Senin, 31 Mei 2010

ARTIKEL: KEJUJURAN

Bergumul! Itulah kata yang pantas untuk menggambarkan perasaan saya ketika harus menuliskan artikel ini. Kalau mau jujur pada diri sendiri dan kepada Tuhan, tidak ada manusia yang benar-benar jujur dalam hidupnya. Barang sekali waktu, mungkin saja baginya “tergelincir” kepada sikap tidak jujur, kepada orang-orang di sekitarnya, kepada diri sendiri dan terutama kepada Tuhan. Mungkin manusia / orang lain dapat ditipu, dibohongi dengan kelihaian bersandiwara, namun biasanya hati nurani dan terutama Tuhan tidak dapat dibohongi. Jika kita amati orang yang sedang bersikap tidak jujur, “body language” – nya akan menunjukkan kegelisahan dan gamang berhadapan dengan orang lain, sekalipun dia telah mengusahakan sebaik-baiknya untuk bersikap wajar. Orang yang tidak jujur itupun akan mengalami jantung berdebar dan fikiran yang tidak tenang. Kadang kala disertai wajah yang pucat pasi atau merah padam. Saya yakin setiap orang pernah mengalami gejala-gejala tersebut ketika bersikap tidak jujur. Namun seberapa besar pengaruh sikap tidak jujur yang telah dilakukannya terhadap dirinya ditentukan oleh seberapa peka dia mendengar suara hati nuraninya (Bhs. Batak: panggora ni roha).
“Memang lidah ‘tak bertulang, ‘tak terbatas kata-kata……lain di bibir lain di hati….”, adalah sepenggal syair dari lagu yang menggambarkan ke-tidak jujur-an. Lidah yang tidak bertulang dapat meliuk-liuk dan “menari” dengan elastis di dalam mulut pemilikknya hingga keluarlah kata-kata yang diinginkan oleh sang empunya lidah. Keinginan untuk mengungkapkan kata-kata apapun berasal dari hati dan dengan koordinasi otak lidah mengeluarkan kata-kata tersebut. Bumi dan seluruh isinya – yang sejak mulanya diciptakan Tuhan sempurna (Kej. 1: 31) kini dipenuhi oleh ke-tidak jujur-an. Semakin langka manusia jujur ditemui di bumi ini. Mengapa? Jawabannya harus dirunut kepada kisah pencintaan. Tidak lama setelah Allah memberkati seluruh ciptaannya yang “sungguh amat baik” itu, manusia pertama – Adam – telah mengawali record orang yang tidak jujur. Bukannya mengakui kealpaannya kepada Tuhan, Adam justru melemparkan kesalalahan kepada Hawa – Istrrinya (Kej. 3). Inilah tonggak sejarah kejatuhan manusia kedalam dosa. Dosa menyebabkan manusia menjadi tidak benar dan tidak layak di hadapan Tuhan. Ke-tidak layak-an ini menyebabkan manusia selalu berusaha untuk membenarkan dan melayakkan dirinya sekalipun harus menggunakan cara-cara yang tidak jujur. Kain mengikuti jejak ayahnya, setelah membunuh Habil – adiknya, Kain tidak jujur kepada Tuhan atas darah adiknya (Kej. 4, 8 – 9). Kejahatan manusia makin meraja-lela, sehingga Tuhan menyesal telah menciptakan manusia di bumi (Kej. 6,6-7).
Abraham yang bergelar “Bapa semua orang Percaya” juga pernah tidak jujur mengenai status Sara, istrinya – yang diakuinya sebagai adiknya – ketika berhadapan dengan Abimelekh, demi alasan keamanan (Kej. 20:1-2 . 11). Yakub juga tidak jujur terhadap kakaknya Esau. Dengan penuh kecurangan Yakub menukarkan sekerat roti dan semangkuk bubur kacang merah dengan hak kesulungan. Kemudian bersekongkol dengan ibunya – Ribka, merebut berkat kesulungan dari Ishak – ayahnya yang telah tua dan rabun (Kej. 25:29-34; 27:1-29). Yakub kemudian melanjutkan daftar panjang orang yang tidak jujur dengan mengelabui Laban – mertuanya demi mendapatkan ternak (Kej. 30). Miryam – kakak Musa, Saudara-saudara Yusuf bahkan Musapun ikut menambah panjang daftar orang-orang yang pernah berlaku tidak jujur dalam hidupnya. Alasan manusia cenderung berlaku tidak jujur beragam, baik untuk menyelamatkan diri, atau dilatar-belakangi oleh iri dan dengki. Mahkamah Agama juga berdusta untuk menutupi kredibilitas mereka pasca kebangkitan Yesaus (Matius 28:11-15). Jemaat Yahudi yang tidak mampu berdebat dengan Stefanus juga menyebar fitnah hingga Stefanus diadili sebelum akhirnya mati Martyr. Dari sejarah ini tampaklah bahwa sebuah ke-tidak jujur-an akan melahirkan ke-tidak jujur-an yang baru dan seterusnya. Dosa yang menjadi akarnya Akibat ke- tidak jujur-an beragam, bahkan ada yang sampai berujung pada kematian, misalnya seperti kisah Ananias dan Safira – yang mati karena tidak jujur terhadap persembahan (uang Gereja).
Begitupun, Alkitab juga mencatat sejarah orang-orang jujur, yang bahkan harus menderita karena kejujurannya. Sebutlah Yusuf yang harus dipenjara karena tidak mau melayani keinginan Istri Fotifar yang tidak dapat menguasai nafsunya. Yohanes Pembaptis juga menjadi korban “konspirasi” pembunuhan Herodias – istri Herodes karena tidak mau kompromi dengan ke-tidak jujur-an (Matius 14).
Namun yang pasti, semakin tua usia bumi ini, kejahatan manusia semakin banyak ragam dan versinya. Dosa yang semula menjadi akarnya telah berkembang biak dengan pesat. Hitam bisa diubah menjadi putih, yang benar bisa menjadi salah, korban justru menjadi terdakwa…. Itulah kenyataan yang ada saat ini. Kejujuran seakan menjadi “barang langka” yang dapat ditemui ditengah-tengah masyarakat dewasa ini. Manusia seakan-akan menjadi tuli, tidak peka lagi mendengar suara hati, dan sepertinya tidak lagi takut akan Tuhan. Hampir semua sendi kehidupan manusia telah dihinggapi oleh “radang” ke-tidak jujur-an. Ironisnya “penyakit” tidak jujur ikut mewabah sampai ke tengah lembaga yang bersifat Rohani. Namun itu bukanlah kejutan atau hal baru. Pada zaman Yesus – pun hal tersebut sudah terjadi dan dilakukan oleh para pemuka agama seperti Orang Farisi dan Ahli Taurat.
Sama seperti Adam yang begitu lihai memutar-balikkan fakta, generasi muda yang mengaku dirinya “anak Tuhan” juga ikut terjangkit “virus” ke-tidak jujur-an. Semakin berani dan semakin banyak generasi muda yang memakai dalih “pelayanan” untuk menutupi ke-tidak jujur-annya. Dosa diawali dari mendustai orangtua dengan alasan “persekutuan di Gereja”, padahal waktu dipakai untuk kepentingan lain yang sama sekali jauh dari kegiatan rohani seakan menjadi trend (walau tidak semua generasi muda seperti itu). Karena kegiatan yang menyimpang, dibutuhkan budget yang lebih dari anggaran yang tersedia. Akibatnya lahirlah dosa baru untuk menutupi “kekurangan anggaran” dengan segala cara. Termasuk memakai alasan kebutuhan study, buku, iuran ini – itu di sekolah/ kampus, dan sebagainya – merupakan cara-cara yang dihalalkan demi tercapainya keinginan. Akibatnya Dosa yang berawal dari dusta kecil berkembang menjadi besar dan semakin besar, hingga akhirnya menjadi Monster yang membuat tidur tidak nyenyak karena harus pusing mencari alasan menutupi dosa sebelumnya.
Ternyata ke-tidak jujur-an lebih banyak efek negatifnya. Sehingga alangkah baiknya jika mulai sekarang kita memutuskan mata rantai ke-tidak jujuran itu sebelum akhirnya menjadi “momok” menakutkan yang akan membelenggu kehidupan kita. Adalah sulit merubah tabiat yang telah menjadi habitat. Namun kita bisa, jika mau bertobat dan menyerahkan diri dengan rendah hati kepada Tuhan. Biarkan Tuhan yang akan membentuk kita menurut rencananya. Sekalipun dalam proses penggemblengan itu kita mungkin harus menderita, ya… karena harus meninggalkan kebiasaan buruk yang terlanjur menjadi kesenangan atau mungkin harus dikucilkan dari “kelompok” atau “genk” yang terlanjur kita anggap sebagai komunitas gaul.. Anak Tuhan bisa tetap gaul, sekalipun tidak harus hidup dengan cara-cara yang bertentangan dengan kehendak Bapa. Intinya, kita harus berani jujur pada diri sendiri, sebelum kita jujur kepada sesama, sehingga ketika Tuhan yang maha Tahu meneropong ke dalam nurani kita, tidak menemukan secercahpun bibit dosa ke-tidak jujur-an di sana. Semoga generasi muda boleh ambil bagian dalam rencana pemulihan alam kepada fitrah semula jadi. Selamat hidup jujur….!

(Penulis adalah Pdt. Pauline br. Sirait. S.Th., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Nopember 2005)

ARTIKEL: APAKAH ANGGOTA JEMAAT HKBP DIPERBOLEHKAN MENIKAH DENGAN ANGGOTA JEMAAT ROMA KATOLIK?

01. Pengantar
Sudah tidak rahasia lagi, bahwa sejak ratusan tahun yang lalu, gereja Luhteran (Protestan) dan Gereja Roma Katolik (GRK) memiliki paham yang berbeda secara mendasar, yakni sekitar pembenaran oleh Iman. Bagi Lutheran konsep pembenaran hanya karena iman, sedang bagi GRK seseorang dapat dibenarkan melalui jasa-jasanya yang dipersembahkan demi pembangunan gereja. Perbedaan ini mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bergereja dan interaksi kedua denominasi gereja, salah satu di antaranya berkaitan dengan pernikahan. HKBP sebagai bagian dari gereja-gereja Lutheran menganut pemahaman yang sama. Makanya selama ini, HKBP tidak pernah memperbolehkan anggota jemaatnya menikah dengan anggota GRK (kalau ada yang menikah, si mempelai tersebut dikucilkan dari keanggotaan di HKBP).
Tetapi setelah adanya pernyataan bersama antara pimpinan Gereja RK dan gereja Lutheran beberapa tahun yang lalu, keadaan menjadi berubah. Sebagian jemaat HKBP menerima dengan terbuka pernikahan antara mempelai yang berasal dari GRK dengan anggota jemaat HKBP, tetapi sebagian masih ada yang belum mengakui keabsahannya dan mengucilkan anggota jemaat yang menikah dengan anggota jemaat RK. Artinya, masih terdapat sikap yang mendua dari HKBP.Untuk itulah dirasa penting mengangkat persoalan ini dalam tulisan ini, agar dengan bijaksana setiap anggota jemaat memahami dan menyikapi proses pernikahan antar denominasi ini dengan benar.

02. Sekilas Kesepakatan gereja RK dengan gereja Lutheran
Kesepakatan antara Gereja Lutheran Dunia (Lutheran World Federation) dengan Gereja RK ditandatangani bersama pada tanggal 31 Oktober 1999, oleh pihak LWF yang diwakili oleh Bishop Christian Krause dan Rev. Dr. Ismail Noko, dan dari pihak gereja RK diwakili Edward Idris, Cardinal Cassidy. Isi kesepakatan itu adalah tentang ajaran “Pembenaran oleh Iman” (Joint Declaration on The Doctrin of Justification). Pernyataan ini menunjukkan kesepahaman kedua denominasi gereja bahwa dalam iman Kristiani, kita hidup dan dibenarkan oleh Allah bukan berdasarkan apa yang telah kita lakukan (jasa), tetapi berdasarkan anugerah dan kasih Allah yang kita terima dalam iman.
Kesepakatan ini merupakan pintu untuk saling menerima, saling mengakui di antara kedua denominasi gereja. Namun demikian, bukan seluruhnya ajaran gereja RK yang otomatis diterima oleh gereja Lutheran. Sebab, gereja Lutheran tidak mengakui adanya 7 (tujuh) Sakramen, termasuk soal kitab-kitab Deutrokanonik yang membedakan jumlah isi Alkitab yang dipakai Lutheran dengan RK. Karena itu adalah naif, bila secara otomatis kita mengatakan bahwa Lutheran dengan RK sama. Namun tembok pemisah utama yang selama ini membedakan kita dengan RK kini sudah dibuka, dan kita dapat bertemu, saling menerima dan mengakui satu dengan yang lain, namun tidak melupakan ciri khas masing-masing.

03. Apakah diperbolehkan Pernikahan antardenominasi ini?
Dari pernyataan kesepakatan bersama yang telah ditandatangani di atas, pada dasarnya pernikahan antardenominasi (HKBP dan GRK) telah dapat diterima, dan ini telah disepakati pada rapat pendeta HKBP tanggal 1-5 Agustus 2005 yang lalu. Hanya saja perlu dilakukan penggembalaan khusus bagi anggota jemaat yang menikah dalam konteks antardenominasi ini. Hal ini penting, mengingat masih ada perbedaan dalam hal pelaksanaan liturgi pernikahan antara HKBP dengan GRK.
Bagi mereka perlu dijelaskan secara mendetail bentuk dan tatacara pernikahan dalam gereja HKBP, demikian juga dari pihak GRK, agar masing-masing saling memahami perbedaan dan persamaan liturgi dimaksud, dengan demikian mereka dapat menghayati makna yang mendalam dari pernikahan dimaksud. Bagi HKBP pernikahan tidak dipandang sebagai sakramen, sedangkan bagi GRK itu merupakan bagian dari sakramen.
Mengingat masih ada beberapa hal yang perlu diperjelas dalam kesepakatan bersama antara Lutheran dan GRK (antara lain: apakah anggota jemaat GRK yang nikah dengan anggota jemaat HKBP harus naik sidi? ), rapat Pendeta HKBP menyepakati perlunya penjelasan yang lebih mendalam (lewat Komisi teologi dan komisi Liturgi) dari pimpinan HKBP dan dijemaatkan ke seluruh jemaat HKBP. Semoga dengan penjelasan yang singkat dan sederhana ini dapat membantu anggota jemaat HKBP agar tidak lagi enggan atau takut dalam menjalin hubungan cintakasih (menikah) dengan anggota jemaat GRK. Kiranya Roh Kudus yang satu itu memampukan semua anggota jemaat (termasuk pada pelayan gereja) untuk saling memahami dan bersedia saling menerima dalam perbedaan, sepanjang tidak menyimpang dari ajaran Alkitab.

(Penulis adalah Pdt. Daniel Napitupulu, M.M., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi September 2005)

Sabtu, 08 Mei 2010

ARTIKEL: KEDATANGAN KEMBALI KRISTUS

I. Pengantar
Pembicaraan sekitar kedatangan kembali Kristussangat mendapat perhatian dalam lingkup iman Kristen. Berbagai artikel, pembahasan kelompok pendalaman Alkitab dan buku – buku dogmatika Kristen selalu mencantumkan hal yang satu ini. Upaya ini dapat dimaklumi karena munculnya pemahaman yang sesat yang dapat mengaburkan kepastian iman Kristen tentang kedatangan kembali Kristus dengan berbagai spekulasi. Untuk itulah dalam tulisan ini kita akan membahas seputar kedatangan kembali Kristus, apa tanda – tanda, bagaimana sikap yang benar menanti kedatanganNya serta tujuan kedatanganNya.

