datang. Selamatlah kalian mengayomi menantumu).
Acara adat kedua adalah pada masa-masa anak perempuan yang sudah menikah menunggu kelahiran anak pertama, yang disebut acara “pasahat ulos tondi/mulagabe”. Acara ini bertujuan untuk menguatkan jiwa dan semangat si wanita agar menjaga kehamilannya dengan baik, sekaligus permohonan kepada Tuhan agar si bayi dapat lahir dengan semalat demikian juga ibu yang melahirkannya. Vergouwen mensinyalir kain ini dianggap memiliki daya istimewa yang mampu melindungi dan memberikan berkat yang didambakan, dan akhirnya kain ini akan menjadi benda keramat bagi pemiliknya seketurunan. Apabila dilihat dari ungkapan atau syair yang disampaikan pihak hulahula pada saat menyerahkan ulos ini, apa yang disinyalir oleh Vergouwen nampaknya perlu dicermati dan ini nanti akan ditinjau pada bagian berikut. Kata-kata yang disampaikan pada penyerahan ulos ini:“ On ma ulos mula gabe di hamu, ulos sibahen na las badan dohot tondimuna. Asi ma roha ni Tuhan dipargogoi hamu, lumobi ho inang, asa tulus na taparsinta I jaloonmuna sian Tuhan. Horas ma hamu, horas ma hita paima haroan nanaeng pasahaton ni Tuhan di hita” (Inilah ulos mula gabe bagi kamu, ulos yang menghangatkan badan dan rohmu. Kiranya Tuhan memberi kekuatan khususnya bagi putriku, agar apa yang kita harapkan dapat terkabul. Selamatlah kalian, selamatlah kita menantikan kelahiran anak yang diberikan diberika oleh Tuhan).
Acara adat ketiga adalah pada waktu kemalangan (anggota keluarga meninggal dunia). Sesuai dengan fungsinya, ulos yang diserahkan oleh hulahula ada lima yakni : ulos parsirangan, ulos saput, ulos tujung, ulos sampetua, ulos holong. Ulos parsirangan adalah ulos penutup jenazah seorang yang belum berumah tangga. Makna pemberian ulos ini adalah sebagai tanda bahwa pihak hulahula tetap mengasihi yang meninggal hingga akhir hayatnya dan waktu meninggalpun diberangkatkan dengan baik. Ulos saput secara hurufiah berarti pembungkus. Ulos parsirangan dan ulos saput fungsinya sama, yaitu menutup jenazah dan maknanya pun sama. Hanya istilah yang membedakan, kalau bagi yang belum berkeluarga disebut ulos parsorangan dan diserahkan oleh saudara laki-laki dari si ibu yang kemalangan. Sedangkan bagi yang sudah berkeluarga disebut saput dan yang menyerahkan adalah orang tua dari sang isteri. Ulos tujung adalah yang dikerudungkan kepada suami atau isteri yang ditinggal mati. Bila seorang ibu ditinggal mati suami, maka hulahulanya yang memberikan tujung. Bila seorang bapak ditinggal mati isteri, maka tulang (saudara laki-laki dari orang tua si ibu) yang menyerahkan. Ulos ini sebagai tanda bahwa si isteri atau suami yang ditinggal mati sedang dalam keadaan berduka dan membutuhkan dukungan dari sanak-saudara dan sahabat untuk menguatkan serta membangkitkan semangatnya agar mampu menghadapi serta memenangkan dukacita tersebut. Ulos sampetua adalah ulos yang diberikan kepada seorang nenek atau kakek yang ditinggal mati oleh pasangannya. Kalau yang diberi itu namanya ulos tujung berarti masih ada kemungkinan untuk menikah, tetapi bila namanya ulos sampetua (sampai tua) itu berarti sampai akhir hayatnya tidak akan menikah lagi. Yang menyerahkan adalah saudara laki-laki dari orang tua si ibu atau suami yang ditinggal mati. Ulos holong adalah ulos yang diberikan kepada anak-anak almarhum/almarhumah dan dikenakan di atas pundak mereka. Makna pemberian ini adalah sekalipun orang tua mereka meninggal tetapi kasih dan kehangatan persekutuan dengan keluarga hulahula senantiasa terpelihara, seraya mendoakan mereka agar tetap dalam lindungan yang Maha Kuasa.
Dari uraian di atas jelas terlihat bahwa bagi orang Batak bukan ulos itu ansich yang terpenting, tetapi kata-kata (berkat atau pesan) yang disampaikan bersama-sama pada saat mengenakan ulos itu kepada orang yang seharusnya menerimanya. Dengan demikian yang menjadi pertanyaan, bolehkah orang Kristen menggunakan ulos, yang merupakan penemuan orang Batak pra-Kristen? Apakah kalau ulos digunakan dalam acara-acara adat Batak bukan merupakan pelestarian sinkretisme yang berdampak pada merosotnya penghayatan kekristenan itu dalam kehidupan bergereja? Hal inilah yang akan dibahas pada bagian tinjauan etika Kristen terhadap penggunaan ulos Batak berikut ini.

4. Tinjauan Etika Kristen Terhadap Penggunaan Ulos Batak
Pergumulan mengenai penggunaan ulos Batak dalam acara adat masyarakat Batak yang sudah Kristen adalah pokok yang berkaitan dengan hubungan iman dan adat istiadat. Karena itu dalam melakukan tinjauan ini penulis bertolak dari uraian Richard Niebuhr tentang lima sikap terhadap budaya sebagaimana dijelaskan oleh Gerrit Singgih. Kelima sikap tersebut (radikal, akomodatif,sintetik, dualistic dan transformatif) dirangkum oleh Gerrit dalam dua sikap besar yaitu: Konfirmasi dan konfrontasi (pembenaran dan pengecaman) dan keduanya ini berjalan bersama-sama. Kita tidak begitu saja menolak budaya dan adat istiadat, tetapi juga tidak serta merta menerima budaya dan adat istiadat yang ada. Dengan demikian iman diharapkan menjadi warna dan napas kebudayaan, sekaligus dengan itu ada sikap kritis dan selektif melihat hal-hal positif dari adat yang dapat dikembangkan untuk mendukung penghayatan dan pertumbuhan relasi orang Kristen dengan Tuhan dan sesama/lingkungannya. Sejalan dengan itu pula menolak nilai-nilai negatif dari adat yang dapat mengaburkan dan mengerdilkan penghayatan dan pertumbuhan relasi orang Kristen dengan Tuhan dan sesamanya.
Secara teologis Injil diproklamasikan Tuhan di tengah kehidupan konkret bangsa-bangsa lengkap dengan budaya. Sejak awal Allah mengungkapkan firmanNya dengan menggunakan budaya manusia, dan orang Kristen Batak pun menghayati iman Kristennya di tengah konteks kehidupannya yang berbudaya. Bila dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru Allah mempergunakan sarana seperti budaya yang ada dalam masyarakat di mana Firman Tuhan berbicara pada masa itu, agar dapat dipahami dan diterima serta diimani orang yang mendengarnya, bukankah orang Batak juga dimungkinkan untuk memakai budaya-adat istiadatnya dalam mendukung penghayatannya tentang imannya kepada Tuhan?. Menarik untuk disimak apa yang dikatakan oleh Coan Seng Song –seperti dikutip Anton Wessels: “Orang Kristen yang tidak dikaruniai mata ”Jerman” tidak boleh dihalangi untuk melihat Yesus dengan cara lain. Mereka harus melatih diri melihat Yesus melalui mata orang China, Jepang, Asia dan Amerika tentu juga dengan mata orang Batak.
Dalam kerangka pemahaman sedemikianlah penggunaan ulos Batak dalam acara-acara adat disoroti.

