Senin, 29 Maret 2010

ARTIKEL: MENGENAL SEKILAS PELAYANAN YUNUS

Kita sudah tidak asing lagi dengan tokoh Yunus yang dicatat dalam Alkitab. Keunikan tokoh ini yang diketahui umum ialah seorang nabi yang melarikan diri dari hadapan Tuhan dan berada dalam perut ikan besar selama 3 hari. Bahkan kisah Yunus ini selalu menjadi bahan pembicaraan di kalangan orang Kristen terkait dengan hamba Tuhan yang tidak taat. Ungkapan ini tidak keliru sebab Yunus sebagai nabi tidak memenuhi panggilannya sebagaimana seharusnya. Namun jarang dibahas mengapa Yunus tidak taat, apa yang terjadi dalam dirinya sehingga Yunus mengambil keputusan yang sangat berisiko, bagaimana komitmennya kepada Tuhan yang memanggilnya sebagai nabi, lalu apa pelajaran penting yang perlu ditarik dari pengalaman Yunus dalam kehidupan kita sehari hari.

Yunus dan Pelayanannya
• Yunus bin Amitai disebut dalam 2 Raja 14:25 yang melayani pada masa pemerintahan Yerobeam II di kerajaan Utara Israel pada paruh pertama abad ke 8 SM.
• Yunus adalah seorang nabi yang takut akan Tuhan, ”Aku seorang Ibrani; aku takut akan TUHAN, Allah yang empunya langit, yang telah menjadikan lautan dan daratan” (1:9)
• Yunus tahu kehendak Tuhan hal ini dapat kita lihat dalam teks berikut ini, ”Bangunlah pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepadaKu”. Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN; ia pergi ke Yafo ..... (1:2,3). Hal ini menunjukkan bahwa Yunus sebenarnya tahu kehendak Tuhan dan apa yang harus dikerjakan sebagai seorang nabi Tuhan untuk kota Niniwe.
Hal inilah yang menjadi ironi dalam kehidupan Yunus.
Seorang nabi sudah seharusnya mentaati kehendak Tuhan tanpa syarat, namun realitanya tahu kehendak Tuhan tetapi tidak taat. Lalu timbul pertanyaan, ada apa dengan Yunus, apa yang sedang terjadi dengannya, bagaimana aplikasi iman itu dalam hidupnya?. Mengapa Yunus mengambil keputusan untk melarikan diri menjauhkan diri dari Tuhan?. Nampaknya sikap Yunus ini sangat terkait dengan kondisi kota Niniwe yang menurut Yunus kejahatannya sudah ”keterlaluan” sehingga tidak layak menerima belas kasihan Tuhan. Oleh karena itu kita perlu melihat sepintas sejarah dan kondisi Niniwe yang dicatat dalam alkitab.
Sekilas tentang kota Niniwe:
• Niniwe adalah kota besar berpenduduk lebih dari 120.000 ribu orang namun sangat jahat, karena tidak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri (4:11). Niniwe adalah ibu kota Asyur, suatu bangsa yang amat fasik, kejam dan dursila (lih. Nah 1:11; 2:12-13; Nah 3:1,4,16,19). Israel membenci orang Asyur dan memandang mereka sebagai ancaman besar. (Niniwe ; Nineveh = "abode of Ninus" 1) capital of the ancient kingdom of Assyria; located on the east bank of the Tigris river, 550 miles (880 km) from its mouth and 250 miles (400 km) north of Babylon) Daerah puing-puing yang luas pada tebing timur sungai Tigris. Pertengahan abad ke-14 SM Niniwe berada di tangan bangsa Asyur. Secara politis Niniwe baru memperoleh arti yang penting pada zaman raja Sanherib (Abad 8 SM), yang suka membuat kota itu menjadi tempat kediamannya (2Raj 19:36) dan diperbesarnya dengan bangunan-bangunan indah. Pada tahun 612 SM, kota Niniwe dirusak oleh bangsa Madai dan Babilon (bdk.: Nubuat Nah 1:1-3:19 dan Zef 2:13-15). Yunus berkotbah di Niniwe (Yun 3:1-4:11)

• Beberapa catatan Alkitab tentang kota Niniwe:
1. Asal mulanya pada zaman purbakala. Kej 10:9-11 Dari negeri itu ia Nimrot (keturunan Ham) pergi ke Asyur, e lalu mendirikan Niniwe, Rehobot-Ir, Kalah
2. Terletak di Sungai Tigris. Nah 2:6,8
3. Ibu kota Asyur yang tertua. 2Raj 19:36; Sebab itu berangkatlah Sanherib, raja Asyur, dan pulang, lalu tinggallah ia di Niniwe.
4. Dinamai kota penumpah darah. Nah 3:1
1. Besar. 1:2 "Bangunlah, pergilah ke Niniwe 1 , c kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku."
3:2 "Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, dan sampaikanlah kepadanya seruan yang Kufirmankan kepadamu 2 .
2. Yunus 3:3; Luasnya sejauh perjalanan tiga hari lamanya. :3 Bersiaplah Yunus, lalu pergi ke Niniwe, sesuai dengan firman Allah. Niniwe adalah sebuah kota yang mengagumkan besarnya 1 , tiga hari perjalanan luasnya.
3. Nahum 2:9; Kaya. Jarahlah perak, jarahlah emas! Sebab tidak berkesudahan persediaan harta benda, kelimpahan segala barang yang indah-indah!
4. Kuat. Nahum 3:12 Segala kubumu adalah seperti pohon ara dengan buah ara m yang masak duluan; jika diayunkan, maka jatuhlah buahnya n ke dalam mulut orang yang hendak memakannya.
5. Perdagangan. Nahum 3:16 sekalipun kauperbanyak orang-orang dagangmu lebih dari bintang-bintang di langit, seperti belalang w pelompat mereka mengembangkan sayap dan terbang menghilang.
6. Penduduknya banyak.Yunus 4:11 Bagaimana tidak Aku akan sayang x kepada Niniwe, y kota yang besar itu 1 , yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?"
7. Hina. Nahum1:14 Terhadap engkau, inilah perintah TUHAN: "Tidak akan ada lagi keturunan dengan namamu. k Dari rumah allahmu Aku akan melenyapkan patung l pahatan dan patung tuangan; kuburmu m akan Kusediakan, sebab engkau hina. n "
8. Jahat. Yunus 1:2 "Bangunlah, pergilah ke Niniwe 1 , c kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku."
9. Penyembah berhala.Nahum 1:14 Terhadap engkau, inilah perintah TUHAN: "Tidak akan ada lagi keturunan dengan namamu. k Dari rumah allahmu Aku akan melenyapkan patung l pahatan dan patung tuangan; kuburmu m akan Kusediakan, sebab engkau hina. n "
10. Penuh keramaian dan penduduknya santai. Zef 2:15 Itulah kota yang beria-ria n yang penduduknya begitu tenteram o dan yang berkata dalam hatinya: "Hanya ada aku p dan tidak ada yang lain!" Betapa dia sudah menjadi tempat yang tandus, tempat pembaringan bagi binatang-binatang liar. q Setiap orang yang lewat dari padanya akan bersuit r dan mengayun-ayunkan tangannya. s
11. Penuh dengan dusta dan perampasan. Nahum 3:1 Celakalah kota penumpah darah 1 k itu! Seluruhnya dusta l belaka, penuh dengan perampasan, dan tidak henti-hentinya penerkaman!
12. Penuh persundalan. Nahum 3:4 Semuanya karena banyaknya persundalan si perempuan sundal, yang cantik parasnya dan ahli dalam sihir 1 , n yang memperdayakan bangsa-bangsa dengan persundalannya o dan kaum-kaum dengan sihirnya.
Jadi Niniwe memiliki catatan yang buruk dalam sejarah sampai dengan jaman Yunus.
Yunus diperintahkan Tuhan untuk memberitakan kabar kasih Allah kepada bangsa ini dengan alasan bahwa ”kejahatan kota yang besar ini telah sampai kepada Tuhan”. Kota Niniwe merupakan kota yang mengagumkan besarnya (3:3) atau dapat dipahami sebagai kota metropolitan, kota yang sangat maju pada saat itu. Dapat dipahami bahwa sebagai kota yang sangat berkembang, tentunya berbagai kejahatan juga terjadi di sana. Roger S. Greenway and Timothy M. Monsma mencoba mendeskripsikan situasi Niniwe sebagai berikut,
”Allah sangat mengenal seperti apa kota itu; kejahatannya telah membangkitkan murka-Nya. Dosa kota itu bersifat individual, karena dilakukan secara individual oleh ribuan penduduk Niniwe. Tapi dosa mereka juga bersifat kolektif karena merupakan jumlah total dari kehidupan Niniwe, baik budaya maupun keberhasilan-keberhasilannya menunjukkan kejahatan-kejahatan yang dilakukannya”.
Pengertian kejahatan disini menggambarkan berbagai tindakan yang melawan Allah, artinya manusia sudah lebih memfokuskan hidupnya kepada kesenangan dirinya, melupakan keadilan Allah, dll. Pergumulan di Niniwe tentunya tidak terlalu jauh berbeda dengan pergumulan dan kondisi kota besar pada masa kini walaupun konteks dan situasinya jauh berbeda. Kondisi ini sudah seharusnya Allah bertindak untuk menghukum mereka sesuai dengan tindakannya. Namun sebaliknya yang terjadi. Allah masih memberikan mereka kesempatan untuk bertobat, sehingga Allah mengutus Yunus untuk menyetakan kebenaran.

