Kamis, 27 Agustus 2009

ARTIKEL: MAKNA DARI IBADAH MINGGU DI GEREJA HKBP

Pendahuluan
HKBP merupakan bagian dari persekutuan Gereja Lutheran sedunia. Namun jika kita melihat tata letak altar dan bangku-bangku di dalam gereja kita, pada umumnya tidak menggambarkan pemahaman gereja Lutheran. Umumnya tata letak altar gereja kita mengadopsi tata letak gereja Calvinis, dimana mimbar pemberitaan firman Allah berada di tengah-tengah altar; dan berada di posisi yang tinggi. Gereja Lutheran menempatkan mimbar pemberitaan firman di sebelah kiri altar sebagaimana terlihat di gereja HKBP Menteng, jalan Jambu 46, Jakarta. (HKBP Petojo pun telah merubah posisi pemberitaan itu. Dulunya mereka menempatkan mimbar itu seperti biasanya di tengah. HKBP Balige pun menempatkan mimbar di sisi sebelah kiri, namun menjulang tinggi.) Memang pemahaman kita tentang tata letak itu tidak seragam. Banyak orang yang menjadi arsitek pembangunan gedung gereja bukanlah seorang teolog. Mereka awam tentang hal tata letak, sehingga pertimbangan mereka hanyalah nilai estetika dan pertimbangan lainnya, tanpa didasari pandangan teologis. Banyak anggota jemaat yang tidak mengerti maknanya. Bahkan para pekerja pun banyak yang tidak mengerti. Saya sering mempertanyakan makna dari kembang yang ditaruh di atas meja di altar ! Umumnya alasan orang untuk menaruh kembang di sana hanyalah untuk estetika semata-mata. Pada hal bukanlah demikian menurut hemat saya secara pribadi. GPIB menyalakan lilin di meja tersebut, tentu ada makna dari lilin itu. HKBP umumnya menempatkan bunga. Apa makna bunga itu ? Kita menyalakan lilin di sana pada minggu Advent, ada maknanya. Kita pun menutup benda-benda di altar itu dengan kain berwarna tertentu, itu pun ada maknanya. Sekali lagi apa makna kembang tersebut ?
Bilamana kita memasuki gedung gereja itu (jemaat yang menyusun tata letaknya seperti pengajaran Gereja Lutheran) maka dapat kita katakan ruang gereja itu dapat dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama ialah bagian tempat duduk untuk anggota jemaat, yaitu bangku-bangku yang berjejer di dalam gedung. Saya memahami bagian pertama ini sebagai bagian ‘wilayah dunia.’ Itulah yang diajarkan kepada kami pada waktu masih belajar sebagai calon sintua. Sementara bagian kedua ialah ‘altar.’ Adapun altar itu dipahami Gereja kita sebagai ‘wilayah kudus.’ Bagian kedua ini diartikan sebagai ‘wilayah surgawi.’ Oleh karena itu pula, bagi kita, altar itu pun kudus adanya.
Di tengah-tengah altar itu, ada sebuah peti empat persegi panjang, persis di bawah salib yang melekat ke tembok. Peti yang berukir dengan sangat indah itu, dipahami ‘sebagai meja makan Tuhan.’ Mengapa peti itu disebut meja makan Tuhan? Peti itu disebut demikian, karena di atas meja itu diletakkan roti dan anggur perjamuan. Menurut hemat saya, persembahan yang kita persembahkan kepada Tuhan, seyogianya ditaruh di atas meja makan Tuhan. Persembahan itu adalah sesuatu yang kudus, sehingga di sanalah tempat yang paling pas. Bukan seperti sekarang ditaruh di luar wilayah surgawi, di luar ‘altar.’ Meja makan adalah wilayah yang paling dalam dari satu rumah, hanya anggota keluarga yang duduk di sana. Meja makan itu semacam ‘inner chamber’ di dalam satu rumah. Alangkah indahnya, jika kita diundang untuk menghadiri upacara makan bersama di sekitar meja makan Tuhan pada acara perjamuan kudus. Sayang, sekarang ini hal praktis telah menggeser makna datang kepada Tuhan dalam perjamuan kudus, sehingga saya tidak lagi datang mendekat ke meja makan Tuhan dalam perjamuan kudus.
Di sebelah kiri kita, di sisi meja makan Tuhan, ada bejana tempat penyimpanan air untuk babtisan kudus. Martin Luther mengatakan bahwa babtisan adalah juga kabar baik – Injil – bagi kita. Itulah sebabnya posisinya sejajar dengan podium di sisi kanan, tempat Injil secara verbal diberitakan. Jadi Injil diberikan kepada kita melalui firman dan sakramen. Saya kuatir, orang datang ke kebaktian Minggu, tanpa mencoba merenungkan makna dari tata letak dari benda-benda yang ada di dalam ruangan Gereja tersebut. Saya takut, kita telah kehilangan makna dari tata letak dalam ibadah kita.
Di antara kabar baik menurut sakramen, dan kabar baik menurut firman, dekat dengan meja makan Tuhan, berdirilah seorang perantara, antara ‘wilayah ilahi’ dengan ‘wilayah dunia’. Kita melihat secara kasat mata, seorang sintua berdiri di sana. Tetapi pada hakekatnya, secara iman, dia yang berdiri itu adalah Tuhan Yesus Kristus. Sebab hanya Dia yang dapat mengantarai manusia dengan Allah. Dialah satu-satunya perantara manusia dengan Allah. Jadi sintua yang berdiri di altar itu adalah representasi dari Kristus. Oleh karena itu, betapa pentingnya sintua yang ‘maragenda’ itu sadar, betapa kudusnya tugasnya memimpin ibadah minggu tersebut. Ia berdiri di sana atas nama Tuhan, untuk memimpin ibadah perjumpaan antara jemaat dengan Allahnya. Ibadah minggu kita adalah ibadah perjumpaan dengan Allah. Kita tahu tidak ada manusia yang dapat mempertemukan Allah dengan manusia kecuali Tuhan Yesus Kristus. Jadi jelas, tugas sintua ‘maragenda’ adalah mempertemukan Allah dengan manusia di dalam ibadah minggu itu.
Dari tata letak ‘meja makan Tuhan’ dengan bangku-bangku, kita lihat jaraknya cukup jauh. Memang jarak antara Allah yang kudus dengan manusia yang berdosa cukup jauh pula. Jarak surga dan dunia juga cukup jauh. Itulah sebabnya dibutuhkan seorang perantara, agar dimungkinkan pertemuan dan terjadi komunikasi di dalam pertemuan itu. Ketika Tuhan Yesus berdiri di altar tersebut, di dalam diri sintua yang menjadi liturgis, maka manusia yang duduk di bangku-bangku itu pun dapat mengadakan komunikasi dengan wilayah surgawi, yaitu ‘altar.’ Sekarang yang menjadi pertanyaan ialah : apakah sintua yang bertugas sebagai liturgis itu menyadari makna dari tugasnya tersebut ? Kesan saya, mudah-mudahan saya salah, teman-teman sintua tidak menyadari hal itu. Mereka sering saya lihat bertindak sebagai ‘master of ceremony’ di dalam kebaktian tersebut. Bahkan ada yang tidak siap, hal itu terlihat dari tidak ikutnya sintua itu menyanyikan lagu nyanyian jemaat. Jika kita bertitik tolak dari pemahaman bahwa sintua yang menjadi liturgis itu adalah wakil Kristus di dalam memimpin jemaat, maka jika ia salah di dalam memimpin liturgi, maka dapatlah kita katakan Kristus juga salah! Apakah kita sadar akan hal itu? Marilah kita merenungkan hal itu di dalam lubuk hati kita yang paling dalam.
Kita datang ke Gereja pada hari Minggu, bukan hanya untuk mendengarkan firman Allah. Jika kita datang hanya untuk mendengarkan firman Allah, hal itu dapat kita lakukan di dalam rumah. Kita datang ke Gereja dan beribadah untuk berjumpa dengan Tuhan yang bangkit. Di dalam ibadah minggu itu, kita merefleksikan ibadah yang diselenggarakan oleh para malaikat di Surga. Di dalam ‘Doa Bapa Kami’, Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita agar kita berdoa: ”Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga”. Menurut kitab Wahyu pasal 4 dan 5, ada kebaktian di Surga dilihat oleh Rasul Yohanes. Ibadah di Surga itu memusatkan penyembahannya pada Dia yang duduk di tahta itu dan Dia yang berdiri di tangah-tengah tahta itu, Anak Domba seperti telah disembelih, yaitu Yesus Kristus sendiri dengan segala karya-Nya. Jadi inti sari dari ibadah Kristen menurut hemat saya ialah: penyembahan kepada Allah dengan meninggikan karya Yesus Kristus. Kristus adalah pusat dari ibadah Kristen. Berbeda dengan ibadah kharismatik, yang menonjolkan Roh Kudus dengan karunia-karunia-Nya, ibadah HKBP merefleksikan ibadah surgawi yang dilaporkan kitab Wahyu.
Menurut DR. A A. Sitompul dalam bukunya mengenai tata ibadah, beliau mengatakan bahwa ada ibadah di tiga tempat. Ibadah yang pertama diadakan di Surga, sebagaimana dilaporkan oleh kitab Wahyu. Ibadah kedua ada di Bumi, maksudnya di dalam ibadah minggu yang kita lakukan. Ibadah yang ketiga ada di dalam hati kita. Ketiga-tiganya haruslah berada di dalam satu ikatan yang harmonis, seperti ‘cord’ di dalam irama musik. Surga mengambil nada ‘do’, sementara kebaktian minggu kita mengambil nada ’mi’, dan yang terakhir, di hati kita mengambil nada ‘sol’. Setelah itu ketiganya sama-sama menyanyikan pujian kepada sang Bapa, Anak dan Roh Kudus! Bila nada yang mereka nyanyikan tidak pas, maka akan terasa nyanyian itu fals.
Banyak orang mengatakan bahwa ibadah HKBP monoton, tanpa lebih dahulu menggali makna dari ibadah itu sendiri. Ibadah kharismatik, yang sangat populer sekarang ini, bahkan di dalam hati warga HKBP, menurut hemat saya, sangat bersifat ekspresif. Hal yang sangat ditonjolkan di dalam ibadah itu adalah perasaan manusia. Saya tidak melihat apa yang mereka refleksikan melalui ibadah itu! Karya Allahlah yang harus direfleksikan di dalam ibadah, lalu manusia memberikan respons terhadap karya itu melalui penyembahannya. Subyek yang paling dominan di dalam ibadah itu ialah Allah. Itulah yang direfleksikan ibadah HKBP menurut penghayatan saya. Tempat kita berpijak sangat berbeda dengan kebaktian kharismatik.
Sebelum kebaktian dimulai, biasanya parhalado berkumpul lebih dahulu di konsistori. Pada hakekatnya bukanlah para petugas yang dijadwal pada hari itu yang harus hadir di dalam konsistori, melainkan seluruh anggota parhalado yang datang ke dalam kebaktian tersebut. Sebab parhalado adalah satu ‘corps,’ mereka bertanggung jawab atas pelaksanaan kebaktian tersebut. Jadi sekalipun saya tidak bertugas pada hari itu, saya wajib masuk ke konsistori, minimal untuk mendoakan mereka yang bertugas pada hari itu. Itulah wujud dari tanggung jawab saya kepada Allah, yang telah memanggil saya menjadi pelayan-Nya di jemaat tersebut. Sekaligus itu adalah wujud dari tanggung jawab saya kepada ‘corps parhalado’. Sangat disayangkan, banyak juga teman-teman sintua yang tidak menyadari hal itu.
Di konsistori itu kita memeriksa seluruh acara yang akan kita selenggarakan, tentang kelayakannya. Kemudian acara yang sudah kita periksa itu kita bawakan ke hadiran Allah di dalam doa. Semua acara dari permulaan hinga akhir disampaikan di dalam doa, seolah-olah kita mengatakan kepada Allah, inilah yang akan kami lakukan di hadapan-Mu. Segala sesuatu yang tidak didoakan di dalam konsistori, seyogianya tidak dapat dilakukan di dalam ibadah. Kecuali warta yang sangat mendesak. Namun sangat disayangkan, sering kali kita melihat ada acara tambahan disampaikan kepada liturgis di tengah-tengah kebaktian. Sering kita melihat koor menyanyi sampai dua kali, pada hal di dalam daftar acara hanya satu kali.
Setelah parhalado berdoa, maka lonceng Gereja dibunyikan. Suatu pertanda bahwa seorang Raja segala raja dan Tuhan segala Tuan akan memasuki tempat ibadah. Anggota jemaat pun memberi respons terhadap bunyi lonceng itu dengan menaikkan doa-doa pribadinya ke hadirat Allah. Maka parhalado pun memasuki ruangan. Ibadah siap dilaksanakan.

Acara Kebaktian
1. Jemaat Menyanyi
Kebaktian dimulai dengan jemaat menyanyi. Biasanya nyanyian yang dipilih untuk minggu itu disesuaikan dengan nama minggu di dalam Almanak HKBP. Seperti kita ketahui kalender gerejawi tersusun atas dasar minggu, sebanyak 52 minggu dalam satu tahun. Bukan disusun dalam bulan seperti yang kita kenal bersama. Pertanyaan sekarang diajukan kepada kita, mengapa kita menyanyi? Pemahaman gereja kita tentang nyanyian, adalah sebagai respons terhadap apa yang diucapkan Allah dari altar-Nya. Ibadah minggu yang diselenggarakan bentuknya ialah responsoria. Respons kita kepada Allah di dalam ibadah itu ialah dengan jalan menyanyi dan berdoa. Jadi apa yang kita mau ungkapkan di dalam acara pertama di kebaktian itu? Jawaban untuk itu menurut hemat saya adalah : komunikasi telah dimungkinkan antara kita dengan Allah. Sebab seorang perantara telah berdiri di altar. Sekarang saya dimungkinkan untuk berkomunikasi dengan Allah. Tanpa kehadiran seorang perantara, maka mustahillah bagi saya untuk berbicara kepada Allah di dalam kebaktian tersebut. Jadi nyanyian itu adalah sebuah respons terhadap kehadiran Allah di dalam kebaktian itu.