Simbol dan Makna
Dalam kegiatan adat Batak ada banyak simbol-simbol seperti nasi, ikan, beras, air termasuk ulos, yang memiliki makna religius-spiritual. Karena tulisan ini berbicara tentang ulos, maka dalam pokok bahasan ini yang dijelaskan adalah mengenai ulos. Dalam adat Batak pada dasarnya ulos adalah salah satu simbol dari kehangatan. Bagi orang Batak ada 3 simbol yang memberi kehangatan yaitu: matahari, api dan ulos. Dari ketiga simbol ini, ulos itulah yang paling nyaman dan akrab. Sebab kehangatan dari mata hari tidak selalu dapat diperoleh setiap waktu, demikian juga dengan api, bila terjadi kesalahan bisa membinasakan. Jadi makna dari simbol ulos dan mangulosi adalah memberi kehangatan kepada yang diulosi. Memberi kehangatan itu adalah karena adanya kasih sayang di antara yang memberi dan yang menerima. Dengan demikian ulos merupakan tanda bahwa di antara kedua pihak pemberi dan penerima, terdapat hubungan yang saling mengasihi dan saling menghormati. Tanda yang mengandung makna hubungan yang indah sekaligus berisi doa, pesan dan harapan untuk kebaikan.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa sebenarnya bukan ulos itu an.sich yang menjadi sentral, tetapi kata-kata (pesan atau berkat) yang ingin disampaikan melalui medium ulos. Bukankah dalam tradisi iman Kristen juga diwarnai oleh tanda dan makna? Contoh adalah baptisan yang menggunakan air sebagai sarana untuk membaptis. Air bukanlah sentral dari baptisan, tetapi makna, pesan di balik penggunaan air. Air hanya sebagai tanda/simbol, sementara maknanya adalah bahwa orang yang dibaptis mendapat bagian dalam kematian Kristus dan dengan kebangkitan Kristus mendapat bagian dalam kebangkitan dan hidup yang baru ( Rm 6:3-11). Jadi air tidak memiliki kuasa magis dan bukan airnya yang memberi keselamatan atau hidup baru, melainkan Kristus sendiri.
Demikian juga halnya dengan ulos, sebagai hasil karya manusia dengan nuansa seni yang kaya dan indah, pada dasarnya tidaklah memiliki kekuatan magis. Sehingga ulos bukanlah merupakan sarana yang dapat dipakai hulahula untuk mengalihkan wibawanya kepada boru-nya. Ulos yang disampaikan pada acara pernikahan adalah suatu simbol hubungan yang akrab yang baru terjalin dan senantiasa berlangsung hingga akhir hayat dari kedua belah pihak dan sarana mengungkapkan permohonan kepada Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus, agar Dia yang memberikan perlindungan dan berkat bagi keluarga yang baru menikah. Terkait dengan pemberian ulos mulagabe atau ulos tondi, yang diberikan kepada wanita yang sedang mengandung anak pertama 5-7 bulan, harus ditegaskan bahwa istilah ulos tondi (roh) tidak memiliki dasar teologis dalam kekristenan. Sebab tidak ada seorang pun manusia yang dapat memelihara atau menyelamatkan roh seseorang, hanya Kristus sendiri satu-satunya Penyelamat (dalam Kitab Suci berbahasa Batak Toba disebutkan :” Ai Kristus I do diparuloshon hamu, naung tardidi dibagasan Kristus –Galatia 3:27). Karena itu baiklah dinamakan dengan “ulos mulagabe” (ulos awal mempunyai anak). Sekali lagi harus ditekankan, bukan ulos sebagai pelindung dan awal adanya anak pada keluarga tersebut, itu hanya sebagai tanda yang mengandung permohonan agar si ibu tetap dalam perlindungan Tuhan. Pemahaman sedemikin juga berlaku bagi pemberian ulos ketika terjadi kemalangan (meninggal dunia). Jenis dan alamat ulos (ulos parsirangan, saput, tujung, sampetua, ulos holong) kepada siapa disampaikan memiliki makna yang positif, menghibur orang yang kemalangan dan memberi dorongan agar tabah dan berpengharapan ke masa depan yang lebih baik di balik kemalangan yang dialami.
Dengan penjelasan di atas maka orang Kristen boleh menggunakan ulos dalam acara adat istiadat masyarakat Batak, dengan catatan semua yang dilaksanakan adalah memuliakan Tuhan bukan memuliakan sesama manusia. Ini yang harus diingat oleh pemberi ulos (hulahula) agar tidak menempatkan diri sebagai sumber berkat yang harus disanjung oleh yang menerima ulos (boru), tetapi senantiasa memposisikan diri sebagai manusia biasa yang memiliki kelemahan dan dosa, tetapi dilayakkan menjadi alat di tangan Tuhan menjadi berkat bagi keluarga dan lingkungan di mana dia tinggal. Demikian juga sebaliknya dari pihak yang menerima ulos, jangan melihat dan memperlakukan hulahula sebagai sumber berkat dan memiliki derajat kemanusiaan yang lebih tinggi. Di hadapan Tuhan manusia adalah sama-sama mahluk yang dikasihi dan diperlakukan sama di dalam kasihNya. Dengan demikian kita akan terhindar dari sikap mendewakan manusia dan budaya, tetapi juga terdorong untuk terus menerus memohon kepada Tuhan agar kiranya Dia berkenan menguduskan dan memakai adat itu sebagai salah satu sarana penyampaian kebenaran Firman Tuhan dan membangun komunitas masyarakat yang beriman dan berbudaya dengan benar.