II. Kristus Akan Datang Kembali
Alkitab dengan jelas menyaksikan bahwa Kristus akan datang kembali. Tuhan Yesus sendiri pernah membicarakan ini kepada para muridNya didalam Matius 24 – 25. Ketika Yesaya terangkat ke surga dan murid–muridNya menatap ke langit, malaikat Tuhan mengingatkan mereka : “…Yesus ini, yang terangkat ke surga akan datang kembali dengan cara yang sama” (Kis 1 :11). Rasul Paulus sendiri sering membicarakan hal kedatangan kembali Kristus dalam surat – suratnya, malah dia sangat merindukan masa itu. Bila kita membaca surat yang pertama dari Paulus ke Jemaat di Tesalonika, akan kita temukan pembicaraan mengenai hal ini di akhir tiap pasal. Kesaksian – kesaksian ini ( dari Yesus sendiri dan Rasul Paulus) telah menunjukkan bahwa kedatangan kembali Kristus adalah pasti, namun tidak dapat dipastikan waktu kedatanganNya, hal itu tidak terbukti dan tidak alkitabiah, sebab Alkitab ( bahkan Yesus Kristus) tidak pernah membicarakan soal kepastian waktu secara jelimet (Mark 13:32; Kis 1:7).

III. Tanda – Tanda Kedatangan Kembali Kristus
Alkitab memberitakan juga bahwa kedatangan Kristus disertai atau didahului oleh bermacam – macam tanda. Apa bila tanda–tanda itu dikompilasi, dapat disimpulkan :
- Munculnya Kristus Palsu yang akan menyesatkan banyak orang (Mat 24:5)
- Akan datang godaan yang besar, yang menyebabkan banyak orang Murtad; ada penganiayaan, saling benci – membenci, keluarga terpecah belah, saling bunuh – membunuh ( Mat 24:8-12; Mrk 13:12)
- Akan ada perang, dan bala kelaparan serta gempa bumi (Mat 24:6-7)
- Akan ada bencana alam yang besar sekali (Mat 24:29)
- Dilangit , akan ada tanda Anak Manusia (Mat 24:30)
- Banyak orang beralih dari iman / murtad (2 Tes 2:3)
- Munculnya Anti Kristus (2 Tes 2:3-7)
- Injil kerajaan akan dibritakan di seluruh dunia (Mat 24:14)
- Kerajaan Seribu tahun (Why 20)
- Bangsa Yahudi akan bertobat (Rm 11:2; 28-29)
Tanda – tanda ini diterima oleh gereja sepanjang abad, sebagai tanda – tanda yang mendahului kedatangan Kristus. Tentu dalam memahami setiap nas diatas tidak bisa dipisahkan dari konteks atau yang melatarbelakangi disampaikannya teks tersebut. Hal ini penting agar tidak terjadi kesalahpahaman dan kekeliruan dalam menafsirkan dan mengambil makna dari dalamnya. Dengan kata lain, setiap orang Kristen harus mengenal zamannya sendiri, kejadian –kejadian yang manakah yang terjadi pada zamannya sediri yang mengungkapkan roh atau aliran yang menyesatkan dan mana yang berpihak kepada Kristus. Sebetulnya, peringatan melalui tanda – tanda tadi dipusatkan pada panggilan agar orang beriman bertahan hingga akhir hidup mereka, sekalipun mereka berada ditengah – tengah godaan dan persoalan yang bagaimanapun.

IV. Sikap Menyongsong Kedatangan Kembali Kristus
Kalau kita membaca secara seksama semua kesaksian Alkitab yang berkaitan dengan kedatangan kembali Kristus, kita tidak menemukan perhitungan waktu dan repot dengan menganalisa tanda – tanda, tetapi yang dipentingkan adalah bagaimana sikap yang benar dalam menyongsong kedatanganNya kembali. Kitab injil maupun surat – surat Paulus lebih menekankan soal kesiapan hati kita dari sisi iman. Pada bagian ini kita menekannkan pentingnya memiliki sikap yang benar dalam menyongsong kedatanganNya, karena tidak sedikit orang yang mengambil sikap yang salah. Mungkin belum lupa dari ingatan kita kesalahan yang dilakukan Pdt. Mangapin Sibuea dan jemaatnya. Kesalahan seperti itu bukan lagi sekali dalam sepanjang sejarah gereja, baik yang dilakukan secara pribadi maupun kelompok. Bertolak dari khotbah Tuhan Yesus tentang akhir zaman, ada tiga hal yang penting sikap kita dalam menyongsong kedatanganNya kembali.
Pertama, berjaga-jagalah. Kita harus berjaga – jaga karena kita tidak tahu kapan kepastian kapan kedatanganNya kelak. Segala sesuatu berjalan dengan seadanya. Tuhan Yesus mengatakan “ sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai pada hari Nuh masuk kedalam bahtera, dan mereka tidak tahu akan sesuatu, demikian pulalah halnya kelak kedatangan anak manusia (Mat 24:38-39)
Kedua, imanmu tetap hidup. Sungguh menyedihkan gambaran tentang gadis yang bodoh dalam perumpamaan yang dibuat Tuhan Yesus (Mat 25 :1-13) kelima gadis bodoh itu tidak memiliki persediaan minyak, ketika mempelai tiba – tiba datang. Iman yang hidup dimungkinkan kalau ada “minyak” yaitu doa atau hubungan yang terus – menerus dengan Tuhan.
Ketiga, Tetap berkarya dengan kreatif. Perumpamaan Tuhan Yesus dalam Mat 25 :14-30), menunjukkan pentingnya kesetiaan pada tugas atau tanggung jawab yang diemban, termasuk mengembangkannya secara kreatif. Masalah bukan terletak pada berapa banyak talenta yang diberikan pada kita, tetapi bagaimana sikap kita terhadap talenta itu. Apa dan bagaiman talenta kita, biarlah kita mengerjakan dan mengembangkannya dengan setia.

V. Tujuan Kedatangan Kembali KRistus
Ada 2 hal penting yang terjadi pada kedatangan Kristus :
1. Kebangkitan orang mati. Ajaran ini banyak disinggung dalam Alkitab khususnya Perjanjian baru. Tuhan Yesus mengatakan “…supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman” (Yoh 6:40). Mengenai kondisi manusia yang kelak akan dibangkitkan secara panjang lebar telah dibahas oleh Rasul Paulus dalam 1 Korintus 15.
2. Penghakiman terakhir. Tujuan penghakiman bukan hanya menetapkan tujuan akhir manusia, tetapi ada tiga hal yang utama yakni:
a. Menyatakan kemuliaan Allah
b. Menunjukkan secara nyata antara umat Allah dan yang memusuhi Allah
c. Menyatakan upah dan penghukuman yang akan diterima tiap – tiap orang

VI. Penutup
Adalah sesuatu hal naïf jika manusia coba menentukan kapan pastinya kedatangan kembali Yesus Kristus, sebab Dia sendiri tidak pernah memberitahukan kepastian waktunya. Janganlah orang Kristen sibuk menduga – duga kapan Yesus datang kembali, sebab hal itu tidak ada faedahnya. Yang penting adalah, bagaimana kita mempersiapkan diri selama kita masih dalam suasana menanti saat ini. Tetaplah kerjakan keselamatanmu, siap sedialah dan berjaga – jagalah. Menarik untuk disimak kata –kata Marthin Luther: “ seandainya pun besok Yesus Kristus akan datang kembali hari ini saya akan menanam appel” Apa yang dapat kita kerjakan hari ini, kerjakanlah dalam kesungguhan sebagai persiapan menyongsong kedatang kembali Kristus, agar kelak kita tidak kehilangan mahkota kehidupan yang akan dia anugerahkan.

(Penulis adalah Pdt. Daniel Napitupulu, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Desember 2005)

Jumat, 07 Mei 2010

ARTIKEL: KESATUAN MELALUI PENGERTIAN AKAN MAKSUD ALLAH DALAM PERNIKAHAN (SUATU TINJAUAN DARI KEJADIAN 2, 24 DAN ORANG BATAK)

A. PERNIKAHAN MENURUT ALKITAB
1. Sepanjang pengetahuan saya hanya satu kali pernyataan Allah tentang pernikahan yaitu: Kejadian 2: 24; Matius 19: 5; Markus 10: 7-8; Efesus 5: 31
Kej. 2: 24
Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan
Bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Matius 19:5
Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
Markus 10: 7-8
sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu.
Efesus 5: 31
Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.

2. Allah membuat pernyataan yang sama mengenai perkawinan empat kali:
a. la membuatnya satu kali dalam Perjanjian lama dan tiga kali dalam Perjanjian Baru
b. la membuatnya sekali sebelum manusia jatuh ke dalam dosa dan 3 kali setelah jatuh ke dalam dosa

3. Pernyataan ini menerangkan maksud Allah dengan perkawinan manusia yang sempurna dan manusia yang berdosa. Pernyataan ini menerangkan rencana Allah untuk perkawinan yang baik sepanjang masa.

4. Rencana yang baik sama pentingnya untuk perkawinan yang baik seperti untuk proyek pembangunan.
a. Kini banyak perkawinan-perkawinan yang tidak berbahagia bukan saja di antara orang-orang yang bukan Kristen tetapi juga di antara orang-orang Kristen
b. ketidakbahagiaan ini untuk sebagian besar disebabkan oleh kegagalan manusia untuk memperhatikan rencana Allah dengan perkawinan.
c. kalau demikian apakah rencana Allah dengan perkawinan ?
bagaimanakah perkawinan yang dikehendaki Allah ?

I. Rencana Allah dengan perkawinan ialah agar para suami dan isteri meninggalkan bapa-bapa serta ibu-ibu mereka:
a. Apakah artinya meninggalkan orang tuamu ?
1. Ya, tentu saja hal ini tidak berarti anda meninggalkan atau mengabaikan mereka sama sekali, sebab perintah Tuhan mengatakan harus menghormati orang tua kita. Bnd. Kel. 21,12; Mark. 7,9-13
2. Juga tidak berarti bahwa Anda harus melakukan perpindahan
besar-besaran secara geografis. Hidup terlalu dekat dengan orang tua pada permulaan perkawinan mungkin akan membuat kesulitan yang lebih besar untuk meninggalkan mereka. Tetapi Anda dapat meninggalkan ibu - bapa Anda dan masih bertetangga. Sebaliknya ada kemungkinan berdiam seribu mil jauhnya dari orang tua, namun Anda tidak akan meninggalkan mereka. Bahkan mungkin anda tidak meniggalkan orang tua Anda walaupun mereka telah meninggal.

b. Meninggalkan orang tua anda berarti hubungan dengan orang tua Anda harus dirubah sama sekali.
1. Artinya Anda mengadakan sebagai orang dewasa dengan mereka
2. Artinya anda harus lebih memperhatikan pendapat, pandangan serta kebiasaan teman hidup Anda daripada pendapat , pandangan serta kebiasaan orang tua Anda
3. Artinya Anda jangan terlalu menggantungkan diri kepada orang tua Anda untuk kasih sayang, persetujuan, bantuan dan nasihat
4. Artinya Anda harus membuang segala sikap-sikap buruk terhadap orang tua Anda agar nanti Anda tidak terikat perasaan dengan mereka bagaimanapun jauhnya Anda pindah dari mereka
5. Artinya Anda harus berhenti mencoba merubah teman hidup Anda hanya karena orang tua Anda tidak menyukai dia sebagaimana dia adanya.
6. Anda membuat hubungan suami isteri menjadi hubungan antara manusia yang terutama bagi Anda.

II. Rencana Allah untuk perkawinan menghendaki agar para suami dan isteri menjadi satu
a. Pada jaman ini banyak pasangan muda menikah seolah-olah dengan pemikiran bahwa jika perkawinan mereka tidak berhasil mereka akan selalu dapat bercerai:
1. waktu mereka menikah mereka bersumpah akan setia sampai mati. Tetapi dengan bergumam mereka menambahkan kecuali "jika persoalan-persoalan kita terlalu besar".
2. bagi mereka perkawinan adalah untuk mempermudah persoalan. Perkawinan terjadi secara kebetulan dan mungkin sangat sementara. Semuanya tergantung kepada perkembangan.

b.Tetapi Allah berkata: "Tidak ! Aku tidak merencanakannya demikian" Aku merencanakan perkawinan untuk menjadi hubungan yang kekal. Aku menginginkan suami dan isteri saling mempersatukan diri, Mark. 10: 7-9
1. Jadi perkawinan bukan terjadi secara kebetulan saja tetapi pilihan yang disengaja.
2. Perkawinan bukan untuk mempermudah persoalan tetapi soal ketaatan.
3. perkawinan bukanlah suatu hal yang tergantung kepada perkembangan selanjutnya tetapi apakah Anda mau serta berketetapan hati untuk membuatnya sukses ?

III. Dalam rencana Allah untuk perkawinan keduanya menjadi satu daging.
a. Pada tingkat yang paling bawah hal ini menunjukkan hubungan seks atau persatuan jasmani.
1. perhatikan I Korintus 6, 16
2. dalam ikatan perkawinan hubungan seks kudus, baik dan indah tetapi jika di luar dari "meninggalkan dan bersatu" menjadi buruk, merendahkan martabat dan berdosa. Pelajari Ibrani 13,4

b. Tetapi menjadi satu daging lebih daripada hanya tindakan kawin :
1. sesungguhnya tindakan kawin itu menjadi lambang atau puncak dari suatu kesatuan yang lebih lengkap. Menyerahkan sepenuhnya dari diri seseorang kepada orang lain. Karenanya jika kesatuan yang lebih lengkap itu tidak tercapai hubungan seks itu tidak berarti.
2. satu defenisi perkawinan yang sungguh saya sukai adalah:
Perkawinan adalah penyerahkan sepenuhnya dari diri seorang
kepada orang lain sampai mati.
a. Maksud Allah ialah bahwa apabila dua orang menikah mereka harus membagi segala sesuatu tubuh mereka, milik mereka, pengetahuan mereka, pendapat mereka, kemampuan mereka, persoalan mereka , keberhasilan mereka, penderitaan mereka, kegagalan mereka dan sebagainya.
b. Suami isteri adalah satu team dan apa saja yang dikerjakan oleh salah satu dari mereka haruslah demi kebaikan yang satu lagi. Apa yang dikerjakan suami harus demi kebaikan isterinya/keluarganya dan sebaliknya.