2. Votum/Introitus/Haleluya/Doa
Apakah makna votum? Maknanya menurut hemat saya adalah peresmian. Dengan votum itu, kita percaya Allah hadir di dalam acara tersebut. Ketika Allah mengatakan “jadilah terang,” maka terang itu pun jadi. Seperti itu makna dari votum. Dengan diucapkan oleh liturgis, “Di dalam nama Allah Bapa, dan di dalam nama Anak-Nya Yesus Kristus, dan di dalam nama Roh Kudus yang menciptakan langit dan bumi” maka Allah secara nyata, hadir di dalam ibadah itu. Kehadiran dari Allah Tritunggal itu sekaligus menjadi dasar dari perjumpaan tersebut. Jadi jelas bukan karena marga, atau adat, maka ibadah itu dilakukan. Bukan juga karena nenek moyang, bukan karena latar belakang ekonomi, sosial, budaya, politik, namun karena nama Allah semata-mata. Allah itu adalah Bapa kita, di dalam ibadah itu Ia menerima anak-anak-Nya. Ia adalah Bapa yang memelihara kehidupan kita. Yesus sebagai Anak, adalah saudara yang menyelamatkan kita dari keberdosaan kita, Dia adalah ‘Penolong’ yang memanggil, menyertai dan menguduskan Gereja-Nya.
Untuk merefleksikan semua yang telah dikerjakan-Nya itu, kita berkumpul agar dapat berjumpa dengan Dia. Di dalam perjumpaan itu, Ia mengutarakan isi hati-Nya kepada kita melalui firman dan sakramen. Sementara itu kita mengutarakan isi hati kita melalui nyanyian dan doa. Banyak orang tidak mengerti bahwa makna ibadah kita seperti itu, sehingga mereka mengatakan ibadah kita itu monoton, pada hal mereka tidak memahaminya. Seandainya ia mengikuti dengan pengertian seperti yang kita utarakan di atas, apa ia masih mengatakan ibadah kita itu monoton? Di samping makna votum seperti yang sudah kita utarakan di atas, maka kita juga dapat mengatakan bahwa dengan hadirnya Allah yang kudus di dalam ibadah itu, maka orang yang hadir di dalam ibadah itu pun dikuduskan oleh Allah yang kudus. Oleh karena itu orang pada hakekatnya diharapkan untuk tidak datang terlambat, sebab ia tidak akan turut dikuduskan melalui votum tadi. Namun kenyataannya, banyak orang yang terlambat datang! Pertanyaan sekarang ialah: apakah mereka yang terlambat itu turut dikuduskan atau tidak? Jawabannya bisa ya, bisa juga tidak. Hal itu tergantung orang yang terlambat tadi. Jika ia mengakui kesalahannya itu di hadapan Allah, maka ia turut dikuduskan. Jika tidak diakui, maka ia tidak turut dikuduskan.
Setelah votum itu, acara berikutnya ialah introitus. Allah mengatakan isi hati-Nya melalui firman yang sesuai dengan nama minggu itu. Sementara nama-nama minggu itu adalah refleksi dari karya Kristus, dari sejak awal sampai akhir. Seperti yang sudah kita katakan di atas, kebaktian kita bersifat reflektif, maka dari sejak awal, Allah telah menyatakan isi hati-Nya kepada kita melalui introitus tadi. Nas itulah yang akan membimbing kita di dalam minggu yang akan kita jalani. Ayat itu adalah ayat yang diperuntukkan bagi kita. Sebagai respons kita atas firman itu, maka kita menyanyikan haleluya tiga kali. Seyogianya kita menyanyikannya dengan sukacita. Namun kita lihat kenyataan di dalam jemaat kita, seringkali haleluya itu kita nyanyikan dengan lamban. Pendeta Pakpahan, dalam uraiannya mengenai ibadah minggu, mengatakan bahwa seharusnya kita menyanyikan haleluya itu dengan cepat. Argumen yang diajukan pendeta Pakpahan ialah : layaknya seperti orang yang meneriakkan’ api…api…api…’ pastilah kita meneriakkannya dengan cepat dan penuh dengan emosi. Haleluya itu adalah ungkapan sukacita karena Allah telah berfirman kepada kita, pada hal Allah belum mempersoalkan dosa kita.
Setelah haleluya, kita mendengar perantara itu menaikkan doa. Sebagai perantara, maka dia berada di dalam dua sisi. Sisi yang pertama, di sisi ilahi dan sisi kedua di sisi manusia. Ketika ia mengutarakan votum, maka dia berada di sisi Allah. Ketika dia mengutarakan doa, maka itu adalah doa manusia, maka dia berada di sisi manusia. Ada orang mengatakan bahwa di Gereja Anglikan, liturgis itu ketika ia mengutarakan votum, maka ia berdiri di altar, tapi pada saat ia menaikkan doa, ia berpindah dari altar ke arah jemaat, dan berbalik menghadap altar untuk menaikkan doa tersebut. Dari sana sangat jelas bahwa ia berada di dua sisi. Seharusnya di dalam ibadah kita pun hal seperti itu harus dilaksanakan. Namun karena hal itu dari sejak semula tidak dilaksanakan, maka kita tidak tahu bahwa demikianlah maknanya.
Seperti yang sudah kita katakan di atas, sintua itu menaikkan doa jemaat, dan karena yang berdoa itu adalah Tuhan Yesus di dalam diri sintua tersebut, maka kita dapat katakan doa itu akan didengar Allah. Tuhan Yesus juga membawakan doa-doa yang dinaikkan jemaat di dalam hati ketika mereka sedang berdoa di bangku-bangku tatkala kebaktian belum mulai. Karena doa itu adalah doa-doa kita juga, maka kita pun harus mengaminkan doa itu di dalam hati kita.

3. Jemaat Menyanyi
Seperti diutarakan di atas, nyanyian adalah respons terhadap Allah, karena Ia telah hadir, Ia menguduskan kita, Ia telah menerima doa-doa kita. Alangkah indahnya, jika kita menyanyikan pujian itu dengan segenap hati. Untuk itu kita seyogianya telah tahu lebih dahulu lirik dari nyanyian itu, karena kita telah membaca lebih dahulu, karena kita tidak terlambat datang, sehingga kita dapat mempersiapkan diri dengan baik.

4.Hukum Tuhan
Sementara kita menyatakan isi hati melalui nyanyian, liturgis akan menyatakan isi hati Allah. Ia berkata: ”Dengarlah hukum Tuhan…” Allah itu adalah Allah yang kudus, di dalam kasih-Nya Ia menerima orang beriman. Namun kita harus mengenal diri kita. Hukum Tuhan di dalam pemahaman Gereja kita adalah ibarat cermin. Hukum Tuhan adalah kehendak Allah, jalan yang harus ditempuh oleh umat-Nya. Pada saat kita mendengar hukum Tuhan dibacakan, maka seyogianyalah kita menemukan diri kita di dalam perspektif kehendak Allah. Tentulah sebagai respons terhadap hal itu kita berdoa untuk memohon kekuatan untuk melakukan kehendak Tuhan tersebut.

5. Jemaat Menyanyi
Kita memberi respons kepada hukum Tuhan itu dengan nyanyian. Tentulah kita akan menyanyi dengan segenap hati.

6. Pengakuan Dosa
Pada saat kita mendengarkan hukum Tuhan dan kita menjadikannya sebagai cermin, maka tentulah kita akan menemukan diri kita di dalam kesalahan. Karena itu kita berdiri di hadapan Allah untuk mengaku dosa-dosa kita. Hanya mereka yang tidak menyadari dosa-dosanya yang tidak mau berdiri di hadapan Allah Yang Maha Kudus, untuk mengaku dosa-dosanya. Liturgis dari sisi insani membawakan pengakuan dosa itu ke hadapan Allah. Dari keberadaan seperti itu kita tahu bahwa liturgis itu bukan membacakan kalimat-kalimat di dalam agenda, melainkan melakonkan acara itu di hadapan Allah. Oleh karena itu pula intonasi dari suara sintua tatkala mengucapkan doa itu berbeda dengan intonasi dari ucapan berita pengampunan dosa. Dimana pada sisi ini, ia berada di sisi ilahi tatkala ia mengucapka pengampunan dosa.
Karena yang menaikkan permohonan itu adalah Kristus Yesus sendiri, maka tentulah akan dikabulkan. Itulah sebabnya kita langsung mendengar janji Allah tentang pengampunan dosa. Apakah otomatis pengampunan itu dialami oleh setiap orang yang hadir di dalam ibadah tersebut? tentula tidak! Pengampunan itu hanya diterima oleh orang-orang yang sungguh-sungguh mengaku dosanya. Itulah sebabnya di dalam ibadah kita di jalan Jambu, setelah liturgis selesai mengucapkan doa tersebut, kepada kita diberikan kesempatan untuk mengaku dosa-dosa kita secara pribadi. Segala dosa yang kita lakukan di dalam minggu itu. Barulah kita mendengar janji Allah tentang pengampunan dosa. Orang yang mengaku dosa dan rindu akan keampunan dosanya, merekalah yang mendapatkan pengampunan dosa. Karena pengampunan sudah sampai kepada kita, maka liturgis itu menyuarakan “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi.” Ia menyuarakan itu dari sisi insani. Jemaat akan menyambut doxologi ini dengan “amin.” Barukah kita duduk kembali.

7. Jemaat Menyanyi
Setelah kita menerima pengampunan dosa, wajarlah kita memberi respons dengan nyanyian yang diungkapkan dengan segenap hati kita dan segenap jiwa. Seperti yang sudah dikatakan di atas. Ibadah kita adalah responsoria bentuknya. Melalui responsoria seperti itu, kita mengalami perjumpaan dengan Allah.

8. Epistel
Setelah menyanyi, liturgis akan menyuarakan nas epistel untuk minggu itu. Epistel memberi arahan tentang petunjuk praktis di dalam kehidupan sehari-hari. Penjelasan tentang nas ini kita sudah kita dengar di dalam kebaktian “partangiangan wijk” yang diselenggarakan jemaat kita setiap minggu. Sekarang kita mendengarkannya kembali untuk kita lakukan di minggu ini. Bagaimana dengan orang yang tidak datang pada partangiangan wijk? Tentulah ia akan mempersiapkan diri di rumah sebelum datang ke Gereja, sebab kita memiliki Almanak HKBP. Epistel adalah petunjuk praktis, maka liturgis menutup pembacaan firman Tuhan itu dengan ucapan “Berbahagialah orang yang mendengar firman Allah dan melakukannya.”

9 Jemaat Menyanyi
Kita memberi respons di dalam bentuk nyanyian. Liriknya tentulah sebagai satu pernyataan melakukan firman Allah.

10. Pengakuan Iman
Setelah nyanyian itu kita diundang untuk bangkit berdiri agar mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli. Ucapannya adalah sebagai berikut: “Bersama-sama dengan saudara-saudara seiman di seluruh dunia…” satu pertanyaan perlu diajukan, siapa saja yang dimaksudkan dengan saudara-saudara seiman di seluruh dunia itu? Maksudnya tentulah tidak hanya orang-orang Kristen yang hadir pada waktu itu, juga bukan hanya orang Kristen yang hidup di dunia sekarang ini, tetapi juga orang Kristen yang sudah mendahului kita. Mereka itu adalah saudara-saudara seiman kita. Jadi tatkala kita berdiri untuk mengaku iman percaya, maknanya ialah apa yang saya ucapkan tentang iman saya, itu tidak berbeda dengan apa yang diimani oleh Nomensen, demikian juga dengan orang Batak yang pertama-tama menerima Injil. Sama seperti mereka berdiri mengaku iman yang murni itu, demikian juga kita mengungkapkannya. Bahkan bukan hanya itu saja. Di tempat itu hadir juga orang-orang Kristen dari generasi yang akan datang. Mereka hadir di dalam diri Kristus. Sebab HKBP adalah salah satu dari penampakan tubuh Kristus yang berasal dari segala kaum di muka bumi ini. Tubuh Kristus adalah Gereja yang tidak kelihatan, mencakup seluruh totalitas orang kristen dulu, sekarang dan nanti. Bilamana kita memahami HKBP adalah salah satu penampakan tubuh Kristus, maka ketika kita beribadah, itu adalah ibadah dari tubuh Kristus. Maka di sana hadir juga orang yang tidak hadir. Sama seperti yang dikatakan Musa di padang gurun kepada bangsa Israel, “Bukan hanya dengan kamu saja aku mengikat perjanjian dan sumpah janji ini, tetapi dengan setiap orang yang ada di sini pada hari ini bersama-sama dengan kita, yang berdiri di hadapan Tuhan Allah kita, dan juga dengan setiap orang yang tidak ada di sini pada hari ini bersama-sama dengan kita. (Kel 29:14-16)
Orang yang hadir di dalam ibadah itu – secara iman –tetapi tidak hadir secara fisik, mereka itu adalah generasi pendahulu, dari masa yang lalu dan generasi yang akan datang. Jadi, jika seorang pemuda berdiri di situ dan mengaku imannya, maka di dalam dia hadir juga anak cucunya kelak. Bersama pemuda itu, anak cucunya yang ada di dalam dia, hadir juga dan turut mengucapkan pengakuan iman tersebut. Argumen untuk itu sudah dikatakan di atas, yaitu di dalam Kristus. Argumen tambahan kita utarakan di sini, ialah menurut surat Ibrani, Lewi di dalam Abraham, bapa leluhurnya, ia juga turut mempersembahkan perpuluhan kepada Melkisedek, tatkala Abraham mempersembahkan perpuluhan tersebut. (Ibr. 7:4-10). Pada hal Lewi pada waktu itu belum lahir. Mengapa Lewi dikatakan turut mempersembahkan? Karena ia ada di dalam diri Abraham, bapa leluhurnya. Sama seperti itulah pemahaman saya tatkala saya berdiri mengucapkan pengakuan iman. Saya mengucapkan hal itu di dalam Kristus, dan di dalam Kristus, hadir juga generasi dahulu dan generasi nanti. Alangkah agungnya ibadah kita itu!
Di dalam pemahaman secara pribadi, saya melihat, tatkala kita mengucapkan pengakuan iman tersebut, saya mengucapkannya, di hadapan Allah dan para malaikat-Nya; di hadapan orang-orang percaya di sepanjang masa, dan juga di hadapan roh-roh jahat di udara! Orang-orang kudus yang telah mendahului kita itu, disebut penulis surat Ibrani sebagai para saksi, Ibr.12:1. Pada waktu itu pula, saya secara imajiner mengadakan perjalanan rohani, dari penciptaan alam semesta, - sebab Allah adalah pencipta langit dan bumi – sampai ke Betlehem, dimana Kristus lahir, sampai ke Golgata, tatkala Kristus disalibkan di sana dan dikuburkan. Perjalanan itu diteruskan ke kubur kosong, lalu ke Betania tempat Ia naik ke Surga, bahkan sampai di Surga bersama rasul Yohanes, melihat tahta dan kedua puluh empat tua-tua yang bermahkota, dimana kita bersama mereka sujud menyembah Dia. Setelah itu turun lagi ke bumi, melihat Gereja purba, Gereja abad pertengahan sampai Gereja di zaman Nomensen, sampai Gereja kita sekarang ini. Bahkan sampai ke tahta penghakiman kelak, dimana semua mahluk dihakimi, dan saya dihakimi sebagai orang benar di hadapan-Nya. Gambaran seperti itu diutarakan pendeta Pakpahan di dalam bukunya tentang makna ibadah kebaktian HKBP. Pertanyaan sekarang ialah : bagaimana dengan anda?