5. Kesimpulan dan Refleksi
Dari seluruh uraian di atas jelas terlihat betapa pentingnya pemahaman yang benar akan makna suatu simbol atau tanda yang digunakan sebagai sarana dalam rangka relasi di antara orang Batak dengan segala upacara adat yang terdapat di dalamnya. Hal yang menarik di sini, ternyata ulos dengan segala nama dan jenisnya memiliki makna religius yang semunya memiliki kaitan dengan yang Maha Kuasa (Tuhan). Ulos bukan hanya sekedar penghangat tubuh atau penghias penampilan, melainkan mengandung makna dan harapan serta permohonan pada Tuhan demi kesejahteraan kerabat yang dikasihinya. Melalui upacara adat pemberian ulos ini, kasih Allah yang tidak terjangkau itu dapat dirasakan dalam relasi antara hulahula dengan boru, orang tua dengan anak, tulang dan bere. Dalam semua acara adat yang dilaksanakan tidak pernah terlepas dari relasi dengan yang Maha Kuasa. Itu berarti dalam acara adat penggunaan ulos diyakini Tuhan juga ikut campur tangan dan seluruh proses kehidupan yang dijalani seseorang.
Karena itu ulos Batak tidak boleh dibakar atau dianggap najis, sebab di dalam ulos tidak terkandung suatu penolakan terhadap kuasa Tuhan. Justru dengan menggunakan ulos dengan teratur berdasarkan nama dan fungsinya, spiritualitas seorang Kristen dapat bertumbuh ke arah yang lebih dewasa dan itu dapat menolongnya untuk semakin merasakan makna kasih Tuhan yang memperlakukan manusia secara manusiawi. Ini mendorong manusia untuk memperlakukan sesamanya dengan manusiawi hingga akhir hayatnya. Penghargaan atas nilai-nilai kemanusiaan dan religius terkandung dalam pemberian ulos Batak, dan dengan demikian terbuka kemungkinan Tuhan bekerja menyatakan kasihNya (termasuk menguduskannya) kepada manusia.

Daftar Pustaka
Anton Wessels, Memandang Yesus, Gambar Yesus dalam Berbagai Budaya, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
Emanuel Gerrit Singgih, Berteologi Dalam Konteks, (Yogyakarta dan Jakarta : Kanisius dan BPK Gunung Mulia, 2000) , 40 . Bnd. J. Verkuyl, Etika Kristen, Kebudayaan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989.
Gens G.Malau, Aneka Ragam Budaya Batak, Jakarta: Yayasan Taotoba Nusabudaya, 2002.
H.P. Panggabean, dkk, Kekristenan dan Adat Budaya Batak dalam Perbincangan, Jakarta: Dian Utama, 2001.
J.C. Vergouwen, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, Jakarta: Pustaka Azet, 1986.
Lance Castles, Kehidupan Politik Suatu Keresidenan di Sumatra: Tapanuli, Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia, 2001.
NARWASTU Pembaruan, No.15/Sep.2004, (Jakarta: Narwastu, 2004.
Norman Perrin-Dennis C Duling, The New Testament An Introduction, New York: Harcourt Brace Jovanovic, INC, 1982.
W. Hutagalung, Adat Taringot tu Ruhut-ruhut ni Pardongan saripeon di Halak Batak, Jakarta: NV. Pusaka, t.t.
Richard Sinaga, dkk, Adat Budaya Batak dan Kekristenan, Jakarta: Dian Utama, 2000.

(Penulis adalah Pdt. Daniel Napitupulu, M.Min., tulisan ini dimuat di Buletin Narhasem Edisi Januari 2005)