B. PERNIKAHAN MENURUT ORANG BATAK
a. Maksud dan tujuan pernikahan bagi orang Batak.
Tading do hirangniba mangeahi hirang ni deba
Tading do inaniba mangeahi boru ni deba
Setelah membaca isi Umpama Batak ini, kita melihat ada kesamaanya dengan kejadian 2, 24 : 2:24
Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Amsal Batak di atas menggambarkan betapa seorang suami sangat mengasihi isterinya bahkan sampai meninggalkan ayah dan ibunya untuk mendapatkan isterinya dan bersatu dengannya.
Penjelasan amsal Batak ini dalam praktek pernikahan orang Batak tidak berbeda dari kej. 2, 24 seperti dijelaskan di atas. Semua yang dimaksud dengan penjelasan kej. 2, 24 tadi dipahami secara baik oleh orang Batak.

b. Kasih adalah pengikat yang mempersatukan.
Ai ho do nilonggi ni lili tinoktok ni porda
sinolom ni panaili tinodo ni roha
Ai parindahanan do na jadi muba
alai anggo uhum dohot holong ni roha tu dongan saripe
dang tarpaubauba
Naung sampulu lima jumadi sampulu ualu
tung hansit na so marina humansitan do na mabalu

c. Suami dan isteri adalah sebuah team.
Ndang tarbahen harom parau samponggol
Pengertian amsal ini: Solu dalam bahasa Indonesia disebut sampan. Apabila sampan hanyut di sungai/di danau tidak pernah hanyut setengah tetapi harus seluruhnya. Amsal ini menggambarkan betapa suami - isteri tidak terpisahkan satu sama lain. Apa yang dilaksanakan oleh suami haruslah dengan sepengetahuan isteri dan sabaliknya. Tidak ada sesuatu yang tersembunyi/rahasia di antara mereka. Bila terjadi suatu hal tanpa sepengetahuan isteri ataupun suaminya maka patut dipertanyakan mengapa hal itu bisa terjadi.
Hauma tangga hambing dibinongi di batangi
parsaripeon na tingkos ndang adong marsitebali
sauduran marlas ni roha unang adong sipangarsahi

d. Orang Batak tidak menghendaki perceraian dalam keluarga.
Manduda ma panduda gogo ma ditullangkon
padan na so boi taruba naung sirang diulakhon
Marrongkap songon bagot barsibar songon sior
Ai dangka ni sitorop, tu si dangka ni arirang
molo dung dapot rongkap, na so tupa jadi sirang
Sada tangan siamun, sada tangan hambirang
manumpak ma ompunta Debata, parsaripeonmu unang olo sirang
Pir do batu, dauk do anggo simbora
sai hot ma saur matua, saur dohot mamora
dengke ni durung tabo tomburtomburan
sahat ma hamu gabe maulibulung jala sipaihutihuton
Kalau kita melihat amsal Batak ini, betapa kehidupan suami -isteri itu adalah kehidupan yang istimewa dan kudus. Pernikahan adalah dua insan yang bersatu dan dipersatukan oleh Tuhan. Mereka tidak dapat dipisahkan oleh apapun. Mereka saling mengikatkan diri dan terikat satu dengan yang lain. Mereka hanya dapat dipisahkan oleh kematian. Sehingga benar seperti kata Yesus : Apa yang telah dipersatukan Allah tidak dapat diceraikan manusia, ( Matius 19,6 ; bnd. Titus 1,6 ; I Timoteus 3,2).

e. Marimbang ( kawin dengan selir)
Na niduda rimbang bahen dongan ni asaasa Ndanda tihas na marimbang molo masiula di ibana
Pada mulanya Allah hanya memberikan seorang isteri kepada Adam , manusia yang pertama itu. Namun setelah manusia berdosa dan dosa telah merasuki hati manusia dan diperdaya oleh iblis manusiapun cenderung untuk menuruti keinginan dagingnya. Kita melihat sejak dari keturunan Kain telah terjadi pernikahan poligami. Dan sejak itu kecenderungan berpoligami diikuti sebagian orang hingga dewasa ini. Namun kalau kita perhatikan bahwa pernikahan poligami selalu mendatangkan malapetaka bagi orang yang melakukannya. Malapetaka bagi dirinya sendiri dan juga bagi keluarganya. Tidak jarang terjadi perselisihan di antara sesama isteri (na marimbang) bahkan di antara anak-anak mereka. Bahkan pada jaman dahulu selir (imbang) selalu mencari jalan untuk menyakiti selirnya bahkan untuk membunuhnya dengan cara meracuni atau memakai tenaga gaib.
Ada banyak alasan orang untuk mengambil selir (imbang). Ada orang mengambil selir agar keturunannya banyak. Sebagian karena isteri pertamanya terlalu kejam dan cerewet, (majungkathu). Dia mengambil selir agar ketika isteri pertamanya marah sang suami boleh pergi ke isterinya yang kedua. Ada juga karena suruhan dari datu/dukun sebab katanya sang suami akan mendapat berkat apabila dia menikah lagi. Hal ini biasanya terjadi apabila isteri pertama sudah lama tidak melahirkan anak. Setelah suami menikah kepada isteri keduanya isteri pertamanya menjadi mempunyai anak.

Hansit pe siulaon ni parsiduadua, humansit do ditaon ala ni bada ni ripena, ai sipata do marbada dohot hulahulana be asa masiampi boruna. Godang do antong parbingkasan ni bada na marimbang: Tole ala ni na' niomo ni sinondukna, ala ni siulaon na marbahir, tole ala ni gansi parmanganon dohot parpodomon, tung hira na so diboto na marimbang do na maila pagulutgulut ha fa si songon i. na maranak ni imbang pe tung na rotongrotong do parbadaonna. Asa molo sanga marianakhon boruboru na marimbang asa mate, sai na ulahan ni baoa i na ma muse mangoli, asa adong manoroni tubu ni na mate i, ala so barani rohana pasahathon pauliulion ni ripena na sada.

Seiring dengan datangnya Kekristenan ke tanah Batak dan sebagian besar orang Batak menganut agama Kristen maka perkawinan dengan selir (marimbang) telah dilarang dioleh agama, walaupun masih ada beberapa orang yang melakukannya (mereka yang kawin selir: di keluarkan dari persekutuan gereja/diban). Pernikahan dengan selir bagi orang kristen adalah melanggar firman Tuhan. Yang diperkenankan adalah: seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan. Atau sebaliknya seorang perempuan menikah hanya kepada seorang laki-laki. Tetapi boleh dua kali yang disebabkan oleh kematian salah satu dari mereka, bnd.Roma 7: 2-3: Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu. Jadi selama suaminya hidup ia dianggap berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain; tetapi jika suaminya telah mati, ia bebas dari hukum, sehingga ia bukanlah berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain.
Atau karena melakukan perjinahan. Khusus mengenai kemungkinan perceraian karena perjinahan, itupun disarankan agar tidak perlu menceraikan suami/isterinya sebab kasih menutupi banyak dosa.

f. Pernikahan yang tidak menghasilkan keturunan.
Bagi kita orang Kristen pernikahan bukanlah semata-mata untuk memperoleh anak, walaupun hal itu didambakan oleh setiap pasangan pernikahan. Perkawinan harus lebih didasarkan kepada ikatan/komitmen bahwa apapun yang terjadi pernikahan itu haruslah kekal dan tidak dapat bercerai. Biarlah setiap pasangan menerima apa saja pemberian Tuhan bagi keluarganya. Semuanya adalah atas sepengetahuan Tuhan. Mendapatkan keturunan tidak boleh menjadi alasan untuk menikah lagi atau bercerai dengan istri maupun suami. Kita harus lebih taat kepada janji/komitmen di hadapan Tuhan dari pada tuntutan untuk memperoleh anak semata.
Lukas 23:29 Ai na ro ma angka ari sogot, dohononna ma disi: Martua ma angka na hoi, angka ina na so dung tubuanjala na so dung panarusan! On do apulapul tu angka ina na hoi. Asa Debata do na mangalehon tua tu nasida.

(Penulis adalah Pdt. Eldarton Simbolon, S.Th., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi September 2005)

ARTIKEL: KATAKAN "YA" JIKA YA, KATAKAN "TIDAK" JIKA TIDAK

A. Jujur menurut Alkitab
Istilah kejujuran sangat sering kita dengar bahkan ucapkan. Kata yang sangat sederhana tetapi mengandung makna yang dalam. Mungkin kita sudah sangat mengerti apa arti sebuah kejujuran, yang menjadi masalah melakukan hal tersebut. Jujur berarti menyatakan hal yang sebenarnya. Dalam Mat 5 : 37 tertulis Jika “ya”, hendaklah kamu katakan ya, jika “tidak" hendaklah kamu katakan tidak. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat .Disini jelas disebutkan berkata apa adanya, ya atau tidak dengan kata lain tidak perlu bersumpah untuk meyakinkan orang lain atas peryataan kita, ga penting lagi, karena kita tidak punya kuasa untuk bersumpah demi apapun juga. (Mat 5:33-36)

B. Contoh Tokoh dalam Alkitab
- Yakub ketika menggembalakan ternak Laban
Selama 20 tahun Yakub bekerja dengan tekun kepada pamannya Laban, Dia selalu jujur mengabdi kepada pamannya. Laban selalu menipu dia dengan mengubah-ubah upahnya. Tetapi Allah melihat kejujurannya maka Allah menaruh kasihNya dengan memberkati Yakub.
- Yesus Ketika diadili dihadapan Mahkamah Agama.
Banyak saksi-saksi yang tampil memberikan kesaksian palsu supaya Yesus dihukum mati Namun Yesus tetap menyatakan kebenaran bahwa la adalah mesias Anak Allah, sekalipun itu berarti Ia dihukum mati, karena para imam menuduh Yesus menghujat Allah.
- Daud ketika selingkuh dengan Betsyeba
Ketika Daud selingkuh dengan Betsyeba, ia ingin menyembunyikan hal tersebut, karena ia takut diketahui oieh Uria suami Betsyeba yang saat itu sedang ikut dalam peperangan. Untuk menutupi kesalahannya ia menyuruh Yoab panglima perang untuk menempatkan Uria di barisan paling depan, berharap Uria mati terbunuh. Namun ia tetap menanggung akibatnya, anak pertamanya mati.

C. Apakah Kejujuran masih relevan untuk saat ini???
Di zaman yang dikatakan serba modern ini , tingkat persaingan yang sangat tinggi, tidak jarang orang menggunakan berbagai-bagai cara supaya berhasil. Tingkat kepercayaan orang semakin menurun, karena itu setiap orang sangat mengharapkan orang yang jujur, tetapi ia sendiri sulit untuk jujur. Dipandang dan individu kejujuran dibagi atas 3 bagian:
1. Jujur pada diri sendiri
Jujur terhadap diri sendiri artinya menerima diri sendiri apa adanya. Tidak jujur dengan diri sendiri mengakibatkan rasa minder, Kita sering tidak siap dengan keberadaan kita saat ini, berharap lebih bahkan ingin sama dengan orang lain, Bukan berarti tidak bisa berubah, justru memang harus ada perubahan, namun ada hal-hal yang memang tidak bisa diubahkan. Jadi sekalipun berubah tetap menjadi diri sendiri. karena kita diciptakan berbeda supaya saling melengkapi.

2. Jujur terhadap Orang lain
Jujur terhadap orang lain berarti menyatakan hal yang sebenarnya. apa adanya, tanpa menambah atau mengurangi. Mungkin ini yang paling menonjol karena menyangkut keberadaan dua pihak. Jangan berharap orang lain jujur kepada kita jika kita sendiri tidak jujur Penyebab tidak jujur terhadap orang lain karena kita siap menanggung resiko malu, ditolak, dibenci atau disalah-mengerti, tidak bisa dipercaya. Misalnya saja kita dengan teman spesial (pacar). Seringkali kita hanya menonjolkan kebaikan-kebaikan dan menutupi kekurangan kita supaya kita bisa diterima, padahal masa-masa tersebut justru merupakan pengenalan karakter satu sama lain. Kita tidak ingin orang lain tahu akan keunikan kita. Namun satu hal yang perlu kita ingat, tidak jujur adalah dosa, dan dosa akan melahirkan dosa yang lain. Jadi akan selalu dihantui rasa bersalah.

3. Jujur terhadap Tuhan
Jujur terhadap Tuhan sering kita ungkapkan ketika melakukan kesalahan dan sadar akan kesalahan tersebut. Namun dengan mengaku saja tidak cukup harus diimbangi dengan penyesalan dan tindakan untuk berubah. Jujurlah dihadapan Tuhan karena Dia selalu terbuka mengampuni kita. Istilah trend sekarang ini tidak cukup dengan pintar saja tetapi harus pintar-pintar. Maksudnya harus pintar melihat kondisi yang menguntungkan buat dia, tanpa peduli dengan orang lain. Sebagai orang Kristen kita mesti pintar-pintar tetapi berhikmat dan bijaksana. Firman Tuhan mengingatkan kita untuk berjaga-jaga karena hari-hari ini adalah jahat Dengan kata lain kita harus berani jujur karena kita adalah saksi di sekitar kita. Kalaupan dunia memandang kejujuran adalah suatu kebodohan, tetapi kejujuran adalah hal yang dikehendaki oleh Tuhan.

D. Boleh ga sich berbobong demi kebaikan????
Yang namanya bohong tetap saja dosa, dosa tidak pernah berbuahkan kebaikan. Demi kebaikan, kebaikan buat siapa???
- Saya kan Bantu teman .
Dikalangan pendidikan hal ini sering terjadi Ketika ujian kasih contekan kepada teman, Kalo orang bilang "kamukan dah bantu teman apa salahnya sich??” Perlu diparhatikan ketika kita memberi contekan ke teman memang membantu teman untuk tidak jujur dengan kemampuannya. Pada akhimya dia malas belajar. Berani katakan tidak dan kasih kita kepadanya. Tentu kita ingin dia lebih baik.
- Oh. Dia kan atasan saya???
Saya harus gimana donk, soalnya dia atasan saya, saya harus patuh, kalo tidak nanti dipotong gaji, diturunin gaji atau dipecat. Sebenarnya siapa yang lebih kita takuti Tuhan atau atasan kita, Bukan berarti tidak menghormati atasan, justru kita haras menghormati dan mengasihi dia.
- Ah,,, Saya kan orang yang dihormati??
Mungkin dilingkungan sekitar kita salah satu orang yang dihormati atau disegani. Demi menjaga image orang terhadap kita, akhirnya ditunjukkan hal-hal yang baik, takut orang berubah pandangan terhadap kita. Satu hal kita ingin menyenangkan manusia, tetapi yang lebih utama adalah menyenangkan Tuhan. Jadi anak-anak Tuhan harus berjuang untuk hidup kudus, berani tampil beda Katakan ya jika ya, katakan tidak jika tidak, lebih dari itu pekerjaan si jahat.

(Penulis adalah Luke Anani, S.Si., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Nopember 2005)

RENUNGAN: HIDUP BERSAMA SUAMI ISTERI

"Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya,demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang"
(I Petrus 3:1-7)


I. Pengantar
Bagaimanakah sikap yang patut dalam keluarga Kristen ?
Masyarakat kuno menempatkan kaum ibu dan hamba menjadi golongan yang sama yakni : kelas bawahan. Seruan "ketaatan" secara khusus ditujukan oleh Petrus kepada "isteri". Sekalipun agama Kristen telah mengangkat kedudukan golongan lemah ini (hamba dan perempuan) sama dihadapan Tuhan. Suami-isteri adalah mitra sejajar, teman pewaris dalam kerajaan Allah, namun Petrus masih mempertahankan tradisi lama bahwa "isteri" harus mempertahankan pengabdian kepada suami, sebagaimana telah ditetapkan oleh Allah. Hal ini menjadi nyata dalam kelemahan badan dan dilukiskan dalam contoh Sara. Wanita Kristen zaman itu ada yang bersuamikan orang yang tidak percaya kepada Kristus, dan Petrus menekankan betapa pentingnya seperti Kritus, supaya dengan demikian mereka di menangkan. Akhirnya perkawinan dijunjung sampai tingkat tertinggi oleh himbauan kepada suami supaya mengindahkan isteri dengan penuh perhatian dan penghargaan atas dasar iman mereka bersama.