11 Warta Jemaat
Setelah kita mengaku iman percaya kita, maka tiba saatnya kita mendengar berita dari sesama anggota keluarga Allah. Orang yang berdiri di sisi saya itu, di depan di samping dan di belakang, adalah saudara satu bapa di dalam Tuhan. Di dalam persekutuan dengan Allah dan dengan sesama keluarga Allah, kita mendengar berita dari Allah, dan berita dari sesama. Di dalam warta jemaat itu, kita akan mendengar berita tentang kelahiran seorang anak di dalam keluarga saudara seiman. Biasanya warta itu senantiasa diakhiri dengan sebuah doa “semoga Tuhan memberkati anak itu beserta orang tuanya.” Kita pun turut meng-amin-kan hal itu di dalam hati. Bila kita berjumpa dengan kedua orang tua yang berbahagia itu, maka kita pun mengucapkan selamat berbahagia kepada mereka, sebagai respons aktif kita terhadap warta tersebut.
Melalui warta itu pun kita akan mendengar rencana saudara yang akan menikah. Kita pun wajib memeriksa kelayakan dari orang-orang yang akan menikah tersebut. Bilamana ada hal-hal yang tidak pas menurut RPP (Ruhut Parmahanion Paminsanon = Hukum Siasat) dari Gereja kita, maka wajiblah kita memberitahukan hal itu kepada pendeta untuk ditindaklanjuti. Namun jika kita tidak mengetahui ada hal-hal seperti itu, maka wajiblah kita mendoakan rencana pernikahan itu, karena mereka adalah saudara kita. Jika kita berjumpa dengan mereka, atau kedua orang tua kedua belah pihak, kita pun akan menyampaikan salam kepada mereka, untuk menunjukkan bahwa kita turut besukacita atas rencana pernikahan tersebut.
Kita pun mendengar warta dukacita tentang meninggalnya anggota keluarga Allah. Warta ini senatiasa ditutup dengan doa: “Semoga Tuhan memberikan penghiburan dan kekuatan iman bagi anggota keluarga yang berdukacita itu” kita pun mengaminkan doa itu di dalam hati. Sebagai penampakan dari kata amin itu, maka kita pun pergi melayat ke rumah duka. Kita menghibur orang yang berduka itu di rumah duka dan mendoakan mereka di rumah kita masing-masing, karena mereka adalah saudara di dalam Tuhan.
Di dalam warta itu juga kita mendengar warta tentang keuangan jemaat, dan warta-warta lain. Semuanya itu harus diberi respons sesuai dengan kemapuan kita masing-masing. Oleh karena itu seharusnya kita mendengar warta itu dengan sepenuh hati. Namun jika kita perhatikan sikap dari anggota jemaat pada mata acara itu, banyak dari antara mereka yang acuh tak acuh, banyak yang ngobrol. Hal itu terjadi tentulah karena mereka tidak memahami makna dari warta jemaat di dalam ibadah kita.
12. Jemaat Menyanyi
Sebagai repons bersama terhadap warta itu, kita bersama sama menaikkan pujian kepada Allah, sekaligus persiapan untuk mendengar firman Allah. Ingat respons kita senatiasa di dalam doa dan pujian.

13 Khotbah
Seperti yang sudah diuraikan di atas, liturgis yang berdiri di altar itu pada hakekatnya bukanlah dia melainkan Kristus yang berdiri di sana; demikian juga halnya dengan pendeta yang berdiri di mimbar. Pendeta itu adalah representasi dari Kristus. Itulah sebabnya perkataan yang pertama keluar dari mulutnya ialah ‘Damai sejahtera yang melampaui segala akal akan memelihara hati dan pikiranmu di dalam Kristus Yesus. Amin.” Jika kita melihat dia yang berdiri itu adalah manusia, maka tentulah tidak ada berkat yang datang dari dia. Namun jika mata iman kita melihat bahwa dia yang berdiri di altar itu adalah Tuhan sendiri, maka tentulah berkat akan mengalir dari Dia.
Kita datang ke dalam ibadah minggu bukan hanya untuk mendenngar firman Tuhan, tetapi untuk berjumpa dengan Dia dan berjumpa dengan sesama saudara di dalam keluarga Allah. Sekalipun khotbah pendeta itu tidak terlalu pas dengan isi hati kita, namun kita harus sadar dengan tujuan ibadah itu sendiri. Kita akan tetap dapat berkat dari perjumpaan tersebut. jika nas Epistel kita katakan adalah petunjuk praktis dalam kehidupan, maka Evangelium adalah doktrin iman Kristen. Sehingga ada keseimbangan antara etika – petunjuk pratis – yaitu epistel dan doktrin, yaitu evangelium.
Setelah pengkhotbah menyampaikan isi hati Allah, maka sebagai wakil manusia ia menaikkan doa syafaat bagi isi dunia. Kita pun turut mengaminkan doa itu di dalam hati kita. Perlu ditekankan di sini, khotbah bukanlah inti dari ibadah minggu. Keseluruhan acara, yaitu perjumpaan dengan Allah adalah arti dari ibadah minggu di HKBP.

14. Jemaat Menyanyi/Persembahan
Setelah kita mendengar khotbah, yang isinya adalah isi hati Tuhan untuk dilaksanakan pada minggu ini, maka kita pun memberi respons dengan memberi persembahan. Sering saya dengar liturgis mengatakan “Marikah kita bernyanyi sambil mengumpulkan persembahan.” Memang dikerta acara dibuat demikian. Dari ungkapan itu, kelihatan bahwa acara pokok ialah bernyanyi; pada hal acara pokoknya ialah menguimpulkan persembahan. Seharusnya menurut hemat saya ucapannya ialah “marilah kita mengumpulkan persembahan kepada Tuhan sambil bernyanyi. ”Acara persembahan itu bukanlah sambilan. Di dalam kitab Keluaran kita baca bahwa Tuhan memerintahkan agar Israel jika datang kepada-Nya, agar datang dengan persembahan dan tidak boleh dengan tangan hampa (Kel. 23:15). Di samping itu, kita harus memahami persembahan itu adalah sesuatu yang kudus, sehingga persembahan itu seyogianya telah disiapkan dari rumah. Kita menyerahkan persembahan itu dengan sukacita, sebab yang menerimanya ialah Allah Bapa kita. Mulut kita memuji Tuhan, sementara tangan kitapun memuji Dia di dl persembahan itu. Jika kita konsisten dengan pemahaman bahwa yang berdiri di altar itu adalah dia yang merepresentasikan Tuhan Yesus, maka menurut hemat saya harus liturgislah yang menerima persembahan itu dari para pengumpul persembahan. Lagi pula persembahan itu harus ditaruh di meja Tuhan, bukan seperti sekarang ini ditaruh di peti tersendiri. Saya tidak dapat mengerti apa makna dari peti itu. Saya melihat di HKBP Bandung Jl. Riau, liturgis yang menerima persembahan, bukan seperti di Jl. Jambu, pembaca warta jemaat yang menerimanya. Saya sangat suka jika kita mengikuti HKBP Bandung.

15 Penutup: Doa Persembahan + Doa Bapa Kami + Berkat
Acara akan berakhir, maka kita berdiri kembali di hadapan Allah, untuk diutus kembali ke dalam kehidupan sehari-hari. Kita menyerahkan persembahan kita itu lebih dahulu di dalam doa. Yesus membawa persembahan itu ke hadirat Allah melalui doa sang liturgis. Kita pun mengaminkan doa itu di dalam hati. Persembahan itu diterima Allah, lalu kita memberi respons dengan nyanyian: ”Tuhan karunia-Mu….” Kita bukan hanya mempersembahkan uang kita, tetapi totalitas kehidupan itu dipersembahkan kepada Allah. Sebagai doa penutup kita mendengar doa Bapa Kami yang kita responi dengan doxologi “karena Engkau yang punya …” Setelah itu kita diutus pulang dengan berkat, yaitu: berkat dan perlindungan, perhatian (saya memahami makna dari Tuhan menghadapkan wajah-Nya” dalam pengertian perhatian penuh, atensi) dan kasih karunia-Nya. Sinar wajah adalah kemuliaan, itu pun menyertai saya, sama seperti Musa mendapatkan hal itu di atas gunung Sinai. Berkat terakhir ialah damai sejahtera. Syalom Allah. Lalu respons terakhir kita ialah amen tiga kali. Amen ini bukan hanya mengaminkan berkat tersebut tetapi mengaminkan untuk setiap acara yang telah kita ikuti dari awal hingga akhir. Jadi jika kita mengikuti acara ibadah minggu dalam pengertian seperti diuraikan di atas, kita pun akan pulang dengan berkat dari Tuhan kita. Kita akan diubahkan menjadi manusia baru di dalam Kristus.

Catatan Akhir
Pertanyaan timbul di lubuk hati yang paling dalam! Kapankah HKBP mengajarkan hal itu kepada warga jemaatnya? Pada waktu saya katekisasi pada tahun 1965 di HKBP Balige, sepanjang yang saya ingat, hal itu tidak diajarkan kepada kami. Ketika masa belajar menjadi sintua di HKBP Menteng, memang hal itu diajarkan kepada kami. Tetapi tidak semua sintua memahami makna ibadah minggu itu dalam perspektif yang sudah diuraikan di atas. Bagaimana dengan anggota jemaat? Semoga apa yang ditulisn di sini dapat meneguhkan iman kita, dan memampukan kita menghayati keindahan dan keagungan serta rahasia ibadah kita. Sehingga tidak terlalu gampang untuk mengatakan ibadah HKBP sebagai sesuatu yang monoton! Semoga!

(Penulis adalah St. Hotman Ch. Siahaan, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi September 2006)

Senin, 17 Agustus 2009

ARTIKEL: KULIHAT, KUDENGAR DAN KULAYANI (SUATU KONTRIBUSI DALAM PELAYANAN GEREJA) Refleksi dari Yesaya 6:8 dan Yohanes 21: 15-17

1.Tuhan selalu mencermati keadaan umat pilihan-Nya. Searah dengan keadaan itu, Tuhan mengutus hambaNya menyampaikan FirmanNya untuk dijadikan pegangan menjawab situasi itu. Jika umatNya mengingkari Isi Perjanjiannya dengan Tuhan, maka Tuhan mengutus hambaNya untuk mengingatkan dan bila perlu mengancam bahkan menghukum mereka. Jika umat-Nya menderita maka hamba-Nya diutus untuk menguatkan dan menghibur, supaya tabah dan tekun. Inilah benang merah pengutusan Tuhan kepada para hambaNya sepanjang masa.

2.Para hamba yang diutus Tuhan itu, saat melaksanakan tugas pengutusan, bukan tanpa resiko. Mereka yang diutus terhadap situasi “buruk” dari perilaku bangsa pilihan Allah itu berada dalam posisi terancam. Tidak disukai, dibenci bahkan diperlakukan semena-mena; tidak sedikit yang dianiaya atau dibunuh. Pada umumnya para hamba Tuhan berada di posisi seperti itu. Itu pulalah sebabnya, tidak sedikit dari para hamba Tuhan yang diutus itu, yang diberi predikat hamba yang jahat, yang menyelewengkan Firman Tuhan yang diterimanya. Kualitas memang teruji saat tantangan menghadang. Dedikasi terancam, saat bahaya mengancam.

3.Para hamba Tuhan yang diutus itu, pada dasarnya terlebih dahulu dipersiapkan Tuhan. Mereka berasal dari aneka latar belakang kehidupan. Ada yang dibesarkan di lingkungan istana, di Bait Suci, dari keluarga petani, nelayan, dll. Ada yang bertugas menetap, ada pula yang diutus secara temporer. Semuanya diutus untuk satu tujuan : menyampaikan Firman Tuhan kepada manusia, sesuai dengan keadaan. Firman Tuhan yang disampaikan relevan dengan keadaan umat.

4.Nabi Yesaya, setelah terlebih dahulu dipersiapkan dengan mengetahui kondisi nyata dari umat Israel yang sudah menyimpang dari isi Perjanjiannya dengan Tuhan, menerima pertanyaan dari Tuhan : “Siapakah yang akan Kuutus?” Semuanya sudah terkontaminasi. Semuanya sudah menyeleweng. Tuhan menginginkan bangsa yang menyeleweng itu bertobat. Oleh karena itu diperlukan seorang utusan untuk memberitahu sikap Tuhan terhadap keadaan itu, sekaligus mengingatkan jika tidak bertobat juga, maka hukuman akan dijalankan. Keadilan Tuhan tidak memandang muka. Kekudusan Tuhan, tidak boleh diremehkan.
Menyadari keadaan, ke mana Nabi Yesaya diutus, dia mencoba mengelak dengan membuat alasan yang masuk akal, seperti masih muda, tidak mahir berbicara meyakinkan orang. Menjawab penolakan Yesaya, Tuhan menyatakan bahwa kesulitan yang disebutnya itu dapat teratasi, jika dia mau, karena Tuhan sendiri akan memperlengkapinya, sehingga berwibawa. Wibawa hamba Tuhan, jangan dilihat dari usia, atau dari kemahiran berbicara melainkan dari Firman Tuhan yang disampaikannya; konsekwen dan konsisten. Namun perlu pula diyakini bahwa cara kita menyampaikan Firman Tuhan dengan apa adanya; suara yang tidak perlu direkayasa. Oleh karena itu, hati yang rela dan patuh atas suruhan Tuhan merupakan titik moral pengutusan Tuhan kepada hambaNya.

5.Simon Petrus, yang sebelum dipanggil menjadi murid Tuhan Yesus, bekerja sebagai nelayan. Sikapnya yang sering meledak-ledak, dan mau menyelinap itu, mendapat tugas untuk menggembalakan domba-domba Tuhan. Tugas tersebut diterimanya, setelah menerima tiga kali pertanyaan yang isinya sama : “Apakah engkau mengasihi Aku?” Hal lain yang patut dicermati adalah, ketika Tuhan Yesus menanyai murid-murid-Nya tentang siapakah Yesus dalam pandangan masyarakat luas dan dalam pandangan para murid. Informasi yang mereka dengar beraneka. Ada yang berkata bahwa Yesus adalah Yohanes Pembaptis, ada yang berkata, Elia atau Yeremia. Ketika pertanyaan itu diajukan kepada para murid, hanya Petrus yang memberi jawab yang spontan, tegas dan jelas: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup “(Mat. 16 : 16). Dari jawaban ini ada sementara pihak yang menganggap bahwa dalam diri Petruslah terletak otoritas pemimpin gereja. Menurut penulis, bukan di dalam dirinya melainkan di dalam Pengakuan itu sendiri. Dengan demikian setiap orang percaya yang mengaku dan menerima Yesus, adalah Mesias, di atas pengakuan inilah terletak wibawa Persekutuan orang percaya.