Minggu, 08 Februari 2009

ARTIKEL: VALENTINE’S DAY: SEJARAH, MAKNA DAN BAGAIMANA ORANG KRISTEN MENYIKAPINYA

Valentine’s Day atau dalam bahasa Indonesia disadur menjadi Hari Kasih Sayang menjadi satu momen yang membudaya di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta. Sebagai informasi awal dari pembahasan kita, valentine’s day ini, bukanlah budaya asli bangsa Indonesia. Jadi,.. mari kita telaah lebih lanjut sejarah dari valentine’s day ini.
Ada beberapa versi yang menjadi latar belakang munculnya suatu perayaan yang di kenal oleh seluruh bangsa di dunia sebagai Hari Kasih Sayang. Namun, pada pembahasan kita kali ini, saya hanya akan membahas 2 (dua) versi terbesar.
Dahulu kala, pada jaman Romawi Kuno diperingati perayaan untuk menghormati Dewi Juno (bagi bangsa Yunani dikenal dengan Hera) yang bagi bangsa Romwai merupakan Dewi Kesuburan Wanita. Peringatan diadakan setiap tanggal 14 Februari dan dilanjutkan pada hari berikutnya dengan Perayaan Lupercalia. Dewasa ini, para pria dan wanita dapat mengatur pertemuan dimana saja dan kapan saja, untuk kepentingan pribadi, bisnis atau apa pun juga tanpa adanya hubungan darah sekali pun. Pada jaman romawi ini, para pemuda dan gadis-gadis hidup terpisah. Kalau pun mereka bertemu, para gadis harus berjalan dengan kepala menunduk.
Istimewanya Perayaan Lupercalia ini adalah para pemuda diperkenankan menuliskan nama mereka masing-masing pada selembar kertas, kemudian dilipat dan dimasukkan ke sebuah gentong yang telah disediakan secara khusus. Kemudian para gadis, secara bergiliran mengambil selembar kertas dari dalam gentong dan menemui pemuda yang namanya tertera pada lembar kertas yang dia dapat. Berdasarkan hasil penelitian para ahli sejarah, hasil ‘penjodohan’ secara terbuka ini banyak yang berakhir pada sebuah pernikahan, namun sebagian kecil menemukan ketidak cocokkan dan memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan mereka.
Proses pendekatan ini, diwarnai dengan mengirim puisi romantis dan makan malam dengan suasana yang menarik di tengah kota dengan lampu hiasnya. Budaya ini terus berlangsung bahkan sampai saat ini, namun pada tanggal 14 Februari dinamakan menjadi Valentine’s Day dari sejarah menurut versi terbesar kedua.
Versi kedua dikatakan bahwa Valentine’s Day berasal dari nama seorang Santo yang beragama Katolik Roma yaitu Santo Valentine. Romawi pernah diperintah oleh Kaisar Claudius II, seorang kaisar yang kejam yang pada saat kerajan dipimpin olehnya terjadi perang besar (tidak dijelaskan secara detail dimana pun, perang apa yang terjadi pada saat pemerintahan Kaisar Cladius II ini). Rakyatnya menentang terjadinya perang dan tidak secara sukarela mengikuti kebijakan pemerintah yaitu Wajib Militer. Alasan masyarakat yang paling logis pada saat itu adalah bahwa mereka sudah berkeluarga dan tidak mau hal buruk terjadi pada mereka di kemudian hari sebagai akibat dari mengikuti perang tersebut. Ada juga yang beralasan karena dalam waktu dekat mereka akan segera bertunangan ataupun menikah, jadi mereka menentang Wajib Militer.
Mendengar pembangkangan yang dilakukan oleh rakyatnya, Kaisar Claudius II menjadi murka. Akhirnya dia mengeluarkan peraturan bahwa di seluruh kerajaan Roma DILARANG ADANYA PERTUNANGAN DAN/ATAU PERNIKAHAN dan semua rakyatnya yang berjenis kelamin laki-laki wajib militer. Kebijakan Kaisar yang sangat tidak toleran ini mengakibatkan banyak sekali kehancuran dan ketidak tenteraman bagi rakyatnya pada masa itu. Bahkan, setiap pemuda yang tidak bersedia meninggalkan keluarganya akan ditarik secara paksa atau dipukul untuk bersedia masuk dalam kamp-kamp pelatihan militer pada saat itu dan dikirim ke medan perang. Banyak sekali keluarga-keluarga yang kehilangan suami dan/atau anak laki-lakinya hanya karena keotoriteran Kaisar Claudius II pada saat itu.
Seorang Pastur dari Biara Kecil di daerah Roma, secara diam-diam memberikan pemberkatan pernikahan bagi pasangan-pasangan yang berniat untuk menikah dan menyembunyikan sertifikat mereka dengan baik. Hal ini berlangsung terus sampai kemudian, rahasia kecil ini terbongkar dan pastur tersebut ditangkap lalu dijebloskan ke dalam penjara bawah tanah. Selama di penjara pastor tersebut berkenalan dengan anak gadis dari Kepala Sipir Penjara. Gadis itu secara rutin menemui pastor dan mereka saling bertukar cerita kesukaan juga kesedihan dari balik pintu penjara. Karena kebaikan hati dan pertolongan yang telah diberikan oleh pastor tersebut, masyarakat pada saat itu menutut pembebasannya. Kaisar Claudius II akhirnya menjatuhkan hukuman mati yaitu dipenggal kepalanya. Sehari sebelum hari kematiannya, pastor dengan nama Valentine itu membuat sebuah surat yang ditujukan kepada teman-temannya dan teristimewa untuk putri kepala sipir penjara yang dibubuhkan tulisan “from your Valentine“. Ironisnya, Kaisar Claudius menetapkan tanggal 14 Februari tahun 270 sebagai hari pelaksanaan hukuman mati bagi Pastor Valentine. Semenjak itu masyarakat menyebut hari itu sebagai Valentine’s Day dan keesokkannya merayakan Lupercalia.
Kurang lebih delapan ratus tahun kemudian, golongan Gereja Katolik Roma yang menganut PAGANISM (tidak percaya pada hal-hal mistis) menolak adanya Perayaan Lupercalia untuk memberikan persembahan kepada Dewi Cinta ataupun Dewi Kesuburan Wanita. Mereka mengangkat Pastor Valentine menjadi seorang Santo dan mendeklarasikan bahwa setiap tanggal 14 Februari adalah St. Valentine’s Day.
Secara garis besar dapat kita simpulkan, bahwa awalnya perayaan-perayaan tersebut di atas adalah suatu wujud ungkapan syukur suatu bangsa untuk berkat-berkat yang boleh mereka dapatkan. Hanya saja, mereka tidak menyikapinya sebagai seorang pengikut Kristus yang beriman hanya kepada Allah Tritunggal saja.
Seorang pujangga bernama Eleanor Whitesides menulis: “To make a valentine God took two shafts of wood and on that wood in love and anguish placed His Son, who gave His Heart that mine might be made new.” Secara bebas dapat diartikan “ Untuk menciptakan suatu valentine, Allah telah mengambil dua potong kayu dan di atas kayu itu, dengan kasih dan derita Ia menempatkan AnakNya yang telah memberikan hatiNya supaya hatiku dapat dijadikan baru. “
Inilah seharusnya yang menjadi makna Hari Kasih Sayang bagi umat Kristiani di seluruh dunia. Bukan karena menghormati seorang Santo yang adalah seratus persen manusia, tapi memberikan penghargaan yang tertinggi kepada Allah yang adalah seratus persen manusia dan seratus persen Allah. Bukti kasih Allah adalah sangat nyata bagi kita manusia yang adalah “pengantin-pengantin”nya seperti sudah tertulis dalam 2 Kor 11:2. Rasul Paulus memberikan analogi, sehubungan dengan gencarnya perayaan Valentine’s Day, tentang hubungan kasih antara Kristus dengan jemaatNya (Efesus 5:25). Jemaat-jemaat Tuhan yang berkumpul menjadi satu untuk beribadah kepada Tuhan akan disebut sebagai gereja. Gereja adalah tubuh Kristus. Apabila hubungan suami istri dalam suatu keluarga retak, maka gereja akan retak dan tubuh Kristus akan retak. Namun ketika huubungan suami istri dalam membina keluarganya kuat dengan didasari oleh Firman Tuhan maka gereja pun akan kuat dan tubuh Kristus di dunia ini akan menjadi kuat. Makna Hari Kasih Sayang yang mendunia adalah memberikan ungkapan kasih yang tulus dan mendalam kepada setiap orang sebagai satu respon pengucapan syukur atas Anugerah Keselamatan yang telah diberikan Yesus kepada seluruh umat manusia di dunia tanpa kecuali.
Geliat budaya Valentine’s Day ini mulai masuk ke Indonesia diperkirakan pada akhir abad 19. Para pemuda dan pemudi Indonesia, khususnya pemuda dan pemudi Kristen umumnya membatasi makna dari Valentine’s Day adalah penyataan kasih HANYA kepada orang yang saat itu sedang dekat dengan dirinya. Biasanya penyataan-penyataan ini diungkapkan dengan memberikan bunga mawar, bingkisan coklat, boneka dan pernak-pernik lucu lainnya.
Sebagai seorang pemuda/i Kristen, sebaiknya kita tidak terlalu memberikan suatu keistimewaan tersendiri untuk Valentine’s Day ini. Karena, perayaan ini hanyalah sebuah simbol yang dahulu kala diawali dengan budaya menyembah dewa atau dewi Romawi. Dalam doktrin agama Kristen, tidak ada Allah lain selain Yesus Kristus sehingga tidak boleh ada penyembahan kepada illah-illah palsu. Mengambil makna secara teologis seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, dapat dimengerti. Namun mengagungkan hari dimana Allah sendiri tidak berfiman akan kekudusan Valentine’s Day ini adalah tidak bijaksana dan tidak beriman bagi anak-anak Tuhan.
Rasul Yohanes menulis dalam 1 Yoh 4:7-11 yang intinya berbunyi, “Marilah kita saling mengasihi, sebab KASIH ITU BERASAL DARI ALLAH; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari ALLAH dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih …. Jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita dan kasihNya sempurna di dalam kita.“
Firman Tuhan sangat tegas berkata bahwa Kasih itu berasal dari Allah, bukan karena pengorbanan seorang Santo atau perlindungan Dewa atau Dewi. Dan mengasihi adalah respon kita terhadap kasih yang terlebih dahulu diberikan kepada kita. Dan dia tidak mengatakan hanya pada satu momen atau hanya beberapa kali saja, tapi selalu (saling) karena saat kita mengasihi berarti sosok Kristus terpancar dalam diri kita.
Selamat Mengasihi saudara-saudara, karena dari kehidupan kitalah setiap orang dapat melihat teladan Kristus yang ajaib. Tuhan Memberkati.