II. Penjelasan.
Harapan Petrus adalah supaya semua Keluarga Kristen Hidup Rukun.
Tujuan semuanya ini adalah menjadikan suatu wadah persekutuan doa. Namun ada hal-hal yang tidak bisa terpisahkan dari kehidupan wanita sejak zaman kuno, bahwa golongan istri senang dandan dan memakai perhiasan. Untuk semuanya itu memerlukan waktu dan tenaga termasuk "dana"(pemborosan penghasilan keluarga) untuk kepentingan merias diri. Pada hal Allah mengharapkan keindahan budi pekertilah yang harus diutamakan . Pada zaman kuno ada berbagai macam perhiasan yang sering digunakan baik yang terbuat dari emas dan tembikar demikian juga yang terbuat dari permata dan batu-batu yang mahal, misalnya anting-anting, kalung, gelang (tangan dan kaki) begitu juga dengan perhiasan kepala.
Dalam hal ini Petrus mengingatkan supaya "isteri-isteri" jangan menghabiskan waktu dan tenaga untuk merias diri dan menghabiskan penghasilan keluarga untuk memiliki perhiasan secara berlebihan. Sebab Allah justru mengharapkan keindahan budi pekerti yang tidak pernah lenyap, yaitu Roh yang lemah lembut dan tentram. Seruan yang sama juga ditujukan kepada "suami-suami" supaya hidup bijaksana dan mengerti keberadaan isterinya, saling menghormati dan saling mendoakan.
Jika setiap keluarga Kristen sudah mampu membangun suatu "persekutuan doa" (menurut Gereja kita HKBP, ganup rumah tangga goaron do i huria namet-met).
Setiap anggota keluarga masing-masing berfungsi sebagai bagian tubuh Kristus, dengan demikian terciptalah kesatuan yang harmonis.
Suami (ayah) : berperan sebagai kepala keluarga, imam, dan pelindung bagi isteri, anak-anaknya dan seisi rumah tangganya.(mangondihon sandok pangisi ni bagasna), termasuk : mencari nafkah, memberikan kata-kata nasihat
dari Firman Allah dan menciptakan rasa aman (tidak pemarah/ mampu memberikan perlindungan). dab : Kej. 3 : 19 ; Ef. 5:23 ; Kol 3:19)
Isteri (ibu) : berperan sebagai pengatur keuangan, menyediakan makanan, dan memperhatikan kesehatan seisi rumah tangganya, memberikan kata-kata nasehat,sebab : sejak semula wanita sudah diberikan nama "hawa" yang berarti "hangoluan" (ibu dari semua yang hidup). dab : Kej. 3 : 20; Ef. 5:22; Amsal 31:26.
Jika setiap anggota keluarga telah memahami perannya masing-masing dan selalu berpedoman kepada kehendak Allah maka akan terciptalah suasana bahagia dalam rumah tangga Kristen dimanapun berada. Jika suami-isteri ("ayah dan ibu") masing-masing menyadari peranannya dan bertanggung jawab atas keberadaannya sebagai orangtua yang taat kepada Allah dan memberikan keteladanan kepada anak-anaknya "seia-sekata" dan maju bersama untuk meraih masa depan yang lebih baik, niscaya gereja kita akan mengalami kemajuan yang pesat.

III. Penutup
Berkelakuan seperti Kristus, bukan hanya ditujukan kepada "kaum isteri". Masing-masing anggota jemaat baik "suami" maupun "isteri" menyadari bahwa mereka adalah teman pewaris dalam kerajaan Allah, dimana masing-masing akan mewarisi kasih karunia Allah, yaitu kehidupan yang kekal. Dalam keluarga Kristen yang demikian akan kita temukan :
• Kaum ibu yang berdandan dan memakai perhiasan bukan lagi secara lahiriah sebab mereka menyadari bahwa "kecantikan serupa itu sifatnya sesaat" (namura salpu do ianggo haulion ruhut parduru) tetapi kecantikan bathiniah yang datang dari keindahan budi pekerti, roh yang lemah lembut dan tenteram tidak pernah lenyap. Kaum ibu yang memiliki kecantikan bathiniah seperti itu, tidak lagi merasa rendah jika menyebut suaminya "tuan", seperti halnya sifat wanita yang mempunyai silsilah yang baik di dalam umat Allah - Sara, Ribka, Rut, Hana, dsb. Demikian juga para "suami" tidak lagi memandang rendah "isteri"nya dan menempatkan isteri pada posisi bawahan. Sepatutnya"suami" harus mampu menerima kehadiran "isteri" sebagai mitra sejajar atau pendamping yang sepadan. Dalam Roh yang sama "suami" yang bijaksana mampu menerima segala kelemahan isterinya. Demikian juga dalam interaksinya terhadap alam sekitar dan lingkungannya, Bersedia menyambut orang yang lebih lemah, saling menerima apa adanya, saling memaafkan dan saling mendoakan. Dengan demikian terciptalah hubungan yang harmonis sesama anggota keluarga dalam setiap rumah tangga Kristen.
• Bagaimanakah dengan warga gereja kita (khususnya HKBP Semper) sudahkah merupakan persekutuan rumah tangga Kristen yang hidup rukun? Syaloom.

(Penulis adalah Pdt. K E Limbong, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi September 2005)

Kamis, 06 Mei 2010

ARTIKEL: KEUANGAN DI GEREJA

Sering kita menjumpai beberapa pertanyaan dan pernyataan ketika berbicara tentang keuangan di gereja. Pertanyaan dan pernyataan itu antara lain: Siapa yang mengelola keuangan di gereja? Kemana uang gereja diperuntukkan? Darimana uang di gereja di dapatkan? Sehingga oleh pertanyaan dan pernyataan itu muncul berbagai macam pikiran dan pendapat. Ada yang mengatakan bahwa gereja tidak perlu terlalu memikirkan uang, sehingga ketika seorang pelayan (baca: pendeta) berbicara mengenai keuangan dituduh menjadi "mata duitan” dan ketika seorang petugas kebaktian menerima 'transport” dianggap tidak etis, Ada juga anggapan bahwa mengenai keuangan sepertinya tugas dan tanggung jawab dari majelis, sehingga kadangkala majelis mengganggap soal keluar masuk uang di gereja menjadi 'haknya', Ada pula gereja yang tidak mengikutsertakan pendetanya memikirkan soal keuangan, yang penting pendeta tersebut konsentrasi dan benar-benar memikirkan soal pelayanan yang menyangkut kerohanian saja.
Harus diakui, keuangan di gereja adalah pokok yang sangat sulit dan bukanlah merupakan pokok bahasan yang paling disukai di kalangan gereja dan orang Kristen, Namun keuangan di gareja juga merupakan salah satu pokok-pokok yang paling penting, Sebab keuangan juga merupakan soal pemberian, di mana salah satu pokok ajaran dari kekristenan adalah soal "memberi", Memang bisa saja memberi itu bukan hanya berkisar soal uang, bisa juga tenaga, pikiran waktu dan lain sebagainya. Tapi dalam hal ini kita mau berbicara secara khusus menyangkut keuangan.
Kita menghadapi kenyataan bahwa kita mempunyai krisis keuangan di gereja, dan kita seringkali juga menjadi korban kampanye curang organisasi-organisasi Kristen yang berusaha untuk mendapatkan uang Kristen kita. Sebagai seorang Kristen yang sudah bertahun-tahun terdaftar dalam sebuah keanggotaan gereja, mungkin anda salah seorang yang menjadi bulan-bulanan untuk dimintai sumbangan, Berbagai macam cara dan usaha pun sering kita lihat dan dengar dari orang-orang dan kalangan tertentu yang mungkin memakai nama kekristenan berbicara dan mengumpulkan uang. Mulai dari buku-buku, sovenir-souvenir, barang-barang yang dianggap suci, lambang-lambang kekristenan, lagu-lagu rohani dan banyak lagi, sering dijadikan alat dan sarana untuk mengumpulkan uang.
Bujuk rayu, bahkan manipulasi dan tipu muslihat-pun sadar tanpa sadar sudah terjadi di kalangan keagamaan atau barangkali gereja juga sudah ikut-ikutan? Dan kita bisa lihat sebagai perbandingan di negara kita, bahwa ternyata dari semua departemen yang ada di Indonesia, ternyata di departemen agama-lah yang paling banyak terjadi 'korupsi’, Kita juga perlu mengingat, bahwa salah satu persoalan munculnya aliran protestan pada zaman Reformasi Gereja adalah karena masalah uang.
Sebagai pendeta, saya pernah mendengar arahan-arahan, membaca buku-buku dan melihat kenyataan langsung bahwa banyak cara-cara ‘licik' yang menurut saya tidak sesuai dengan tuntutan alkitab untuk mendapatkan uang di gereja, Kambing hitam perkunjungan jemaat, potret-potret kemiskinan, berita-berita penginjilan, ucapan-ucapan selamat, sering dijadikan topeng untuk meraup keuangan. Bahkan belakangan ini, pendeta atau majelis pun menjadi sasaran penipuan uang, Dengan cara telepon gelap yang mengatakan ada yang mau menyumbang pembangunan gereja, tapi sebelum uang dicairkan, terlebih dahulu mentransfer uang sejumlah tertentu, Tapi uang sudah ditransfer, namun bantuan tak kunjung datang.
Tambahan lagi, ada gereja-gereja tertentu dan bahkan pelayan-pelayannya yang berpihak kepada orang-orang kaya, Sehingga di dalam gereja (meskipun tidak semua) sepertinya orang-orang kayalah yang menetapkan aturan-aturan di gereja. John Murray mengatakan, "Mungkin hanya sedikit kelemahan yang merusak ketulusan gereja bila dibandingkan dengan kelemahan lebih memihak orang-orang kaya, Gereja telah berkompromi dengan kejahatan-kejahatan orang-orang kaya itu, sebab takut kehilangan sumbangan mereka, Suara gereja telah dibungkam oleh karena menghormati orang-orang, dan disiplin teleh dikorbankan karena takluk kepada pengaruh keduniawian.
Ada lagi gereja-gereja tertentu yang merasa persepuluhan sangatlah penting untuk menggerakkan anggota-anggota jemaatnya untuk memberikan sebagaimana mestinya. Walaupun persepuluhan itu tidak diajarakan dalam Perjanjian Baru, tambahan lagi zaman sekarang ini kekaburan akan jumlah persepuluhan membuat kebingungan yang besar. Sepersepuluh dari gaji pokok atau semua penghasilan? Penekanan persepuluhan itu sangat penting dirasakan gereja tersebut, sebab jika tidak demikian, mereka takut kas gereja menjadi minus,
Melihat berbagai macam masalah-masalah yang nyata dan tidak nyata terjadi di kalangan orang Kristen pun gereja dewasa ini, perlu kita memperhatikan beberapa hal tentang uang di gereja, bagaimana memberi dan mengelola uang tersebut? Sehingga tidak lagi terjadi cara-cara yang kurang baik dan manipulasi masalah keuangan di gereja.

1. RENCANA DAN ANGGGARAN (Luk 14 : 28 - 30)
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa dalam setiap program dan rencana dalam suatu perkumpulan dan organisasi untuk melakukan suatu kegiatan, tidak terlepas dari anggaran dan biaya yang dibutuhkan. Itu sebabnya Yesus sendiri pun berkata bahwa dalam Lukas 14:28-30 tentang soal membuat anggaran biaya, supaya progam rencana dan pekerjaan itu dapat terealisasi dengan baik. Dalam gereja pun ini sangat diperlukan. Program dan rencana itu harus benar-benar dipertimbangkan dan dirancangkan sesuai dengan anggaran. Artinya, supaya program itu dapat terlaksana dengan baik, di samping tidak terjadi keragu-raguan dan ketakutan akan anggaran, Tambahan lagi, agar jangan ada istilah "melihat keadaan" atau "melihat apa yang terjadi" ("mamereng na tupa disi", kata orang Batak). Sering memang kita menghadapi kenyataan bahwa gereja atau pun kumpulan anggota jemaat sering membuat program dadakan, sehingga timbul berbagai macam persoalan. Penolakan program dan proposal oleh Majelis, kegiatan yang asal-asalan, dana yang tidak cukup, manipulasi anggaran, dan banyak lagi kejadian akibat dari program dadakan tersebut Secara khusus di gereja HKBP, sebagian besar sering terjadi "manipulasi dana" dalam proposal oleh beberapa kumpulan atau kategorial, Merasa anggaran biaya dan proposal yang diajukan hanya 50% yang akan disetujui oleh Majelis, anggota kategorial pun membuat 'proposal bayangan', Artinya, dana yang sebenarnya dibutuhkan hanya 5 juta, supaya dana tercapai, maka dibuat 'proposal bayangan'. Dibuatlah kebutuhan yang macam-macam, sehingga mencapai 10 juta, sehingga ketika proposal hanya disetujui 50%, tidak ada persoalan, karena memang dana sebenarnya yang dibutuhkan hanyalah 5 juta.
Tambahan lagi, karena anggaran yang dibutuhkan cukup banyak karena adanya program dadakan, terjadilah kegiatan pengumpulan dana yang aneh-aneh. Lelang-lelang di gereja yang berbau penodongan (pemaksaan), bazar-bazar yang mengaburkan arti bazar, penjualan makanan oleh kaum ibu dan muda-mudi, kertas-kertas undangan dengan nilai-nilai tertentu, kupon-kupon dengan iming-iming door prize, kunjungan-kunjungan team kepada donateur-donateur, dan lain sebagainya.
Memang benar, kita tidak membatasi kuasa Tuhan dan orang-orang atau anggota jemaat yang tergerak untuk memberikan dana atau uang secara dadakan kepada gereja, Namun perlu diingatkan, bahwa supaya tidak terjadi kesemberautan dan kekacauan bahkan tidak terlaksananya program, untuk itulah perlunya rencana program dan anggaran tersebut yang dapat dibuat secara terperinci sedikitnya sekali dalam setahun.

2. DIAKONIA
Berbicara mengenai Tri Tugas Panggilan Gereja (Koinonia, Marturia, Diakonia), memang tidak dapat dipungkiri bahwa diakonia sangat membutuhkan dana (uang) yang banyak, Sebab di satu sisi, pelayanan yang efektif adalah pelayanan yang menyentuh dan dapat dirasakan secara nyata dan langsung, Sebagai contoh, seorang pengkhotbah yang memberitakan Injil di kolong jembatan dengan berkhotbah secara menggebu-gebu dan luar biasa selama satu jam tidak begitu di dengar dan diperhatikan orang, Tetapi ketika pengkhotbah itu datang ke kolong jembatan dengan membawa beberapa bungkus nasi campur, orang akan datang berkerumun dan berebutan untuk mendapatkan nasi tersebut, Dan memang berbicara soal diakonia di gereja bukanlah berbicara soal keuntungan ataupun pemasukan untuk gereja. Tapi diakonia adalah benar-benar pelayanan dan kerugian bahkan pengeluaran bagi gereja, Untuk itulah perlu pengertian yang jelas bagi gereja dan anggota jemaatnya supaya bersama-sama memberikan perhatian dan bantuan bagi progam pelaksanaan diakonia di gereja.

3. KERELAAN DAN SUKACITA MEMBERI, BUKAN PAKSAAN (2 Kor 9 : 7)
Menyadari pentingnya dana (uang) di gereja, untuk itulah perlunya kesadaran yang sangat bagi anggota jemaat untuk memperhatikan dan memberikan bantuan, Namun hal yang harus dicamkan dan diingat, bahwa memberi bagi gereja hendaklah jangan karena paksaan atau pun bujukan-bujukan, Tapi biarlah pemberian itu didorong oleh keyakinan dan kerelaan bahwa apa yang dimiliki adalah berkat dari Tuhan. Dan berkat itu juga dipergunakan sebagai berkat bagi orang lain. Janganlah kiranya kita memberi supaya dikenal orang, supaya dipuji-puji, supaya dihormati, Tapi biarlah kita memberi oleh karena dorongan iman dan keyakinan sebagaimana pemahaman tentang berkat ; 1. General Grace (berkat umum = hujan, oksigen, matahari, dsb, yang diberikan kepada semua orang, yang baik dan yang jahat) 2. Special Grace (berkat spesial= yang diberikan bagi orang-orang tertentu), Mungkin kitalah orang tertentu itu, karena tidak semua orang punya uang banyak, tidak semua orang punya pekerjaan dan penghasilan yang baik. Untuk ituah kita perlu mengingat berkat spesial itu, dan mengembalikannya dengan kerelaan dan sukacita untuk pekerjaan dan kemuliaan Tuhan di dunia ini.