6.“Kulihat Kulayani” inilah tema kita. Melalui tema ini kepada kita diingatkan untuk pertama-tama melihat sesuatu yang dialami oleh orang lain. Dan dari yang kita lihat itulah, kita berupaya melakukan sesuatu yang bermakna bagi yang kita layani itu. Saya ingin tambahkan isi tema ini dengan “Kudengar, Kulihat dan Kulayani”. Penambahan ini bertujuan mengingatkan kita akan keterbatasan mata, hati dan pikiran kita. Batas penglihatan kita, bisa saja menjadikan fokus perhatian kita hanya untuk di sekitar kita. Jika kita tambahkan dengan “Kudengar”, hemat saya, ada dua keuntungan, yaitu : a) yang kita warisi dari nenek moyang kita telah kita dengar dan b) yang kita dengar dari informasi yang sampai kepada kita.

7.Apa yang “Kudengar”, yang kulihat dan yang kulakukan?” Terhadap pertanyaan ini, baiknya kita mengarahkan perhatian kepada :
a. Yang kita warisi dari pendahulu kita
b. Yang kita lihat dari keadaan di sekitar kita.
c. Yang kita lakukan mewujudkan tugas panggilan kita.
7.1.Warisan dari pendahulu kita.
Kita sulit membantah bahwa apa yang dilakukan oleh para pendahulu kita, dari sanalah kita meletakkan dasar-dasar pelayanan kita, seperti : tata gereja, bahasa dan sistem pelayanan. Perkembangan keadaan memang kita sesuaikan dengan tata gereja, bahasa dan sistem pelayanan kita. Akan tetapi tak jarang kita menemui kesulitan saat bermaksud melakukan perombakan atau perubahan. Anehnya, jika ada benturan antara warisan dengan rencana perubahan, maka orang lebih suka menoleh ke belakang, yang menjelaskan rencana perobahan itu akan menjauhkan gereja dari keadaan yang lama. Kata-kata seperti : itu belum pernah; kita belum terbiasa; terungkap saat-saat kita dengan meyakinkan menjelaskan perlunya perobahan itu. Terhadap situasi seperti itu, tak jarang mengakibatkan para majelis, mengambil jalan aman. Menunda upaya perubahan, sampai perubahan itu sudah menjadi kecenderungan. Akibatnya, gereja lebih sering terlambat dalam mengantisipasi “keadaan” warga jemaat.
7.2.Yang kita lihat dari keadaan sekitar
Kita berdomisili dan melayani di Ibukota, bukan di Tanah Batak. Oleh sebab itu, kita harus sadar bahwa warga jemaat yang kita layani terdiri dari a) yang lahir dan dibesarkan di Tanah Batak. Mereka telah menikmati gaya pelayanan dari kampung, sehingga kendatipun telah berdomisili di ibukota, prinsip-prinsip bergereja yang dianutnya adalah yang dari kampung. Mereka hidup di daerah yang masyarakatnya majemuk tetapi gaya berinteraksinya tidak berobah, seperti yang di kampung. Orang yang tidak dikenal atau yang tidak ada hubungan kekerabatan dengan dia, dinyatakan sebagai musuh atau orang yang tidak perlu diperhatikan. b) Generasi yang lahir dan dibesarkan di ibukota. Mereka tidak menganggap masalah perbedaan Tata gereja; mereka lebih terbuka kepada perobahan-perobahan. Yang menarik perhatian, malah cenderung tidak mempermasalahkan kekhasan gereja di mana dia terdaftar.
Di dalam kedua keadaan tersebut lah kita melayani: yang tradisional, terikat, cenderung tertutup dan yang modern, bebas, cenderung tanpa batas. Keduanya tarik menarik, sampai salah satu kadaluwarsa.
7.3.Apa yang kita lakukan?
Kita sering terjebak ke dalam sikap pasrah, nerimo, kompromi tanpa berusaha memahami latar belakang warga yang kita layani itu. Jadilah pelayanan kita monoton dan membosankan. Kita ingin merobah, tetapi kita tidak punya keberanian untuk berobah. Kaki kita yang satu kita letakkan di posisi tradisonal dan kaki yang satu lagi di posisi modern. Apa yang terjadi, jika jarak keduanya makin melebar? Pelayan yang bingung, itulah yang terlihat. Yang tradisonal tak pernah merasa puas, dan yang modern mengomel tak hentinya. Para pelayan menjadi alamat cemohan, bukan lagi menjadi panutan. Kebanggaan atas gereja sendiri pelan-pelan memudar dan “gereja alternatif” menjadi pilihan. Nama besar, tetapi tidak berpengaruh, apalagi dalam mempengaruhi perilaku. Para pelayan bukan lagi tempat bertanya melainkan beralih menjadi dipertanyakan. Itu sebabnya keputusan yang kita tetapkan, sering digugat. Warga jemaat meragukan itikad baik kita di dalam mengambil keputusan. Jadilah kita bertindak hanya pelayan mimbar tanpa perduli pergumulan warga jemaat, tanpa memusingkan diri apakah pelayanan kita diterima atau tidak.

8.Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jawaban Yesaya atas pertanyaan Tuhan dalam Yesaya 6 : 8 patut kita renungkan : “Inilah aku, utuslah aku.” Dengan sadar kita mengetahui kepada siapa kita hendak diutus. Kita menyadari bahwa posisi kita, termasuk wibawa kita sebagai hamba Tuhan tengah dipertanyakan.” Benarkah kita hamba Tuhan yang dipercayaiNya itu?” Selanjutnya pertanyaan Yesus kepada Simon Petrus, sampai tiga kali, hendaknya mengingatkan kita, apakah kita memiliki kategori teruji dan terpuji dalam menjalankan tugas pelayanan kita. Nasihat Rasul Paulus kepada Timotius dalam memperbaiki dan membaharui tekad kita melayani, sangat tepat untuk kita jadikan sebagai penunjuk arah kepada kita :
Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu. Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau pada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakukan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik. ( 2 Timotius 3 : 14 – 17 )
Beberapa hal yang perlu kita catat antara lain :
1.Otoritas Alkitab yang menunjuk kepada Kristus. Oleh karena itu kita harus rajin membaca Alkitab dan memperdalam pemahaman kita kepadanya. Biarkan Alkitab yang berbicara kepadamu.
2.Hamba Tuhan harus selalu bersedia dan rela diuji dedikasinya dalam melaksanakan tugas panggilannya oleh Firman Tuhan, karena hamba Tuhan gadungan makin pintar memasuki kawanan domba Allah.
3.Memperlengkapi setiap orang yang melakukan perbuatan baik, itulah tugas pokok kita.
4.Keteladanan yang kita tunjukkan akan lebih menjanjikan ke arah yang lebih baik daripada kata-kata indah yang hanya mengenakkan telinga.

(Penulis adalah Pdt. Ramlan Hutahaean, M.Th. –Sekretaris Jenderal HKBP-, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi September 2008)

Jumat, 14 Agustus 2009

ARTIKEL: REMAJA, BERKEMBANG DAN BERKARYA BAGI TUHAN

Pengantar
Yang disebut dengan remaja ialah anak-anak yang berusia sekitar 11 - 20 tahun. Masa remaja ini merupakan gerbang untuk bisa mencapai tahap kedewasaan. Pada masa remaja ini merupakan masa pertumbuhan, jadi anak-anak remaja ini belum mencapai bentuk akhir dari perkembangan tubuhnya. Pada masa perkembangan ini, baik remaja putra maupun putri akan mengalami suatu perubahan (perkembangan) secara fisik dan mental. Secara fisik, akan terlihat perubahan yang dialami oleh setiap remaja. Perubahan pada anggota tubuhnya, suara, maupun pertumbuhan secara hormonal, akan terjadi pada remaja putra dan putri. Dan secara mental, akan terlihat dari sikap dan kepribadian yang dimunculkan oleh remaja itu sendiri. Setiap remaja akan mulai menaruh ketertarikannya pada remaja lawan jenis. Selain itu, mulai timbul perasaan untuk bertanggung jawab akan sesuatu hal, walaupun tidak semua remaja memiliki sikap menuju kedewasaan ini. Dan orang tua pun harus bisa mengerti perkembangan anak remajanya untuk bisa mendidik sesuai kondisi yang dialami anaknya. Selain itu, dikarenakan remaja sangat ingin untuk diperhatikan oleh orang lain pada masa perkembangannya ini.
Sebagai remaja Kristiani, kita harus bisa memahami perkembangan pada diri kita sendiri. Perkembangan setiap remaja tidaklah senantisa sama, baik secara fisik maupun mental. Waktu untuk perkembangan tersebut juga tidak terjadi pada umur yang sama. Ada yang sangat awal, ada pula yang berkembang pada masa-masa akhir remajanya. Tetapi semuanya bukanlah terjadi begitu saja tanpa kehendak Tuhan. Semua yang terjadi dalam hidup kita merupakan kehendak Allah untuk bisa terjadi. Perbedaan lainnya yang mungkin terjadi ialah saat adanya perbedaan fisik dengan remaja lainnya. Perbedaan tidak perlu disikapi dengan sinis oleh kita sebagai remaja. Sebab, perubahan dan perkembangan setiap remaja memanglah berbeda. Dan yang terpenting, kita tidak perlu merasa rendah diri disaat kita berbeda dengan remaja lainnya tengah-tengah pergaulan kita. Kita tetap harus bisa mengucap syukur kepada Allah, dalam segala hal yang bisa terjadi dalam diri kita. Alkitab berkata, “Ucapkanlah syukur dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu”. Ucapan syukur kita menunjukkan kualitas hati kita di hadapan Allah. Beberapa aspek penting yang terjadi pada perkembangan remaja antara lain :
1. Kondisi fisik.
Perkembangan remaja akan sangat terlihat pada perkembangan fisiknya (tubuh).
2. Kebebasan emosional.
Secara emosional, remaja akan cenderung sangat ingin mendapat pengakuan dari pihak lain tentang dirinya.
3. Interaksi sosial.
Pada masa remaja ini, akan sangat baik jika kita mulai lebih membuka diri terhadap lingkungan sosial agar mendapat gambaran diri kita secara objektif.
4. Pengetahuan terhadap kemampuan diri.
Adanya pengertian yang benar tentang kemampuan dirinya sendiri. Kemampuan setiap remaja berbeda, hal ini yang harus dimengerti, jangan sampai memaksakan diri untuk melakukan hal yang tidak mampu dilakukan.
5. Penguasaan diri terhadap nilai-nilai moral dan agama.
Emosi remaja sangatlah berkobar-kobar. Ketika senang akan sangat tampak gembira. Ketika sedih, akan tampak sangat murung. Oleh karenanya, emosional remaja juga harus bisa dikendalikan berdasarkan nilai-nilai kekristenan. Sehingga bisa menyikapi persoalan dengan lebih bijaksana.
Lalu, bagimana cara kita untuk bisa memahami perkembangan diri kita sendiri? Konsep diri yang benar bagi anak-anak remaja sangatlah penting. Konsep yang benar tersebut sangat didasari oleh pengenalan remaja akan Tuhannya. Secara sederhana, remaja Kristiani harus bisa mengenal Tuhan terlebih dahulu sehingga memiliki konsep diri yang benar. Tuhanlah yang menciptakan segala sesuatu dengan tidak berkerurangan sesuatu apapun. Sehingga, kekurangan yang dialami oleh remaja tidak bisa dijadikan alasan untuk merasa rendah diri. Sebab Allah sendiri yang akan menyempurnakan setiap pekerjaan tangan-Nya dalam diri para remaja.
Masa remaja merupakan masa yang harus dialami setiap orang sebelum kepada tahap dewasa. Dan masa-masa remaja ini akan sangat mempengaruhi kehidupannya dalam tahap kedewasaan nanti. Remaja yang mampu berkembang dengan baik akan cenderung berhasil di masa dewasanya. Dan remaja yang gagal dimungkinkan akan lebih sering mengalami masalah pada saatnya nanti. Hal itu dikarenakan pada masa remaja inilah setiap remaja berusaha menemukan jati dirinya dan membentuk kepribadiannya secara mandiri. Hal itu sangat berguna bagi remaja untuk menyikapi persoalan yang dihadapinya.
Setiap remaja akan secara tidak langsung membentuk kepribadiannya melalui pergaulan yang dijalaninya sehari-hari. Berikut merupakan kategori kepribadian dengan berbagai ciri yang dimilikinya:
1. Tipe SANGUIN
Berkekuatan besar, bersemangat, gairah hidup tinggi, mampu membuat lingkungan gembira, senang. Namun, cenderung impulsive, mudah terbawa godaan lingkungan, dan sangat terbawa oleh keadaan sedih.
2. Tipe FLEGMATIK
Lebih terlihat tenang, tidak menampakkan emosi (baik sedih atau pun senang), pendengar yang baik, pengkritik yang tajam, dan mampu menguasai diri dengan baik, murah hati. Namun, tipe ini cenderung untuk tidak mau susah, selalu ambil keputusan yang mudahnya saja.
3. Tipe KOLERIK
Berorientasi pada pekerjaan dan tugas, berdedikasi dan disiplin tinggi, setia dan bertanggung jawab. Tetapi, kurang bisa memainkan perasaannya, sehingga kurang bisa memahami perasaan orang lain bahkan sangat mungkin untuk tidak peduli terhadap orang lain.
4. Tipe MELANKOLIS
Punya obsesi dengan hasil pekerjaan yang paling bagus, sempurna, estetika hidup yang tinggi dan perasaan yang sangat kuat. Kelemahannya ialah sangat sering terbawa oleh perasaan yang sensitif, dan tidak mudah terangkat untuk tertawa atau terbahak-bahak.
Apapun tipe kepribadian yang dimiliki seorang remaja, tidaklah bisa dijadikan ukuran murni untuk mengerti seseorang, namun bisa saja dijadikan patokan di dalam memahami diri sendiri dan orang lain. Yang terpenting adalah bagaimana kita mau mengundang Tuhan untuk menjadi Raja dalam hati kita. Sehingga dengan kuasa Roh Kudus, kita bisa sesalu menampilkan hal positif dari tiap kepribadian yang kita punya dan mampu mengendalikan segala kelemahan yang kita punya.
Firman Tuhan di Mazmur 139:23,24 berkata, "Selidikilah aku ya Allah dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku. Lihatlah apakah jalanku serong dan tuntunlah aku di jalan yang kekal." Yang perlu kita (remaja) pelajari adalah bagaimana Pemazmur mengundang Tuhan. Jadi syarat yang kita lakukan adalah dengan mengundang Tuhan untuk melihat, menilik, dan memeriksa jalan kita. Kita juga harus mengundang Tuhan untuk menuntun kita ke jalan yang benar. Secara mudah, karakteristik yang paling penting adalah apakah kita bersedia mengundang Tuhan masuk menilik hati kita, dan apakah kita mau berubah. That’s the key. Setuju?