Reaksi Yunus
Sebagai nabi Tuhan sudah seharusnya ia taat kepada perintah Tuhan. Seorang nabi tidak punya alasan untuk tidak taat, termasuk melakukan perintah Tuhan yang tidak disukai atau bertentangan dengan hatinya. Hal ini untuk menunjukkan keunggulan seorang nabi, yaitu mengutamakan kehendak Tuhan di atas kehendak dirinya. Yunus sebenarnya tahu kehendak Tuhan, yaitu ia harus pergi ke Niniwe untuk memberitakan firman Tuhan. Hal ini kita dapat ketahui dari 1:1-3; ”datanglah firman Tuhan kepada Yunus bin Amitai, demikian: ”Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap nmereka, karena kejahatannya telah sampai kepadaku”, Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan Tuhan ; ....” (melarikan diri : berusaha untuk menghindari, melepaskan diri dari tanggung jawab). Hal ini menunjukkan penolakan Yunus atas perintah tersebut, sebab ia kemudian bersiap untuk berangkat ke Tarsis (letak Tarsis sudah banyak dibicarakan orang namun masih belum pasti. Yang pasti, Tarsis terletak di pantai Laut Tengah, atau mungkin lebih jauh lagi.) Mengapa Yunus tidak taat kepada perintah tersebut? Ada beberapa hal yang perlu diberikan catatan dalam kejadian ini, antara lain:
• Niniwe merupakan ibukota Asyur yang terkenal jahat dan selalu memusuhi Israel. Menurut pikiran Yunus, sudah sewajarnya Niniwe (kota besar itu) dihukum dengan berat dan tidak layak mendapat kasih karunia Tuhan. Jika Allah memberikan keselamatan kepada bangsa ini, berarti Allah sendiri mengingkari janjinya untuk menghukum bangsa yang jahat. Dalam hal ini tidak ada cara lain yang dapat dilakukan terhadap bangsa Asyur selain dihukum. Mungkinkah Allah dapat berubah? Bagaimana Yunus memahami kondisi ini? Mengapa Allah tiba tiba berbuat baik kepada bangsa yang jahat, apalagi kejahatan terhadap bangsa pilihan Tuhan?. Pemahaman ini yang mendorong Yunus untuk menolak pergi ke Niniwe.
• Yunus lupa bahwa Israel sebagai bangsa pilihan Tuhan selalu berbuat jahat terhadap Tuhan, dan selalu mendapat pengampunan dari Tuhan walaupun mereka harus mengalami penderitaan akibat dosanya. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Niniwe juga sudah selayaknya menerima pengampunan sesuai dengan kehedak-Nya. Dalam hal ini Kebenaran Tuhan tidak kontradiksi dengan keputusan-Nya untuk mengampuni bangsa non-Israel, bahwa manusia harus mengalami penghukuman oleh karena dosanya dan tetap ada anugerah pengampunan. Bahwa Tuhan tidak mengistimewakan bangsa tertentu (Israel) tidak dihukum oleh karena bangsa pilihan Tuhan.
Marilah kita mengkaji tindakan Yunus yang menolak perintah Tuhan:
1. Yunus sebagai nabi mampu mengenali kehendak Tuhan, namun pengenalan tersebut tidak diimplementasikan dalam seluruh hidupnya. Yunus tahu konsekuensi seorang nabi, yaitu harus taat kepada perintah Tuhan untuk menyatakan kehendak Tuhan kepada manusia. Dalam bagian ini kita dapat mengatakan bahwa Yunus bukan nabi yang taat. (walaupun pada kisah selanjutnya kita dapat melihat bahwa ia memang pergi ke Niniwe namun konsepnya tentang tidak mengalami perubahan). Ada prinsip penting yang perlu dipahami, yaitu seorang nabi tetaplah sebagai manusia biasa sebagai makhlukyang berpribadi dan memiliki rasio, perasaan serta kemauan. Nabi bukanlah manusia seperti robot yang hanya digerakkkan oleh pemiliknya (Tuhan), atau nabi bukan seperti ”remote control”. Namun seorang nabi adalah pribadi yang dapat berinteraksi dengan Tuhan, mempertimbangkan, mengenali dan berelasi dengan Tuhan. Kita mengetahui bahwa salah satu ciri nabi ialah memiliki relasi yang sangat ”intim” dengan Tuhan, sehingga tidak keliru mengerti dan menerjemahkan perintah Tuhan. Bahkan seorang nabi harus pula rela mengorbankan keputusan pribadinya dalam rangkan mengutamakan kehendak Tuhan. Dalam tataran ini Yunus nampaknya tidak menunjukkan jati dirinya sebagai nabi Tuhan. Yunus lebih mempertimbangkan kehendaknya untuk tidak pergi ke Niniwe dibandingkan menjalankan kehendak Tuhan. Hal penting yang perlu menjadi perhatian kita semua ialah kita perlu berjuang untuk mengaplikasikan kebenaran Allah yang diungkap dalam Alkitab dengan pencerahan Roh Kudus dalam realita hidup kita sehingga kita dapat mengalami pertumbuhan iman, paradigma hidup terus mengalami pembaharuan secara terus menerus.
2. Dalam perjalanan Yunus ke Tarsis, ia mengalami sesuatu yang tidak diduga sebelumnya. Allah menurunkan angin ribut sehingga terjadilah badai besar (1:4). Peristiwa ini sebagai penghukuman dan sekaligus untuk menyadarkan Yunus akan panggilan Tuhan. Kejadian ini sangat dahsyat sehingga awak kapal mengalami ketakutan, dan diakui manusia tidak dapat mengatasi situasi dan hanya Allah yang mampu. Yunus akhirnya sadar perbuatannya dan dia sendiri yang menentukan hukumannya yaitu dibuang ke laut, atau siap menerima risiko kematian akibat pemberontakannya kepada Tuhan. Namun atas penentuan Tuhan datanglah ”seekor ikan besar” untuk menelan Yunus; dan Yunus tinggal dalam perut ikan itu 3 hari 3 malam lamanya (1:17). Yunus tidak mati dalam perut ikan itu. Hal ini sebagai bentuk hukuman dan pemeliharaan Tuhan terhadap Yunus. Bahkan Yunus masih berdoa dan mengakui kebesaran Tuhan dari dalam perut ikan tersebut, bahwa Yunus masih hidup karena kasih karunia Tuhan. Keselamatan Yunus juga merupakan bentuk pengampunan dan kesetiaan Tuhan. Yunus kembali memperbaharui komitmennya ” dengan ucapan syukur akan kupersembahkan korban kepada-Mu; apa yang kunazarkan akan kubayar. Keselamatan adalah dari Tuhan (2:9). Pengakuan ini seharusnya mengubah paradigma Yunus secara mendasar.
- Hal penting untuk dipelajari : manusia tidak bisa melarikan diri dari hadirat Tuhan. Perhatikan Mazmur 137:7-8, ”Kemana aku dapat pergi menjauhi rohMu, kemana aku dapat lari dari hadapanMu? Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situpun Engkau” . Maka tidak ada gunanya menolak panggilan Tuhan.
- Rencana Tuhan untuk mengingatkan Niniwe akan dosanya tidak dapat digagalkan. Allah tetap melanjutkan dengan mempersiapkan Yunus dengan paradigma yang baru.
3. Yunus yang telah mengalami kasih karunia Tuhan tidak membuatnya berubah total. Ia memang pergi ke Niniwe sesuai dengan perintah Tuhan namun tidak dengan niat yang jujur, walaupun Allah melakukan perkara besar untuk Niniwe dan mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, sehingga Allah tidak jadi menghukum kota itu. Penduduk Niniwe menjadi percaya kepada Tuhan. Bukankah ini yang diharapkan oleh para nabi?. Seorang nabi seharusnya bersyukur jika orang orang bertobat meninggalkan dosa dan berbalik kepada Tuhan. Tetapi Yunus bersusah hati dan marah kepada Tuhan, bahkan meminta supaya Tuhan mencabut nyawanya (4:1-4). Oleh karena itu ada yang tidak tepat dalam diri Yunus yang harus dibukakan. Hal ini membuktikan bahwa Yunus tidak konsisten dengan janjinya kepada Tuhan (2:9). Apa yang sedang terjadi dengan Yunus? Ia pergi ke Niniwe dalam keadaan ”terpaksa” karena tidak ada pilihan lain. Dia memiliki pandangan teologi yang baik namun tidak teraplikasi dalam hidupnya (pasal 4). Pekerjaannya mengakibatkan Yunus sangat marah dan kecewa kepada Tuhan. Hal ini diungkapkan dengan keinginannya untuk mati, tidak mau melihat kondisi Niniwe lagi. Yunus tetap mau supaya Niniwe dihancurkan. Pertanyaan yang muncul adalah: layakkah Yunus marah kepada Tuhan?. Namun Tuhan tetap sabar dan mencoba menyadarkan Yunus kembali dengan peristiwa ”pohon jarak” (4:6-11), yang kemudian memicu kemarahan Yunus ”Selayaknyalah aku marah sampai mati” (4:9). Berikutnya kita tidak tahu bagaimana kehidupan Yunus. Nampaknya Yunus tidak mau mengubah sikapnya terhadap Niniwe, sebab ia belum bisa terima kasih karunia Tuhan untuk Niniwe. Konflik ini mengakibatkan Yunus merasa tidak ada lagi gunanya hidup.Hal penting yang perlu kita pelajari ialah bagaimana kasih karunia Tuhan mengubah hidup kita menjadi serupa dengan kehendakNya. Belajar untuk mengenali keberadaan diri secara jujur dan mengenali berbagai hambatan dalam diri yang mengakibatkan firman Allah tidak bertumbuh dalam hidup. Ketika seseorang mengalami kasih karunia Allah/bertobat maka langkah selanjutnya ialah mengubah hal hal yang buruk dalam diri, dan hal ini merupakan proses terus menerus yang tidak pernah berhenti. Kadang kadang proses itu sangat menyakitkan atau bahkan ”melukai” diri untuk mengalami kesembuhan . Dalam hal ini kita membutuhkan kasih karunia Allah dan bukan karena kekuatan kita sendiri.

Penutup
Kisah Yunus memberikan pelajaran penting bagi kita:
1. Orang Kristen dituntut untuk setia dalam menjalankan kehendak Tuhan dalam dirinya. Tugas utamanya ialah menyatakan kebenaran Allah melalui hidupnya, dan tampil sebagai orang Kristen dalam dunia yang terus berubah.
2. Kota Niniwe yang besar dan maju menimbulkan permasalahan moral yang tidak sedikit. Tentunya sebagai orang Kristen harus berani tampil beda untuk menunjukkan jati dirinya sebagai pelayan Tuhan. Manusia yang sangat jahat sekalipun tetap dikasihi oleh Tuhan dan merupakan kesempatan bagi kita untuk menyatakan kesaksian Kristen. Kita tidak melarikan diri dari realita hidup yang keras.
3. Kita senantiasa terbuka terhadap perubahan paradigma untuk semakin sesuai dengan kehendak Allah, agar kita mampu menyikapi pergolakan dunia ini dengan tepat. Kita tetap setia dalam pemberitaan Injil dan bersyukur jika ada orang lain yang bertobat termasuk orang yang pernah menyakiti kita.
4. Pengetahuan teologi harus teraplikasi dalam hidup orang Kristen. Mengaplikasikan firman Tuhan membutuhkan perjuangan yang tidak sedikit tapi harus terus diperjuangkan. Banyak orang Kristen memiliki pengetahuan Alkitab namun tidak diaplikasikan dalam hidup, sehingga hidupnya tidak mengalami pertumbuhan.
Kitranya tulisan yang sederhana ini dapat menjadi berkat bagi segenap pembaca. Tuhan memberkati.

Sumber:
1. W.s Lasor, D.A Hubard, Pengantar Perjanjian Lama 2, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2007), 230.
2. www.sabda.org

(Penulis adalah Pdt. Musa Tarigan, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Desember 2009)

Rabu, 24 Maret 2010

RENUNGAN: KESETIAAN MUTLAK HANYA KEPADA ALLAH


Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada Tuhan, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah ; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah diseberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan.
(Yosua24:15)

Siapakah Yang Layak Disembah ?
Seruan Josua untuk menjauhkan penyembahan kepada "allah" lain kecuali "Dia" Allah yang hidup. Josua cukup bijaksana dalam menyatakan bahwa ada kemungkinan memilih : atau Allah yang kepadanya nenek moyang Israel beribadah di seberang Sungai Efrat yakni Ur, orang kasdim; atau allah orang Amori yang negerinya mereka diami, dan inilah yang menjadi pencobaan yang terus menerus dalam sejarah kemudian dari Israel. Namun demikian Josua menyatakan pilihannya yang tak dapat diganggu gugat. Bukan saja untuk dirinya sendiri tetapi sekaligus merupakan komitmen keluarga. Sebagai kepala keluarga Josua memastikan bahwa wibawanya sebagai seorang kepala keluarga. Allah yang hidup itu pasti menguatkan dia dalam memenangkan pilihannya bersama dengan seisi rumahnya. Sebelum Josua menggantikan kedudukan Musa memimpin bangsa Israel memasuki tanah Kanaan, Josua dikenal mempunyai wibawa dan disiplin yang baik serta seorang Abdi yang tSaat. (Kel 39 : 40 ; 40:2,6,7). Waktu musa pergi sendirian menghadap Allah di Gunung Sinai, Josua siaga menanti dikemah pertemuan. la sudah belajar menantikan Jahweh. Tahun-tahun berikutnya sifat sabar dan kelembutan Musa turut membina kepribadian Josua (Kel.24:13 ;32 : 17; 33:11 ;Bilanganll :28)
Dalam lingkungan sanak keluarganya : Yosua bin Nun,cucu Elisama bin Amihud kepala Suku Efraim (I Tawarih 7 : 27 ;Bil 1: 10) disebut Hosea artinya Keselamatan. Musa menambahkan nama Ilahi (Yehosyua) dalam bahasa Indonesia menjadi Yosua. Nama Yunani lesous (Yesus).
Dalam kerjasama : Pada zaman Keluaran Yosua masih muda (Kel 33 : 11), Musa memilih dia menjadi pembantu pribadinya dan memberi perintah membantu pasukan yang terdiri dari suku-suku yang belum terorganisir, untuk memukul mundur tentara Amalek yang datang menyerang (Kel 17). Sebagai wakil suku Efraim dalam tim penyelidik Kanaan yang berangkat dari Kadesy, Yosua mendukung anjuran Kaleb (yang tertua dan menjadi pemimpin) Dalam hal ini kita melihat bahwa Yosua memiliki wibawa kepemimpinan sebab dia berangkat dari sebuah pribadi yang taat dan mau dipimpin.