4. KUMPULKAN DAN SISIHKAN (1 Kor 16 :1 -2)
Tentang memberi uang ataupun yang lainnya untuk gereja, sering tanpa sadar kita memberikannya dari "sisa-sisa" yang kita miliki, Memang Tuhan tidak menginginkan kita memberikan semua yang kita miliki sehingga kita menjadi miskin dan tidak punya apa-apa lagi. Tapi Tuhan menginginkan, supaya kita benar-benar ‘menyisihkan’ apa yang kita miliki untuk pekerjaanNya melalui gerejaNya, bahkan dikatakan: berikaniah yang terbaik untuk kemuliaan Tuhan. Kita sering menganggap remeh bahkan lupa untuk mengumpulkan atau menyisihkan sebagian uang atau yang kita miliki untuk pelayanan kerajaan Tuhan. Kita lebih sering mementingkan kebutuhan pribadi kita, menyisihkan untuk kesenangan ataupun kebutuhan yang kadangkala tidak masuk akal, Ingatlah bahwa yang kita sisihkan itu bukanlah soal besar kecil atau sedikit dan banyaknya (5+2:5000=12, matematika Alkitab, 5 roti dan 2 ikan dimakan 5000 orang dan sisa 12 keranjang), Hal penting adalah bagaimana kita benar-benar mengingat dan menyisihkannya untuk persembahan kita bagi pelayanan dan pekerjaan di tengah-tengah gereja,

5. BUKAN HAMBA UANG (Ibrani 13 : 5)
Memang uang sangat dibutuhkan dalam pelayanan di gereja, Tapi uang bukanlah tujuan utama dari gereja. Artinya bukan setiap kegiatan yang dilakukan oleh gereja semata-mata bertujuan untuk mengumpulkan uang, Inilah mungkin yang sering kita lihat, bahwa dibalik kegiatan yang dilakukan gereja ada suatu maksud tersembunyi untuk menghasilkan dan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, Pesta-pesta dan kegiatan gereja yang kurang menghasilkan uang yang banyak sering dianggap tidak berhasil Panitia dituduh gagal ketika kegiatan yang dilakukannya tidak mencapai target yang telah ditentukan. Para pelayan merasa tidak diperhatikan ketika transport atau amplop ucapan syukur tidak di dapat dari suatu pelayanan, Bahkan tarif-tarif pembicara dan pengkhotbah pun muncul dimana-mana, Kita tidak boleh mengukur suatu keberhasilan pelayanan di tengah-tengah gereja dengan uang. Janganlah pengurus gereja merasa berhasil dalam pelayanan ketika mereka bisa mengumpulkan uang yang banyak atau saldo kas gereja berlimpah-limpah. Keberhasilan pelayanan gereja adalah dimana pekerjaan dan pelayanan di tengah-tengah gereja itu bisa dilakukan seefektif mungkin. Sebagaimana saya pernah mendengar dari rekan saya seorang pendeta di sebuah gereja berkata dengan bangga : "pelayanan saya dan majelis di gereja ini cukup luar biasa dan mendapat respon dari anggota jemaat, sehingga kami punya saldo kas gereja sampai Rp.150 juta", Namun saya melihat bahwa gereja mereka sepertinya mau roboh, anggota jemaatnya banyak yang putus sekolah karena tidak punya biaya, kegiatan yang ada di gereja tersebut hanya sebatas kegiatan rutinitas, sosial bagi jemaat yang sakit dan yang mengalami bencana atau kemalangan tidak berjalan, Di dalam hati saya tersenyum dan berkata : "Ini pendeta dan Majelis gimana, berarti mereka tidak bisa membuat program, berarti mereka tidak bekerja melakukan pelayanan", Untuk apa saldo banyak tapi kegiatan pelayanan tidak berjalan efektif dan maksimal Sebab gereja yang bergerak dan punya kegiatan pelayanan yang banyak membutuhkan dana yang banyak, bukan saldo yang banyak, Jadi gereja yang baik bukan di ukur dari banyaknya uang atau saldo kas gerejanya.

6. KEWAJIBAN MEMBERI (Mat 17 : 24 ; 22:20)
Ada anggapan beberapa orang, bahwa soal memberi uang kepada gereja adalah tanggung jawab orang-orang tertentu, Sebagian pengurus gereja maupun majelis merasa tidak punya kewajiban untuk ikut ambil bagian dalam memberikan materi atau uangnya, sebab mereka merasa telah memberikan tenaga dan waktu mereka, Sehingga ketika ada kebutuhan dan keperluan dana di gereja sering nama-nama majelis tidak didaftarkan, Kita mungkin perlu mengingat kembali ceritera dimana Yesus dan murid-muridNya membayar bea untuk Bait Allah, Dia tidak berkata, bahwa Dia adalah Tuhan dan tidak perlu membayar atau memberikan bea ke Bait Allah, tapi justru Yesus memberikan tauladan kepada murid-muridNya dan juga kepada orang banyak bahwa penting memberikan bea kepada Bait Allah. Memberikan bea ke gereja adalah menjadi tanggung jawab semua anggota jemaat. Sebagaimana Yesus juga memperingatkan tentang membayar pajak, demikian juga kita diingatkan untuk membayarkan yang patut kepada gereja kita. Tidak terlepas dari anggota jemaat maupun penatua atau pengurus gereja, semua berkewajiban untuk membayarkannya.

7. MEMBERI BERKAT DIBERI KELIMPAHAN (Amsai 11:24)
Memberi kepada gereja bukanlah soai untung rugi, tapi benar-benar didorong oleh iman dan keyakinan bahwa apa yang kita dapatkan adalah dari berkat Allah yang berkelimpahan. Jadi tidak perlu takut, dan tidak perlu memikirkan untug rugi jikalau mau memberi ke gereja. Jangan kita memberi hanya karena ada maksud atau tujuan tertentu yang ingin kita dapatkan dari gereja. Tapi tidak salah jika kita memberi dengan keyakinan bahwa Tuhan akan memberikan berkat yang berkelimpahan. Ada pepatah orang Batak yang mengatakan ;"dibuang-buang ganda, diholit-holit mago" (ditabur semakin berkelimpahan, diirit semakin kekurangan), Sebagaimana Amsal 11:24 berkata bahwa ada yang menyebar harta tetapi bertambah kaya, namun ada yang menghemat secara luar biasa tapi selalu kekurangan.

8. APA YANG KAMU TABUR DAN KAMU BERI (Luk 6 : 38)
Sebagaimana keyakinan memberi akan diberi berkat kelimpahan, demikian pula Yesus berbieara soal apa yang kita tabur dan ukurkan, demikian juga yang kita tuai dan peroleh, Ketika kita mengirit memberi kepada Tuhan melalui gereja, maka Tuhan juga akan mengirit memberikan berkatNya kepada kita.

9. MEMBERI ADALAH PENGORBANAN (Mark 12 : 41 - 44)
Memang sangat sukar berbicara tentang hal memberi, walaupun ajaran kekristenan mengatakan adalah lebih baik memberi daripada menerima, Namun banyak orang merasa rugi memberikan apa yang dimilikinya, ia merasa sudah capek berusaha dan bekerja, maka adalah wajar kalau dia sendiri menikmati hasil jerih-payahnya, Memberi adalah pengorbanan, sebab apa yang kita miliki dan mungkin juga yang kita butuhkan harus kita korbankan untuk orang lain, Sebagaimana seorang janda yang memberi sedikit dari kekurangannya, daripada orang kaya yang memberi banyak dari kelimpahannya (Mark 12:41-44), Yesus memperingatkan bahwa janda itulah yang mengorbankan banyak, la mengorbankan semua yang ada padanya, bahkan seluruh nafkahnya. Itulah prinsip memberi, bahwa memberi haruslah dengan pengorbanan yang besar.

10. SETIA DALAM SEGALA PERKARA (Luk 16 : 10)
Ada beberapa pemahaman yang mengatakan bahwa memberi uang kepada gereja adalah hanya menjadi tanggung jawab orang-orang yang mempunyai duit yang banyak saja. Sehingga orang yang tidak mempunyai duit yang banyak merasa tidak perlu dan bahkan pura-pura tidak perduli untuk memberikan uangnya yang sedikit itu, Tambahan lagi, gereja juga ikut-ikutan, membuat daftar-daftar penyumbang atau pengumpul dana hanya sebatas orang-orang tertentu, Untuk itulah perlu diingatkan, bahwa memberi ke gereja bukanlah hanya tanggung jawab orang tertentu atau kelompok berduit saja, sebab kalau yang sedikit saja tidak kita hiraukan, tentu Allah tidak akan memberikan yang banyak, Sama halnya dengan pengelolaan keuangan di gereja, uang gereja yang sedikit itu kalau tidak kita kelola dengan baik, bagaimana dengan uang gereja yang banyak? Dan ini juga sering dijumpai dalam gereja, ada anggota jemaat yang malas memberi sumbangan atau bantuan, karena merasa pengurus gereja tidak mempergunakan pemberian itu dengan baik dan benar.
Dari pernyataan-pernyataan di atas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa memang sudah saatnya kita peka terhadap soal keuangan di gereja, Bagaimana memberikan dan mengelolanya dengan baik dan benar. Hendaklah gereja tidak terpengaruh oleh trik-trik atau topeng-topeng yang menghalalkan segala cara untuk mengumpulkan uang di gereja, Dan sebaliknya, kita semua juga disadarkan bahwa dana (uang) memang sangat dibutuhkan sebagai dukungan dalam berbagai pelayanan di tengah-tengah gereja, sehingga kita benar-benar merasa bertanggung jawab, rela dan penuh sukacita memberikannya untuk pelayanan melalui gerejanya. Keterbukaan atau transparansi juga dibutuhkan dalam hal keuangan di gereja, karena dengan demikian kita semua bisa mengetahui kebutuhan gereja kita, Di samping itu, transparansi tersebut menghindarkan kita dari cara-cara dan pengelolaan yang mungkin kurang jujur. Keuangan di gereja bukanlah menjadi tanggung jawab dan untuk kepentingan orang-orang tertentu saja, tapi juga menjadi tanggung jawab kita bersama dan untuk kepentingan bersama.

(Penulis adalah Pdt. Mangara Rinaldo Situmorang, S.Th., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2006)

ARTIKEL: BAGAIMANA MENGELOLA KEUANGAN NHKBP? (PENGALAMAN DI NHKBP SEMPER)

Sebenarnya tak ada yang cukup istimewa dalam hal mengelola keuangan, hampir semua orang -wanita maupun pria- pasti mampu mengelola keuangan. Karena mereka juga mengelola keuangan masing-masing, mungkin yang berbeda adalah tanggung jawab yang lebih berat dipikul oleh seorang bendahara.
Menjadi bendahara sebuah organisasi sudah saya alami beberapa tahun sebelumnya, yaitu pada persekutuan kampus tahun 2001-2003. Keadaan yang saya alami di kampus dan di gereja tak jauh berbeda. Suka yang saya alami lebih sedikit dibandingkan duka yang ada. Sukanya yah mungkin tugas saya lebih sedikit dibandingkan teman-teman yang lainnya (padahal gak juga sih). Nah dukanya adalah ketika saya harus mencari sumber "mata pencaharian". Jujur saja hal itu lebih sulit dibandingkan hal-hal lain yang berhubungan dengan kegiatan pelayanan, karena aslinya saya orangnya 'tidak enak-an', jadi saya paling gak enak kalau beberapa kali di tolak orang trus masih harus datang lagi ke orang itu, bukan karena saya kesal terhadap orang itu tapi saya orangnya gak enak-an ama orang itu. Tapi hal ini tidak terlalu menganggu saya saat masih menjadi bendahara di kampus karena sumber keuangannya sudah lebih pasti dibandingkan di NHS.
Misalkan saja untuk semua dana kegiatan kecil seperti kebaktian, persekutuan doa masuk ke dalam anggaran per semester yang kami ajukan ke senat. Dan pasti nilai yang kami ajukan, delapan puluh persennya pasti kami peroleh. Nah dana itu beda lagi dengan dana Program-program besar atau hal-hal yang insindentil seperti adanya undangan retreat dari perkantas, pasti kami peroleh lebih dari lima puluh persen dari yang kami ajukan. Saya ingat sekali dana-dana itu dibagi menjadi tiga. Dana Paket A untuk kegiatan rutin, Dana Paket B untuk kegiatan besar yang juga rutin dan Dana Paket C untuk hal-hal yang insidentil. Memang saya sungguh beruntung menjadi Bendahara yang sumber keuangannya sudah diatur secara profesioanal. Apalagi kami punya alumni-alumni yang setia memberikan persembahan kasihnya tiap bulan, untuk menanggulangi pengeluaran-pengeluaran yang lain seperti menutupi kekurangan biaya 50% dari kegiatan luar tadi. Yang paling berat adalah kebalikan dengan di Naposobulung HKBP Semper ("NHS"), panitia kegiatan besar selalu kekurangan dana. Disitulah keuangan yang cukup baik untuk kegiatan rutin terkuras untuk kegiatan besar. Selain itu yah paling tugas saya adalah mengepres pengeluaran-penegeluaran per seksi biar tidak terlalu bengkak, dan terlalu manja karena semuanya selalu disetujui.
Nah hal ini sangat berbeda dengan di NHS, sumber keuangan dari gereja menurut saya terlalu kecil, apalagi sering sekali kita mendapat surat dari pihak ketiga yang memaksa saya untuk mengesampingkan pengeluaran harian yang seharusnya saya penuhi. Apalagi keadaan sekarang teman-teman kita diluar pengurus yang sudah tidak aktif lagi sepertinya sudah enggan memberikan persembahan kasihnya kepada pengurus. Untuk bergabung dengan kita saja sudah enggan apalagi memberikan persembahan kasihnya (kok bisa yah ini terjadi), mereka lebih bisa memberikan pada acara-acara besar yang biasanya lebih terlihat kegunaannya dan waktunya yang temporer. Yah wajar saja kalau saya hanya bisa berharap pada pengurus dan surplus kepanitian. Nah ini duka yang berikutnya karena saya harus menelan ludah pahit dikarenakan pengurus tidak mendukung hal ini, mungkin mereka berpikir kalau mereka sudah lelah tenaga tapi juga harus meluangkan keuangannya (ini hanya asumsi tanpa bukti). Yah tapi satu yang mereka tidak pikirkan bahwa keadaan sekarang berbeda dengan keadaan dulu. Dulu kakak-kakak kita masih memberikan perhatian kepada naposobulung tapi kini mereka lebih fokus kepada hal-hal lain (bukan pernikahan loh). Hal inilah yang sering membuat saya kesal dan menangis, bahkan kalau saya pada titik kekesalan saya berkata pada diri saya sendiri 'ugh kalau saya sudah bekerja, saya gak akan meminta kepada mereka'. Memang kedengarannya tidak baik tapi yah ini karena kekesalan yang menumpuk. Sampai saat ini yang dengan sukacita dan rajin memberikan perhatiannya kepada keuangan kita adalah kalau pengurusnya A dan B, kedua orang ini tidak perlu diminta tapi selalu ingat memberikan. Sementara pengurus yang lain harus diminta udah gitu masih aja ditolak (bingung gue 20 rb sebulan aja kok susah). Diluar pengurus hanya C dan D, sisanya ehm gak bisa diharapkan, apalagi yang namanya E dan F..
Nah udah berapa tuh dukanya, lalu yang berikutnya adalah kalau ada teman yang masih curiga dengan keuangan yang saya kelola, jelas-jelas setiap bulannya selalu ada laporan keuangan yang muncul pada mading, kok masih curiga yah (busyet). Itu juga saya alami di kepengurusan kampus, karena keuangan yang saya kelola selalu jutaan rupiah (sementara pada NHS, tak pernah lebih dari angka ratusan ribu rupiah, bahkan defisit) dan tak ada sarana seperti mading untuk melihat laporan keuangan paling hanya pada rapat pleno.
Itu tadi sekedar curahan hati saya yang hingga saat ini menjadi duka saya setiap hari. Lalu sekarang kita beralih kepada laporan keuangan. Bagaimana menyusun laporan keuangan? Beruntung peraturan di Indonesia telah mengatur dengan jelas apa dan bagaimana laporan sebuah organisasi nirlaba (tidak mencari laba), dalam hal ini gereja juga termasuk.
Standart Akuntansi Keuangan (SAK) adalah standart laporan keuangan di Indonesia. Standart ini dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) yang telah berdiri dan diakui keberadaannya di Indonesia sejak tahun 1957. Tujuan standart-standart ini di buat adalah untuk menyeragamkan laporan keuangan yang ada di Indonesia Sehingga memudahkan pihak intern dalam hal ini pembuat laporan karena mereka mempunyai acuan dan juga memudahkan pihak ketiga (pemegang saham, khalayak umum) untuk mengerti membaca sebuah laporan keuangan. Mengapa ini penting bagi pihak ketiga? Karena dari laporan keuangan kita dapat mengetahui keadaan perusahaan. Dapat menilai kinerja manager yang akhirnya menentukan apakah perusahaan tersebut dapat bertahan.
Mengenai laporan keuangan organisasi nirlaba diatur dalam standarnya yang ke 45 dari 55 standart yang ada. PSAK no 45 tentang laporan keuangan organisasi nirlaba baru ada setelah standart yang baru diterbitkan yaitu sejak tahun 1999. Jadi hingga tahun 1999 tidak acuan yang jelas mengenai laporan keuangan organisasi nirlaba. Hal-hal berikut masih baru dan masih banyak orang yang belum mengenalnya.
Seperti yang kita ketahui organisasi nirlaba adalah organisasi yang bergerak dibidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mencari laba. Sehingga sebuah organisasi dikatakan nirlaba harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. bergerak dibidang sosial, keagamaan dan kemanusian;
2. sumber daya entitas (modal) berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan pembayaran kembali (laba);
3. menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba;
4. tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis.