Suka Duka Remaja
Masa remaja dianggap sebagai masa yang menyenangkan sekaligus masa tersulit dalam hidup seseorang. Disebut menyenangkan sebab pada masa inilah banyak remaja yang mulai bisa merasakan kebebasan baik secara emosi maupun kepentingan. Tetapi juga masa di saat merasa kesulitan di dalam hidupnya. Persoalan yang sering muncul ialah hubungannya dengan orang tua.
Sebenarnya tidak ada jaminan bahwa orang tua yang baik akan menghasilkan anak yang baik pula. Sebagai contoh ialah perumpamaan yang Yesus sampaikan dalam kisah perumpamaan tentang anak yang hilang. Dalam kisah tersebut, orang tua anak tersebut sangatlah baik dan mau mengerti anaknya. Tetapi, anaknya tetap bersikap egois dan bahkan dianggap mengecewakan bapaknya. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa peran dan dampak orang tua sangatlah besar dalam membentuk sikap setiap anaknya. Kembali diulang, bahwa yang terpenting ialah bagaimana orang tua mau mendidik anaknya di dalam pengenalan akan Kristus sehingga anak pun mau mengundang Yesus untuk mengendalikan hidupnya. Permasalahan lainnya ialah di dalam pergaulan sesama teman remaja. Sering timbul perbedaan pendapat antar remaja masa kini. Mulai dari yang dianggap benar sampai yang dianggap berkaitan dengan kepentingannya sendiri. Semuanya memang harus dilalui, tinggal bagaimana kita menyikapi persoalan yang ada tersebut.
Ada yang mengatakan “when your morning is right, your day is bright!”. Jika kita memulai hari (pagi) dengan benar, maka hari yang akan kita jalani akan bersinar. Memulai hari dengan benar ialah memulainya dengan bersekutu dengan Tuhan, melalui pembacaan firman Tuhan/ bersaat teduh. Hingga kita bisa bersinar sesuai dengan firman Tuhan. Sebagai contoh, ada orang (remaja) yang tidak memulai harinya dengan benar (bersaat teduh). Lalu saat di sekolah dia ditegur oleh gurunya karena suatu masalah. Dia mulai kesal dengan sikap guru tersebut. Selanjutnya, ada teman yang membuatnya kesal pula dan ditanggapi dengan emosi. Saat pulang sekolah, menerima banyak PR yang membuatnya frustasi. Bahkan, di rumah hanya ada makanan secukupnya dan tidak sesuai selera. Seharian itu dia merasa kesal dan kecewa. Apakah semua masalah yang dihadapinya karena dia tidak bersaat teduh di pagi hari? Lalu, apakah remaja yang bersaat teduh tidak akan menghadapi masalah seperti itu? Jawabannya adalah TIDAK!
Remaja yang memulai harinya dengan bersaat teduh akan menghadapi persoalan yang sama bahkan mungkin lebih sulit. Lalu apa yang membedakan? Yang sangat membedakan ialah sikapnya dalam menghadapi persoalan tersebut. Remaja yang memulai harinya (pagi) dengan benar akan menghadapi persoalan dengan sikap yang benar pula. Saat ditegur oleh guru, dibuat kesal oleh teman, menerima banyak PR, atau bahkan suasana rumah yang kurang menyenangkan akan dihadapi dengan penuh sukacita dan penuh ucapan syukur. Apak sikap seperti itu akan otomatis muncul waktu bersaat teduh? Tentu saja tidak. Semuanya memrlukan proses dan dilakukan dengan tekun.
Masalah mungkin saja sama, tetapi cara menyikapinya yang berbeda. Oleh karenanya, suka dan duka remaja harus dihadapi dengan penuh hikmat. Dan hikmat yang benar hanya bisa diperoleh dengan pembacaan firman Tuhan yang rutin.oke…

Remaja di Hadapan Allah
Bagaimanakah remaja yang berkenan di hadapan Tuhan? Tentu saja remaja yang sesuai dengan kehendak Allah. Lalu apa yang dikehendaki Tuhan dalam diri seorang remaja? Jawabannya bisa kita ketahui dalam firman Tuhan. Seperti yang telah tertulis diatas bahwa kehendak Tuhan dapat kita ketahui dengan pembacaan firman Tuhan yang rutin.
Alkitab dalam Amsal 23:22-25 berkata, "Dengarkanlah ayahmu yang memperanakkan engkau, dan janganlah menghina ibumu kalau ia sudah tua. Belilah kebenaran dan jangan menjualnya; demikian juga dengan hikmat, didikan dan pengertian. Ayah seorang yang benar akan bersorak-sorak; yang memperanakkan orang-orang yang bijak akan bersukacita karena dia. Biarlah ayahmu dan ibumu bersukacita, biarlah beria-ria dia yang melahirkan engkau"
Memang tidak semua orang tua selalu benar. Bahkan tidak semua orang tua selalu bisa mendidik anaknya dengan efektif dan sesuai dengan harapan anak itu sendiri. Tetapi Alkitab berkata supaya kita, sebagai anak-anak Allah, tetap harus menghormati orang tua kita sendiri. Kita harus bisa memperjuangkan kebenaran walaupun orang tua kita kedapatan tidak bersikap benar. Demikian juga dengan hikmat, didikan dan pengertian yang benar harus kita miliki. Salah satu cara kita menghormati orang tua adalah dengan membuatnya bangga terhadap kita. Bisa melalui prestasi belajar, sikap yang santun, atau pun sebagai anak yang penurut dan taat. Selain itu, disebutkan pula bahwa kita harus memiliki suatu sikap yang bijak sehingga orang tua kita pun akan bersukacita karena kita.
Kalau kita memang tidak bisa melakukan hal-hal yang besar buat orang tua, Allah tetap memandang kita sebagai anak-anakNya jika kita bisa menghormati orang tua.

Teladan Paling Sempurna
Teladan kehidupan remaja bisa kita contoh dari kehidupan Yesus sewaktu muda. Apa sih yang dilakukan Yesus sewaktu remaja? Alkitab memang tidak membahas banyak kehidupan Yesus sewaktu remaja. Tetapi, dari yang sedikit itu pun cukup bisa disimpulkan bagaimana Yesus sewaktu remaja untuk bisa kita teladani sebagai remaja masa kini.
"Lalu Ia (Yesus) pulang bersama-sama mereka (orangtua-Nya) ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. ... Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia."
Persoalan anak muda zaman itu mungkin sangat berbeda dengan zaman sekarang. Sebab sekarang hampir di semua aspek kehidupan kita sangat berkaitan dengan kemajuan teknologi, sehingga mendatangkan masalah yang rumit pula. Tetapi sebenarnya persoalan remaja sama saja, seputar eksistensi dirinya di masyarakat dan kehidupan dalam keluarganya masing-masing.
Dalam ayat tersebut tertulis bahwa Yesus makin bertambah besar-Nya yang menunjukkan kesehatan fisik. Alkitab berkata bahwa tubuh kita merupakan Bait Roh Kudus. Sehingga kita harus bisa menjaganya secara fisik untuk tetap sehat dan kuat. Setiap energi yang ada harus bisa kita persembahkan sebagai persembahan kepada Tuhan. Jangan sampai kita kalah dalam perjuangan melawan berbagai godaan secara jasmani, mental, moral, dan rohani.
Disebutkan pula bahwa Yesus makin dikasihi oleh manusia. Hal ini menunjukkan adanya pertumbuhan kehidupan sosial. Yesus juga memiliki kehidupan sosial. Sebagai kaum remaja, kita juga mesti memiliki pergaulan sosial yang benar di hadapan Allah. Yesus pun hidup bersosial dalam masyarakatnya. Bergaul dan berbincang banyak orang, menghadiri pesta perkawinan, mengikuti hari raya Yahudi, dan banyak lagi. Allah juga mengingini kita bisa hidup bermasyarakat dan membawa dampak hingga orang-orang sekitar kita pun mengasihi kita. Pergaulan kaum muda yang baik adalah pergaulan yang mengenal Yesus Kristus.
Selanjutnya, bagian yang terpenting ialah bahwa Yesus makin dikasihi oleh Allah.. Artinya Dia juga bertumbuh secara rohani. Dia punya hubungan yang akrab dengan Allah; berdoa kepada Allah, mempelajari firman Tuhan. Kehidupan remaja kita harus bisa akrab dengan Allah agar sejak muda kita bisa hidup sesuai dengan kehendakNya.

Penutup
Dari semua orang yang disebutkan di dalam Alkitab, tidak ada yang lebih sering muncul dari pada Daud. Bahkan nama Daud lebih sering muncul dari nama Yesus(Gene A. Getz, David: God´s Man in Faith and Failure, Ventura, Calif.: Regal, 1978, h. 4). Berbagai persoalan kehidupan Daud dapat kita lihat dalam Alkitab; mulai pergaulannya dengan Saul dan keluarganya, kehidupannya di hadapan Allah, perjalanannya untuk menjadi raja Israel, dan kehidupan pernikahannya (2 Samuel 6:16,20-23). Dicatat bahwa semuanya terjadi sebelum Daud berusia 30 tahun (2Samuel 5:4). Tentunya ada banyak Mazmur yang ditulis ketika Daud masih menginjak masa mudanya. Kehidupannya bisa kita jadikan contoh sebagai anak muda yang dipakai Tuhan.
Yesus masih muda ketika Dia mengerjakan pelayanan-Nya di dunia dan mengubah sejarah. Selain itu, banyak dari para pemimpin gereja mula-mula muncul pada saat mereka masih muda. Sebagai anak muda, mereka semua berjuang, dan banyak yang dipakai Tuhan dengan cara yang dahsyat. Alkitab berkata,"Jangan biarkan orang merendahkanmu karena kamu muda," itu merupakan pesan Rasul Paulus kepada Timotius, yang pada waktu itu pun masih muda. "Berilah contoh untuk orang percaya dalam perkataan, hidup, kasih, iman, dan kesucian." (1Timotius 4:12).
Pertumbuhan pada remaja merupakan kehendak Tuhan untuk dapat kita alami. Dan hendaknya kita sebagai remaja dapat menghormati setiap karya Allah dalam diri kita, baik berupa perubahan secara fisik maupun pertumbuhan rohani kita. Allah telah menyediakan akal bagi kita masing-masing untuk kita gunakan secara maksimal demi kemuliaan nama-Nya. Setiap perkembangan yang terjadi dalam diri kita merupakan karunia Allah dan kita patut untuk mensyukurinya.
Dan sebagai remaja yang percaya kepada Allah, kita harus punya hubungan yang dekat dengan Bapa di surga. Seperti Yesus yang makin dikasihi Allah, demikian juga kita hidup untuk menyenangkan hati Allah dengan berbagai karya kita di dunia. Yesus mempunyai orangtua yang baik dan Ia menghormati mereka. Sehingga, kita pun harus menghormati orang tua kita. Suka duka remaja, berbagai persoalan remaja, dan setiap perkembangan yang terjadi di dalamnya harus dapat kita sikapi dengan hikmat yang benar, yang dapat kita peroleh dengan membaca firman-Nya secara rutin.

Sumber:
http://www.sabda.org/
http://www.telaga.org/
Xavier Quentin Pranata, You Are What You Think, Gloria Graffa (IKAPI), 2005, Yogyakarta.

(Penulis adalah Leonardo Sitompul, tulisan ini dimuat di Buku “UntukMU” yang diterbitkan Buletin Narhasem dalam rangka 4 tahun pelayanan Buletin Narhasem pada April 2008)

Jumat, 07 Agustus 2009

RENUNGAN: PACARAN DAN PERNIKAHAN (BELAJAR DARI RUT DAN BOAS)

Pendahuluan
“Pacaran dan Pernikahan” merupakan topik yang tidak pernah usang untuk dibicarakan, tidak hanya dikalangan remaja dan muda-mudi, tetapi juga dikalangan orang tua dan pasangan keluarga muda yang rentan dengan masalah-masalah rumah tangga. Dikalangan orangtua,topik ini tentunya memberikan pandangan dan saran-saran dalam menyikapi perilaku anak-anak mereka yang sedang menjalani masa remaja dan muda-mudi. Dikalangan keluarga muda, topik ini mengigatkan mereka akan masa-masa pacaran dan komitmen mereka untuk menikah, apalagi ketika mereka sedang diperhadapkan dengan masalah-masalah rumah tangga mereka.
Kemajuan zaman yang begitu pesat telah membawa berbagai perubahan, baik yang positif maupun yang negatif dalam dalam kehidupan masyarakat kita. Secara jujur, perubahan-perubahan yang terjadi lebih mengarah pada hal-hal negative dan merusak kehidupan masyarakat kita, terutama dalam hal hubungan antar-remaja, muada-mudi, dan keluarga muda. Perubahan-perubahan yang dimaksud antara lain : Munculnya trend pacaran dikalangan anak-anak yang masih dibawah umur, style pacaran yang terbuka secara bermesraandimuka umum, budaya free-sex semasa pacaran, munculnya budaya selingkuh dilingkungan kantor bagi pegawai yang telah menikah, dan lain sebagainya.
Menaggapi perubahan-perubahan tersebut, muncul pertanyaan dalam benak kita: Apa arti sebenarnya dari pacaran? Apa tujuanya? Kapankah seseorang “siap” untuk berpacaran? Apakah pedoman yang layak untuk hubungan pacaran? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan penting yang layak mendapatkan jawaban-jawaban yang pasti. Pemahaman tentang berpacaran tidak hanya perlu bagi para remajadan orangtua mereka, tetapi juga perlu bagi orang-orang yang lebih tua, yang baru menjadi lajang (karena perceraian atau pasanganya telah meninggal) dan memasuki lagi kancah pacaran.
Pacaran dan pernikahan adalah hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap yang terbentuk semasa bertahun-tahun pacaran umumya terbawa kedalam pernikahan. Sedikit orang yang menyadari bahwa benih-benih keberhasilan dan kegagalan dalam pernikahan ditabur selama masa pacaran. Kebiasaan, sikap dan proses berfikir yang mengkarakterisasi hubungan-hubungan pacaran seseorang akan terbawa ke dalam pernikahannya. Itulah sebabnya mengapa sama pentingnya mempersiapkan diri untuk berpacaran dengan mempersiapkan diri kita untuk pernikahan.