Penjelasan
Masa-masa pembentukan kepribadian Yosua telah dimulai dari rumah keluarga (saat bersama dengan sanak saudaranya). Yosua dikenal sebagai orang yang berperangai baik dengan sebutan Hosea artinya keselamatan, sebutan itu berulang-ulang dipakai dalam suku Efraim (! Tawarikh 27,20 ; 2 Raj 17,1; Hosea 1:1). Saat Musa memanggilnya dalam usianya yang masih muda dan setelah resmi menjadi pemimpin sebagai pengganti Musa menjadi panglima Tentara setingkat dengan ke Imam an Eleazar. Secara wajar ditekankan kepemimpinan Yosua, waktu itu usianya sudah 70 tahun. Proses perjalanan waktu yang cukup lama ditempuhnya dengan perjuangan tidak kenal lelah, namun dia selalu menempatkan Allah ditempat utama. Yosua berprinsip satu-satunya Allah yang patut disembah adalah Allah sendiri. Untuk itu dia memastikan dirinya dengan seisi rumah tangganya selalu beribadah kepada Allah. Ada banyak keluarga dimana pimpinan keluarga itu tidak lagi mempunyai wibawa menempatkan dirinya sebagai kepala keluarga. maka akan kita temukan dalam satu keluarga ada beberapa agama. Pertemuan anak-anak dengan teman sekolah, teman kerja, dan persahabatan di luar rumah memungkinkan seorang anak menemukan teman hidup dengan pasangan yang berbeda agama . Persoalan yang sama telah ditemukan Yosua ditengah-tengah bangsa Israel, tetapi dia tidak ragu-ragu menyatakan keputusannya. Untuk mendapatkan kwalitas kepribadian yang seperti itu Yosua telah memperlihatkan kepada kita beberapa hal yang patut kita teladani, antara lain :
1. Melatih diri sejak usia muda, dalam keluarga sebagai anak yang disukai oleh seluruh anggota keluarganya dengan berperilaku yang baik. Rajin belajar dan menghindari pergaulan dari orang yang tidak seiman. Bisa berteman tetapi jangan sampai mempengaruhi kepercayaan kita kepada Allah, janganlah sia-siakan pengorbanan Jesus Kristus diatas kayu salib, sekalipun pada zamannya Yosua, Yesus Kristus belum lahir. tetapi melalui tuntunan Roh Allah Musa dipakaiNya memilih Yosua sebagai pemimpin bangsa Israel. Pencipta lagu "Amaging Grace" adalah seorang kelasi Kapal yang bertobat setelah pemuda. Dia adalah anak seorang janda yang taat beribadah kepada Allah namun karena hidupnya miskin, anaknya tersebut memberontak kepada Allah dalam usia remaja, dia meninggalkan Allah dan tidak mau beribadah sebab dia berfikir jika Allah itu pengasih, mengapa membiarkan keluarga kami hidup menderita. Jadilah dia anak keras kepala, pemberontak dan tidak mau berdoa dengan profesi sebagai awak kapal. Ketika badai melanda kapalnya. ombak besar memporakporandakan kapalnya ditengah lautan dia berteriak memohon pertolongan Allah akhirnya dia selamat dan bertobat. Jika demikian mengapa tidak tetap hidup baik dan taat kepada Allah jika telah mengetahuinya?. Hal inilah yang akan diperjuangkan Yosua dalam keluarganya.
2. Kepribadian Yosua yang sedemikian kuat tidak datang dengan sendirinya tetapi membutuhkan latihan. Kerjasama yang baik antara Yosua yang masih muda dengan Musa yang lebih tua sebagai pembimbing terjalin kasih yang mesra, bersahabat dan saling pengertian. Yosua adalah seorang yang penurut dan rajin belajar. selalu siap membantu Musa dalam tugas pelayanannya sementara di pihak Musa, dia adalah seorang hamba Tuhan yang penuh kasih sayang dan panjang sabar. Saat Musa menghadap Allah, Yosua tidak banyak komentar, dia diam di kemah menunjukkan ketaatannya. Hampir semua tokoh-tokoh Alkitab yang dipakai Allah memiliki Roh yang taat. Yunus yang mencoba menentang Allah, dia tidak langsung dipakai Allah, Yunus terlebih dahulu dibentuk selama tiga hari dalam perut ikan, barulah Allah memakainya untuk menyampaikan firmanNya. Yesus sendiri sabagai Anak Allah, Dia taat kepada BapaNya sekalipun harus melalui penderitaan diatas kayu salib. Hal serupa itulah yang tertanam dalam diri Yosua dan menguatkan komitmennya dan berjanji akan menjadikan Allah yang dia kenal sejak usia muda dan tetap menjadi Allah seisi keluarganya, dia meyakinkan dirinya dan semua anggota masyarakat yang bersama-sama dengan dia akan tetap beribadah kepada Allah.
3. Yosua tetap merasakan pemeliharaan Tuhan hingga dihari tua. Dalam usia 70 tahun dia sudah menjadi pemimpin demikian juga Kaleb yang sudah berusia 85 tahun. Keduanya masih tetap dipakai Allah bahkan jabatannya semakin baik sementara semua teman seusianya yang lahir di tanah Mesir sudah meninggal di padang gurun karena berbagai kutuk akibat dosa pemberontakan bangsa itu kepada Allah. Hal itu menguatkan kesetiaan Yosua kepada Allah dan tidak ada lagi keraguan bahwa Allah yang mengasihinya adalah satu-satunya penyelamat yang mampu membebaskan semua umat manusia dari pergumulannya. Yosua tidak meragukan kebaikan Allah, dia berjanji tetap setia hingga ajal menjemput. (Dipangkilalahon ibana do nasa tarsirang be ngoluna sian Tuhan i- Jahowa do Debata sasada Ibana do sioloanmu).

Penutup
Kecenderungan perjalanan waktu yang semakin sarat dengan berbagai persoalan, manusia itu semakin takut dengan ancaman kegagalan. Takut dianggap tidak modern, ketinggalan atau kuno jika harus memaksakan anak harus hidup beriman seperti orangtuanya. Dari pihak orangtua ada keraguan jika dituduh sebagai orang yang tidak memberikan kebebasan kepada anak. Dari pihak anak ada kebanggaan jika memiliki pilihan yang berbeda dengan orangtua. Banyak orangtua yang menutup mata terhadap kesalahan anak sekalipun sudah melangkah keluar dari kewajaran, dia hanya mampu berkata : Orang muda sekarang tidak mau lagi dipaksa (boha ma bahenon, lomona ma nunga balga, rohana ma disi). Banyak orangtua yang tidak mampu menegakkan wibawanya sebagai kepala keluarga, perbedaan agama ditengah-tengah rumah tanggannya dianggapnya sebagai toleransi beragama, padahal sebagai umat Kristen dia tahu bahwa jalan satu-satunya untuk masuk dalam Kerajaan Allah tidak ada jalan lain kalau tidak melalui Aku, kata Yesus (Yoh 14 : 6). Kwalitas iman Yosua harus melalui proses ketaatan kepada Allah dimulai sejak usia muda dan tetap memohon pertolongan sepanjang hidupnya. Kokoh dalam pendirian dan tidak mau dipengaruhi oleh orang-orang yang memberontak kepada Allah. Dia selalu bersyukur akan pemeliharaan Allah.
Yosua tetap meyakini pemeliharaan Allah dan akan tetap berlanjut hingga masa putih rambutnya dan hilang kekuatannya tetapi kasih setia Allah akan selalu baru dan berkesinambungan hingga ke generasi anak cucunya dikemudian hari. Komitmen Yosua sebaiknya menjadi komitmen kita juga, baik sebagai orangtua maupun anak : Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan.

(Penulis adalah Pdt. KE Limbong, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Oktober 2005)

Selasa, 16 Maret 2010

ARTIKEL: WANITA

“Ah, seandainya saja Tuhan mau menciptakan aku agar bisa secantik dia.” “Aku tentu tidak bisa seperti dia. Dia kan juara kelas dulunya.” Atau ungkapan “Ah, saya mah hanya cewek yang biasa-biasa saja koq.” Seringkali ungkapan-ungkapan di atas saya dengar didengungkan oleh para wanita Kristen yang menurut saya mereka punya mempunyai potensi untuk menjadi terbaik yang bisa mereka lakukan. Kelemahan yang ada pada diri mereka seringkali sengaja mereka ciptakan menonjol sehingga menutup kemungkinan penggalian potensi kelebihan yang ada pada diri mereka. Anda punya kelemahan dan tentu saya juga. Sekarang anda pikirkan kelemahan yang ada diri anda. Coba hitung ada berapa banyak! Tuliskan di halaman kosong di bawah ini!
Anda, seorang wanita tentunya, adalah cantik. Ya, anda adalah ciptaan yang diciptakan cantik sesuai dengan gambar dan rupa Allah. Percaya atau tidak! Beberapa pemikir kristen setuju terhadap interpretasi mereka akan Kejadian 1 tentang penciptaan. Mereka sependapat bahwa ketika Allah menciptakan wanita maka “puaslah” Allah dengan mengatakan “...sungguh amat baik...” (Kej.1:31). Kecantikan wanita di awal penciptaan juga ditekankan Allah dengan menjadikan wanita seorang penolong bagi umat manusia, “...keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” (Kej.3:15). Setiap wanita yang diceritakan dalam Alkitab percaya atau tidak menjadi cantik karena menggunakan segenap potensi yang ada dalam dirinya hanya untuk kemuliaan Tuhan. Akibatnya penggunaan segenap potensi yang mereka itulah yang membuat cantik para wanita yang sering kita temukkan kisahnya dalam Alkitab. Anda tentu lebih hafal wanita mana saja dalam Alkitab yang dipakai Tuhan untuk menjalani berbagai misi Tuhan. Tapi menurut saya, definisi cantik dalam tulisan ini adalah pengenalan akan diri masing-masing wanita terhadap kelebihan dan kekurangan yang ada dan mengunakan sebaik-baiknya pengetahuan tersebut untuk kemuliaan Tuhan.
Secara sekilas, kata cantik selalu identik didengungkan orang untuk hal-hal yang bersifat lahiriah. Wajah, bentuk fisik, dandanan menjadi ukuran awal penilaian orang terhadap wanita cantik. Bagi saya, cantik akan menjadi penilaian relatif. Menurut kacamata manusia tentunya. Anda mungkin memiliki wajah yang sedap dipandang, bentuk fisik yang proporsional atau mampu berdandan dengan sewajarnya. Setiap wanita, sekali lagi, diciptakan dengan berbagai kekurangan dan kelebihan yang ada. Pernah suatu kali dalam sebuah jamuan makan malam saya pernah menemui seorang wanita yang secara lahiriah cantik, dia memang bak seorang model kondang. Namun setelah tahu bagaimana tutur bahasa dan cara menghisap rokoknya, luntur sudah penilaian cantik saya terhadap dia. Suatu kali pula dalam sebuah pertemuan pemuda Kristen, saya juga pernah mendapati seorang pemudi Batak Kristen yang memiliki bentuk badan yang tidak terlalu proporsional, berdandan sederhana dan bertutur kata yang sedap didengar, apalagi ditambah pula dengan wajahnya yang ramah. Menurut saya orang seperti wanita terakhir yang saya sebutkan tersebut cukup cantik.
Ada pula jenis wanita yang pernah saya temui berada dalam kubu yang ekstrim. Ada yang sangat menyenangi suatu dandanan baik wajah, pakaian ataupun cara dia bergaul namun ada juga yang sangat cuek dalam berdandan dan menilai bahwa harkat wanita adalah sebagaimana apa adanya, bukan konsumsi laki-laki ataupun perusahaan kosmetik dan pakaian ternama. Tipe pertama sering saya temui terhadap wanita yang pada dasarnya mereka cantik, namun tingkat kepeduliannya yang “cukup” bermasalah jika ada sesuatu yang kurang rapi pada rambutnya, make-up nya, ataupun cara dia berpakaian, membuatnya menjadi tidak secantik wajahnya. Para wanita Batak yang orangtuanya cukup berada dan sejak kecil selalu dimanjakan oleh mereka sering saya lihat berada dalam kelompok ini. Kelompok kedua yang agak “cuek” dengan penampilannya adalah mereka yang sering menjadi aktivis baik di kampus ataupun organisasi-organisasi nirlaba. Para wanita aktivis itu kebanyakan ada beberapa yang saya kenal cukup manis dan cantik namun seringkali ke”cuek”an mereka sering membuat saya berpikir bahwa idealisme mereka tidak bisa dikompromikan dengan kecantikan lahiriah. Saya sependapat dengan idealisme mereka, tapi tidak sepenuhnya. Bagaimana pun juga kita hidup dalam dunia yang perlu norma dan hubungan sosial yang dimana kita berinteraksi. Jadi berdandan juga perlu untuk seorang wanita. Dan saya pikir kebanyakan dari anda juga berpikir demikian.
Ada hal lahiriah yang menjadi penilaian orang banyak mengenai cantik dan ada penilaian batiniah yang juga menurut orang cantik. Ada wanita yang memang diciptakan berwajah cantik. Ada juga yang diciptakan berhati mulia. Kebanyakan wanita berada dalam pencarian pendekatan kedua titik tersebut diatas. Ingin memiliki wajah dan hati yang sama-sama cantik, menurut pengakuan manusia tentunya. Namun uniknya ada cukup banyak wanita Kristen yang secara subyektif “berpikir” bahwa dirinya tidak memiliki salah satu atau kedua-dua hal di atas. Karunia Tuhan sungguh beraneka ragam pada setiap ciptaaNya. Namun jangan lupa bahwa seluruh ciptaaNya tersebut diciptakan segambar dan serupa Allah (Kej.1:26). Seluruh ciptaan Tuhan berada dalam kondisi terbaik yang menurut Tuhan dilahirkan ke dunia. Tidak ada “salah produksi” dalam kerangka rencana Tuhan.
Saya setuju dengan wanita yang brdandan. Tidak hanya wanita, para pria pun juga perlu. Namun, batasnya tidak seperti yang dilakukan para wanita. Berdandan yang saya maksud tidak melulu harus merasa risih jika dandanannya kurang rapih, make-up nya kurang tebal, atau hal-hal lain yang membuat tampak berkelebihan. Berdandanlah yang sewajarnya. Proposional. Menurut Joyce Landorf dalam bukunya “The Fragrance of Beauty”, kecantikan luar yang dapat menjadi acuan para wanita dalam berdandan adalah:
1. Kebersihan
Para pria kebanyakan menilai wanita yang bersih sebagai wanita yang cantik. Mulailah perhatikan kebersihan dari ujung kaki hingga ujung rambut agar dapat diperhatikan para pria.
2. Make-up yang pantas
Selalu gunakan make-up yang tips, jangan teralalu menonjol ataupun terkesan tebal.
3. Mata yang bersinar
Coba perhatikan penggunaan eye shadow, eyeliner ataupun alis dan bulu mata yang terkesan kurang rapi.
4. Keindahan bibir
Sama sepert make-up, gunakan lipstik yang berwarna lembut dan tipis saja.
5. Rambut yang indah
Rambut anda adalah mahkota anda. Jangan biarkan terkesan berantakan, rapihkan dengan sisir atau ikat dengan alat jepit rambut.
Masih menurut Joyce Landorf, berbagai hal-hal diatas untuk menambah kecantikan wajah anda hanya merupakan dasar, tetapi dapai dapat dipakai untuk meneguhkan atau melemahkan iman anda. Sangat indah apabila anda dapat melihat diri sebagimana Allah dan orang lain melihat diri anda. Mungkin anda dapat menilai wajah anda dengan lebih tepat. Tetapi yang anda miliki hanyalah cermin Allah (FirmanNya) untuk iman anda dan cermin di kamar anda untuk melihat waja anda. Kalau keduanya, Firman dan cermin di kamar dapat anda pakai dalam kehidupan sehari-hari, tentu anda dapat menjadi seorang wanita yang cantik dan menarik karena iman dan wajahnya sebagaimana yang diinginkan Alah.
Tidak hanya berlaku bagi wanita, tentu setiap orang Kristen diharuskan menghasiklkan buah roh dalam setiap nafas kehidupannya sebagai murid Kristus. Kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikaan, kesetiaan kelemahlembutan dan penguasaan diri. (Gal 5:22). Joyce Landorf juga mengungkapkan bahwa sifat-sifat yang akan ada dalam kedidupan seorang wanita yang cantik adalah:
1. Memiliki rasa humor
Mungkin ia tidak dilahirkan dengan bakat berhumor, tetapi ia melatih pikirannya untuk melihat kejadian-kejadian yang timbul dalam hidupnya dari sudut humor. Ia mampu mangambil segi positif dari segala permasalahan yang timbul dalam hidupnya dan menganggapnya sebagai sesuatu hal yang ringan.
2. Memancarkan keramahan
Sapaan salam dan senyuman selalu menghiasi wajahnya.
3. Pandai mengatur rumah tangganya
Kerapihan selalu menjadi bagian dalam hidupnya
4. Murah hati
Ia melakukan sesuatu dengan tulus, bahkan demi menolong orang lain.
5. Baginya segala sesuatu mengagumkan
Ciptaan Tuhan merupakan sesuatu hal dimana ia harus banyak belajar daripadanya.
6. Selalu jujur
Boleh jadi penerimaan akan apa kekurangan dan kelebihannya menjadi sifat yang melekat dalam dirinya.
7. Senang belajar
Mencoba berbagai potensi yang ada dalam dirinya.
8. Dapat membuat prioritas
Baginya kepentingan selain dirinya sendiri selalu diutamakan.
9. Menghargai sesuatu
Ia selalu bersyukur akan segala sesuatu.
Anda pasti memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Sesuatu hal yang seringkali baik secara sadar maupun tidak anda dapat mudah pelajari atau orang lain tidak menemukanya dalam diri mereka namun ada pada diri anda. Coba pikirkan! Tuliskan di halaman kosong di bawah ini!