Daftar Pustaka
- Church Bulletin, February 2003
- Media Sinar Harapan, February 2003
- Berbagai sumber lain

(Penulis adalah Maestri Y Tobing, Editor Buletin Narhasem, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Februari 2005)

Minggu, 01 Februari 2009

ARTIKEL: BAGAIMANA SIKAP KITA KETIKA KITA DAN PACAR KITA MEMUTUSKAN UNTUK BERPISAH

Memutuskan Untuk Berpisah: Kadang Tidak Mengenakan
Keadaan atau saat dimana kita dan pacar kita harus memutuskan untuk berpisah adalah situasi yang kadang teramat sulit untuk kita terima dan lalui. Bagaimana tidak? Situasi untuk berpisah kadang tidak mengenakkan. Apalagi kalau berpacarannya sudah relatif cukup lama. Tahunan. Tidak mudah untuk memutuskan. Kenangan baik yang pahit dan manis sudah cukup banyak dimiliki. Pasti ada yang namanya sakit, bila berpisah. Seperti ditusuk sembilu (broken-hearted). Ada rasa luka (wounded-feeling). Bagi mereka yang relatif baru berpacaran saja, misal baru beberapa minggu atau beberapa bulan, lalu kemudian putus hubungan, akan mengalami perasaan luka dan sejenis trauma, meski masih relatif kecil. Apalagi bagi yang sudah yang berpacaran lama. Luka dan traumanya pasti lebih besar. Pikiran, emosi dan hati menjadi tidak karuan, sulit terkendali. Pikiran mandeg, kusut, kalut. Emosi meluap-luap. Marah-marah, sedih, stress, larut dalam tangis dan air mata. Betul-betul suasana perasaan tidak enak, hati tak nyaman. Hancur hati. Tidak enak makan, tidak enak minum. Konsentrasi terganggu, belajar jadi kacau, sering melamun dan mengurung diri dalam kamar. Begitulah kalau orang sedang dirundung kesedihan karena putus hubungan pacar.

Keputusan Pisah: Suatu Bentuk Kehilangan
Putus hubungan pacar atau keputusan pisah adalah merupakan bentuk kehilangan. Kehilangan suatu relasi khusus atau hubungan dekat. Orang pasti tidak suka bila kehilangan. Kehilangan kecil ataupun besar. Apalagi terhadap orang yang kita kasihi atau pernah kita kasihi. Bila kehilangan atau keadaan putus hubungan pacar ini tak tertangani dengan baik, bisa menyebabkan orang yang mengalaminya stress berat alias depresi. Bagi yang tidak kuat, depresi dapat membawa efek atau ekses-ekses yang negatif. Orang bisa “lari” ke hal yang tidak baik akibat keadaan hati dan jiwa terganggu. Tidak dengar orang tua, berontak, menjadi nakal dan jail, bisa nyerempet ke persoalan kriminalitas seperti minum, mabok, mencuri, mesum, obat tidur bahkan sampai mengkonsumsi narkoba (drugs). Tragis memang. Tapi kenyataan ini kerap kita jumpai di tengah masyarakat di era global sekarang ini. Namun sebaliknya, bila keadaan putus pacar dapat tertangani dengan benar, maka stress yang diakibatkannya, bisa teratasi tanpa menimbulkan efek-efek atau ekses-ekses negatif yang tidak diinginkan. Malahan pengalaman perpisahan ini dapat menjadi pelajaran berharga yang sangat indah dalam kehidupan selanjutnya. Tentu ini semua akan tergantung pada kondisi kepribadian kita dan mantan pacar kita, terkait tingkat kedewasaan emosional, mental, iman kerohanian, moral dsb.

Pentingnya Menyikapi Secara Baik & Benar
Nah, sebagai remaja atau pemuda Kristen warga Gereja/HKBP, sudah selayaknya kita mesti siap; tidak boleh menutup mata lagi terhadap fenomena serta kondisi yang bisa terjadi dalam kehidupan, apalagi di era sekarang. Terutama jika hal itu harus terjadi atas kita. Bagaimana sikap terbaik yang harus diambil, sehingga saat harus memutuskan untuk berpisah serta melalui masa-masa sesudah perpisahan tersebut, kita tetap dapat berdiri teguh…tidak goyah, (band. 1 Kor 15: 58), kita dapat terus bertumbuh, berakar dan semakin menjadi dewasa di dalam Kristus (band. Kol. 2: 6-7). Kita mesti tetap meyakini bahwa rancangan Tuhan atas kita, sekalipun kita mengalami hal seperti ini, adalah rancangan yang penuh damai sejahtera (Yer. 11: 29).