Berpacaran : Arti dan Tujuannya
Istilah “Berpacaran” atau “Berkencan” berasal dari ide “menetapkan suatu tanggal” dimana dua orang yang sepakat untuk meluangkan waktu bersama pada suatu waktu dan tempat tertentu untuk rekreasi dan bersekutu. Berpacaran atau berkencan adalah suatu sarana dalam kebudayaan kita memberi kesempatan pada pemuda dan pemudi untuk saling mengenal dalam perilaku-perilakusosial yang dapat diterima. Dari sudut pandang logika social, trend pacaran dan penerapannya mencerminkan keseluruhan kesehatan masyarakat, karena cara orang berperilaku semasa pacaran biasanya mengungkapkan bagaimana mereka akan berperilaku setelah menikah. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap yang terbentuk semasa bertahun-tahun pacaran pada umumnya terbawa ke dalam pernikahan. Oleh karena itu pacaran dan pernikahan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Sebenarnya manfaat utama dari pacaran adalah kesempatan untuk mengenal seseorang yang baru, untuk membangun suatu persahabatan baru dengan anggota dari jenis kelamin yang berbeda. Ini penting untuk membangun rasa percaya diri dan keahlian berinteraksi, selain belajar saling menghargai sebagai pribadi-pribadi yang punya harga diri, nilai diri dan martabat. Namun, pada puncak daftar perangkap potensial dalam berpacaran tertdapat bahaya menjadi terlalu cepat terlibat, baik secara fisik ataupun emosional pada tingkat yang terlalu dalam, yang menuntun pada perilaku yang tidak layak.
Benar bahwa rasa ketertarikan dengan lawan jenis menyebabkan dua insan terlibat dalam hubungan asmara. Rasa suka pada lawan jenis mendorong seseorang untuk menjalin hubungan yang lebih intim dengan pria/wanita yang disukainya. Namun, perlu dicamkan bahwa sebangai mahluk sosial, kita saling berhubungan dengan tiga tingkat : roh, jiwa, dan tubuh. Dengan kata lain, kita saling berinteraksi dalam dimensi rohani, jiwa dan jasmani. Urutan ini sangat penting! Hubungan—hubungan yang sehat seharusnyan selalu dimulai pada tingkat rohani dan intelektual – maksud, minat, impian, dan kepribadian Dimensi jasmani adalah yang paling tidak penting diantara ketiganya, namun dari sanalah kita bisa memulai. Kebudsayaan barat telah memutar balikkan proses ini. Memang, kemanapun kita pergi dalam masyarakat – media, industri hiburan, sistem pendidikan dan bahkan, seringkali, greja – foks utama hubungan adalah pada ketertarikan fisik terlebih dulu.
Kaum remaja dan muda-mudi pada masa kini menghadapi godaan-godaan yang sangat besar dan berada dibawah tekanan yang sangat berat dari segala arah untuk segera melompat pada tingkat jasmani dalam suatu hubungan. Ketertarikan secara fisik segera menuntun pada keterlibatan emosi yang mendalam, padahal pasangan tersebut bahkan belum mendapat kesrempatan untuk mengetahui apakah mereka mempunyai kesamaan minat, impian dan pandangan hidup. Saat hal-hal tersebut muncul dan mereka mulai menemukan bahwa mereka tidak berada pada tingkat rohani dan intelektual yang sama, semuanya sudah terlambat karena mereka sudah terlanjur terikat secara emosional, yang menyebabkan sulit sekali untuk memutuskan hubungan tersebut. Terlalu cepat dan terlalu sering mereka langsung terjun dengan hubungan emosional sehingga mengakibatkan frustrasi dan impian-impian hidup yang taidak terpenuhi. Oleh sebab itu, kaum remaja dan muda mudi perlu menyadari dan memahami apa manfaat dan bahaya berpacaran serta memiliki pemahaman yang baik dan jelas tentang standar Tuhan bagi hubungan-hubungan.
Memiliki pemahaman yang baik dan jelas tentang standar Tuhan bagi perilaku suatu hubungan menuntut suatu kedewasaan rohani tertentu. Masyarakat modern telah menciptakan beberapa criteria aneh untuk berpacaran. Bebersapa pendapat bahwa seseorang siap untuk berpacaran pada saat memasuki masa puber, atau saat menjadi seorang remaja. Satu-satunya criteria bagi seorang percaya dan pengikut Kristus adalah menemukan dan mengikuti standar Tuhan. Jika kita tidak mengetahui standar atau karakteristik Tuhan bagi orang yang seimbang secara rohani, maka kita belum siap untuk berpacaran. Pacaran bukan tempat untuk uji coba! Oleh karena itu, kita harus mengerti terlebih dahulu apa harapan dan tuntutan Tuhan tentang suatu hubungan sehingga kita dapat menjalin dan mengembangkan suatu hubungan yang serius dengan seseorang, bahkan ke jenjang pernikahan.