Menjadi wanita yang cantik dan menarik adalah panggilan Tuhan. Anda mungkin merasa selama ini bahwa usaha untuk menjadi cantik dan menarik merupakan usaha untuk menyenangkan hati manusia, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Itu benar, namun Tuhan sebagai Sang Pencipta merupakan cermin sekaligus perwujudan kasih karunia yang telah kita terima selama ini. Sungguh ironis bahwa usaha menjadi cantik dan menarik hanya untuk menyenangkan hati manusia. Galilah segenap kelemahan anda! Gali juga segenap kelebihan anda! Anda tentu tidak diciptakan sebagai ciptaan yang biasa-biasa saja, tentu juga bukan ciptaan yang luar biasa sehingga anda orang yang memiliki segala kemampuan. Anda dan saya sama-sama diciptakan dengan kelebihan dan kekurangan yang menurut rencana Tuhan harus ada melekat pada diri kita. Potensi yang ada pada masing-masing kita tidak akan kita ketahui jikalau tanpa kita gali dan berani mencoba. Lakukan yang terbaik untuk kemuliaan Allah! Selamat mencoba.

Daftar bacaan:
1. Alkitab Terjemahan Baru, LAI,1974
2. Karssen, Gien. “The Best of All”, The Navigators, USA, 1982.
3. Landorf, Joyce. “The Fragarance of Beauty”, Scripture Press Publications, 1973.

(Penulis adalah Frederick S. Manullang, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Oktober 2006)

Kamis, 11 Maret 2010

ARTIKEL: MEMAHAMI KARUNIA ROH (DIPERHADAPKAN DENGAN ASTROLOGI/RAMALAN)

Pengantar
Tiap tahun ada zodiak bermuculan terutama di media massa (majalah dan buletin, atau beberapa koran) biasanya disisipkan, hal ini sangat diminati oleh kawula muda saat ini. Astrologi horoskop atau yang disebut zodiak dipandang sebagai cerminan pribadi seseorang yang dapat terlihat sesuai dengan tanggal, bulan dan tahun kelahiran. Banyak yang menawarkan tips-tips keberhasilan, melalui media elektronik (TV dan telepon baik via sms maupu internet, dst.) maka akan dituntut sikap yang sesuai dengan tanggal lahir (zodiak), sehingga diharapkan dapat berhasil dalam cinta, uang/ pekerjaan, jodoh, dan lainnya yang berhubungan dengan kehidupan. Berbeda sekali dengan kekristenan bahwa yang menentukan pribadi orang dan keberhasilan bukanlah astrologi horoskop akan tetapi karunia roh yang diberikan Allah dalam diri umat Kristen.
Oleh karena itu, kurang lebih kita akan melihat sejauh apakah makna astrologi horoskop bagi manusia, dan kepribadian yang dilihat dari pemaknaan karunia roh dalam diri umat percaya Yesus Kristus saat ini.

I. Sejarah Astrologi Horoskop Yang Mempengaruhi Manusia
Astrologi dipercaya sudah ada sejak tahun 2000 SM dan diciptakan oleh suku Babel (Babil/Babilonia) di daratan Mesopotamia, daratan antara sungai Tigris dan Efrad (sekarang Irak Tenggara) yang memang dikenal sebagai bangsa penyembah benda-benda langit yang diceritakan dalam Kitab Perjanjian Lama. Mereka menganggap matahari, bulan dan berbagai objek benda di langit sebagai dewa-dewi mereka dan percaya bahwa mereka dapat memprediksi masa depan dari pergerakan benda-benda langit tersebut. Dalam Perjanjian Lama kepercayaan terhadap astrologi telah disoroti karena menyampingkan kepercayaan terhadap Tuhan (Yes. 47: 13-14).
Bangsa Babel mulai menyebar ketika Bangsa Persia dan Media mengalahkan mereka pada tahun 539 SM dan menghentikan segala praktek kegiatan lama Bangsa Babel untuk kemudian diganti dengan praktek mereka sendiri. Bangsa Babel yang hijrah ke daratan Eropa Selatan (Roma dan Yunani) mulai melanjutkan praktik mereka tentang ilmu perbintangan dan menurunkannya ke anak-anak cucu mereka.
Pada sekitar akhir abad 2 SM setelah peristiwa Alexandria, ilmu astrologi bangsa Babel ini bercampur dengan tradisi dari Mesir sehingga menyebabkan terciptanya Astrologi Horoskop yang kemudian menyebar dengan cepat ke Eropa, Timur Tengah dan India hingga kemudian kita kenal sampai sekarang ini.
Seiring dengan munculnya berbagai agama seperti Kristen, Muslim, Yahudi dan lain-lain, ilmu astrologi turunan bangsa Babilonia kuno ini ditakuti akan mencampur ke agama-agama tersebut karena ilmu ini tidak didasarkan pada teori ilmu pengetahuan. Selain itu ditakutkan ilmu ini akan membawa pengaruh pada sikap umat yang menyebabkan orang tidak lagi percaya pada Tuhan dan berpaling dari Firman Tuhan. Oleh karena itu Astrologi sempat ditentang dan prakteknya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi hingga akhirnya dapat diterima khalayak ramai pada jaman modern termasuk umat Kristen saat ini. Astrologi hanya berdasarkan perkiraan dan membaca pergerakan benda langit untuk melihat masa depan,

II. Memahami Karunia Roh Dalam Kekristenan
Karunia mempuyai arti pemberian menekankan kepada pemberian Allah kepada manusia sebaliknya untuk ungkapan syukur atas itu, maka ada memberika persembahan kepada Allah (dalam Perjanjian Lama), sedangkan dalam Perjanjian Baru anathema (Luk 21:5). Roh sendiri Ruakh (dalam bahasa Ibrani), pneuma (dalam bahasa Yunani) angin, nafas maknanya merujuk kepada keadaan saat hidup atau berkaitan dengan mahluk hidup dalam PB mengacu pada Roh Kudus /Roh Allah. Jadi dapat disimpulkan bahwa karunia roh adalah pemberian dari Allah kepada manusia dan karunia roh itu berasal dari Roh Kudus atau Roh Allah (Kis. 5:3-4, 26:16-25; Ibr. 10:15), yang memiliki kepribadian (Ibr. 9:14; Maz. 139:7-10; Kis. 1:8; 1 Kor. 2:10), dan melakukan pekerjaan Allah. (Kej. 1:2; 1 Kor. 6:11; 1 Pet. 1:21; Kis. 20:28). Namanya disebut bersama-sama dengan Allah. (Mat. 28:20; 2 Kor. 13:13). Biasanya Roh Kudus dilambangkan dengan Angin (Yohanes 3:8) Merpati (Lukas 3:22) Api (Kisah Para Rasul 2:3) Materai (Efesus 1:13-14).
Karunia Roh bukan berasal dari dunia melainkan dari Allah. Karunia Roh Kudus sudah ada sebelum dunia ada dan segala isinya tercipta (Kejadian 1:1-2). Contohnya pada hari Pentakosta aktivitas Roh Kudus dinyatakan kepada manusia yang menunjukkan masa baru (Kisah Para Rasul 2). Mereka semua berbahasa lidah atau “glossolalia,” istilah yang terbentuk dari bahasa Yunani, pada waktu Roh mengaruniai mereka kemampuan untuk berbuat demikian. Bahasa-bahasa lidah ini adalah bahasa yang dimengerti oleh orang-orang dari seluruh Kekaisaran Roma yang datang ke Yerusalem untuk Pentakosta.
Sebagian orang percaya bahwa rasul-rasul itu diberi karunia suatu kemampuan yang luar biasa untuk dapat berbahasa asing yang mereka belum kenal. Dalam Perjanjian Baru, kitab Kisah Para Rasul menceritakan peristiwa "Pentakosta", di mana "lidah-lidah api" hinggap pada para orang percaya mulai berkata-kata dengan bahasa-bahasa lain. Kitab Kisah Para Rasul (2:1) menggambarkan fenomena "penerjemahan mujizat", di mana ketika Para Rasul sedang berbicara, orang-orang dari berbagai belahan dunia yang hadir mendengar mereka berbicara dalam bahasa mereka sendiri dan semua orang yang hadir terheran karena para rasul dapat di mengerti oleh pendengar (Kis 2: 6-8).
Penulis Surat Yakobus menjelaskan bahwa setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang (Yak. 1:17). Pemberian yang baik berarti anugerah yang dipergunakan untuk kemuliaan Bapa yang di Surga. Dengan demikian dapat dipahami bahwa ada berbagai macam karunia roh yang diberikan oleh Allah kepada manusia ini. Rasul Paulus menggambarkan beberapa karunia roh seperti halnya: berkata-kata dengan hikmat, berkata-kata dengan pengetahuan, menyembuhkan, mengadakan mujizat, karunia untuk bernubuat, membedakan bermacam-macam roh, berkata-kata dengan bahasa roh, (I Kor 12: 8-10). Selain itu seperti yang terdapat dalam Gal. 5: 22-23, dan semua karunia yang diberikan itu bertujuan untuk memuliakan Allah (I Pet. 4:11) di dunia.
Oleh karena itu, penggunaan karunia roh hendaknya disesuaikan dengan kondisi kebutuhan untuk saling melengkapi dalam semua kekurangan yang ada terutama dalam gereja. Sebaiknya jika suatu karunia tidak cocok untuk dilaksanakan janganlah dipaksakan untuk jemaat tertentu karena itu tidak akan membangun persekutuan jemaat yang ada. Sebagai contoh: Rasul Paulus melarang untuk memaksakan memakai bahasa roh jika anggota jemaat lainnya tidak ada yang dapat menafsirkan sehingga tidak dimengerti oleh jemaat (I Kor 14: 28), sehingga, karunia roh bukan sesuatu yang dipaksakan dan diwajibkan seseorang harus bisa dalam segala hal melainkan.