Laporan keuangan organisasi bisnis terdiri atas: neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan ekuitas pemilik dan catatan atas laporan keuangan.
Neraca adalah daftar yang menggambarkan aktiva (harta kekayaan), kewajiban dan modal yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat tertentu (akhir tahun). Laporan Laba Rugi adalah suatu ikhtisar pendapatan dan pengeluaran/beban dari suatu entitas pada suatu jangka tertentu.
Laporan Ekuitas Pemilik menyajikan ikhtisar perubahan yang terjadi dalam ekuitas pemilik pada suatu entitas untuk suatu jangka waktu tertentu.
Laporan arus kas menggambarkan jumlah kas masuk -penerimaan kas dan jumlah kas keluar -pembayaran atau pengeluaran kas dalam suatu periode tertentu.
Catatan atas laporan keuangan adalah catatan-catatan yang menyertai semua laporan keuangan diatas.
Sementara pada laporan keuangan organisasi nirlaba terdiri atas laporan posisi keuangan. laporan aktivitas, laporan arus kas, serta catatan atas laporan keuangan. Laporan Posisi Keuangan adalah seperti neraca yang menyajikan daftar aktiva, kewajiban dan aktiva bersih. Namun pada organisasi nirlaba tidak dikenal akun modal karena organisasi nirlaba tidak mempunyai pemilik. Sumbangan yang masuk diakui sebagai aktiva bersih. Laporan aktivitas adalah laporan yang menggambarkan bagaiamana aktiva bersih didapat dan bagaimana mengelolanya.
Laporan arus kas pengertiannya sama dengan laporan pada organisasi bisnis. Begitu juga untuk catatan atas laporan keuangan.
Saya dapat mengerti jika anda tidak bisa dengan mudah memahami hal-hal diatas karena saya pun harus berkuliah lima tahun baru dapat memahaminya dengan jelas. Dan rasanya juga sulit saya jabarkan lebih lanjut karena hanya akan memaksa saya membuat SKRIPSI ke Dua tapi anda tidak mengerti. Jadi sebaiknya anda bergelut dulu dengan masalah-masalah akuntansi.
Lalu pertanyaan berikutnya apakah mungkin saya melakukannya? Laporan keuangan adalah laporan formal tentang keuangan yang diterbitkan setiap akhir periode (tahun). Jika saya harus melaporkan seperti acuan yang diatas maka yang akan terjadi adalah laporan keuangan saya akan banyak (berlembar-lembar). Dan mungkin akan menimbulkan banyak pertanyaan bagi orang awam. Jadi apakah saya mungkin melakukannya? Mungkin saja apabila:
1. Saya punya cukup waktu untuk membuat laporan sebegitu kompleks. Laporan keuangan seharusnya juga mencantumkan laporan keuangan program besar, hal ini membuat semakin kompleks yang harus saya lakukan.
2. Tidak dilakukan tahun ini tapi untuk laporan keuangan yang merupakan bagian pertanggung jawaban pengurus.
Tidak mungkin apabila:
1. Saya tidak mampu menganalisa semuanya.
2. Harus dipaksakan tahun ini juga.
Demikian ulasan dan pandangan saya.

(Penulis adalah Eva Manurung, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2006)