Belajar dari Rut dan Boas (Rut 4: 1-17)
Alkitab tidak memberikan penjelasan tentang “pacaran”. Bahkan istilah itu tidak dapat ditemukan di mana pun di dalam Alkitab. Pada masa di Alkitan dan hampir dalam seluruh sejarah, pernikahanlah yang diatur. Pada satu sisi, terkadang pasangan pernikahan dipakai untuk menggab8ngkan persatuan politik, dan pada sisi lain, mempelai perempuan merupakan penghargaan prestasi militer, seperti Raja Saul yang menawarkan anak perempuannya kepada siapa saja yang dapat membunuh Goliat (1Samuel 17:25). Terkadang pernikahan digunakan untuk mendapat keamanan secara ekonomi. Hal ini seperti yang terjadi di dalam Film Titanic, ketika Rose dipaksa menikah dengan Cal.
Meskipun Alkitab tidak memberikan penjelasan tentang “pacaran”, namun kita dapat menggali dan menemukan di dalamnya apa dan bagaimana standar-standar yang dikehendaki Tuhan tentang suatu hubungan pacaran dan pernikahan. Hal itu akan kita coba temukan dalam hubungan antara 2 pribadi, yaitu Rut dan Boas.
Rut adalah perempuan Moab yang dipersunting oleh Mahlon, putra Naomi, menjadi isteri, tatkala keluarga Elimelekh, orang Betlehem-Yehuda itu, pindah ke daerah Moab karena kelaparan melanda negeri mereka (1:1-4) . Naomi tidak hanya ditinggal mati oleh suaminya, Elimelekh, tetapi juga oleh kedua anaknya, Mahlon dan Kilyon. Lalu, kabar baik yang didengar bahwa Tuhan telah memperhatikan umatNya dan memberikan makan kepada umatNya, menyebabkan Naomi bersama kedua menantunya, Orpa dan rut berkemas kembakli ke Betlehem.
Dalam perjalanan ke Betlehem, Naomi meminta agar kedua menantunya itu kembali ke rumah ibu mereka masing-masing dan berharap kiranya mereka mendapat tempat perlindungan dan memulai hidup baru dengan suami mereka masing-masing. Hanya Orpa yang meminta diri, tetapi Rut tetap berpaut pada Naomi. Walaupun Naomi mendesak Rut untuk meninggalkannya, tetapi Rut tetap teguh terhadap pendiriannya untuk tetap bersama dengannya. Kepribadian Rut tampak pada ucapannya: “janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi di mana engkau bermalam, di situlah juga aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati, aku pun mati disana, dan di sanalah aku dikuburkan. Beginilah kiranya Tuhan menghukum aku, bahkan lebih lagi daripada itu, jikalau sesuatu apa pun memisahkan aku dari engkau, selain daripada maut!” (1:-16-18)
Rut tidak hanya seorang yang memiliki kepribadian yang teguh, tetapi juga seorang yang berprakarsa dan pekerja keras. Setelah mereka tiba di Betlehem pada permulaan musim menuai jelai, Rut memohon izin kepada Naomi agar ia pergi ke ladanguntuk memungut bulir-bulir jelai di belakang orang yang bermurah hati kepadanya. Secara kebetulanRut berada di tanah milik Boas. Rut bekerja tanpa henti, hampir-hampir ia tidak beristirahat. Keringat bercucuran dari punggungnya ketika mataharibersinar semakin terik. Bulir-bulir jelai yang dikumpulkannya dengan teratur menjadi semakin banyak. Ia berhenti dan duduk di tempat teduh untuk beristiraha, namu tidak lama. Ia ingin mengejutkan Naomi, mertuanya itu, dengan jelai yang banyak.
Tiba-tiab ia mendengar suara langkah-langkah kaki mendekat dan seorang laki-laki menyapanya dengan lembut. Ketika ia menengadah ia melihat wajah seorang laki-laki yang tidak muda lagi. Segera Rut mengenali dia. Ia adalah pemilik lading itu, namanya Boas. Boas adalah seorang sanak dari pihak suami Naomi, seorang yang kaya raya. Meskipun Boas seorang yang kaya raya namun ia berbeda dari kebanyakan orang kaya raya pada umumnya. Ia tidak sombong dan tidak memperlakukan parapekerjanyadengan semena-mena. Ia seorang yang kaya raya yang ramah, rendah hati dan menghargai orang lain serta takut akan Tuhan. Suatu kali ia datang untuk melihat para penyabit di ladangnya. Ia datang kepada mereka dengan membawa salam: “Tuhan kiranya memberkati kamu.” Salam itu memberi kesan bahwa Boas tidak datang kepada para pegawainya dengan maksud memperlihatkan wibawanya sebagai Bos. Ia datang untuk mendoakan kesejahteraan mereka selama bekerja. Salam ini dijawab para pegawainya : “Tuhan kiranya memberkati tuan.”(2:4-5). Singkatnya, Boas datang kepada para pekerjanya untuk membangun hubungan yang manusiawi di antara mereka, sekaligus memperhatikan kesejahteraan mereka.
Boas sudah terbiasa melihat beberpa orang miskin berjalan di belakang para penyabitnya untuk memungut bulir-bulir jelai yang jauth. Rut ada diantara mereka. Tentu saja Boas mengenal semua orang miskin dalam kota kecil itu. Itu sebabnya dia heran melihat ada orang miskin baru yang memungut bulir-bulir jelai di ladangnya. Terdorong rasa ingin tahu, bertanyalah Boas kepada para mandornya.
Setelah mendengan penjelasan dari para mandornya, Boas menyapa Rut dan berkata, “dengarlah dahulu anakku! Tidak usah engkau pergi memungut jelai ke lading lain dan tidak usah juga engku pergi dari sini, tetapi tetaplah dekat pengerja-pengerjaku perempuan … ikutilah perempuan –perempuan itu dari belakang … sebab aku telah memesankan kepada pengerja-pengerjaku lelaki jangan menggangu engkau. Jika engkau haus , pergilah ke tempayan-tempayan dan minumlah…” (2:8-9). Keramahan, perhatian dan kehangatan kata-kata Boas mengejutkan Rut. Rut sujud dan menyembah dengan mukanya sampai ke tanah dan berkata, “mengapa aku mendapat belas kasihan dari padamu, sehingga tuan memperhatikan aku, padahal aku ini orang asing?” Boas menjawab, “ Telah dikabarkan kepadamu orang kepadaku dengan lengkap segala sesuatu yang engkau lakukan kepada mertuamu sesudah suamimu mati, dan bagaimana engkau meninggalkan ibu bapamu dan tanah kelahiranmu serta pergi kepada suatu bangsa yang dahulu tidak engkau kenal. Tuhan kiranya membalaskan perbuatanmu itu dan kepadamu kiranya dikaruniakan upahmu sepenuhnya oleh Tuhan, Allah Israel, yang dibawah sayapNya engkau datang berlindung. (2:10-12)
Bagi Rut, alangkah baiknya orang itu. Ia mulai mempercayai keramahan Boas. Bahkan kata-kata Boas itu sangat berkesan sekali baginya sebab betapa wajarnya Boas berkata tentang Allah. Ia melakukan hal yang sama seperti yamg dilakukan Naomi, piker Rut. Hubungan dengan Allah semacam itulah yang selalu mengesankan dia . Lalu Rut berkata,”Memang aku mendapat belas kasihan dari padamu, ya tuanku, sebab tuan telah menghiburkan aku dan telah menenangkan hati hambamu ini, walaupun aku tidak sama seperti salah seorang hamba-hambamu perempuan”(2:13).
Setelah mereka bekerja keras selama beberapa jam lagi, kini tibalah waktu makan. Dengan sopan, Rut menjauhi para penyabit itu. Ia tahu bagaimana harus membawa dirinya. Sekali lagi Boas memanggil Rut ke depan. “Datanglah kemari, makanlah roti ini dan celupkanlah suapmu kedalam cuka ini”(2:14). Setelah Rut datang, Boas sendirilah yang memperhatikan agar Rut dapat makan sampai kenyang.
Sejak Rut menginjakkan kakinya di lading Boas, ia telah memberi suatu kesan yang baik oleh karena kesetiannya, kebaikannya, tingkah lakunya yang sopan, dan keinginan untuk bekerja. Walaupun ia seorang pendatang, ia dapat dengan mudah membuat tuntutan. Tuntutan oleh karena posisinya sebagi menantu Naomi, seorang yang terkemuka. Ia dapat menuntut haknya, menurut undang-undang Ibrani yang mewajibkan bangsa Israel untuk menolong orang miskin dan orang asing (Imamat 19:9-10). Tetapi Rut tidak menuntut apa-apa. Dengan rendah hati ia meminta izin untuk memungut bulir-bulirjelai dan menunjukkan rasa terima kasihnya kepada setiap orang yang sudah memberikan pertolongan kepadanya. Lagipula, ia tekun memikul tanggung jawabnya.
Boas bukanlah orang satu-satunya yang segera memperhatikan dia: Rut juaga memberi kesan yang baik kepada para mandor yang mengawasi para pekerja itu. Jadi dalam uatu negeri dimana biasanya wanita menimbakan air untuk laki-laki, Rut minum dari air yang ditimba para hamba.
Rut akhirnya berhenti bekerja ketika petang tiba. Setelah ia mengirik jelai yang dipungutnya itu, ia mendapat seefa jelai banyaknya. Ia mengangkat ikatan jelai yang berat itu, dan berjalan dari lading Boas ke kota. Ia tiba di tempat Naomi, dengan perasaan lelah, puas dan berterima kasih.
Lihat betapa banyak jelai yang dibawa Rut, Naomi sangat gembira sekali dn berkata kepada Rut, “Dimana engkau memungut dan dimana engkau bekerja hari ini? Diberkatilah kiranya orang yang telah memperhatikan engkau itu!” (2:19) Rut menceritakan pengalamannya hari itu. Naomi bergembira atas segala yang diceritakan menantunya itu. Ia memperhatikan apa yang telah terjadi hari itu. Ia mendengar semua cerita tentang apa yang dikatakan dan yang dilakukan Boas dan bagaimana Rut diajak untuk terus memungut jelai di ladangnya sampai semua lading telah dituai.
“Orang itu kaum kerabat kita, dialah salah seorang yang wajib menebus kita” (2:20), kata Naomi, setelah ia mendengarkan seluruh cerita Rut. Suara Naomi menunjukan bahwa ia merasa heran, tetapi penih harapan. Ia terkesan akan cara Allah memimpin Rut dengan begitu jelas sejak hari pertama. Boas merupakan penghubung pada masa lalunya. Apakah ia juga akan menjadi suatu jembatan bagi masadepan yang baru? Keadaan ideal inilah yang dinanti-nanti kan Naomi, menurut hakum Ibrani, seorang janda yang tidak dikaruniai anak berhak menikah dengn iparnya untuk meletarikan nama suami yang telah meninggal dunia, Musa membuat peraturan bahwa suadara dari suami yang mati harus mengawini istri orang yang mati itu. Anak sulung yang nanti dilahirkan perempuan itu haruslah dianggap sebagai anak saudara yang telah mati, supaya namanya jangan terhapus dari antara orang Israel. (Ulangan 25:5-10)
Sejauh yang diketahui Naoimi Boas adalah kerabat terdekat yang dapat dituntut oleh Rut untuk menikahi dirinya, karena Elimelekh tidak mempunyai kakak maupun adik yang masih hidup. Tetapi Naomi tidak hanya memikirkan kelestarian nama dan keturunan suami dan anak-anaknya, tetapi ia juga memperhatikan kebahagiaan Rut. Ia telah memperhatikan dengan sekssama serentetan kejadian selam beberpa minggu, dan dengan jelas ia melihat pimpinan Tuhan dalam sgala hal yang terjadi itu.
Naomi juga menyadari adanya persamaan diantara Rut dan Boas serta pernikahan nenek moyang mereka dahulu. Karena ibu Boas juga bukan seorang Iserael (Yos 6:25; Mat 1:5) Boas tampaknya akan cocok menjadi suami Rut. Sebaliknya Rut juga akan menjadi penolong yang baik bagi suaminya. Norma itulah yang telah ditentukan Allah bagi Hawa, yaitu wanita yang pertama (Kej 2:18) segi lain dari hubungan mereka juga mengingatkan Naomi kembali pada nenek moyang mereka, Abraham dan istrinya, Sarah. Dan sama sepertoi istri Ishak dan Yakub. Ribka dan Rahel, keinginan Rut untuk bekerja dengan rajin menyebabkan dia berkenalan dengan seorasng laki-laki yang saleh. Tidak dapat diragukan lagi, cinta silaki-laki bagi si wanita yang merupakan materai dalam perjanjian yang terdahulu (Kej 24:6-7, 29-30), juga ada di dalam diri Boas.
Hal berikutnya yang harus dilakukan Naomi adalah memeriksa apakah Allah membuka atau menutup kesempatan itu, oleh Karena itu, Naomi membukakan sebuah saran kepada Rut berdasarkan 3 fakta: menggenapkan janji Allah, kasihnya kepada Rut dan pengertiannya tentang pimpinan Roh kudus “Mandilah dan beruraplah, pakailah pakaian bagusmu dan pergilah ke tempat pengirikan itu. Tetapi janganlah engkau ketahuan kepada orang itu sebelum ia selesai makan dan minum, jika ia membaringkan diri dan tidur, haruslah engkau perhatikan baik-baik tempat ia berbaring; kemudian datanglah dekat, singkapkanlah selimur dari kakinya dan berbaringlah disana. Maka ia akan memberitahukan kepadamu apa yang harus kau lakukan” (3:5).
Rut yang dididik dalam kebudayaan Moab, menganggap bahwa saran itu aneh. Ia mau mengikuti peraturan Israel, tetapi ia adalah seorang perempuan yang sopan; ia juga bersemangat tinggi dan sanggup membuat keputusan yang berani. Diatas segala-galanya ia mencintai kemurnian dan kesucian. Tetapi ia juga memiliki rasa hormat yang mendalam kepada Naomi dan percaya bahwa Naomi, mertuanya tidak akan mengajukan seorang yang keliru dan tidak akan menyarankan sesuatu yang tidak terhormat. Ia tahu bahwa Naomi juga mencari kehendak Allah dan memang bijaksana jika ia mendengarkan nasihatnya.
Kini tibalah waktunya bagi Rut untuk menyesuaikan diri dngan peraturan di negeri itu dan dengan Allah tempat ia berlindung. Allah akan menjaga dia. Allah dtidak akan meninggalkan dia, dalam keadaan sekarang. Denagn percaya kepadaNya, ia memutuskan untuk melakukan apa yang diusulkan Naomi. Rut juga sangat menghormati Boas. Boas adalah orangyang tanpa diminta telah bertindak sebagi pelindung dan pemberi nafkah baginya. Bukankah ia sudah menunjukanbahwa ia memahami Rut? Ia adalah seorang pria yang hidup dekat dengan Allah. Ia tidak akan menyakiti atau melukai hati Rut.
”Segala yang engkau katakana itu akan kulakukan” (3:5), demikian kata Rut kepada Naomi. Malam itu Rut berbaring di dekat kaki Boas, sebagai seorang perempuan yang sekali lagi telah menghiasi dirinya sebagi seorang pengntin untuk seorang laki-laki. Ia menanti dengan penuh harap dan ingin tahu bagaimanakah reaksi Boas. Sekitar tengah malam Boas terbangun dan terkejut karena ia menemukan seorang perempuan berbaring disebelah kakinya. Kemudian Rut menceritakan kisahnya dengan d=sederhana dan jelas. “Aku Rut, hambamu: kembangkanlah kiranya sayapmu melindungi hambamu ini, sebab engkaulah seorang kaum yang wajib menebus kami” (3:9)
Reaksi Boas sangat menggugah perasaan Rut. Sekali lagi Boas menunjukkan betapa ia memahami Rut. Rut tergugah oleh kerendahan hatinya. Dengan mengabaikan kenyataan bahwa ia sendiri adalah seorang pria yang banyak didambakan para wanita, Boas mengalihkan pembicaraan denagn memuji kesetian Rut pada almarhum suaminya. Ia memuji kesuciannya dalam hubungannya dengan laki-laki dan kebaikannya yang dikenal setiap orang di kota itu (3:11). Selanjutnya Boas mengatakan bahwa ia bersedia mengawini Rut. Tetapi masih ada satu persoalan, yaitu masih ada seorang kerabat lain yang lebih dekat denagn Rut dibandingkan dengan dia. Jika orang itu melepaskan haknya dan tidak mau menebus Rut, maka jalan pun sudah terbuka baginya. Dengan ujian ini pula, Allah akan menyatakan dengan jelas laki-laki mana yang ditentukanNya untuk menjadi suami Rut(3:12). Rut tidak perlu menawarkan dirinya sekali lagi kepada seorang laki-laki. Boas-lah yang akan mengatur hal itu baginya. Sekali lagi Boas menunjukkan perhatiannya pada Rut. Ia tidak akan mengusir Rut pada tengan malam buta.
Pagi-pagi sekali ketika hari masih gelap, Rut meninggalkan Boas dan pulang mellui jalan-jalan yang masih sepi. Boas tidak menyentuh dia. Cinta kasihnya yang dalam dan penghargaannya kepada Rut dinyatakannya dengan mengendalikan dirinya. Ia juga melindungi nama baik Rut. Tidak ada seorang pun yang perolu mengetahui bahwa Rut berada ditempat pengirikan. Jika hal ini tersebar luas, maka nama baik Rut akan rusak dan ia tidak akan menjadi pasangan yang sepadan bagi seorang penebus. Boas bukan saja menjaga dirinya dari kejahatan ia juga memperhatikan pandangan orang banyak. Percakapannya dan sikapnya mebuktikan bahwa Allah diutaman dalam pikirannya.
Rut berjalan lambat isepanjang jalan pulang, sambil berpikir. ”Rasanya sepert baru pertama kali aku bertemu dengan dia. Pertemuan pertama itu terjadi pada hari kerja tetapi sekarangdiluar dugaan terjadi pada malam hari”,mungkin demikian Rut merenung dalam hatinya. Sekarang ia yakin bahwa Boas mempunyai hubungan yang erat dengan Allah dan didalam hatinya Rut yakin bahwa ia dapat mempercayai dirinya kepada laki-laki seperti Boas.
Sebelum Rut pergi, Boas memberikan enam takar jelai kepadanya. ”Engkau tidak boleh pulang kpada mertuamu dengan tangan hampa” (3:16), katanya.
Dengan demikian, Boas menjanjikan dua hal kepada Rut. Kalau ia mengawini Rut, ia tidak akan melupakan Naomi. Dengan mengingat pernikahan mereka yang akan datang, Boas kini sudah memberikan sebagian kecil dari mas kawinnya bagi Rut. Seandainya Rut bertemu dengan seseorang dalam perjalanannya pulang, pemberian Boas dapat dijadikan bukti perhatiannya kepada Rut, dan dapat merupakan alasan yang masuk akal mengapa ia berjalan sepagi itu.
Nama Boas yang berarti ”tangkas”, memang cocok untuk orangnya. Pada hari itu juga Boas membereskan segala sesuatu yang diperlukan berdasarkan hukum yang berlaku (4:1-17). Dengan penuh semangat ia menemui kerabat lainnya – penebusRut yang seharusnya – dipintu gerbang kota. Kemudian ia memilih 10 orang dari tua-tua di kota itu dan mengadakan pertemuan. Setelah laki-lakiyang seharusnya menebus Rut memutuskan untuk tidak mengawini Rut sebab pernikahan seperti itu akan merugikan milik pusakanya sendiri, Boas membeli tanah milik Naomi dihadapan saksi. Hal itu berarti bahwa ia bertanggung jawab atas harta milik Naomi dan anak-anaknya. Boas menjadi suami Rut yang sah dan ia berjanji bahwa anak yang akan lahirakan menegakkan nama keluaraga suami Rut yang pertama.
Pengantin perempuan itu adalah seorang perempuan yang mempunyai sufat yang uar biasa. Ia berani, berani menukar masa kiniyang jelas baik dengan masa depan yang tidak menentu. Ia berpendirian kuat dan mempunyai inisiatif, tetapi pada waktu bersamaan ia juga mau mendengarka nasihat orang lain. Rut setia dan berpegang teguh pada janjinya. Rajin, rendah hati, dan suci, seluruh kota mengenal dan karena kasihnya senantiasa terpancar. Pengantin laki-laki memperhatikan dia sepenuhnya. Ia amat menghargai kewanitaannya. Karena Boas mengasihi Rut, ia melindungi dan menyanyangi Rut.
Suatu hubungan yang luar biasa, yangberdasarkan pengertian terjalin diantara pasangan ini. Merekan dapat sling berkomunikasi dan mengetahui bagaimana caranya mendengarkan. Kurang komunikasi merupakan batu karang yang menghancurkan banyak pernikahan. Tetapi pernikan Rut dan Boas tidak diancam hal yang demikian. Rasa saling menghargai dan keinginan untuk melanjutkan cita-cita bersama menjamin suatu pernikahan yang bahagia. Pernikahan ini merupakan ciri-ciri dari janji nikah yang dibuat di surga.
Rut perempuan yang mengasihi Allah dan sesamanya, merasakan pertolongan Allah. Anaknya Obed, dipilih Allah untuk menjadi nenek moyang Yesus, Mesias itu (Mat 1:5). Hak istimewa yang sedang diharapkan wanita Ibrani diberikan kepadanya. Ia menjadi ibu dari nenek moyang Penebus.
Sejauh ini, kita telah melihat kepribadian Rut dan Boas. Memang mereka bukan lagi remaja dan muda-mudi. Rut adalah seorang janda miskin yang mencari nafkah, dan Boas adalah seorang tuan tanah yang kaya raya. Status janda muda dan keadaan ekonomi yang sulit dapat saja membuat Rut untuk meninggalkan Naomi dan mencari pria lain yang mau menjadi suaminya dan menjadi tempat perlindungannya. Atau ketika bekerja di ladang Boas, Rut, yang telah mendapat perhatian Boas, bisa saja menggoda dan merayu Boas agar menyentuhnya. Tetapi, semua itu tampaknya tidak pernah terlintas dalam pikiran dan hatinya. Disini kita melihat, Rut adalah seorang perempuan yang memiliki sikap dan pendirian yang teguh, yang tidak menyerah pada nasib tetapi mempunyai prakarsa untuk memperbaiki hidup serta pekerja keras. Dalam perjumpaannya dengan Boas dan sesuai dengan undang-undang ibrani yang menentukan keturunan dari pihak suaminya yang pertama wajib mengawini dia, Rut tidak memanfaatkan situasi dan undang-undang itu. Rut tetap menjaga kemurnian dan kesucian dirinya. Bahkan kepercayaan Naomi terhadap TuhanNya, menjadi pelajaran yang berharga dan keteladanan baginya untuk lebih sungguh mempercayakan Tuhan Allah Israel. Hal itu juga dijumpainya dalam diri Boas. Oleh karena itu, Rut memiliki rasa hormat dan sangat menghargai Boas yang telah memperhatikan dan berbuat baik kepadanya.
Hal yang sama juga terdapat dalam diri Boas. Seorang tuan tanah yang kaya raya tetapi tidak bertindak semena-mena terhadap orang lain apalagi terhadap kaum yang lemah. Boas adalah orang yang tidak memandang harta benda diatas segala-galanya, tetapi dia memahami benar karunia Tuhan yang dimilikinya. Boas adalah seorang yang takut akan Tuhan dan menyadari dengan sungguh bahwa Tuhan memakainya sebagai saluran berkat Allah bagi orang lain. Boas juga orang yang taat dan menjunjung tinggi peraturan agama dan masyarakatnya. Boas menghormati harkat dan martabat Rut sebagai seorang perempuan dan janda dari pihak kerabatnya.
Kepribadian yang utuh, itulah yang kita lihat dalam diri Rut dan Boas, kepribadian yang utuh adalah syarat utama dalam membangun suatu hubungan yang sehat dan yang baik, teruatam dalam masa pacaran dan berlanjut pada pernikahan. Ada tiga karakteristik tentang kepribadian yang utuh.
Seseorang yang memiliki kepribadian yang utuh adalah seseorang yang mempunyai, pertama-tama, konsep diri yang sehat. Banyak orang bergumul dengan perasaan rendah diri dan kebencian pada diri sendiri. Orang yang seperti itu pasti akan mempunyai masalah dalam hubungan manapun. Cinta diri sendiri yang sehat memang sangat penting bagi keutuhan pribadi, karena mempenagruhi setiap hubungan lain. Tanggung jawab yang pertama adalah mengasihi Tuhan dengan segala keberadaan kita. Karena Ia terlebih dahulu mengasihi kita, kita mampu mengasihiNya, setelah itu, mengasihi diri kita sendiri dalam kesan suatu citra diri yang positif sebagai seorang yang dikasihi dan dihargai oleh Tuhan. Jika kita tidak mengasihi diri kita sendiri akan sulit bagi kita untuk mengasihi orang-orang lain, bahkan untuk berhubungan dengan mereka dengan cara yang layak. Kedua, seseorang utuh mempunyai iman yang jelas dan teguh. Saat kita mengetahui apa yang kita percaya dan mengapa kita mempercayainya, saat kita mengetahui apa yang dikatakan Firman Tuhan dan berkomitmen untuk mentaatinya, saat kita memahami dengan baik standar-standar Tuhan untuk kehidupan pribadi kita dan berketetapan untuk menjalaninya, disaat itulah kita sedang dalam perjalanan menuju keutuhan.
Karakteristik ketiga adalah menumbuhkan akar sendiri. Menumbukan akar diri sendiri artinya memusatkan perhatian pada motivasi dan kembali pada diri sendiri, bukan dalam diri orang lain. Banyak orang mengijinkan orang lain mengendalikan hidup mereka. Mereka berpakaian untuk menyenangkan orang lain, mereka membeli apa yang dibeli orang lain, dan mereka berpikir seperti oran glain berpikir, karena tidak yakin dan tidak nyaman dengan pemikiran-pemikiran dan ide-ide mereka sendiri, mereka setuju saja dengan pemikiran-pemikiran dengan ide orang lain. Orang-orang yang utuh memotivasi diri sendiri, terarah dari dalam diri snediri, merasa nyaman dengan diri mereka sendiri dan berakar cukup kuat, sehingga mereka sanggup berdiri sendiri teguh dan yakin pada nilai-nilai hidup mereka, bahkan jika kadang-kadang mereka tampak berdiri sendirian.
Memiliki kepribadian yang utuh berarti kita tidak akan mudah diombang-ambingkan oleh rupa-rupa godaan dan rayuan. Memiliki kepribadian yang utuh berarti kita mengutamakan hubungan rohani dan intelektual daripada hubungan jasmani. Memiliki kepribadian yang utuh berarti kita mau berjalan dengan jalan pacar atau pasangan kita di sepanjang jalan menuju suatu tujuan tertentu, menjaga pandangan kita terfokus pada tujuan yang ada di depan kita. Selama kita berjalan di jalan yang ada di depan kita, kita bertumbuh dalam anugerah dan pengetahuan akan Tuhan dalam kebenaranNya, yang artinya kita tahu bagaimana hidup, bertindak yang dan berhubungan dengan cara yang benar dalam kehidupan ini. Pengetahuan ini datang melalui Firman Tuhan dari meluangkan waktu dalam kehadiratNya.