III. Refleksi
Dalam pergumulan hidup mari kita bersama berrefleksi, terutama dalam keberadaan diri sebagai umat Kristen dalam dunia ini. Kecenderungan ini mengakibatkan manusia menjadi lebih mempercayai apa yang dikatakan oleh horoskop dalam menentukan sikap dan perilaku kehidupannya. Dengan sendirinya kepercayaan itu akan menjauhkan manusia dari percaya kepada Tuhan. Manusia yang mempercayai horoskop dengan sendirinya akan lebih menuruti apa yang dikatakan oleh horoskop dibandingkan dengan menuruti apa yang telah dikatakan oleh Firman Tuhan.
Mempercayai horoskop berarti melakukan apa yang diminta oleh horoskop tersebut dan menutup kesadaraan akan adanya karunia roh yang diberikan Tuhan pada diri manusia. Manusia mempunyai pribadi yang berbeda, tidak ada yang sama kembar sekalipun, jadi karunia roh yang diberikan Allah berbeda-beda seperti yang tertulis di Galatia “Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri”.
Karunia roh memberikan pemahaman kepada setiap orang percaya bahwa hanya sesuai dengan kehendak Allah-lah setiap orang percaya melakukan aktifitasnya dan penentu masa depan manusia. Tidak ada yang menguasai kehidupan ini selain Allah sendiri. Segala yang ada di bumi merupakan ciptaan Allah yang harus dipergunakan untuk memuliakan Allah. Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki manusia harus dipergunakan untuk memuliakan Tuhan saja.
Allah selalu memberikan yang terbaik buat orang yang percaya. Nabi Yesaya mengatakan bahwa Allah merancangkan yang terbaik bagi orang percaya yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan (Yer. 29: 11). Oleh sebab itu apapun yang sedang dihadapi oleh orang percaya dalam dunia ini bukan berarti bahwa Allah melupakan kita akan tetapi Dia sedang merancang yang terbaik bagi kita. Kesulitan yang dihadapi bukan berarti menjadikan kita mencari penyelesaian kepada ilah-ilah lain.
Bermacam-macam karunia roh seperti yang terdapat di akan tetapi semua itu berasal dari satu sumber dan dikerjakan oleh satu sumber pula yaitu Roh yang dari pada Allah. Oleh karena itu karunia roh harus dipergunakan untuk kepentingan yang memberi yaitu Allah, pemujaan berhala. Kecenderungan ini jelas terlihat dengan semakin banyaknya iklan-iklan di media massa yang menyajikan astrologi horoskop dengan menjanjikan yang masadepan yang baik saja, sehingga agak susah membuat orang bertobat, susah menyadari/menyangkal kekurangan dirinya. Hal itu tidak sesuai dengan ajaran Kekristenan yang mengajarkan untuk berubah sesuai dengan kehendaknya, seperti yang tertulis di Yakobus 4: 15; “Sebenarnya kamu harus berkata: "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu." sehingga manusia merencanakan tetapi yang menentukan dalam kehidupan manusia. Ajaran Kristen tidak memanjakan umat-Nya melainkan menatakan yang sesungguhkan agar dapat memperbaiki, ataupun melepaskan manusia dari kehidupan yang kurang baik atau bertobat dan berbalik pada Allah dengan pedoman jalan kebenaran Yesus Kristus.

IV. Penutup
Ada banyak godaan di dunia ini yang menarik hati manusia untuk percaya dan melakukan seperti yang diminta untuk keberhasilan yang bertentangan pada Firman Tuhan yang mendua hati percaya kuasa astrologi horoskop dari pada Allah. Allah memberikan karunia roh kepada semua umatnya, tidak dengan prasayarat melainkan gratis, secara cuma-cuma. Hanya saja kita sebagai umat Kristen tidak percaya diri sehingga tidak meyadari ada karunia roh dalam diri.
Banyak hal yang membuat kita tidak meyadari ada karunia roh dalam diri, yaitu macam kesulitan yang kita hadapi selama masih di dalam dunia ini. Namun orang percaya diminta untuk hanya bersandar kepada Allah yang merupakan Juruselamat manusia.
Segala pengetahuan dan juga segala ketrampilan yang dimiliki oleh orang percaya harus digunakan demi kemuliaan Allah. Rasul Paulus berkata bahwa kepada setiap orang diberikan karunia roh demi kepentingan bersama (I Kor. 12: 7). Apapun yang kita miliki hendaknya itu dipergunakan demi memuliakan Allah dan demi meneguhkan persekutuan orang percaya. , segala sesuatu yang menjauhkan kita dari Allah harus kita hindari. Jika dengan menuruti astrologi horoskop orang percaya menjadi menduakan Allah maka haruslah dihindari, sebab hanya ada satu jalan menuju keselamatan yaitu Allah.

(Penulis adalah Pdt. Ramlan Hutahean, M.Th. -Sekretaris Jenderal HKBP-, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Maret 2010)

Kamis, 04 Maret 2010

ARTIKEL: ULOS, DALIHAN NATOLU DAN JAMBAR

A.ULOS
1. Hasil Peradaban
Ulos (lembar kain tenunan khas tradisional Batak) pada hakikatnya adalah hasil peradaban masyarakat Batak pada kurun waktu tertentu. Menurut catatan beberapa ahli ulos (baca: tekstil) sudah dikenal masyarakat Batak pada abad ke-14 sejalan dengan masuknya alat tenun tangan dari India. Hal itu dapat diartikan sebelum masuknya
alat tenun ke Tanah Batak masyarakat Batak belum mengenal ulos (tekstil). Itu artinya belum juga ada budaya memberi-menerima ulos (mangulosi). Kenapa? Karena nenek-moyang orang Batak masih mengenakan cawat kulit kayu atau tangki. Pertanyaan: lantas apakah yang diberikan hula-hula kepada boru pada jaman sebelum masyarakat Batak mengenal alat tenun dan tekstil tersebut?
Pertanyaan itu hendak menyadarkan komunitas Kristen-Batak untuk menempatkan ulos pada proporsinya. Ulos pada hakikatnya adalah hasil sebuah tingkat peradaban dalam suatu kurun sejarah. Ulos pada awalnya adalah pakaian sehari-hari masyarakat Batak sebelum datangnya pengaruh Barat. Perempuan Batak yang belum menikah melilitkannya di atas dada sedangkan perempuan yang sudah menikah dan punya anak atau laki-laki cukup melilitkannya di bawah dada (buha baju). Ulos juga dipakai untuk mendukung anak (parompa), selendang (sampe-sampe) dan selimut (ulos) di malam hari atau di saat kedinginan.
Dalam perkembangan sejarah nenek-moyang orang Batak mengangkat kostum atau tekstil (pakaian) sehari-hari ini menjadi simbol dan medium pemberian hula-hula kepada boru (pihak yang lebih dihormat kepada pihak yang lebih menghormat).

2. Makna Awal
Secara spesifik pada masa pra-kekeristenan ulos atau tekstil sehari-hari itu dijadikan medium (perantara) pemberian berkat (pasu-pasu) dari mertua kepada menantu/
anak perempuan, kakek/nenek kepada cucu, paman (tulang) kepada bere, raja kepada rakyat. Sambil menyampaikan ulos pihak yang dihormati ini menyampaikan kata-kata berupa berkat (umpasa) dan pesan (tona) untuk menghangatkan jiwa si penerima. Ulos sebagai simbol kehangatan ini bermakna sangat kuat, mengingat kondisi Tanah Batak yang dingin. Dua lagi simbol kehangatan adalah: matahari dan api.
Bagi nenek-moyang Batak yang pra-Kristen selain ulos itu an sich yang memang penting, juga kata-kata (berkat atau pesan) yang ingin disampaikan melalui medium ulos itu. Kita juga mencatat secara kreatif nenek-moyang Batak juga menciptakan istilah ulos na so ra buruk (ulos yang tidak bisa lapuk), yaitu tanah atau sawah. Pada keadaan tertentu hula-hula dapat juga memberi sebidang tanah atau ulos yang tidak dapat lapuk itu kepada borunya. Selain itu juga dikenal istilah ulos na tinonun sadari (ulos yang ditenun dalam sehari) yaitu uang yang fungsinya dianggap sama dengan ulos.
Ulos yang panjangnya bisa mencapai kurang lebih 2 meter dengan lebar 70 cm (biasanya disambung agar dapat dipergunakan untuk melilit tubuh) ditenun dengan tangan. Waktu menenunnya bisa berminggu-minggu atau berbulan-bulan tergantung tingkat kerumitan motif. Biasanya para perempuan menenun ulos itu di bawah kolong rumah. Sebagaimana kebiasaan jaman dahulu mungkin saja para penenun pra-Kristen memiliki ketentuan khusus menenun yang terkait dengan kepercayaan lama mereka. Itu tidak mengherankan kita, sebab bukan cuma menenun yang terkait dengan agama asli Batak, namun seluruh even atau kegiatan hidup Batak pada jaman itu. (Yaitu: membangun rumah, membuat perahu, menanam padi, berdagang, memungut rotan, atau mengambil nira). Mengapa? Karena memang mereka pada waktu itu belum mengenal Kristus! Sesudah nenek moyang kita mengenal Kristus, mereka tentu melakukan segala aktivitas itu sesuai dengan iman Kristennya, termasuk menenun ulos!

3. Pergeseran Makna Ulos
Masuknya Injil melalui para misionaris Jerman penjajahan Belanda harus diakui sedikit-banyak juga membawa pergeseran terhadap makna ulos. Nenek-moyang Batak mulai mencontoh berkostum seperti orang Eropah yaitu laki-laki berkemeja dan bercelana panjang dan perempuan Batak (walau lebih lambat) mulai mengenal gaun dan rok meniru
pola berpakaian Barat. Ulos pun secara perlahan-lahan mulai ditinggalkan sebagai kostum atau pakaian sehari-hari kecuali pada even-even tertentu. Ketika pengaruh Barat semakin merasuk ke dalam kehidupan Batak, penggunaan ulos sebagai pakaian sehari-hari semakin jarang. Apa akibatnya? Makna ulos sebagai kostum sehari-hari (pakaian) berkurang namun konsekuensinya ulos (karena jarang dipakai) jadi malah dianggap “keramat”. Karena lebih banyak disimpan ketimbang dipergunakan, maka ulos pun mendapat bumbu “magis” atau “keramat”. Sebagian orang pun mulai curiga kepada ulos sementara sebagian lagi menganggapnya benar-benar bertuah.

4. Ulos Dan Kekristenan
Bolehkah orang Kristen menggunakan ulos? Bolehkah gereja menggunakan jenis kostum atau tekstil yang ditemukan masyarakat Batak pra-Kristen? Jawabannya sama dengan jawaban Rasul Paulus kepada jemaat Korintus: bolehkah kita menyantap daging yang dijual di pasar namun sudah dipersembahkan di kuil-kuil (atau jaman sekarang disembelih dengan doa dan kiblat agama tertentu)? Jawaban Rasul Paulus sangat tegas: boleh. Sebab makanan atau jenis pakaian tidak membuat kita semakin dekat atau jauh dari Kristus (II Korintus 8:1-11). Pertanyaan yang sama diajukan oleh orang Yahudi-Kristen di gereja Roma: bolehkah orang Kristen makan babi dan atau bercampur darah hewan dan semua jenis binatang yang diharamkan oleh kitab Imamat di Perjanjian Lama? Jawaban Rasul Paulus: boleh saja. Sebab Kerajaan Allah bukan soal makanan atau minuman tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita Roh Kudus (Roma 14:17). Analoginya sama: bolehkah kita orang Kristen memakai ulos? Jawabnya : boleh saja. Sebab Kerajaan Allah bukan soal kostum, jenis tekstil atau mode tertentu, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus.
Sebagaimana telah dikatakan di atas, pada masa lalu ulos adalah medium (pengantara) pemberian berkat hula-hula kepada boru. Pada masa sekarang, bagi kita komunitas Kristen-Batak ulos bukan lagi medium, tetapi sekedar sebagai simbol atau tanda doa (permohonan berkat Tuhan) dan kasih hula-hula kepada boru. Dengan atau tanpa memberi ulos, hula-hula dapat berdoa kepada Allah dan Tuhan Yesus Kristus memohon berkat untuk borunya. Ulos adalah simbol doa dan kasih hula-hula kepada boru. Kedudukannya sama dengan simbol-simbol lainnya: bunga, cincin, sapu tangan, tongkat dll.