Sikap-sikap terbaik yang bagaimana disarankan saat kita dan pacar kita memutuskan untuk berpisah, berikut ada enam (6) langkah efektif yang bisa dilakukan :

Pertama, lakukan terlebih dahulu analisa/evaluasi bersama ke belakang, apa yang sebenarnya menjadi motif kita dan pacar kita selama ini berpacaran.
Seperti diketahui, ada beberapa motif orang memutuskan untuk berpacaran (lihat boks). Ada motif yang sehat, namun ada pula motif yang tidak sehat.
Motif-Motif dalam Berpacaran
(1) Motif ketertarikan - saling tertarik .(saling naksir) yang murni dari keduanya; merasa ada kesesuaian/ kecocokan, merasa memang sudah waktunya untuk berpacaran menurut keduanya. Ini motif yang sehat dan normal.
(2) Motif hanya ingin main-main, coba-coba. Motif seperti ini seringkali tanpa ada komitmen yang jelas (istilah sekarang HTS: hubungan tanpa status atau HTK: hubungan tanpa komitmen), tanpa hubungan dan komitmen yang jelas, hanya motif kemesraan atau orientasi seks (istilah sekarang TTM: teman tapi mesra). Ada juga karena malu dibilang single/jomblo terus, atau agar dianggap mengikut trend, dsb. Ini motif yang tidak sehat.
(3) Motif salah satu dari keduanya hanya karena rasa terpaksa saja untuk berpacaran, tanpa perasaan tertarik (naksir) apalagi karena cinta. Motif ini alasannya bermacam-macam:
(a) “Dijodoh-jodohkan” teman, padahal merasa tidak sesuai tidak mau diungkapkan.
(b) “Dijodohkan” orang tua, atau pihak lainnya, dalam kondisi yang sama dengan di atas, dan tidak mau diungkapkan
(c) Alasan hanya ingin memperoleh manfaat atau keuntungan dari yang akan dipacari (istilah sekarang: “ngelaba”), motif hanya ingin membuktikan kepada teman bahwa ybs dapat menaklukkan cinta lawan jenis pasangannya, dll. Motif ini juga tidak/kurang sehat.
Jika berpacaran kita dasarnya karena motif nomor (2) dan/atau (3), sadari dan akuilah bahwa motif tersebut tidak atau kurang sehat, apalagi untuk dijalankan sebagai remaja/pemuda Kristen anak Tuhan. Bersyukurlah jika hubungan berpacaran tidak diteruskan. Ada maksud Tuhan di balik kejadian itu. Karena jika diteruskan bukan malahan membawa berkat, tetapi justru kelak akan membawa resiko akibat yang tidak baik dan merugikan. Secara moral, kerohanian, mental, ekonomi, fisik dan masa depan masing-masing (MDS: masa depan suram). Apalagi kalau sampai masuk jenjang perkawinan, tentu akan berakibat fatal, perkawinan tidak akan berjalan lama alias mengalami perceraian dan penderitaan! Namun, jika berpacaran kita dasarnya adalah motif nomor (1), motif saling tertarik secara tulus karena merasa ada kesesuaian, ini merupakan hal yang normal, sehat. Penting sebagai pengalaman terbaik. Selanjutnya, perlu langkah evaluasi/analisa berikut pada hal kedua berikut.

Kedua, lakukan analisa/evaluasi lebih lanjut mengapa kita dan pacar kita harus memutuskan untuk berpisah (“Mengapa Harus Berpisah”). Penyebab2 keputusan berpisah atau pemutusan hubungan pacaran, umumnya disebabkan faktor berikut :
1 Faktor internal: pertidak-sesuaian (ketidak-cocokan) antar keduanya yang tidak dapat dipecahkan atau diatasi lagi (menyangkut diri pribadi masing2, dan masalah komunikasi).
2 Faktor eksternal: ketidak-setujuan dari orang tua atau keluarga, dan pihak ketiga lainnya/lingkungan di luar orang tua/keluarga (teman, kolega, pimpinan gereja, perusahaan, dll)
3. Kombinasi antara faktor internal dan eksternal.
Faktor internal, berupa pertidak-sesuaian pribadi biasanya terkait dengan ketidak-cocokan faktor-faktor tampak luar dan factor tampak luar, yang setelah dikaji kembali, lebih banyak tidak cocoknya dan tidak menemui solusi pemecahan. Hal-hal tampak luar biasanya bisa diterima, yang masalah umumnya adalah hal-hal atau factor tampak dalam antar-keduanya. (Faktor2 tampak luar dan faktor tampak dalam bisa dilihat dalam boks).
Problem faktor tampak luar, umpamanya:
- Keimanan (pertama dianggap tidak masalah, kemudian menjadi factor krusial)
- Etnis/kesukuan (pacar kita berasal dari non Batak)
- Sub kultur pergaulan (tidak menghargai perbedaan kelompok pergaulan)
- Status pendidikan (studi tidak tamat tamat, malas belajar, dll)
- Status pekerjaan (belum ada pekerjaan, masih menganggur terlalu lama)
- Status latar belakang keluarga pacar (tidak sesuai dengan harapan keluarga)
- Dll.

Problem faktor tampak dalam:
- Sifat emosional (pemarah, arogan, tidak baik)
- Segi kerohanian (kurang suka pelayanan, tidak taat firman Tuhan, dll)
- Segi intelektual (ternyata tidak intelek, dsb)
- Aspek mental (penakut, cepat curiga, cepat putus asa)
- Moral watak karakter (suka bohong, tidak setia, “anak mami”, egois), Dll.