Penutup
Kepribadian Rut dan Boas dapat menjadi teladan bagi kaum remaja dan muda-mudi Kristen pada masa kini, terutama mereka yang hendak menjalin dan sedang menjalin hubungan pacaran dan merencanakan memasuki jenjang pernikahan. Sebagaimana telah saya ungkapkan diatas, bahwa pacara dan pernikahan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, maka kepada kaum remaja dan muda-mudi janganlah jadikan masa pacaran sebagai tempat uji coba, jangan jadikan masa pacaran hanya semata-mata sebagai hubungan jasmani atau pelampiasan hawa nafsu dan jangan jadikan masa pacaran sebagai kesempatan mencari seseorang yang dapat memenuhi kebutuhan dan menutupi kekurangan dirimu snediri. Tetapi jadikan masa pacara sebagi suatu kesempatan untuk mengenal seseorang yang baru, untuk membangun suatu persahabatan baru dengan anggota dengan jenis kelamin yang berbeda. Ini penting untuk mengembangkan rasa percaya diri dan keahlian berinteraksi, selain belajar saling menghargai sebagai pribadi-pribadi yang punya harga diri, nilai diri dan martabat. Jadikan masa pacaran sebagai kesempatan mengutamakan hubungan rohani dan intelektual daripada hubungan jasmani. Jadikan masa pacaran sebagai masa untuk berjalan dengan calon pacar dalam kehendak Allah dan kebenaranNya. Tuham memberkati saudara-saudara. Amin.

(Penulis adalah Pdt. E. Tambunan, M.Th. –Pendeta diperbantukan di HKBP Resort Semper, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Februari 2009)

Kamis, 06 Agustus 2009

ARTIKEL: TEOLOGI SUKSES

Apakah Teologi Sukses Itu?
Dalam bukunya mengenai teologi sukses, Ir. Herlianto, M.Th. mendefinisikan apa itu teologi sukses: “teologi yang menekankan bahwa Allah kita adalah Allah yang maha besar, kaya dan penuh berkat dan manusia yang beriman pasti akan mengalami hidup yang penuh berkat pula, kaya, sukses dan berkelimpahan materi”, jadi sebenarnya orientasi hidup mereka (atau jika dia pendeta orientasi kotbahnya) terletak pada kesuksesan yang ingin dicapai oleh manusia. Teologi sukses ini sangat disukai terutama oleh negara dunia ketiga atau orang-orang yang memiliki status sosial menengah kebawah.
Jadi bagi mereka yang menganut ajaran ini seorang manusia dapat di katakan sukses jika memiliki uang yang banyak, popularitas, jabatan tinggi dan prestasi yang tinggi. Mereka melihat arti sukses tidak berbeda jauh dengan orang dunia. Bagi mereka, kesuksesan bisa di raih orang Kristen jika hidup kudus/saleh serta memiliki iman yang besar. Mereka banyak mengutip ayat Alkitab yang menekankan tentang hal iman namun mereka lebih suka mencomot satu bagian ayat tanpa melihat konteks keseluruhan ayat tersebut. Iman yang mereka ajarakan adalah iman yang bersifat antroposentris.
Dalam buku gerakan kharismatik dan gereja kita, Hans Maris penulisnya mengungkapkan “istilah antroposentris itu mencirikan kehidupan rohani yang bergerak ke arah yang salah, yang menempatkan manusia sebagai pusat perhatiannya”. Iman seperti ini tidak boleh terjadi dalam kehidupan Kristen sebab yang menjadi pusat iman kita hanyalah Allah atau Kristus saja. Gerakan teologi sukses ini mau menjadikan manusia sebagai pusat, bukan lagi Tuhan sebagai pusat. Maka kita menjadi allah-allah cilik yang memiliki kemampuan yang besar seperti Allah. Sama seperti anjing memiliki anak anjing atau kucing memiliki anak kucing, demikian juga Allah memiliki little gods.
Gerakan kharismatik mengumandangkan teologi sukses untuk mendapat kemakmuran dan kesehatan. Tokoh-tokohnya seperti Kenneth Hagin, Frederick Price, John Avanzini, dan sebagainya adalah para pengkotbah terkenal yang memiliki massa yang banyak. Tidak jarang mereka terlibat dengan berbagai skandal keuangan. Namun sekalipun ajaran mereka salah dan cara hidup mereka ngawur, herannya sangat banyak orang Kristen terlebih remaja atau pemuda Kristen yang menyukai mereka. Mereka menawarkan berkat, fasilitas, suasana musik yang ramai, kotbah yang ringan serta dangkal dalam ibadah mereka.
Memang jika kita melihat ibadah di gereja-gereja seperti itu yang sangat banyak membuat kita berpikir mereka pastilah di berkati Tuhan. Kita harus memisahkan anatara Tuhan memberkati pelayanan kita dengan Tuhan berkenan atas pelayanan kita. Mereka yang di berkati Tuhan belum tentu sekaligus berkenan di hati Tuhan jika apa yang di ajarkan dan kehidupan mereka tidak sesuai dengan Firman Tuhan. Hal yang paling menyeleweng dari ajaran mereka adalah konsep doa yang berkaitan dengan iman pada waktu berdoa. Kita akan melihat apa yang di ajarkan teologi sukses dalam hal berdoa.

Doa Yang Salah
Gerakan kharismatik memperkenalkan ajaran positive confession atau word of faith dalam sikap berdoa orang Kristen. Ajaran ini dewasa ini telah masuk ke dalam gereja-gereja dengan mempopulerkan kata-kata “berkuasa” yakni “name it & claime it” (sebutkan dan klaim janji Tuhan) sehingga orang percaya dengan segala ucapannya dapat menjadikan apa saja menjadi nyata. Positive Confession percaya bahwa pikiran manusia melalui pengakuan yang positif (positive thinking) mempunyai kuasa menciptakan realitanya sendiri baik itu kesehatan, kekayaan serta kesuksesan. Pengakuan yang dimaksud gerakan positive confession berbeda dengan ajaran Alkitab tentang pengukan yang lebih menekankan ketidak-berdayaan diri.
Pendiri gerakan positive confession, E.W. Kenyon dalam bukunya Jesus the healer berkata”Confession always goes ahead of healing. Don’t watch symptoms, watch the word and be sure that your confession is bold and vigorous. Don’t listen to people, act on the word. Be a dore of the word, it is God speaking. You are healed.” Bagi dia di dalam Yesus ada kesembuhan dan kekayaan. Maka jika orang Kristen miskin, itu merupakan abnormal. Yesus tidak mungkin memberikan kemiskinan. Bagi mereka orang yang miskin adalah tanda orang yang kurang beriman atau tanda orang yang banyak dosa yang tidak memiliki kehidupan yang saleh. Ini ajaran yang salah, sebab di Alkitab di ajarkan Yesus sendiri dari keluarga miskin dan Paulus sendiri harus bekerja sebagai tukang tenda untuk membiayai hidupnya, apakah ini berarti mereka kurang saleh, tentunya tidak.
Doa seperti ini, bukanlah doa yang menunjukan ketidak-berdayaan kita sebagai manusia. Doa seperti ini justru adalah doa yang congkak, yang memanipulasi Alkitab untuk kepentingan diri. Kesalahan utama mereka yang mengikuti gerakan faith movement atau positive confession ini adalah mereka meletakkan diri pada posisi yang tidak tepat. Orang yang mengerti posisinya dihadapan Tuhan pastilah rendah hati.

Teologi Doa Yang Benar
Thomas Fuller seorang penulis dari Inggris berkata, “Man’s owning his weakness is the only stock for God to graft the grace of His assistance”. Ketika kita mengaku diri sangat lemah dihadapan Allah, Dia memandang kita sangat sangat berharga dimataNya, Allah akan memberi pertolongan pada kita. D.L Moody seorang pengkotbah dan teolog terkenal berkata: salah satu hal bentuk ketidak-berdayaan kita sebagai manusia adalah mengaku kita orang berdosa dan kita orang yang lemah. Dia berkata salah satu elemen doa yang sejati adalah adanya pengakuan (Confession).
Doa yang bersifat confession kepada Allah merupakan ekspresi kemanusian kita yang lemah. Perumpamaan yang disampaikan Tuhan Yesus tentang seorang pemungut cukai yang datang kepada Allah dengan hati yang hancur mengaku diri orang berdosa merupakan simbol manusia yang rendah hati, sebaliknya doa yang dilontarkan oleh orang Farisi merupakan simbol manusia yang tinggi hati. Tinggi hati merupakan ‘ekspresi kemanusiaan yang lemah’. Yang pertama lemah tanpa tanda kutip namun yang kedua lemah dengan tanda kutip.
Sekali lagi D.L Moody pernah menuliskan pendapat seseorang dalam bukunya The Joy of Answer Prayer, “ Prayer doesn’t mean that iam to bring God down to my Thoughth and my purpose, and bend his government according to my foollish, silly and sometimes sinful notion…..”. Doa yang benar seharusnya adalah kita sebagai pendoa merelakan diri dibawa dan dipimpin oleh Tuhan dalam keheningan doa untuk masuk pada rencana dan tujuan Allah, namun yang sering kita lakukan adalah kita mencoba membawa Allah turun kewilayah kita, kemauan kita, serta pikiran kita.
Dengan mengutip Agustinus, Calvin berkata: “Jika setiap orang menyadari bahwa dalam dirinya sendiri tidak ada apa-apanya dan dari dirinya sendiri ia tidak memiliki pertolongan, senjata dalam dirinya sudah dipatahkan, perang sudah berakhir.” Didalam doa kita berseru meminta pertolongan Tuhan. Berdoa merupakan ekspresi kerendah-hatian dihadapan Allah. Beriman merupakan ekspresi kesabaran dan ketaatan kita dalam menantikan jawaban Allah atas doa-doa kita.
D.L Moody mengatakan, “Lets our prayer then, be for Christ sake”. Doa yang benar adalah doa yang dipanjatkan demi untuk kepentingan Kristus sendiri, bagi kerajaan Allah. Tuhan tidak akan mengabulkan seluruh permintaan kita jika didasarkan permohonan-permohonan yang egois, namun Allah akan mengabulkan seluruh permintaan kita jika itu dipanjatkan demi untuk Tuhan itu sendiri. Jawaban doa bukan semata-mata karena kemampuan dan kerajinan kita dalam berdoa melainkan karena kedaulatanNya dan belas kasihan yang diberikanNya kepada kita. Iman bukanlah penentu bagi terkabulnya doa kita melainkan sarana dimana kita bertumbuh mengenal Allah dan memahami kehendak Allah.
Teologi doa yang benar akan membawa kita pada praktek doa yang benar. Teologi doa menjadi landasan atas sikap dan praktek doa Kristiani. Teologi doa yang baik seharusnya menghasilkan praktek doa yang baik, praktek doa yang baik serta sungguh-sungguh harus dilakukan atas pemahaman teologi yang benar. Teologi yang baik seharusnya menghasilkan spiritualitas doa yang baik pula.

Daftar Pustaka:
Herlianto. Teologi sukses: antara Allah dan mammon. Jakarta:BPK.
Kenyon, E.W. Jesus the Healer.
Maris, Hans. Gerakan Kharismatik dan Gereja Kita. Jakarta: Momentum.
Moody, D.L. The Joy of Answer Prayer.
Susanto, Effendi. Makalah Kuliah Sekolah Teologi Reformed Injili Jakarta.

(Penulis adalah Ev. Robin A. Simanjuntak SE, M.Div., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi November 2006)