5. Nilai Ulos Bagi Kita Orang Kristen Moderen
Sebab itu bagi kita komunitas Kristen-Batak moderen ulos warisan leluhur itu tetap bernilai atau berharga minimal karena 4 (empat) hal:
Pertama: siapa yang memberikannya. Ulos itu berharga karena orang yang memberikannya sangat kita hargai atau hormati. Ulos itu adalah pemberian mertua atau tulang atau hula-hula kita. Apapun yang diberikan oleh orang-orang yang sangat kita hormati dan menyayangi kita - ulos atau bukan ulos - tentu saja sangat berharga bagi kita.
Kedua: kapan diberikan. Ulos itu berharga karena waktu, even atau momen pemberiannya sangat penting bagi kita. Ulos itu mengingatkan kita kepada saat-saat khusus dalam hidup kita saat ulos itu diberikan: kelahiran, pernikahan, memasuki rumah dll. Apapun pemberian tanda yang mengingatkan kita kepada saat-saat khusus itu – ulos atau bukan ulos - tentu saja berharga bagi kita.
Ketiga: apa yang diberikan. Ulos itu berharga karena tenunannya memang sangat khas dan indah. Ulos yang ditenun tangan tentu saja sangat berharga atau bernilai tinggi karena kita tahu itu lahir melalui proses pengerjaan yang sangat sulit dan memerlukan ketekunan dan ketrampilan khusus. Namun tidak bisa dipungkiri sekarang banyak sekali beredar ulos hasil mesin yang mutu tenunannya sangat rendah.
Keempat: pesan yang ada dibalik pemberian ulos. Selanjutnya ulos itu berharga karena
dibalik pemberiannya ada pesan penting yang ingin disampaikan yaitu doa dan nasihat. Ketika orangtua atau mertua kita, atau paman atau ompung kita, menyampaikan ulos itu dia menyampaikan suatu doa, amanat dan nasihat yang tentu saja akan kita ingat saat kita mengenakan atau memandang ulos pemberiannya itu.
Disini kita tentu saja harus jujur dan kritis. Bagaimana mungkin kita menghargai ulos yang kita terima dari orang yang tidak kita kenal, pada waktu sembarangan secara masal, dengan kualitas tenunan asal-asalan? Tidak mungkin. Sebab itu komunitas Batak masa kini harus serius menolak trend atau kecenderungan sebagian orang “mengobral ulos”: memberi atau menerima ulos secara gampang. Ulos justru kehilangan makna karena terlalu gampang memberi atau menerimanya dan atau terlalu banyak. Bagaimana kita bisa menghargai ulos sebanyak tiga karung?

6. Siapa Memberi - Siapa Menerima?
Dalam Batak ulos adalah simbol pemberian dari pihak yang dianggap lebih tinggi kepada pihak yang dianggap lebih rendah. Namun keadaan kadang membingungkan. Ulos diberikan juga justru kepada orang yang dianggap pemimpin atau sangat dihormati. Dalam kultur Batak padahal ulos tidak pernah datang dari “bawah”. Lantas mengapa kita kadang memberi ulos kepada pejabat yang justru kita junjung, atau kepada pemimpin gereja yang sangat kita hormati? Bukankah merekalah yang seharusnya memberi ulos (mangulosi)? Kebiasaan memberi ulos kepada Kepala Negara atau Eforus (pimpinan gereja) selain mereduksi makna ulos juga sebenarnya merendahkan posisi kepala negara dan pemimpin gereja itu.

7. Hanya Salah Satu Ciri Khas
Ulos memang salah satu ciri khas Batak. Namun bukan satu-satunya ciri kebatakan. Bahkan sebenarnya ciri khas Batak yang terutama bukanlah ulos (kostum, tekstil),
tetapi bius dan horja, demokrasi, parjambaran, kongsi dagang, dan dalihan na tolu. Posisi ulos menjadi sentral dan terlalu penting justru setelah budaya Batak mengalami reduksi yaitu diminimalisasi sekedar ritus atau seremoni pernikahan yang sangat konsumtif dan eksibisionis. Hanya dalam rituslah kostum atau tekstil menjadi dominan. Dalam aksi sosial atau perjuangan keadilan politik, ekonomi, sosial dan budaya kostum nomor dua. Inilah tantangan utama kita: mengembangkan wacana atau diskursus kebatakan kita yang lebih substantif atau signifikan bagi kemajuan masyarakat dan bukan sekadar meributkan asesori atau kostum belaka.

8. Ulos Diterima Dengan Catatan
Ekstrim pertama: Sebagian orang Kristen-Batak menolak ulosnya karena dianggap sumber kegelapan. Padahal darah Tuhan Yesus yang tercurah di Golgota telah menebus dan menguduskan tubuh dan jiwa serta kultur Batak kita. Ulos artinya telah boleh dipergunakan untuk memuliakan Allah Bapa, Tuhan Yesus dan Roh Kudus.
Ekstrim yang lain: Sebagian orang Kristen-Batak mengeramatkan ulosnya. Mereka menganggap ulos itu keramat, tidak boleh dijual, tidak boleh dipakai. Mereka lupa bahwa Kristus-lah satu-satunya yang berkuasa dan boleh disembah, bukan warisan nenek moyang termasuk ulos.
Sikap kristiani: Tantangan bagi kita komunitas Kristen-Batak sekarang adalah menempatkan ulos pada proporsinya: kostum atau tekstil khas Batak. Tidak lebih tidak kurang. Bukan sakral dan bukan najis. Jangan ditolak dan jangan dikeramatkan! Jangan dibuang dan jangan cuma disimpan!

B.DALIHAN NA TOLU (TUNGKU TIGA BATU)
DALIHAN NA TOLU pada dasarnya berarti tungku (tataring) yang terbuat dari tiga buah batu yang disusun. Tiga buah batu itu mutlak diperlukan menopang agar belanga atau periuk tidak terguling. Selanjutnya di kemudian hari istilah dalihan na tolu ini dipergunakan untuk menunjuk kepada hubungan kekerabatan yang diakibatkan oleh pernikahan, yaitu dongan tubu (pihak kawan semarga), hula-hula (pihak “pemberi perempuan”) dan boru (pihak “penerima perempuan”). Sebab itu dalihan na tolu adalah konstruksi sosial yang diciptakan oleh suatu masyarakat dan budaya Batak. Dalihan na tolu bukanlah wahyu atau sesuatu yang alami dan terjadi dengan sendirinya. Dalihan na tolu adalah produk budaya Batak.

1. Berkembang Dalam Sejarah
Jika kita melihat secara kritis kultur Batak termasuk dalihan na tolu sebenarnya bukan sesuatu yang statis atau beku tetapi juga mengalami pergeseran dan perkembangan dalam sejarah. Sebagai contoh penghormatan terhadap hula-hula justru semakin kuat dengan datangnya kekristenan. Mengapa? Sebab sulit kita membayangkan bahwa nenek moyang kita dapat memberi penghormatan yang sama tingginya kepada tiap hula-hula jika dia memiliki istri lebih dari satu. Lebih sulit lagi membayangkan nenek-moyang kita dapat menghormati hula-hula dari selir (rading) atau istri yang diperolehnya secara paksa dari peperangan atau bekas hambanya. Namun dengan masuknya kekristenan yang membuat pernikahan orang Batak menjadi monogami dan permanen (abadi) maka dampaknya penghormatan terhadap hula-hula juga semakin kuat. Semakin baik pernikahan maka penghormatan kepada hula-hula juga semakin baik.
Contoh lain menunjukkan pergeseran dalihan na tolu: Pada jaman dahulu tidak semua even pertemuan Batak dihadiri oleh tulang atau hula-hula (kecuali pesta besar). Hal ini dapat dimaklumi karena hula-hula atau tulang tinggal di kampung yang lain yang jauh (kecuali bagi sonduk hela, orang yang menetap di kampung hula-hulanya). Namun keadaan ini berubah dengan migrasi orang Batak ke luar Tapanuli. Kampung dan kota di luar Tapanuli bersifat majemuk (multi marga, multi suku). Banyak orang kini tinggal sekampung atau bahkan bertetangga dengan hula-hula atau tulang-nya. Apakah
dampaknya? Interaksi antara hula-hula dan boru semakin intensif. Jika ada acara di rumah banyak orang jadi sungkan jika tidak mengundang tulang atau hula-hula yang kebetulan menjadi tetangga atau tinggal sekota dengannya.
Pada jaman dahulu ketika nenek moyang kita masih menetap di Tanah Batak kampung identik dengan marga. Artinya “dongan sahuta” hampir identik dengan “dongan tubu”. Namun dengan migrasi orang Batak ke Sumatera Timur dan kota-kota lain keadaan berubah. Dongan sahuta tidak lagi otomatis dongan tubu (kawan semarga). Dampak perubahan demografi ini peranan dongan sahuta (parsahutaon) yang terdiri dari multi marga ini semakin besar di kota-kota. Jonok dongan partubu jumonok dongan parhundul.

2. Manat Mardongan Tubu, Elek Marboru, Somba Marhula-Hula
Jika kita perhatikan kampung-kampung tradisional di Tapanuli dihuni oleh orang-orang yang semarga. Dongan tubu karena itu adalah teman untuk mengerjakan banyak hal dalam kehidupan sehari-hari. Sebab itu kita harus memperlakukan dongan tubu secara hati-hati (manat). Kehati-hatian pada dasarnya adalah bentuk lain dari sikap hormat. Nasihat ini relevan sebab justru kehati-hatian sering kali hilang karena merasa terlalu dekat atau akrab. Hau na jonok do na masiososan. Selanjutnya Elek marboru merupakan nasihat bahwa boru harus senantiasa dielek atau dianju (dibujuk). Boru adalah penopang dan penyokong. Sebab itu mereka senantiasa diperlakukan dengan ramah-tamah dan lemah-lembut agar mereka tidak sakit hati dan kemudian membiarkan hula-hula-nya. Namun sebaliknya: Bagi orang Batak pra-Kristen hula-hula memang dipandang sebagai mata ni ari bisnar, sumber berkat dan kesejahteraan, sebab itu harus disembah (somba marhula-hula).
Lantas bagaimana dengan kita orang Kristen? Prinsip-prinsip dalihan na tolu ini dapat terus kita pertahankan sebagai kontsruksi budaya yang positif. Namun makna somba marhula-hula harus kita beri warna baru. Sebab bahasa Batak tidak membedakan istilah hormat dan sembah. Sementara sebagai orang Kristen kita mengakui bahwa Tuhanlah sumber berkat satu-satunya. Hula-hula atau mertua hanyalah salah satu (baca: bukan satu-satunya) saluran atau distributor berkat yang dipakai Tuhan.
Selanjutnya sebagai orang Kristen dan moderen, kita juga harus memperkaya prinsip dalihan na tolu ini dengan semangat egalitarian (kesetaraan). Pada dasarnya tiap-tiap orang, tanpa kecuali, harus kita hormati. Tiap-tiap orang (apapun suku, ras, profesi, pendidikan, jenis kelamin, agama dan tingkat ekonominya) pantas mendapat hormat. Kita wajib menghormati hula-hula, melindungi boru dan memperlakukan hati-hati dongan tubu kita tanpa memandang latar belakang ekonominya, pendidikan, pangkat atau jabatannya.

3. Sirkulasi Peran Dan Jabatan
Inti atau substansi kultur dalihan na tolu adalah sirkulasi dan distribusi peran dan jabatan. Dalam kultur Batak setiap orang tidak mungkin terus-menerus dihormati sebagai hula-hula. Hari ini menjadi boru, esok menjadi dongan tubu, lusa menjadi hula-hula. Hari ini duduk dilayani besok melayani. Tidak ada orang yang mutlak selama-lamanya (dondon pate) dihormati. Tidak ada juga orang yang selama-lamanya berada di bawah melayani!
Masyarakat Batak sangat sadar akan arti ruang atau tempat dan even. Peran dan kedudukan seseorang sangat dinamis sebab tergantung ruang dan even (ulaon). Sirkulasi peran dan jabatan ini merupakan kontribusi masyarakat Batak bagi gereja dan masyarakat. Bahwa semua orang harus bergantian melayani dan dilayani, menghormati dan dihormati. Tidak ada yang terus-menerus boleh menjadi kepala atau pemimpin.
Ini sangat relevan dengan dunia modernitas. Kepemimpinan moderen tergantung kepada even dan ruang dan waktu. Tidak ada orang yang boleh mengklaim menjadi pemimpin di setiap even, di semua ruang dan sepanjang waktu. Ini juga relevan dengan iman Kristen yang memandang semua manusia setara di hadapan Tuhan (Gal 3:28) dan harus diperlakukan dengan hormat dan kasih (Roma 12:10, II Pet 1:7, Yoh 13:14, 34)

4.Hukum Berbalasan Positif
Selanjutnya dalihan na tolu merupakan perwujudan prinsip hukum berbalasan. Sisoli-soli
do uhum siadapari do gogo. Saling berbalas adalah hukum dan saling berganti merupakan kekuatan. Boru memberikan juhut (daging) dan hula-hula menyambut dan memberikan boras dohot dengke (beras dan ikan). Boru memberikan piso-piso (uang) dan hula-hula merespons dengan memberi doa memohon berkat. Hula-hula memberikan ulos dan boru membalas dengan uang. Prinsip berbalasan positif (sisoli-soli) ini bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kesejahteraan bersama. Beban dan keuntungan dibagi dan dipikul bersama. Hula-hula, dongan tubu dan boru harus sama-sama bersukacita dan beruntung. Tidak boleh ada pihak yang ingin menang dan nikmat sendiri!
Namun prinsip dalihan na tolu tetap harus dimurnikan senantiasa dengan KASIH AGAPE atau kasih tanpa mengharapkan balasan yang diajarkan Yesus. Yesus memang tidak pernah melarang kita membalas yang baik (seluruh ayat Alkitab hanya melarang membalas yang jahat), namun Dia menghendaki agar kita belajar juga mengasihi dan memberi tanpa mengharapkan balasan (pamrih).

