Selasa, 31 Agustus 2010

HUMOR: SERBA-SERBI

Arti Kata Amin
Di sebuah sekolah minggu, seorang guru sedang memberi pertanyaan kepada anak-anak.
Guru :"Siapa yang tahu arti kata Amin....???, yak Priska."
Priska :"Amin artinya pasti, benar."
Guru :"Ya benar..kalau kamu Budi, apa artinya Amin ?"
Budi :(sambil membuka mata lebar-lebar karena ngantuk) "Amin artinya bangun, karena kotbahnya sudah selesai.."
Guru :"?!?!?!"

Apakah Paskah Itu?
Tiga orang bodoh baru saja mati dan sedang berada di ambang gerbang surga yang dihiasi permata. Petrus memberitahu mereka bahwa mereka dapat masuk surga jika mereka dapat menjawab satu pertanyaan sederhana.
Petrus bertanya kepada orang pertama, "Apakah Paskah itu?" Orang itu menjawab, "Oh, itu gampang, Paskah adalah hari libur pada bulan November saat semua orang berkumpul bersama, makan kalkun, dan mengucap syukur ...."
"SALAH," jawab Petrus, yang kemudian bertanya kepada orang selanjutnya, "Apakah Paskah itu?"
Orang kedua menjawab, "Bukan, Paskah itu adalah hari raya pada bulan Desember saat kita memasang pohon yang indah, tukar-menukar hadiah, dan merayakan kelahiran Yesus."
Petrus menatap orang kedua sambil menggelengkan kepalanya dan berpaling kepada orang ketiga, "Apakah Paskah itu?"
Orang ketiga tersenyum dan menatap Petrus.
"Aku tahu apa Paskah itu. Paskah adalah hari raya Kristen yang bertepatan dengan perayaan Paskah kaum Yahudi. Yesus dan para murid-Nya makan jamuan malam terakhir dan kemudian Ia ditipu dan diserahkan oleh salah seorang murid-Nya kepada pemerintah Romawi. Orang Romawi menyalibkan-Nya dan menusuk lambung-Nya serta memakaikan-Nya mahkota duri. Ia dikubur di gua setempat yang disegel dengan batu besar. Setiap tahun, batu segel itu dibuka sehingga Yesus dapat keluar dari gua dan kita dapat merayakan-Nya."

Petani dan Sales
Seorang sales sedang mencoba membujuk seorang petani untuk membeli sebuah sepeda. Si petani menolak untuk membeli sebuah sepeda, tetapi ternyata si sales tampaknya tidak mudah menyerah.
”hei....daripada membeli sepeda, lebih baik aku habiskan uangku untuk pelihara sapi”, kata si petani.
”Ah, jawab si sales, ”tapi coba pikir deh....Anda akan sangat terlihat bodoh jika anda berpergian dengan mengendarai seekor sapi.”
”Huhhh!!!”hardik si petani.”Apakah tidak lebih bodoh jika orang melihatku memerah sebuah sepeda!!!”
Sales "?!?!?!"

Sumber: Dari berbagai sumber

(Humor ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi April 2010)