Minggu, 02 Mei 2010

ARTIKEL: BERBAGAI PANDANGAN MENGENAI KEBENARAN ALKITAB

A. Teori Tentang Ketaksalahan Alkitab (Inerrancy)
Alkitab adalah firman Allah. Pernyataan yang absolut ini mengindikasikan bahwa Alkitab adalah benar atau Alkitab tidak mungkin salah. Ketaksalahan Alkitab dapat dibuktikan dengan beberapa kata penting yang harus dipahami, yaitu: penyataan (revelation), pengilhaman (inspiration), dan penerangan (illumination).
1. Penyataan (Revelation)
Istilah “penyataan” berasal dari kata Yunani “apokalupsis”, dari kata kerja “apokalupto”, dalam bahasa Inggris “to take off the cover; disclose”, yang berarti “membuka tutup; menyingkap, memperlihatkan.” Apokalupto artinya menyatakan (Mat. 16:17; Mrk. 4:22; Luk. 2:32; Kis. 20:23). Kata ini mengandung makna tindakan Allah untuk menyatakan diri-Nya kepada manusia. John R. W. Stott menyatakan “Istilah ini menunjuk prakarsa yang telah diambil Allah untuk membuat diri-Nya menjadi nyata dan dikenal.”
Berbagai cara yang dilakukan Allah untuk menyatakan diri-Nya kepada manusia. Charle C. Ryrie menulis: “Menurut sejarahnya, ada dua cara Allah dalam mengambil prakarsa untuk menyatakan diri-Nya, disebut penyataan umum dan penyataan khusus. Penyataan umum mencakup segala sesuatu yang dinyatakan Allah di dalam dunia sekitar kita, termasuk manusia. Sedangkan penyataan khusus mencakup berbagai cara yang dipakai Allah untuk menyampaikan wahyu-Nya yang disusun di dalam Alkitab.”
Pernyataan senada dikemukakan oleh Paul Enns dengan menulis: “Wahyu ada yang ‘umum’, di mana Allah menyatakan diri-Nya melalui sejarah dan nature, dan ada yang ‘khusus’, di mana Allah menyatakan diri-Nya melalui Kitab Suci dan melalui Anak-Nya.
Kedua cara penyingkapan diri Allah dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, Penyataan Umum.
Penyataan umum Allah tampak di langit, bumi, dan segala isinya yang bersifat umum. Penyataan umum dapat dilihat dari tiga sudut pandang yang membuktikan bahwa penyataan umum itu benar-benar bersifat umum. Menurut Charles C. Ryrie ada tiga ciri yang membuktikan penyataan umum itu ialah “Jangkauan umum, yaitu mencapai semua orang (Mat. 5:45; Kis. 14:17). Geografinya umum, meliputi seluruh dunia (Maz. 19:2). Metodologinya umum, yaitu menggunakan cara-cara universal seperti panas matahari (Maz. 19:4-7) dan hati nurani manusia (Rm. 2:14-15). Bagaimanakah penyataan umum ini sampai kepada manusia? Melalui penciptaan, melalui keteraturan, manusia, dan ciptaan. Jadi, penyataan umum Allah terjadi melalui penciptaan alam semesta yang dinikmati oleh semua manusia.
Kedua, Penyataan khusus
Penyataan khusus Allah terjadi melalui berbagai saluran yang dikehendaki-Nya. Saluran-saluran itu, ada yang bersifat manusiawi dan ada juga yang bersifat Ilahi. Saluran-saluran penyataan khusus ialah “Undi, urim dan tumim, mimpi, penglihatan, teofani (penampakan Allah dalam wujud manusia), malaikat, nabi-nabi, peristiwa-peristiwa, Yesus Kristus dan Alkitab.”
Menurut Paul Enns, wahyu khusus terfokus pada Yesus Kristus dan Kitab Suci. Banyak contoh yang mencerminkan natur dari wahyu khusus di Kitab Suci. “Lalu Allah mengucapkan segala firman ini” (Kel. 20:10); “Inilah perkataan perjanjian” (Ul. 29:1); “Ketika Musa selesai menuliskan perkataan hukum Taurat itu dalam sebuah kitab sampai perkataan yang penghabisan” (Ul. 31:24).
Wahyu khusus yang berpusat pada Yesus Kristus dijelaskan: “Jadi, esensi dari wahyu khusus berpusat pada Pribadi Yesus Kristus. Ia dinyatakan di Kitab Suci sebagai Seorang yang menjelaskan tentang Bapa (Yoh. 1:18). Meskipun pada masa lalu manusia belum melihat Allah, “Yesus menyatakan Allah secara penuh.” Yesus menyatakan bahwa baik kata-kata-Nya (Yoh. 6:63) maupun pekerjaan-Nya (Yoh. 5:36) mendemontrasikan bahwa Ia menyatakan Bapa. Dan baik perkataan-Nya maupun pekerjaan-Nya secara akurat dicatat di Kitab Suci.”
2. Pengilhaman (Inspiration)
Istilah “pengilhaman” atau “diilhamkan” dalam bahasa Yunani ialah “theopneustos”, dari kata “theos”, artinya Allah dan “pneo” artinya meniup dengan keras. Kata “pneo” juga berkaitan dengan “kata”. Secara leksikal “Theopneustos” berarti Allah meniup ke dalam (II Tim. 3:16). Jadi, “theopneustos” artinya “Allah meniupkan kata dengan keras ke dalam.” Kata yang sinonim ialah dinafaskan. Ini menyatakan cara pengilhaman. Bentuk pasif, artinya Alkitab adalah hasil dari nafas Allah. Jikalau sebaliknya bentuknya aktif, maka akan berarti Alkitab mengucurkan atau berbicara mengenai Allah. Paul E. Little menyatakan “melalui ilham/diilhami artinya menunjuk kepada apa yang ditulis. Kata pengilhaman menurut John. R.W. Stott, “menunjuk kepada cara utama yang dipilih Allah untuk menyatakan diri-Nya. Proses komunikasi lisan inilah yang disebut pengilhaman.”
Charles C. Ryrie mendefinisikan pengilhaman yaitu, “Allah mengawasi sedemikian rupa sehingga para penulis Alkitab itu menyusun dan mencatat tanpa kekeliruan pesan-Nya kepada manusia dalam bentuk kata-kata pada penulisan aslinya.” Dari definisi ini beberapa kata yang menjadi tekanan adalah: Mengawasi, memberikan peluang adanya warna-warni hubungan antara Allah dengan para penulis dan bahan yang beragam; Menyusun, menunjukkan bahwa para penulis bukanlah penulis steno yang pasif yang sekedar mencatat apa yang Allah diktekan, tetapi justru sebagai penulis yang aktif menyusun/mengarang; Tanpa keliru, menyatakan penegasan Alkitab sendiri sebagai kebenaran (Yoh. 17:17); Tulisan asli, pengilhaman hanya dikaitkan dengan tulisan aslinya, bukan dengan salinan ataupun terjemahan bagaimanapun telitinya.
Menurut Henry C. Thiessen, pengilhaman ialah “Roh Kudus menuntun dan mengawasi para penulis Alkitab sedemikian rupa, sambil memakai keunikan mereka pribadi lepas pribadi, sehingga mereka itu menulis semua yang Ia ingin mereka tulis, tanpa tambahan maupun kesalahan.” Dari definisi ini, beberapa hal yang perlu diperhatikan ialah: 1) Pengilhaman tidak dapat dijelaskan sepenuhnya. Pengilhaman merupakan karya Roh Kudus, namun kita tidak mengetahui dengan tepat bagaimana kuasa Roh Kudus bekerja; 2) Pengilhaman, dalam arti yang terbatas ini, terbatas pada penulis-penulis kitab dalam Alkitab saja. Kitab-kitab lainnya tidak diilhamkan dengan begitu; 3) Pengilhaman pada hakikatnya merupakan tuntunan. Maksudnya, Roh Kudus mengawasi pemilihan bahan yang dipakai serta kata-kata yang akan digunakan dalam menulis suatu kitab; 4) Roh Kudus melindungi para penulis dari berbuat kesalahan serta tidak mencantumkan apa yang harus dicantumkan; 5) Pengilhaman meliputi juga kata-kata yang dipakai, bukan sekadar pikiran dan konsepnya saja.
Definisi-definisi di atas menekankan aktivitas Allah melalui Roh Kudus dalam penulisan Alkitab. Tidak berarti bahwa penulis-penulis Alkitab sebagai manusia seperti robot yang didektekan lalu menulisnya. Roh Kudus bekerja dengan kuasa-Nya yang tidak dapat diselami oleh logika manusia sehinga “pengilhaman” benar-benar menjadi realitas sebagai wujud karya Allah dari penulis-penulis Alkitab. Di sinilah telah keunikan Alkitab yang diilhamkan Allah. Tidak dapat diragukan lagi bahwa Alkitab adalah firman Allah yang tidak mengandung kesalahan.
3. Penerangan (Illumination)
Istilah “penerangan” dalam bahasa Yunani ialah “photos” dari “phos” yang dalam bahasa Inggris “fire, light”, artinya “api, cahaya.” Kata “photos” atau “phocos” mengandung makna , pertama, “the light of God’s presence” atau “cahaya kehadiran Allah (I Tim. 6:16); kedua, “the light of Divine truth, spiritual illumination” atau “cahaya kebenaran Tuhan, penerangan rohani” (Ef. 5:8; 1 Pet. 2:9; 1Yoh. 1:7); ketiga, “a source or dispencer of spiritual light” atau sumber atau pemberi cahaya Roh Kudus (Mat. 5:14; Yoh. 1:4,5,7,8,9; 8:12). Jadi, secara literal penerangan artinya kehadiran cahaya kebenaran Allah melalui pekerjaan Roh Kudus.
Kata “penerangan” ini kadang-kadang disamakan dengan kata ilham. Sebenarnya, kedua kata ini memiliki perbedaan. Telah dijelaskan bahwa kata ilham artinya menunjuk cara atau apa yang ditulis. Apakah sebenarnya penerangan/iluminasi itu?
Paul Enns mendefinisikan kata “penerangan” atau “iluminasi” sebagai “pelayanan dari Roh Kudus di mana Ia mencerahkan mereka yang dalam relasi yang benar dengan Dia untuk memahami Firman Allah yang tertulis.” Penerangan adalah pekerjaan Roh Kudus bagi setiap orang yang berkenan di hadapan Allah supaya ia mengerti kebenaran dan kehendak-Nya. Tertulis: Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah. … Demikianpulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah.” (1Kor. 2:10-11).
Sebaliknya, penerangan Roh Kudus tidak akan terjadi pada orang yang tidak benar dihadapan Allah karena kejahatan dan kebodohannya. Tertulis: “Dan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka.” (Ef. 4:18; bdn. Roma 1:21).
Berdasarkan pembahasan ketiga istilah yang berkaitan erat dengan ketaksalahan Alkitab menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan namun sinergis dalam keotentikannya. Arnold Tindas mengutip penjelasan Chafer mengenai perbedaan ketiga istilah ini dengan menulis: “Pernyataan merupakan pengaruh Ilahi langsung dalam mengkomunikasikan kebenaran dari Allah kepada manusia. Pengilhaman merupakan pengaruh Ilahi langsung dalam menjamin suatu pengalihan yang akurat tentang kebenaran ke dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh orang lain. Sedangan penerangan adalah pengaruh atau pimpinan dari Roh Kudus, yang menyanggupkan semua orang yang memiliki hubungan yang benar dengan Allah untuk mengerti Alkitab.”
Hal yang senada dinyatakan oleh Paul Enns, dengan menulis: “Dalam kaitan dengan Alkitab, wahyu berhubungan dengan isinya atau materinya, inspirasi adalah metode dari mencatat materi itu, dan iluminasi berhubungan dengan arti dari catatan itu.”
Pengertian dan pemahaman yang tepat dan benar tentang istilah penyataan (Revelation), pengilhaman (Inspiration), dan penerangan (Illumination) memimpin seseorang untuk menentukan sikap dan pandangannya terhadap Alkitab. Ketiga istilah ini merupakan pilar-pilar yang kokoh untuk mempertahankan pernyataan dan pengakuan tentang ketaksalahan Alkitab (Inerrancy).
Berikut ini dikemukakan beberapa kelompok yang mempertahankan ketidaksalahan Alkitab, yaitu: Tokoh-tokoh Reformasi, Persekutuan Injili di Amerika, Pernyataan ICBI (The International Conference on Biblical Inerrancy), Deklarasi ATA (Asia Theological Association), dan Kaum Injili di Indonesia.
a. Pandangan Tokoh-tokoh Reformasi
Sepatutnya diakui bahwa pada masa para rasul gereja mula-mula dapat digolongkan dalam kelompok Injili karena pada masa itu ketaksalahan Alkitab tidak pernah dipersoalkan. Alkitab menjadi tolak ukur dan standar kehidupan manusia. Ketaksalahan Alkitab mulai hangat dipersoalkan pada abad ke-17 dari Filsafat Modern, Kritik Historis, dan Neo-Ortodoks.
Martin Luther adalah tokoh reformasi di Jerman. Ia menyatakan bahwa Alkitab itu tidak mengandung kesalahan. Arnold Tindas mengutip tulisan Mueller mengenai pernyataan Luther tentang ketaksalahan Alkitab. Ia menulis “Menurut Mueller, Luther pasti menyatakan, ketaksalahan Alkitab ketika ia mengatakan, “Alkitab tak pernah salah” St. L. XV: 1481. ‘Tidak mungkin di dalam Alkitab itu sendiri ada pertentangan’ (St. L. 1818). Pernyataan ini menunjukkan bahwa Luther berpegang teguh pada ketaksalahan Alkitab.
Johanes Calvin adalah tokoh reformasi dari Switzerland. Ia menyatakan bahwa Alkitab tidak salah dan keliru, catatan yang meyakinkan dan tak dapat keliru, standar yang tak dapat salah, dan Firman Allah yang tak dapat keliru.
Martin Luther dan Johanes Calvin mengakui ketaksalahan Alkitab. Kedua tokoh reformasi yang terkemuka ini menyatakan ketaksalahan Alkitab (Inerrancy) dan mempertahankan bahwa Alkitab adalah Firman Allah (Verbum Dei).
b. Persekutuan Injili di Amerika
Di Amerika ada beberapa organisasi yang dibentuk sebagai tanda untuk mempertahankan pengakuannya tentang ketaksalahan Alkitab. Organisasi ini dibentuk pada tahun 1942 oleh Persekutuan Injili sebagai reaksi terhadap denominasi gereja Protestan yang meragukan kewibawaan Alkitab.
Arnold Tindas menjelaskan: Persekutuan Injili yang pertama di Amerika, yang diberi nama “The National Association of Evangelicals” (NAE) lahir tahun 1942 di St. Louis. Menurut Harold John Ockenga, salah seorang pendiri dan merupakan orang pertama yang menjadi ketua dari persekutuan Injili itu, NAE lahir karena denominasi-denominasi Protestan yang tergabung pada “Federal Council of Churches” (FCC) ketika itu melepaskan pengakuan mereka mengenai kewibawaan Alkitab.
Pengakuan yang kokoh NAE dimuatkan pada pasal satu mengenai Alkitab, yang berbunyi “Kami percaya Alkitab diilhamkan, satu-satunya Firman Allah yang benar, tak dapat keliru.”
Organisasi lain yang mengakui ketaksalahan Alkitab ialah “The Christian Holiness Association (CHA).” Pengakuan CHA adalah “Alkitab, kami percaya akan pengilhaman Alkitab sepenuhnya, maksudnya ke 66 kitab dari PL dan PB, diberikan melalui ilham ilahi, tak mungkin salah dalam penyataan Allah mengenai semua hal dalam kaitan dengan keselamatan kita,..”
c. Pernyataan The International Conference on Biblical Inerrancy (ICBI)
Pada tahun 1978 di Chicago, Amerika Serikat, tokoh-tokoh Injili yang terkemuka mengadakan suatu konferensi yang disebut “The International Conference on Biblical Inerrancy (ICBI).” Arnold Tindas mengutip beberapa pasal pernyataan dan pengakuan ICBI sebagai berikut: Pasal I. Kami mengakui bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang berwibawa. Kami menyangkal bahwa kewibawaan Alkitab diterima dari Gereja, tradisi, atau dari sumber manusiawi lainnya… Pasal XIV. Kami mengakui kesatuan dan konsistensi internal dari Alkitab. Kami menyangkal bahwa bagian-bagian yang dianggap salah dan tidak bersesuaian, yang belum terpecahkan itu, adalah merusak pernyataan-pernyataan kebenaran dari Alkitab. Pasal XV. Kami mengakui bahwa ajaran mengenai ketaksalahan Alkitab didasarkan pada pengajaran Alkitab mengenai pengilhaman. Kami menyangkal bahwa pengajaran Yesus mengenai Alkitab mungkin terkurangi oleh daya tarik penyesuaian diri atau oleh sifat kemanusiaan-Nya. Pasal XVI. Kami mengakui bahwa ajaran mengenai ketaksalahan Alkitab telah menjadi bagian dari iman Gereja sepanjang sejarah. Kami menyangkal bahwa ajaran mengenai ketaksalahan Alkitab dibuat oleh Protestan Skolastik, atau merupakan sikap reaksioner yang dijadikan dalil untuk menanggapi kritik tinggi negatif.
Pernyataan dan pengakuan ICBI di atas, menegaskan bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang berwibawa (Sola Scriptura), Alkitab dalam kesatuan (Unity), ketaksalahan Alkitab (Inerrancy), dan ketaksalahan Alkitab adalah iman gereja sepanjang sejarah.
d. Deklarasi Asia Theological Association (ATA)
Pada tanggal 23-31 Agustus 1982, di Korea, persekutuan sekolah-sekolah teologia Injili di Asia, yaitu “Asia Theological Association” (ATA) mengadakan konsultasi dengan tema “Theology and the Bible in Context.” Konsultasi ini tidak terfokus pada Alkitab atau pun ketaksalahan Alkitab, tetapi pandangan terhadap Alkitab tersirat dan sangat jelas.
Arnold Tindas menulis: Di dalam bentuk verbal, Firman Allah datang kepada kita dalam bentuk Alkitab. Alkitab adalah sebuah dokumen sejarah, tak dapat keliru, dan tak dapat salah, lebih tajam dari pedang bermata dua manapun dan penting bagi pengajaran, teguran, perbaikan, dan pendidikan dalam kebenaran (II Timotius 3:16; Ibrani 4:12; II Petrus 1:21).
Dalam konsultasi ini ada 12 pokok ajaran yang diusulkan dan tiga dari padanya dianggap sangat penting yaitu “ajaran mengenai Allah, Alkitab dan Kristus sebagai Tuhan kita.” Penjelasan di atas menunjukkan bahwa kaum Injili di Asia memegang teguh ajaran tentang ketaksalahan Alkitab.
e. Kaum Injili di Indonesia
Di Indonesia, pengakuan tentang ketaksalahan Alkitab (Inerrancy) dipegang teguh oleh kelompok persekutuan yang disebut Persekutuan Injili Indonesia (PII). Lembaga Injili lain di Indonesia yang tidak termasuk anggota PII, adalah Dewan Pentakosta Indonesia (DPI). Mengenai DPI, Arnold Tindas menjelaskan “Gereja-gereja Pantekosta pada hakikatnya memegang teguh keyakinan akan ketaksalahan Alkitab.”
Pada tahun 1983, PII mengadakan Kongres Nasional III di Yogyakarta, dan ditunjuk delapan orang yang disebut “panitia”, untuk merevisi Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) PII khusus tentang ketaksalahan Alkitab, yang disahkan pada Kongres Nasional IV tahun 1985, yang berbunyi: “Dalam AD dan ART PII tahun 1985 disebutkan mengenai Pengakuan Iman, pasal 3 ayat 1, sebagai berikut: “Alkitab adalah Firman Allah yang diilhamkan, tanpa salah dan merupakan otorita tertinggi dalam segala segi kehidupan manusia.”
Demikian pula Persekutuan Antar Sekolah Teologia Injili di Indonesia (PASTI) bagian dari PII, dalam Anggaran Dasar PASTI, pasal 2 ayat 1, sebagai berikut: Kami percaya bahwa Alkitab adalah satu-satunya Firman yang diilhamkan Allah, yang ditulis orang-orang yang dipilih Allah di bawah penguasaan dan pimpinan Roh Kudus tanpa salah dalam segala penyataan dan merupakan otoritas tertinggi dalam iman, tingkah laku dan sejarah.
Uraian di atas menjelaskan bahwa Kum Injili di Indonesia mempertahankan ajaran ketaksalahan Alkitab.
Pernyataan dan pengakuan tentang ketaksalahan Alkitab (Inerrancy) telah dibahas satu demi satu. Kesimpulan yang dapat dikemukakan mengenai pandangan Kaum Injili ialah bahwa pada dasarnya tetap mempertahankan ajaran tentang ketaksalahan Alkitab (Inerrancy). Alkitab adalah firman Allah (Sola Scriptura). Firman Allah tetap untuk selamanya (Verbum Dei Manet in Aeternum).