5. Kesetaraan Perempuan Dan Laki-Laki
Tuhan Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan sebagai citra Allah (Kej 1:27). Laki-laki dan perempuan sama dan setara di hadapanNya (Gal 3:28). Kekristenan mengajarkan bahwa perempuan bukanlah manusia kelas dua atau bagian laki-laki. Perempuan juga bukan properti milik laki-laki yang dapat dijadikan objek transaksi atau perjanjian jual-beli. Sebab itu komunitas Kristen-Batak juga harus menempatkan dalihan na tolu dalam konteks kesetaraan (hadosan) dan keadilan (hatigoran) laki-laki dan perempuan.
Pada jaman dahulu hula-hula dianggap sebagai pemberi perempuan. Namun di jaman modern perempuan yang bebas dan otonom karena itu tidak boleh dijadikan objek apalagi “diserah-terimakan”. Perempuan adalah subjek atau pribadi. Pernikahan karena itu kini dianggap perjanjian dua pihak yang setara. Akibatnya secara tak langsung makna hula-hula pun bergeser bukan lagi sebagai “marga pemberi perempuan” namun “marga asal perempuan”.
Sinamot atau tuhor (uang mahar pernikahan( karena itu bukanlah keuntungan yang diperoleh dari transaksi perempuan tetapi harus diartikan sebagai biaya (cost) yang diperlukan untuk menciptakan sukacita bersama.

6. Gereja Mencegah Chaos
Gereja HKBP memiliki anggota yang mayoritas Batak (minimal sampai saat ini). Anggota HKBP karena itu juga dalam hidupnya menghayati dalihan na tolu. Salah satu prinsip dalihan na tolu adalah melarang pernikahan yang semarga. Gereja HKBP menerima prinsip melarang pernikahan semarga ini agar tidak terjadi chaos atau kekacauan di masyarakat. Sebagaimana dikatakan Rasul Paulus agar semuanya berlangsung secara teratur (I Kor 14:40) dan rapih tersusun (Ef 4:16)

7. Depolitisasi Dan Domestikasi Adat
Dahulu yang disebut adat Batak adalah segala sesuatu konsep, nilai, ide, hasil karya dan kegiatan orang Batak (menanam padi, membangun rumah, membuka kampung baru, berperang, mengikat perjanjian antar marga dll). Dalam perkembangan terakhir makna adat telah mengalami proses depolitisasi dan domestikasi. Kini adat Batak direduksi atau diminimalisasi menjadi sekedar ritus domestik (rumah tangga): ritus pernikahan, kelahiran dan kematian. Apa akibatnya? Peranan dalihan na tolu menjadi sangat dominan atau menonjol walaupun pada prakteknya kurang berpengaruh kepada kehidupan ekonomi dan politik komunitas Kristen-Batak itu sendiri. Sebab itu tantangan bagi kita sekarang adalah mencari dan menemukan hakikat atau esensi adat Batak itu sendiri agar tidak larut dan hanyut dalam ritus atau seremoni konsumtif belaka.

C.JAMBAR
JAMBAR adalah istilah yang sangat khas Batak. Kata jambar menunjuk kepada hak atau bagian yang ditentukan bagi seseorang (sekelompok orang). Kultur Batak menyebutkan ada 3(tiga) jenis jambar. Yaitu: hak untuk mendapat bagian atas hewan sembelihan (jambar juhut), hak untuk berbicara (jambar hata) dan hak untuk mendapat peran atau tugas dalam pekerjaan publik atau komunitas (jambar ulaon).
Tiap-tiap orang Batak atau kelompok dalam masyarakat Batak (hula-hula, dongan sabutuha, boru, dongan sahuta dll) sangat menghayati dirinya sebagai parjambar. Yaitu: orang yang memiliki sedikit-dikitnya 3(tiga) hak: bicara, hak mendapat bagian atas hewan yang disembelih dalam acara komunitas, dan hak berperan dalam pekerjaan publik atau pesta komunitas. Begitu pentingnya penghayatan akan jambar itu, sehingga bila ada orang Batak yang tidak mendapatkan atau merasa disepelekan soal jambarnya maka dia bisa marah besar.

1. Jambar Hata
Pertama-tama tiap-tiap orang dalam komunitas Batak (kecuali anak-anak dan orang lanjut usia yang sudah pensiun dari adat/ naung manjalo sulang-sulang hariapan) diakui memiliki hak bicara (jambar hata). Sebab itu dalam tiap even pertemuan komunitas Batak tiap-tiap orang dan tiap-tiap kelompok/ horong harus diberikan kesempatan bicara (mandok hata) di depan publik. Jika karena alokasi waktu jambar hata harus direpresentasikan melalui kelompok/ horong (hula-hula, dongan tubu, boru dll) maka orang yang ditunjuk itu pun harus berbicara atas nama kelompok/ horong
yang diwakilinya. Sebagai simbol dia harus memanggil anggota kelompoknya berdiri bersama-sama dengannya. Sekilas mungkin orang luar mengatakan bahwa acara mandok hata ini sangat bertele-tele dan tidak efisien.
Namun pada hakikatnya jambar hata ini menunjuk kepada pengakuan bahwa tiap-tiap orang memiliki hak untuk mengeluarkan pendapatnya (baca: hak untuk didengarkan) di depan publik. Bukankah hal-hal ini sangat demokratis dan moderen?

2. Jambar Juhut
Selanjutnya jambar juhut menunjuk kepada pengakuan akan hak tiap-tiap orang untuk mendapat bagian dari hewan sembelihan dalam pesta. Lebih jauh. jambar juhut ini merupakan simbol bahwa tiap-tiap orang berhak mendapat bagian dari sumber-sumber daya (resources) kehidupan atau berkat yang diberikan Tuhan. Sebab itu bukan potongan daging (atau tulang) itu yang terpenting tetapi pengakuan akan keberadaan dan hak tiap-tiap orang. Sebab itu kita lihat dalam even pertemuan Batak bukan hanya hasil pembagian hewan itu yang penting tetapi terutama proses membagi-baginya. (acara mambagi jambar). Sebab proses pembagian jambar itu pun harus dilakukan secara terbuka (transparan) dan melalui perundingan dan kesepakatan dari semua pihak yang hadir, dan tidak boleh langsung di-fait accompli oleh tuan rumah atau seseorang tokoh. Jolo sineat hata asa sineat raut. Setiap kali potongan daging atau juhut diserahkan kepada yang berhak maka protokol (parhata) harus mempublikasikan (manggorahon) di depan publik. Selanjutnya setiap kali seseorang menerima jambar maka ia harus kembali mempublikasikannya lagi kepada masing-masing anggotanya bahwa jambar (hak) sudah mereka terima.
Jambar juhut ini menunjuk kepada gaya hidup berbagi (sharing) yang sangat relevan dengan kehidupan modernitas (demokrasi) dan kekristenan. Sumber daya kehidupan atau berkat Tuhan tidak boleh dinikmati sendirian tetapi harus dibagi-bagikan secara adil dalam suatu proses dialog yang sangat transparan.
Inilah salah kontribusi komunitas Batak kepada masyarakat dan negara Indonesia. Bahwa hasil pembangunan dan devisa Indonesia seyogianya harus bisa juga dibayangkan sebagai ternak sembelihan yang semestinya dibagi-bagi kepada seluruh rakyat secara adil dan transparan.

3. Jambar Ulaon
Jambar ulaon menunjuk kepada pengakuan kultur Batak bahwa tiap-tiap orang harus diikutsertakan dan dilibatkan dalam pekerjaan publik. Dalam even pertemuan komunitas Batak tidak ada penonton pasif, sebab semua orang adalah peserta aktif. Tiap-tiap orang adalah partisipan (parsidohot) dan pejabat (partohonan). Dari kedalaman jiwanya orang Batak sangat rindu diikutsertakan dan dilibatkan dalam pekerjaan publik atau komunitas.
Pada dasarnya orang Batak rindu memiliki peran dan kedudukan dalam komunitas dan masyarakatnya (termasuk gerejanya). Jika ia tidak memiliki peran dan kedudukan itu, maka kemungkinan yang terjadi cuma dua: si orang Batak ini akan pergi menjauh atau “menimbulkan keonaran”. Sebaliknya jika dia disertakan atau dilibatkan, sebagai parsidohot dan parjambar dan partohonan maka dia akan berusaha memikul dan menanggung pekerjaan itu sebaik-baiknya dan dengan sekuat tenaganya (termasuk berkorban materi). Mengapa laki-laki Batak begitu rajin dan betah di pesta adat? Sebab di sana mereka memiliki peran dan kedudukan!

4. Jambar Dan Nasib
Namun komunitas Kristen-Batak sekarang tetap harus mewaspadai seandainya masih ada sisa-sisa kaitan jambar dengan pemahaman nasib (sibaran, bagian, turpuk). Kekristenan jelas-jelas menolak konsepsi tentang nasib (predestinasi), yaitu anggapan bahwa kehidupan, kinerja dan prestasi seseorang sudah ditentukan sebelumnya jauh sebelum dia lahir. Kematian Yesus di kayu salib dan kebangkitanNya kembali dari antara orang mati telah menghapuskan nasib ini. Yang lama telah berlalu sebab yang baru telah tiba (II Kor 5:17). Bagi orang percaya tidak ada yang mustahil sebab itu tidak ada juga nasib ( Luk 1:37, Kej 18:1 ). Tuhan tidak pernah merencanakan kecelakaan tetapi masa depan yang penuh pengharapan bagi kita (Yer 29:30). Sebab itu bagi kita komunitas Kristen-Batak jambar tidak boleh diartikan sebagai nasib. Itu artinya pemahaman tentang jambar harus didasarkan kepada Firman Tuhan.
Bagi kita komunitas Kristen-Batak jambar memiliki makna baru: yaitu simbol hidup berbagi yang diteladankan oleh Yesus. Yaitu sebagaimana Yesus telah rela mati di kayu salib memecah-mecah tubuhNya dan mencurahkan darahNya untuk kehidupan dan kebaikan semua orang, maka kita juga harus selalu membagi-bagi sumber daya kehidupan atau berkat yang kita terima kepada sesama.
Dalam kehidupan sehari-hari kita mau menyatakan bahwa sumber-sumber daya ekonomi, sosial dan politik serta budaya yang ada di masyarakat dan negara harus dibagi-bagi dan didistribusikan secara adil dan merata, dengan semangat solidaritas (kesetiakawanan).

5. Persatuan Dan Keadilan
Budaya Jambar adalah simbol PERSATUAN dan KEADILAN sekaligus. Dengan memberikan kepada tiap-tiap orang dan kelompok apa yang menjadi hak-haknya (hak bicara, hak mendapat bagian dalam sumber daya, dan hak berperan) keadilan diwujudkan dan persatuan diteguhkan pada saat yang sama. Persatuan tanpa keadilan adalah penindasan. Keadilan tanpa persatuan adalah permusuhan. Sebab itu: Persatuan Indonesia pun harus dimengerti dan dihayati dalam rangka Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

6. Teologi Jambar Dalam Gereja
Sebagai gereja yang anggotanya sebagian besar atau hampir semua berlatar-belakang Batak, HKBP mau tak mau harus menyadari kultur parjambaran ini. Bahwa pada dasarnya tiap-tiap anggota HKBP harus memiliki hak bicara (jambar hata), hak menikmati berkat (jambar juhut) dan hak berperan (jambar ulaon). Bagaimanakah kita mengakomodir kultur jambar ini ini dalam liturgi, persekutuan, pelayanan, organisasi dan seluruh ekspressi beribadah dan berjemaat HKBP kita?
Sebagai orang yang menghayati kultur Batak, seyogianya kita sadar bahwa warga (ruas) HKBP sangat merindukan dan mengharapkan diterima dan diakui sebagai parsidohot (perserta), parjambar, partohap (pemegang hak), parnampuna (pemilik) dan panean (pewaris) di gereja HKBP. Anggota HKBP dari kedalaman jiwanya tidak suka hanya sekedar jadi penonton atau pendengar pasif. Mereka ingin berperan dan terlibat dalam seluruh kehidupan ber-HKBP.
Banyak contoh menyebutkan jika anggota HKBP diberi peran maka dia akan melaksanakan peran itu sebaik-baiknya. Jika perannya dalam ibadah hanyalah bernyanyi tentu saja dia cuma membawa Buku Ende ke gereja. Sebaliknya jika perannya termasuk membaca Alkitab, maka dia tentu akan membawa Alkitab juga ke gereja. Selanjutnya jika anggota jemaat diberi peran untuk melayani maka dia akan membawa segala hal yang diperlukan untuk pelayanan itu dan akan bersukacita tinggal dan bertahan dalam HKBP. Pertanyaan: ingin anggota HKBP tidak lari ke tempat lain?
Jawaban: berilah dia peran dan kedudukan dan tanggungjawab di HKBP!