Senin, 30 Agustus 2010

ARTIKEL: ALIENASI PELAYANAN

Salam Sejahtera bagi kita semua dan Selamat tahun baru 2010!
Latar belakang dalam menulis artikel singkat ini adalah dari suatu sharing terhadap seorang teman, yang aktif dalam pelayanan di gereja. Ketika itu ia bercerita bahwa sedang kesal dengan seseorang, hal tersebut tentunya membuat dia tidak diam saja dan membalasnya dengan bersikap jutek pula bahkan tidak lagi menganggap teman. Tentu saja saya terkejut dengan pernyataan sikapnya, ditambah lagi dia tidak sendirian, bahkan mampu memberi pengaruh pada temannya yang lainnya (peer group). Pernahkah teman-teman menemukan hal serupa dan apa respon kita? Entah hal tersebut benar atau tidak, kiranya kita semua bisa menilai dari satu contoh kasus tersebut dan penulis merasa bahwa ini merupakan hal yang sangat penting saat buah dari pelayanan tidak mampu dirasakan lagi.
Apakah alienasi itu? Bagi mereka mahasiswa ilmu sosial pasti pernah mendengarnya. Suatu konsep yang dikemukakan Friedrich Hegel (1770-1831) seorang filsuf dan Karl Marx (1818-1883) seorang pemikir sosial dalam bukunya Das Kapital. Tentu saja konsep tersebut masih sangat relevan dalam berbagai fenomena sosial saat ini khususnya dalam bidang ekonomi dan industri, banyak masyarakat menganggap Alienasi hanya sebatas keterasingan saja, padahal banyak yang bisa dimaknai pada konsep tersebut. Suatu contoh dari keterasingan pada masyarakat Indonesia adalah para buruh kerja sepatu ternama, industri manufaktur yang sifat pekerjaannya rutin dan reguler, membuat proses alienasi antara pekerja dengan pekerjaannya. Buruh bekerja seperti robot, terus memproduksi tanpa mengetahui makna dari pekerjaanya. Proses dehumanisasi ini terjadi akibat sifat pekerjaan mereka dan menjadi teralienasi, yang pertama para pekerja dialienasikan dari kegiatan kerja produktif mereka, bekerja untuk bertahan hidup menjadikan mereka bergantung dari pekerjaan ini. Kedua para pekerja dialieanasikan dari hasil komoditas yang mereka hasilkan, para pekerja tersebut tidak mengetahui berapa harga pasti dari produk yang dihasilkan di pasaran, mereka juga tidak tahu siapa saja yang membeli hasil produksi mereka, siapa pemakainya kapan dan dimana dibelinya? Ketiga ialah sifat pekerjaan yang seharusnya kooperatif dirusak, terjadi keterasingan antar sesama buruh. Para buruh bersaing untuk mendapat gaji yang tidak sama, persaingan ini menimbulkan persaingan yang tidak sehat dan terkadang saling menjatuhkan antar sesama buruh. Dan yang keempat ialah buruh teralienasi dari potensi diri sendiri, mereka bekerja sesuai dengan prosedur yang ada dan mengakibatkan mereka tidak bisa mengaktualisasikan diri mereka dengan kreatif dan ketidak mampuan melakukan apa yang meraka inginkan sesuai dengan kapasitas potensi yang mereka miliki. Disatu sisi mereka dibayar tidak lebih dari 5 kali atau kalau beruntung 6 kali harga pasang sepatu dalam sebulan dan itupun masih ada yang pegawai kontrak, apakah mereka mau tahu? Jawabannya tidak. Hal yang sepele memang tapi mampu berkembang akan keterasingan dan ketidak berdayaan pekerja menghadapi tuntutan yang ada. Itulah beberapa catatan kecil akan alienasi sebelum membahas alienasi dalam pelayanan. Ketika kita sebagai pekerja Tuhan yang melayani-Nya terhadap perbuatan nyata terhadap sesama menjadi tidak maksimal dan menjalaninya sebagai rutinitas.
Sebelum para filsuf besar menemukan konsep tersebut, Tuhan Yesus sendiri telah menjadikan hal tersebut sebagai ajarannya saat bertemu Marta dan Maria (Lukas 10:38-42). Disebutkan bahwa Marta sibuk bekerja dan melayani Yesus, berbeda dengan Maria yang duduk dekat kaki Yesus dan mendengarkan perkataan-Nya dengan baik. Bahkan Marta sempat mengeluh terhadap Yesus karena membiarkan Maria kakaknya hanya duduk diam saja, padahal Maria telah memilih bagian yang terbaik dan Marta hanya sibuk dalam mempersiapkan tanpa bisa memaknai pelayanannya. Inilah yang menjadi persoalan bagi kita bersama, banyak jenis pelayanan yang diambil oleh remaja dan pemuda bahkan para orang tua sekalipun di gereja tapi tidak mampu menunjukan buah pelayanan dan hanya menjadi rutinitas bergereja.
Alienasi di Sekolah dan di Pekerjaan
Para remaja dan pemuda yang aktif dalam pelayanan gereja seringkali memiliki banyak aktivitas baik untuk studi di Sekolah ataupun pekerjaan mereka. Sangat baik bagi mereka yang mampu membagi waktu dan mampu berbuat banyak diluar pelayanannya di gereja. Istilah menjadi terang atau garam dunia (Matius 5:13-16) pasti sering terdengar saat Pendeta berkhotbah, maksudnya apa? Kita diharapkan menjadi garam yang memberi rasa, memberi pengaruh bagi teman-teman. Mereka yang kehadirannya dirindukan oleh teman-teman atau bahkan tanpa kehadirannya tongkrongan menjadi garing bisa saja dianggap menjadi garam, tapi kita masih harus melihat apakah pengaruh yang diberikan positif bagi teman dan tentunya bagi Tuhan. Apakah diri kita sebagai anak Tuhan sudah menjadi trend center atau terus saja menjadi followers dalam kehidupan sehari-hari? Sudah saatnya kita terlebih lagi mereka yang melayani memberikan pengaruh yang positif dimanapun kita berada.
Bagi mereka yang pelajar, penulis pernah memiliki pengalaman dalam hal do the Best and God will take the rest. Seorang teman dari daerah pernah bercerita pada saya bahwa memberikan yang terbaik bukan hanya pada saat “itu” saja tapi seharusnya baik untuk masa depan. Maksudnya ialah kejujuran pada saat ujian sekolah apapun tidak berarti tanpa kita pernah belajar dalam mempersiapkan ujian tersebut, itu artinya yang terbaik untuk diberikan pada Tuhan tidak sebatas pada waktunya ujian berlangsung kita mengerahkan kemampuan kita dengan sebaik mungkin tanpa mencontek tapi juga sebaiknya mempersiapkannya dengan tekun belajar. Hasil tidak terlalu penting dalam nilai, tapi proses yang dijalani dengan jujur pasti akan berbuah baik dan akan memberikan pelajaran yang berharga. Memang banyak orang yang menilai keberhasilan dari pelayanan seorang pelajar ialah nilai yang dihasilkan, dengan begitu buah pelayanan seakan-akan turut hadir dalam studi.
Mereka yang tidak memperhatikan studi inilah yang teralienasi dalam pelayanannya. Begitu semangat dalam melayani di gereja atau di sekolah tapi melupakan kewajiban lainnya sebagai pelajar. Tuhan memang menghendaki kita untuk melayani tapi tidak berarti menjadikan studi sebagi nomor kesekian dalam perhatian kita. Dengan belajar yang baik kita mampu menyenangkan hati orang tua, menjadi tutor sebaya bagi teman, mampu membawa prestasi individu atau sekolah, hal yang jauh lebih berguna dibandingkan pelayanan kita yang kadang semangatnya naik-turun dan bahkan tidak melayani ”mereka” yang seharusnya dilayani.