Faktor-Faktor Ketertarikan dalam Berpacaran
1. Faktor tampak luar, yaitu faktor-faktor ketertarikan yang bisa langsung dan relatif lebih gampang dilihat, sering disebut kalau untuk wanitanya “outer beauty”:
- Segi fisik (wajah cantik/ganteng, rambut, tubuh gemuk/ kurus, warna kulit, berotot atau tidak, seksi atau tidak, fisik kondisi kuat atau lemah, dsb)
- Segi usia (remaja, muda, muda sekali/abg, dewasa muda, dst).
- Segi status keimanan (sama2 Kristen atau non Kristen)
- Etnik budaya/suku (sama2 Batak atau non-Batak)
- Sub kultur pergaulan (sama2 satu kampus, satu sekolah, satu kelompok PA, satu angkatan marguru malua, satu kegiatan musik, paduan suara, bulletin, satu kantor/pekerjaan, satu profesi, satu kampung, satu aktivitas pelayanan, dll)
- Segi sikap, gaya, gerak-gerik (gaya bicara kalem, terburu-buru, cara berjalan, humoris, kocak, biasa, seram, pemalu, gaul, mudah berteman, pendiam, eye-contact, gesture badan, cara berpakaian, gaya rambut, sepatu, parfum, bergaya “aksi” atau sederhana, senyum, serius, tebar-pesona atau biasa, dll)
2. Faktor kebiasaan tampak luar (sering pakai jaket atau blaser, suka pakaian warna putih, suka pakai topi, anti rokok atau suka merokok, suka pakai sepatu kets, sering pakai jeans, sering duduk di café/warung, suka ke swalayan, dll)
- Segi skills/ketrampilan (bisa main gitar, piano, menari, memimpin paduan suara, bisa computer, bisa bahasa Inggris, dll)
- Pendidikan (sudah lulus SMA, D1, D2, D3, S1, S2, dst)
- Pekerjaan (sudah bekerja, berprofesi insinyur, ekonom, pemusik, wartawan, penulis, penyiar, karyawan, PNS, guru, pengacara, pendeta, sekolah sambil kerja, mandiri ekonomi, dll)
- Status sosial: domisili (di mana tinggal: di kawasan biasa atau elit, di kota, desa, atau pinggiran kota, di kawasan pasar, dll)
- Status sosial: kekayaan (anak keluarga pengusaha, anak kontraktor, anak administrator kebun, anak pejabat, anak direktur, anak orang biasa, dll)

3. Faktor tampak dalam, yaitu hal-hal ketertarikan yang tidak bisa langsung diketahui kondisi yang sebenarnya, namun bisa diketahui setelah beberapa waktu bergaul, mengamati atau berpacaran, sering disebut kalau untuk wanitanya “inner- beauty”:
- Segi/sifat emosional (sifat kebaikan, suka memberi atau pelit, ramah, lembut, periang, kocak, anggun, suka menolong, bersahabat, terbuka, ramai, cerewet, tegas, jail, terus terang, rendah hati, agak arogan, dll)
- Segi latar belakang keluarga (anak keluarga baik atau broken-home, patuh orang tua atau pemberontak, keluarga intelek atau kurang intelek, keluarga yang streng atau longgar, keluarga lama di luar negeri atau tidak, keluarga Batak lama di Jakarta atau dari kampung, dll)
- Segi kesehatan (kesehatan prima atau punya penyakit termasuk yang menahun atau laten, seperti asma, jantung, bronchitis, dll)
- Segi intelektual (pintar atau “tulalit”, intelek atau kurang intelek, bijak atau berwawasan sempit, dll)
- Kerohanian (suka berdoa, suka ber-PA, persekutuan, pelayanan, takut akan Tuhan, taat firman Tuhan atau kurang taat firman Tuhan, dewasa iman atau kurang dewasa, dll)
- Punya bakat terpendam (ternyata punya bakat menulis, acting, dll)
- Aspek mental (berani, tidak cepat putus asa, rajin, ulet, kooperatif, dll)
- Segi moral watak karakter (setia atau kurang setia, jujur atau suka bohong, jujur faktanya single/jomblo atau mengaku jomblo namun ternyata sudah punya pacar; tulus, licik atau lihai, berpikir positif, sabar atau tidak sabar/pemarah, rajin atau pemalas, pembersih atau jorok, bertanggung-jawab atau kurang komitmen, bisa dipercaya atau tidak, stabil atau cepat panik, takut orang tua atau pemberontak, mendahului kepentingan umum atau egois, diktator atau demokratis, dll)

Masalah lain adalah masalah komunikasi. Perbedaan lokasi tempat tinggal, lokasi sekolah, lokasi pekerjaan (lain kota, lain negara), dapat memperburuk hubungan. Sulitnya untuk bertemu secara langsung, hanya lewat telpon atau sms. Kurangnya frekuensi pertemuan, biasa melonggarkan hubungan dan miskomunikasi, yang berakibat pada terputusnya hubungan berpacaran. Masalah komunikasi ini tidak mencapai titik-temu, karena masing-masing pada akhirnya tetap pada posisinya, tidak ada yang mau untuk berkorban.

Demikian juga dengan faktor ketidak-setujuan orang tua dan keluarga; atau pihak-pihak ketiga lainnya (lingkungan di luar orang tua dan keluarga). Biasanya terkait dengan problem faktor tampak luar dan faktor tampak dalam seperti telah diuraikan. Ini pun setelah dianalisas/dievaluasi oleh kita dan pacar kita, bisa turut menyebabkan pemutusan hubungan berpacaran tanpa ada pemecahan jalan keluar yang pas atas keberatan-keberatan yang disampaikan orang tua atau lingkungan.

Ketiga, bawalah masalah pertidak-sesuaian dan permasalahan antara kita dan pacar kita kepada Tuhan. Tidak perlu mempersalahkan siapa pun (Don’t blame the other). Mintalah pimpinan Tuhan terlebih dahulu melalui terang firman dan kasihNya, apa dan bagaimana sebaiknya dilakukan untuk pemutusan hubungan. Boleh minta advis-advis berharga misalnya dari orang tua, keluarga, pendeta atau orang-orang/teman-teman yang kita anggap dewasa dan dipercaya dalam iman dan kehidupan, untuk permasalahan serta pertidak-sesuaian yang dihadapi. Bilamana kita dan pacar kita sudah semakin yakin bahwa pertidak-sesuaian ini tidak dapat teratasi dan dilanjutkan lagi, selanjutnya bisa diteruskan kepada langkah keempat.