7. Apa Kata Alkitab?
Apa kata Alkitab tentang jambar? Yesus mendesak Petrus agar menerima Tuhan membasuh kakinya supaya dia mendapat bagian (partohap) dalam Kristus (Yoh 13:8). Selanjutnya Yesus memuji Maria karena telah memilih bagian atau jambar atau tohap na umuli (Luk 10:42). Rasul Paulus mengatakan karena kematian Yesus di kayu salib kita mendapat bagian atau parjambar dalam kerajaan Allah dan semua janjiNya. (Ef 2:12, lihat juga Ef 1:11). Kita orang percaya adalah partohap dalam kasih karunia Allah (Flp 1:7). Selanjutnya penulis Ibrani mengatakan “ai nunga gabe partohap di Kristus hita, anggo gomos tatiop ro di ujungna pos ni roha, na di hita mulana” (Heb 3:14). Bahkan kita juga telah menjadi parjambar atau partohap dalam Roh Kudus (Heb/ Ibr 6:4). Rasul Petrus juga menyatakan bahwa kita orang beriman juga mendapat bagian (partohap) dalam kemuliaan Kristus di masa mendatang (I Pet 5:1).
Karena itulah sang pemazmur mengatakan “parjambarongku do Ho, ale Jahowa, nunga pola hudok, sai radotanku do HataMi” (Maz/ Psalm 119:57, lih. 73:26). “Jahowa do parjambarangku, ninna tondingku, dibaheni marhaposan tu Ibana ma ahu” (Andung 3:24)

(Penulis adalah Pdt. Daniel Taruli Asi Harahap, M.Th., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juli 2004)

Rabu, 03 Maret 2010

ARTIKEL: HKBP SEBAGAI KOMUNITAS TERTUA DI TANAH BATAK YANG TETAP SETIA MELAYANI TUHAN

I. Apakah Yang Memotivasi Masyarakat Batak Percaya Kepada Yesus ?
Belajar dari kegiatan misionaris yang pertama yaitu : “Pdt. Samuel Munson dan Henry Lyman” (yang diutus badan Zending Boston Amerika) yang mati terbunuh di Lobu Pining Tapanuli Utara, nyata bagi kita bahwa penginjilan di Tanah Batak tidaklah semudah membalik telapak tangan. Untuk memperjuangkan pekabaran Injil harus ada pengorbanan. (Dalam Bhs Batak Toba : mudar ni na mate martir do boni ni Huria), sebab: pada hari kematian Munson dan Lyman, ketika itulah lahir Pdt. DR. I. L. Nomensen, yang menjadi Ephorus pertama di HKBP. Kalu kita pelajari mulai dari masuknya Pdt. Burton dan Ward ke-tanah Batak Th. 1824, s/d 31 Maret 1861, barulah ada 2 (dua) orang Batak yang dibabtis oleh Pdt. Van Asselt di Sipirok, yaitu: Simon Siregar dan Jakobus Tampubolon. 4 (empat) tahun kemudian, tepatnya: 27 Agustus 1865; untuk pertama kali dibaptis di Silindung, tiga belas (13) orang . (Kemungkinan untuk jubileum satu setengah abad 2011, yang diperkirakan sudah dari 6 juta jiwa yang dibabtis kedalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus yang dilayani 1.500 pendeta HKBP; -Suara HKBP edisi 50, hal 39 oleh Pdt. Drs. S. Tungkir). Nah inilah perkembangan yang bisa kita lihat sampai sekarang. Untuk semua itu, sekecil apapun dampak keKristenan yang bisa kita rasakan dengan kehadiran Injil di tanah Batak, patut kita syukuri. Pada masa itu, perjuangan pembawa Injil tidak tanggung-tanggung. Mereka harus menerjemahkannya terlebih dahulu Alkitab kedalam bahasa Batak, dengan percetakan apa adanya. Belum ada foto copy. Apa yang kita dengar itulah yang harus diingat. Mis: nasehat Pdt. Petrus Nasution : “Haposi hau Tuhan Jesus, Tuhan Jesus do hangoluan” (bd Kis. Rasul 16:31) “Percayalah kepada Allah maka kamu dan seisi rumahmu akan selama). Sekarang kita mempunyai kesempatan yang sangat luas, dan sudah dilengkapi dengan banyak fasilitas untuk mendapatkan banyak pengetahuan tentang Firman Allah, adakah semangat untuk melayani Tuhan, lebih giat dari dalam kita sekarang ini disbanding dengan orang para pendahulu kita ?

II. 1. Berawal Dari Kerja Keras
Semangat melayani yang tidak dikenal yang tidak kenal dan pantang menyerah dari para misionaris asal Jerman secara khusus, patut diacungi jempol. Mereka harus menerjemahkan isi Alkitab kedalam bahasa Daerah (Batak), melatih orang Batak membaca dan menulis, belajar menaikan lagu pujian dan cara hidup sehat. Pdt. Dr. IL Nomensen, menyelesaikan terjemahan Perjanjian. Baru kedalam bahasa Batak dengan memakai tulisan Batak dan Latin. Th. 1878, berbahasa Batak Angkola th. 1879, oleh Pdt. A. Schreiber, selanjutnya pendirian gereja, altar dan pengadaan fasilitas sebab orang Batak belum mengenal kursi dan lemari. Semua acara termasuk acara adat duduk dengan menggelar tikar (amak tiar). Kalau kita perhatikan bentuk podium (mimbar) tempat pengkotbah menyampaikan Firman Allah, itu didominasi dua (2) bentuk, yaitu: merpati dan piala, demikian juga pengaturan penempatan menghargai ibadahnya (persekutuan dengan Allah). Sekalipun kita lihat sangat lambat dari segi semakin dicintai dan semakin di mengerti. Dengan demikian kerinduan untuk beribadah setiap minggunya tetap berkesinambungan.
Untuk melanjutkan pelayanan dari satu perkampungan ke perkampungan lainnya dibutuhkan tenaga pengajar yang berasal dari daerah tersebut. Kita tahu perkampungan orang Batak dipagari dengan bambu. Mereka punya motto: sinuan bulu sibaen nalas, sinuan tutur sibaen na horas!. Dalam hal ini tidak sembarang orang bebas masuk-keluar kampung, bisa bahaya. Harus tahu adat, marga dan partuturan (hubungan marganya dengan warga kampung yang dikunjunginya). Selain itu sebahagian perkampungan (306 huta), th 1878 di Silindung jatuh ke-tangan Gubernur Belanda. Sudah pasti keluar-masuknya orang asing sangat dibatasi. pada hal tuntutan penambahan tenaga pemberita Injil semakin dibutuhkan. Maka pada th. 1883, dibuka sekolah pendeta bagi orang Batak Th 1889, dibuka juga kesempatan bagi kaum Ibu, anak gadis dan anak perempuan, dengan tenaga penajar Nn. Hester Needam (Silindung). Dibantu Nn. Tora, Nn. Nieman di Toba. Th 1894, dalam perjanjian lama disalin kedalam bahasa Batak oleh Pdt. PH. Johansen. Inilah sebagaian upaya kerja keras yang dengansabar ditekuni dan dipergumulkan oleh para pendahulu kita. Alhasil , orang Batak keluar dari kegelapan. Misionaris telah membawa terang Firman Tuhan lewat pendidikan Theologia, Ilmu Pengetahuan (termasuk keterampilan, bertukang, berkebun beternak. Para guru Zending .dilathin mengajar kelas (pendidikan umum),demikian juga di gereja Hampir semua sekolah Zending, mengajar dikelas (pendidikan Umum), demikian juga di-Gereja. Hampir semua sekolah Zendin, dilatih untuk bosa berdoa dan menyanyikan lagu pujia. Kompleks Gereja / sekolah ditanami buah-buahan, sayur-sayuran dan jenis palawija. Isteri pendeta altar dan Gr. Zending di latih memakai peralatan bidan untuk menolong persalinan. Ketika itu tali pusar anak yang baru lahir masih dipotong dengan bambu. Begitu juga dengan “roti perjamuan kudus” ada yang dibuat sendiri. Ketika itu hubungan Jerman dengan orang Batak cukup baik. Taplak meja, penutup altar dan semua yang dibutuhkan dalam peribadatan, sangat diperhatikan. Pada masa orang tua saya masih aktif sebagai “Guru Zending”, kami sekeluarga merasakan hal itu dan terlibat didalam tugas itu. Sebagai ucapan terimakasih, sesekali orang tua kami mengirimkan cabai keriting ke Jerman. Disbanding dengan yang kita dapat dari jasa para misionaris, pengorbanan kita belum ada apa-apanya. Semua itu dikerjakan sebagai panggilan dari tugas pelayanan untuk menjadikan semua bangsa di dunia menjadi murid Tuhan. Bagi kita yang sudah menikmati kemajuan didunia modern versi panggilan untuk melayani, tentunya sudah mengalami perobahan tetapi, pengting bagi kita mengenal sejarahnya supaya kita belajar menghargai apa yang diwariskan kepada kita, supaya tetap bersemangat dalam pelayanan.

2. Belajar Menghormati Mereka Yang Bekerja Keras, Dan Memimpin Kamu Dalam Tuhan Dan Menegor Kamu (1 Tes 5:12)
Ketika masih melayani di Sipoholon, pernah terjadi gempa berkekuatan 6,7 skala richter. Banyak bangunan yang rusak porak-poranda. Penduduk dari perkampungan dan yang ada di perbukitan keluar ke jalan raya berjalan kaki menuju (kearah) Balige. Ada seorang nenek tua, dipapah cucunya, remaja puteri berusia 16 tahun. Keduanya berjalan sangat lambat. Mereka tertinggal dari rombongan karena “si nenek”, tidak kuat lagi berjalan. Cucunya sangat berang, lalu berkata : tinggal salah ompung (!), nanti kita tersesat tidaaak tahu mau kemana. Samil marah-marah karena kesal, dia pergi dan meninggalkan neneknya dijalanan. Anak gadis itu lupa kalau neneknya sudah berjuang membesarkan Orangtua-nya, dan termasuk mengasuh cucu-cucunya bahkan memerikan makan dan menceboknya ketika dia elum pandai mengurus diri sendiri. Kalau saya lihat waktu itu sikap anak itu sudah bisa disamakan dengan “kacang yang lupa kulitnya ketika hari panas. Nah persoalan “ber-HKBP, juga seperti itu, begitu. HKBP sudah dipakai Tuhan, memberikan banyak kontribusi untuk memajukan masyarakat Batak. Dari usia pelayanannya katakanlah sudah cukup tua. Tapi generasinya selalu ada yang baru “kalian-kalian lah itu”. “Anda-anda” lah gerejanya (aku gereja kamu juga). Jangan lecehkan gereja HKBP. Cintailah, rawatlah, dan majulah bergandengan tangan dengan komunitas Kristen yang lain. Kalau kita bertannya: “mampukah HKBP menjadi teladan dalam pelayanan” (?). Ooooo pasri !. contohnya, kalian!. Orang Batak bilang, “JELOK” buahnya ada diujung, jangan cari dipokoknya. Seperti itu jugalah sebuah keberhasilan, jangan lihat ketika gontok-gontokan, ketika ada persoalan atau ketika ada kesalahan. Tetapi lihatlah bagaimana Allah memimpin gerejanya, warganya dan pembangunannya. Pertumbuhan Iman dan kecintaaan oran Batak kepada Yesus Kristus itu luar biasa. Kalau masih ada Kristen Batak yang mendua hati perlu diselidiki ketulusan hatinya. Jangan salahkan HKBP. Semua gereja yang sudah diklaim menjadi milik Kristus jangan ragukan tetapi perbaikilah hatimu, cara pandangmu dan doamu. Tegorlah yang menganggap remeh perjuangan HKBP.
Sedapat-dapatnya ikutan berjuang. Pikul salib dan berikan koontribusimu yang dapat menyemangati dan memajukan pelayanan sesamu anak Tuhan dan para pelayan (parhobas) di gereja kita. Sekecil apapun itu sangat berharga di mata Tuhan.

III. Penutup
Tuaian sudah didepan mata. Upaya untuk menyampaikan pelajaran kepada orang Batak dahulu sangat susah. Anak-anak sudah dilatih kerja disawah membantu orang tua. Pokoknya bisa makan. Padahal untuk mengerti Firman Tuhan harus ada waktu belajar, bisa baca dan menulis. Para misionaris tidak mundur tetapi bersemangat terus. Mereka buat nyanyian yang dapat memberikan kesadaran, mis : marsikola au amang, dohot ho ale inang. Unang jolo suru au mangula hauma i. Ai na met-met do pe au … Inilah antara lain dari sekian banyak upaya yang sudah dimenangkan oleh para pendahulu kita. Tugas selanjutnya terserah anda mau kita bawa kemana gereja HKBP. Semuanya ada didepan mata. Perjuangan untuk “mempersekutukan orang Batak dengan Yesus Sang Juruslamat (Iman yang bertumbuh di dalam Kristus), sudah nyata lewat pendidikan Theologia dan pendirian gereja. Pendidikan yang mencerdaskan lewat pendirian Sekolah dan penyediaan tenaga pengajar dan kepedulian terhadap kesehatan, semua itu telah dibenahi. Namun demikian kita tidak bisa berhenti. Mari kita saling bergandengan tangan, berjuang terus, pantag mundur dan tetap bersemangat. Syalom Tuhan Yesus memberkati !!!!!!!!!

(Penulis adalah Pdt KE Limbong, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi November 2009)