B. Teori Kritik Historis Tentang Alkitab
Istilah “kritik histories” mengandung konotasi yang lebih negatif daripada sisi positif. Kata kritik mengandung makna positif dan negatif. Istilah “kritik” berasal dari bahasa Yunani “kritikos” yang berarti “kesanggupan untuk membedakan atau menilai. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kata kritik ialah “kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dsb.” Dalam kehidupan sehari-hari kata ini cenderung dipahami dalam pengertian yang negatif. Istilah ini berorientasi pada hasil sesuatu yang ditanggapi atau dinilai. Berkaitan dengan Alkitab, istilah kritik yang dimaksudkan ialah postif karena “mempunyai sasaran untuk mengungkapkan perkataan asli dari tulisan-tulisan dalam Alkitab.” Menurut Wismoady Wahono, “Studi kritis terhadap Alkitab adalah usaha yang sistematis untuk memahami Alkitab dengan cara memeriksa, mempelajari dan menerangkan bentuk, isi dan latar belakang Alkitab dengan memanfaatkan jasa-jasa semua pengetahuan yang ada dan relevan.”
Teori kritik histories muncul pada abad ke-18 dan ke-19. Pada waktu itu, mulai timbul keragu-raguan kaum intelektual terhadap Alkitab. Para sarjana teologi terpengaruh dengan perkembangan filsafat yang sangat populer pada saat itu. Pendapat Denis Green yang dikutip oleh Arnold Tindas menyatakan “sarjana-sarjana terpengaruh oleh aliran filsafat yang berkembang pada masa itu, khususnya Hegelianisme dan Darwinisme.”
Eta Linnemann menulis kesimpulan Werner Georg Kummel dalam buku Teologi Perjanjian Baru: “Pada bagian kedua abad ke 18 (yakni antara tahun 1750-1800), berhubungan dengan gerakan Pencerahan, suatu pengetahuan baru mulai mempengaruhi teolog Protestan, yakni bahwa Alkitab merupakan suatu buku yang ditulis oleh manusia, sehingga buku itu sama seperti semua hasil pikiran manusia, yang hanya dapat diterangkan seperti seharusnya menurut masa kejadiannya, yakni hanya melalui metode-metode ilmu sejarah.”
Teori histories kritis merendahkan status Alkitab yang berabad-abad diimani orang Kristen sebagai firman Allah. Sangat disayangkan bahwa ada teolog Kristen yang terpengaruh oleh aliran filsafat sehingga Alkitab perlu dikaji ulang secara rasional. Para teolog historis kritis telah mengakui ilmu pengetahuan yang ateistis dan anti-Kristen itu sebagai satu-satunya jalan masuk ke dalam Firman Allah. Teologi historis kritis meremehkan Alkitab dengan menempatkan Alkitab di bawah logika manusia. Tujuan teologi historis kritis ialah “memahami Alkitab sepenuhnya dengan daya pikiran sendiri”, yang berarti bahwa manusia menjadi ukuran segala sesuatu.
Uraian di atas menunjukkan bahwa kritik histories (historical criticism) yang dikembangkan para teolog Kristen pada abad ke-18 sampai abad ke-20 bersifat negatif, sebagai usaha untuk menyerang Alkitab. Kritik yang diterapkan terhadap Alkitab dipahami sebagai usaha negatif ketika pada pengeritik mulai menghakimi Alkitab, menempatkan metode kritik itu di atas Alkitab.
Wismoady Wahono menulis: “Semuanya harus dikaji, sebab prinsip-prinsip baru mulai berlaku. Prinsip itu mengatakan bahwa segala sesuatu harus ‘mulai dengan keraguan, menuju kepemupukan pengetahuan berdasarkan dasar-dasar yang kokoh.’ Alkitabpun tak terkecuali dan harus dikaji ulang!”
Alkitab sebagai obyek penelitian sejarah dan serbuan kritik yang tajam dari histories kritis karena Alkitab tergolong sebagai buku klasik yang sangat berpengaruh. Menurut Eta Linnemann, histories kritis melihat isi Alkitab dalam tiga hal, yaitu: “Pertama, sebagai perwujudan gagasan-gagasan agama lain atau; kedua, sebagai modifikasi gagasan agama lain, atau; ketiga, sebagai antitesa terhadap gagasan-gagasan agama lain.” Kritik historis yang dilancarkan terhadap Alkitab terdiri dari kritik rendah (lower criticism) dan kritik tinggi (higher criticism).
1. Kritik Rendah (Lower Criticism)
Kritik rendah (lower criticism) disebut juga dengan “kritik teks atau naskah, karena kritik ini merupakan usaha untuk mendapatkan bunyi yang asli dengan membanding-bandingkan naskah-naskah salinan yang ada.” Demikian juga yang dikemukakan oleh Andreas B. Subagyo, bahwa “ Kritik teks ialah ilmu yang berupaya menyusun dan menetapkan kembali teks Alkitab sedekat mungkin.” Jadi, kritik rendah dilakukan untuk memperoleh sumber-sumber yang asli dari pada teks Alkitab.
Menurut Bolich, seperti yang dikutip Andreas B. Subagyo, data yang harus ditemukan dalam melakukan kritiks teks adalah adanya bukti internal sebagai berikut: Pertama, teks mengalami perubahan secara tidak sengaja dengan proses penyalinan, seperti kesalahan penglihatan, kesalahan pendengaran, kesalahan pengingatan, atau kesalahan pemahaman. Kedua, teks mengalami perubahan secara sengaja dalam proses penyalinan, seperti pembetulan karena alasan tata bahasa/ilmu bahasa dan karena pertimbangan doctrinal.
Selain bukti internal juga bukti eksternal yaitu “pengesahan dari berbagai saksi tekstual (macam-macam teks yang dianggap terbaik, seperti teks daerah Iskandaria, teks Barat, teks daerah Kaisaria, dan teks daerah Bizantium.” Lebih lanjut dijelaskan, dalam hubungannya dengan bukti eksternal, peneliti harus menentukan apakah bunyi teks sesuai dengan teks Iskandaria (terutama Iskandaria Vaticanus dan Sinaiticus) atau sesuai dengan dua atau tiga macam teks yang paling baik. Jika itu berbeda, peneliti harus menentukan mana yang paling sesuai dan yang paling tidak sesuai.
Beranjak dari penjelasan di atas, bahwa kritiks teks berupaya menyelidiki kembali teks Alkitab yang seolah-olah tidak memiliki kredibilitas lagi. Dengan kata lain, bahwa Alkitab dapat diterima secara abash apabila diakui dari sorotan kritik histories, karena kritik histories mengandalkan logika manusia sebagai basis kebenaran, yaitu “Akal menjadi tolak ukur kebenaran peristiwa sejarah masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.”
2. Kritik Tinggi (Higher Criticism)
Kritik tinggi terdiri dari kritik tentang sumber atau kritik sastra, kritik tentang bentuk dan kritik tentang redaksi. Selanjutnya dijelaskan bahwa “kritik tinggi dalam pengertian negatif, sebagaimana yang digunakan dalam lingkungan liberal sekarang ini, lebih dikenal dengan sebutan metode kritik histories. Kritik tinggi atau kritik historis identik dengan skeptisisme rasionalistik, yaitu suatu paham yang meragukan Alkitab karena menempatkan akal manusia di atas Alkitab. Kritik historis menyelidiki tentang tiga hal yaitu sumber, bentuk dan redaksi.
a. Kritik Sumber
Andreas B. Subagyo dalam bukunya “Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif” mengutip pengertian tentang “kritik sumber” yang dibuat oleh Huey dan Corley, yaitu: “Kritik sumber ialah metodologi analisis yang dipakai dalam penyelidikan buku-buku biblical untuk menemukan dokumen-dokumen (sumber-sumber) yang telah dipakai dalam penyusunan wacana tertulis.” Kritik sumber secara khusus menaruh perhatian pada kritik kesusasteraan. Dengan demikian, kritik itu menyelidiki ciri-ciri kewacanaan sebuah teks, khususnya struktur, gaya, penggunaan kata-kata, sudut pandang, pengulangan kata-kata, dan penalaran.
Kritik sumber berupaya mencari data yang secukupnya dari berbagai sumber untuk diselidiki. Andreas B. Subagyo menambahkan: “Berdasarkan hal tersebut, peneliti mendaftarkan faktor-faktor yang menunjukkan dipakainya sumber tertentu dan mempertimbangkan validitasnya dari segi penulis atau pemakai sumber. Peneliti kemudian menentukan sifat sumber (apakah sumber itu berdiri sendiri, di mana sumber itu paling mungkin muncul, apa hubungannya dengan sumber lain, apakah keterangan mengenai sumber itu dapat diperoleh dari dokumen-dokumen lain, apakah ciri-ciri kesusasteraan dan tema khusus dari sumber itu, apakah isi atau pesan aslinya, dan apakah tujuan serta maknanya. Akhirnya, peneliti menentukan pemakaian sumber, yaitu memisahkan sumber dari sumbangan si penulis, memerhatikan bagaimana sumber itu dipakai dan dibentuk oleh penulis sebagai editor, dan memerhatikan proses dan produk penulis itu sendiri.
Jadi, keberhasilannya penelitian yang dilakukan dari aspek kritik sumber sangat bergantung pada sumber data yang diperoleh peneliti. Wismoady Wahono menyatakan: “Usaha kritik sumber bisa menembus jauh ke belakang buku yang diteliti. Tapi tujuannya bukan hanya itu. Yang jauh lebih penting ialah bahwa usaha ini bertujuan untuk memperjelas seluruh proses dari karya-karya buku yang bersangkutan, sejak permulaan, pertengahan, sampai hasil akhirnya seperti yang ada sekarang.
Wismoady Wahono menjelaskan bahwa para peneliti Alkitab telah menemukan empat sumber cerita di dalam Pentateukh pada abad ke-19 yang diberikan tanda dengan huruf-huruf Y, E, D dan P. Hal yang senada dikemukakan R. Laird Harris dengan menjelaskan “These four documents have been called “J”, from the original idea that it used the name “Jehovah”, “E” from it used of the word Elohim for God, “D” from the large proportion of Deuteronomy in it, and “P” from the priestly characteristics found in this document. Keempat sumber ini dijelaskan seperti berikut:
1) Sumber Yahwist
Sumber Yahwist merupakan sumber cerita yang tertua dalam Pentateukh dan berasal dari kerajaan Israel Selatan (Yehuda). Tentang sumber ini dijelaskan, sumber “Y” ini selalu menyebut nama Tuhan dengan “Yahweh”; LAI: TUHAN. Penulis cerita-cerita tentang “Yahweh” ini biasanya disebut penulis Yahwist, dan dari situ kita menerima nama kependekan sumber “Y”. Hal ini dibuktikan dengan beberapa alasan, yaitu: “sumber ini sangat memperhatikan Hebron sebagai tempat suci Abraham (band. Kej. 13:18; 18:1) dan menonjolkan tokoh Yuda dalam cerita Yusuf (Kej. 3:7). Sebagai tambahan, kata-kata mengenai Yuda di dalam ‘Berkat Yakub’ (Kej. 49:8, dst). Selanjutnya ditegaskan “Berdasarkan ketiga alasan itu maka kemungkinan besar para penulis sumber Y itu muncul pada zaman pemerintahan raja Daud dan Salomo, yaitu abad 11-10 S.M.
Sumber Yahwist juga bergantung pada tradisi lisan yang ada sebelumnya yang menceritakan tentang keselamatan. Selain itu, para penulis sumber Y mengembangkan pokok-pokok lain dalam tulisannya seperti kejadian alam semesta, dosa manusia, dan lain-lain.
2) Sumber Elohist
Sumber Elohist adalah sumber berita tertua yang kedua dalam Pentateukh dan berasal dari kerajaan Israel Utara. Dinamakan sumber E karena di dalam cerita-cerita dari sumber ini selalu dipakai nama Elohim untuk Tuhan; LAI: Allah. Ini dapat dibuktikan dengan beberapa alasan, yaitu: “Tokoh yang menonjol adalah Yusuf dan Ruben. Kedua orang ini adalah tokoh-tokoh yang menurunkan suku-suku Israel Utara (Kej. 37, dst). Efraim, sebagai suku yang berpengaruh di Israel Utara, mendapat perhatian khusus pula dalam sumber Elohist ini (band. Kej. 48:20). Demikian juga tempat-tempat suci Betel dan Sikhem mendapat tempat yang cukup banyak dalam sumber ini. Tokoh Yakub yang disangkutkan dengan tempat suci Betel, lebih menonjol ketimbang Abraham. Abraham sangat ditonjolkan oleh sumber Yahwist. Sumber Elohist sama sekali tidak memuat cerita mengenai Abraham dan Lot (Kej. 31), Yehoda, Syua, dan Tamar (Kej. 38).
Sumber Elohist dan sumber Yahwist memiliki perbedaan yang signifikan. Wismoady Wahono menjelaskan perbedaan tersebut, yaitu perbedaan yang sangat menonjol antara sumber Elohist dan Yahwist adalah sumber Elohist tak punya cerita tentang sejarah purbakala.
3) Sumber Deuteronomium (Sumber D)
Sumber D adalah sumber ketiga dalam Pentateukh dan bersumber pada kitab Ulangan. Dijelaskan, seluruh kitab Ulangan merupakan sumber utama ketiga yang terdapat di dalam Pentateukh. Nama bahasa Latin dari Kitab Ulangan adalah ‘Deuteronomium’ (baca: deiteronomium). Dari nama inilah kita memperoleh sebutan ‘sumber D’ atau sumber Deuteronomium.
4) Sumber Priester (Sumber P)
Sumber Priester adalah sumber keempat di dalam Pentateukh dari Kitab Imamat. Disebut sumber P karena sumber ini berasal dari pada imam, yang di dalam bahasa Latin disebut Priester. Jadi, nama sumber P adalah kependekan dari nama ‘sumber Priester’. Sumber P memuat cerita tentang keselamatan bangsa Israel seperti yang digagaskan menurut sumber Yahwist dan Elohist. Sama seperti sumber cerita Yahwist dan Elohist, maka sumber P pun menuturkan sejarah keselamatan Israel. Tetapi tentu saja penuturan tersebut dilakukan menurut pandangan P sendiri. Jadi, antara ketiga sumber ini memiliki persamaan dalam penuturan ceritanya.
Keempat sumber yang dijelaskan di atas (Y, E, D dan P), merupakan hasil penemuan para ahli teologi kritis histories pada abad ke-19 untuk membuktikan keabsahan Alkitab dari berbagai perspektif ilmu pengetahuan. Studi kritis terhadap Alkitab adalah usaha yang sistematis untuk memahami Alkitab dengan cara memeriksa, mempelajari dan menerangkan bentuk, isi dan latar belakang Alkitab dengan memanfaatkan jasa-jasa semua pengetahuan yang ada dan relevan. Jadi, berbagai usaha yang dilakukan para teolog histories kritis untuk menyelidiki Alkitab yang sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia.
b. Kritik Bentuk
Kritik bentuk memusatkan perhatian pada aspek cultural dari teks yang akan diteliti. Kritik bentuk ialah analisis sebuat teks menurut bentuk-bentuk khas yang digunakan orang, dalam konteks budaya tertentu, untuk menyatakan dirinya secara kebahasaan. Data yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian kritik bentuk ialah struktur teks. Yang ditekankan dalam penelitian kritik bentuk adalah sejarahnya. Briggs menandaskan “mula-mula penelusuran sejarah bentuk (formgeschichte, bhs. Jerman) adalah hal pertama yang ditekankan dalam kritik bentuk. Andreas B. Subagyo menjelaskan, dalam pengertian itu, kritik bentuk memperhatikan penemuan bentuk-bentuk asli dari bahan-bahan yang dipakai oleh penulis kitab suci, termasuk rekonstruksi sejarah tradisi yang melatarbelakanginya. Dengan demikian, kritik bentuk memperhatikan dua sisi yang saling berhubungan yaitu kebudayaan dan kesejarahannya sebuah teks yang akan dianalisis.
Harvie M. Conn menyimpulkan enam pokok pikiran yang menjadi asumsi dan tujuan kritik bentuk yang dilancarkan terhadap Alkitab, secara khusus Perjanjian Baru, yaitu:
b.1. Praanggapan kritik bentuk ialah bahwa Alkitab tidak dapat diterima sebagai catatan dari kehidupan dan pengajaran Kristus dan rasul-rasul-Nya yang layak dipercaya. Pekerjaan kritik bentuk bertujuan untuk memperlihatkan bahwa berita tentang Yesus yang diberikan kepada kita dalam Sinoptik, sebagian besar tidak otentik, melainkan telah diciptakan oleh iman masyarakat Kristen mula-mula dalam berbagai macam tingkatannya.
b.2. Anggapan dasar kritik bentuk ialah bahwa kitab-kitab Injil terutama merupakan hasil peredaksian oleh gereja mula-mula. Penulis-penulis kitab Injil berusaha untuk menyatukan berbagai tradisi lisan yang berdiri sendiri dan saling berkontradiksi, yang beredar dalam gereja sebelum waktu penulisan Perjanjian Baru.
b.3. Tujuan metode kritik bentuk ialah untuk menganalisa sejarah dari tradisi lisan yang mendasari kitab-kitab Injil. Kitab-kitab Injil hanya bagaikan bahan mentah bagi penyelidikan kita untuk menemukan “Injil sebelum kitab-kitab Injil”.
b.4. Langkah pertama dalam metode ini ialah mengakui bahwa setiap petunjuk dalam kitab-kitab Injil mengenai urutan, waktu, tempat dan lain-lain, semua tidak histories dan tidak dapat dipercaya.
b.5. Apabila semua ini telah selesai dikerjakan, bagian-bagian yang berdiri sendiri itu diklasifikasikan dalam kelompok-kelompok seperti cerita mujizat, pernyataan yang diperdebatkan, nubuat-nubuat, kata-kata mutiara. Setiap kolompok ini mempunyai bentuk tetap yang tertentu.
b.6. Hasil dari metodologi semacam ini menimbulkan sikap yang sangat skeptis sekali. H.M. Conn menulis pernyataan Bultmann, “saya betul-betul berpikir bahwa kita sekarang hampir tidak dapat mengetahui apa-apa mengenai kehidupan dan pribadi Yesus, karena sumber-sumber Kristen mula-mula tidak tertari pada hal itu, selain itu juga tidak lengkap dan bersifat legenda; dan sumber lain mengenai Yesus tidak ada.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: 1) Kritik bentuk berfokus pada cultural dan sejarah Alkitab sebagai pokok yang diteliti; 2) Kritik bentuk menolak bahwa Alkitab (khususnya kitab-kitab Injil) sebagai pengajaran Yesus Kristus yang dapat diterima; 3) Kritik bentuk beranggapan bahwa kitab-kitab Injil dibentuk sebelum penulisan Perjanjian Baru. Dengan kata lain, bahwa kitab-kitab Injil bukanlah bagian dari Perjanjian Baru.
c. Kritik redaksi
Kritik redaksi memusatkan perhatian pada teologi si penulis kitab suci. Kritik redaksi didasarkan pada asumsi bahwa penulis kitab suci bertindak secara kreatif menafsirkan tradisi bagi generasinya. Andreas B. Subagyo mengemukakan pendapat Briggs tentang kritik redaksi yaitu “Kritik redaksi berkecimpung dalam masalah teologi penulis, yaitu menyelidiki pesan dan maksud penulis yang dinyatakan dalam karyanya, mempertimbangkan metode komposisinya, menganalisis pemakaian sumber-sumber, dan merekonstruksi situasi histories ketika mereka menulis.” Kedua pernyataan di atas menunjukkan bahwa kritik redaksi menekankan pada teologi penulis Akitab.
Menurut blomberg, ada dua aspek kritik redaksi yang secara khusus diterapkan terhadap Injil sinoptis, yaitu: “berpikir horizontal dan vertical.” Kritik redaksi menaruh perhatian pada Injil yang disampaikan menurut pandangan para penulis kitab Injil dengan mengabaikan dogmatis teologis yang diajarkan Tuhan Yesus. W. Gary Crampton menjelaskan kritik redaksi ini dengan menulis: “Kritik redaksi tidak memperhatikan perincian-perincian sistematika ajaran-ajaran Yesus, tetapi ia hanya tertarik dalam menyampaikan Injil menurut sudut pandang Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Nama-nama tradisional digunakan semata-mata hanya untuk kepentingan gensi kesejarahan. Teori ini tidak melihat Injil sebagai Injil Kristus (seperti Mrk. 1:1), tetapi hanya sebagai Injil “menurut” si penulis.”
Jadi, teologi para penulis kitab suci merupakan titik sentral yang diteliti dalam kritik redaksi. Kritik redaksi tidak jauh berbeda dengan kritik bentuk yang memahami kitab Injil sebagai mitos dan dongeng belaka. GBU

(Penulis adalah Ev. Jonner Sihombing, S.E., M.Th., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2006)