Keempat, lakukanlah pertemuan atau perjumpaan untuk membicarakan pertidak-sesuaian ini untuk terakhir kalinya secara baik-baik, dalam suasana yang tenang, santun dan terbuka. Tujuannya adalah agar kita dan pacar kita bisa menerima semua hal mengenai pertidak-sesuaian dan permasalahan yang dihadapi tanpa harus emosi, tanpa meledak-ledak; tapi dengan kepala dingin sehingga tidak menimbulkan luka (broken-hearted, wounded). Sebab itu penting dilakukan langkah-langkah penyiapan, antara lain:
- Cari tempat dan kesempatan waktu yang sesuai serta kondusif untuk mengkomunikasikan hal-hal ini. Jangan bersepakat memutuskan hubungan melalui telpon atau sms. Namun bertemulah dan bicaralah secara langsung.
- Bicarakan dengan kepala dingin, dan hati-hati. Bersikap jujur, santun, berani namun rendah hati. Bicara sejujur mungkin, mengatakan yang benar di dalam kasih.
- Bila ada kesalahan, bukti-bukti ketidak-setiaan (tidak setia, kebohongan, dll) yang diperbuat oleh pasangan, kemukakan keberatan, ketidak-senangan, penyesalan dengan cara yang santun elegan dan dalam kasih.
- Bangun sikap mau mendengar (willing to listen) dan berpikir positif. Hindari satu pihak saja yang bicara. Dialog yang terbuka, dalam sikap saling menghargai, saling memberi apreasiasi untuk mengemukakan argumentasi. Hindari untuk sikap menyalahkan (avoiding to blame each other).
- Beri perhatian dengan serius.
- Segala uneg-uneg harus dikeluarkan. Kembangkan dialog dan komunikasi yang baik. Hindari sikap “patah arang”. Segala perbedaan dan pertidak-sesuaian (ketidak-cocokkan) antar keduanya dibicarakan satu per satu, lalu diselesaikan di dalam kasih dan persaudaraan.
- Nyatakan dengan jelas bahwa selama ini, sudah diupayakan untuk diatasi bersama, namun ternyata tidak dapat atau gagal mencapai hasil-hasil perubahan yang diharapkan.
- Upayakan dengan sungguh2 agar keputusan untuk berpisah, bukan saja dari salah satu pihak. namun merupakan keputusan bersama-sama kedua pihak. Sehingga kedua belah pihak bisa “sama-sama enak”, masing-masing tidak ada ganjalan lagi. Bisa sepakat dalam perbedaan, bisa menerima pertidak-sesuaian secara sehat. Kalaupun nanti keduanya jalan di jalannya masing-masing, tetap masih ada rasa respek satu sama lain, masih ada sikap kasih yang tidak merendahkan, tidak saling melecehkan atau saling melukai/menyakiti.

Kelima, rancangkan hal-hal tindak lanjut (action plan) yang baik dan perlu yang disepakati bersama tentang hal-hal yang perlu dilakukan saat ingin berpisah. Misalnya:
- Bahwa kita sudah memutuskan untuk berpisah secara baik-baik, tidak ada dendam; meskipun mungkin tetap ada rasa sakit namun jangan sampai perasaan sakit (broken) terus berkepanjangan. Berusaha untuk saling menguatkan dan menghibur.
- Saling mengampunilah secara tulus dan jujur (forgiveness). Minta maaf atas segala kesalahan (bisa sebutkan contoh). Bertobat minta pengampunan Tuhan atas segala kesalahan, yang dilakukan oleh kita dan pacar kita selama berpacaran. Mohon kekuatan untuk perbaikan dari Tuhan. Semua dilakukan dalam terang FirmanNya dan Kasih Allah.
- Upayakan saling menyatakan hal-hal positif dan menjadi pelajaran yang bermakna (lesson learnt) di balik kejadian perpisahan hubungan ini.
- Berdoalah bersama secara tulus di hadapan Tuhan, agar perpisahan ini bukan menjadi akhir segalanya, namun menjadi jalan pimpinan Tuhan untuk kebaikan bersama. Hari ini dan di kemudian hari.

Keenam, saling komitmen antara kita dan mantan pacar kita, meski kelak sudah berpisah dan tidak menjadi status pacar lagi, akan tetap akan menjaga hubungan persahabatan dan komunikasi yang baik dan sehat (sebagai sahabat atau adik/kakak). Komitmen lah secara tulus, tidak ada akar pahit dalam perpisahan ini. Saling menjaga dan tetap respect satu sama lain. Berpisah dalam damai sejahtera. Dengan hati yang bersih dan lega. Berpisah secara elegan dan di dalam damai dan kasih. Ada kedamaian di hati dan pikiran masing-masing.

Demikianlah sikap-sikap terbaik yang bisa kita kembangkan saat kita dan pacar kita memutuskan untuk berpisah. Dapat kita simpulkan, bahwa dalam memutuskan saat dan sesudah berpisah dalam hubungan kita dan pacar kita, tiga (3) hal perlu diingat dan senantiasa dilakukan, yaitu:
(1) Sikap dan langkah-langkah kita waktu memutuskan, mesti tetaplah berlandaskan pada nilai2 dan prinsip2 kasih dan kebenaran Kristen.
(2) Sikap bersyukur untuk setiap keadaan dan kejadian yang kita alami, kondisi apapun yang kita alami, betapapun sulit dan menyakitkan hal tersebut. Suka maupun duka, saat bertemu dan saat berpisah, semuanya tidak lepas dari rencana dan kendali Tuhan.
(3) Harapkan terus anugerah Allah (God’s grace), akan selalu menyertai proses perpisahan kita, saat berpisah dan sesudahnya. Anugerah yang selalu akan mampu menyembuhkan setiap luka dan bekas luka yang timbul, dan memberi damai sejahtera di hati dan pikiran (peace of mind).

Bila ketiga kunci ini kita sadari dan terapkan, maka sikap terbaik dalam memutuskan untuk berpisah dari kita dan pacar kita lakukan, dapat dimiliki. Semoga anugerah, kasih dan rakhmat Tuhan Yesus Kristus selalu menyertai kita!

Soli Deo Gloria!

Daftar Pustaka
1. Don Schmierer & Lela Gilbert. 2002. Healing Wounds of the Past. Finding Inner Peace At Last. His Servant Promise Publishing Co, Santa Ana CA 92711.
2. Walter Trobisch & Inggrid Trobisch. 1981. Jodohku. Penerbit Gandum Mas, Malang, Jawa Timur.
3. Brent Curtis & John Eldridge. 1997. The Sacred Romance: Drawing Closer to the Heart of God. Thomas Nelson Publishers, Nashville.
4. Catatan-catatan penggembalaan.

(Penulis adalah Pdt. Ir. Hans Midas Simanjuntak, M.M., M.Cs. -pendeta Presbyterian-Injili, perintis misi El-Trinitas Indonesia sebagai pembicara & seminaris. Aktif dalam pokja Jaringan kepemimpinan organis untuk Visi Gereja dan Bangsa 2028 dan membina pelayanan Dewasa Muda Ministry-, tulisan ini dimuat di Buletin Narhasem Edisi Februari 2007)