Alienasi di Keluarga dan Masyarakat
Bagi mereka remaja dan pemuda yang ambil bagian dalam pelayanan di gereja, seberapa terasingnya kah kita dalam masyarakat tepat kita tinggal? Setelah pulang sekolah atau kerja kita langsung berangkat ke gereja dengan membawa nama ”pelayanan”. Pelayanan menjadi fetish, selalu didahulukan dan tidak pernah mau ketinggalan untuk ambil bagian atau mendewakan pelayanan. Jadi siapa sebenarnya yang utama, Pelayanan itu sendiri atau sasaran dari Pelayanan tersebut?(Yohanes 13:16-17). Ditengah keluarga pun ada saja mereka yang belum mampu menjadi teladan sebagai prototype seorang pelayan. Padahal sasaran dari pelayanan ini adalah untuk mereka semua diluar sana dan kita dipersiapkan dalam berbagai kegiatan di gereja, bila kita masih menutup diri maka kita tidak lebih dari koster gereja. Yang dibangun bukan lagi nama Gereja atau nama pelayanan itu sendiri tapi biarlah Tuhan yang dipuji oleh setiap orang yang nyata melihat anugerah pelayanan tersebut. Mereka yang dipilih untuk melayani adalah mereka yang lemah dan tidak mampu, maka Tuhan mempersiapkan dan memakai kita sebagai alat-Nya, jadi bukan atas dasar kuat kita maka kita dapat memilih pelayanan sebagai bentuk kegiatan di gereja. Sudah seharusnya kita menyadari ini dan mau terus belajar, bertumbuh dalam pengenalan akan pribadi Kristus bersama teman yang lain dalam kegiatan bergereja. Bergeraklah dan berbuatlah, hal sekecil apapun yang berguna bagi keluarga dan masyarakat sekitar kenapa tidak bisa kita perbuat?
Dalam menjawab contoh kasus diawal, kita sebaiknya tidak teralienasi oleh pelayanan yang kita jalani. Bukan maksud penulis lebih baik dari lainnya, tapi mencoba menggambarkan keadaan yang terjadi dan kita mampu belajar bersama-sama. Dengan menanamkan nilai pada setiap proses kegiatan pelayanan bergereja, nilai kasih Kristus sebaiknya menjadi acuan dalam menjalaninya. Diharapkan pelayanan yang dijalani dapat menjadi berkat terlebih dahulu kepada kita yang mempersiapkan sebelum kita membagikannya kepada orang lain. Terlebih lagi dalam suasana natal kemarin setiap mereka yang mempersiapkan acara natal tersebut, diharapkan mampu memaknai dan berbagi kasih natal kepada mereka yang terlibat, sudah saatnya kita memberi dan tidak sekedar berharap menerima. Bayangkan saja saat kelahiran Yesus, Allah kita telah memberikan Anak Tunggal-Nya (Yohanes 3:16) demi keselamatan manusia, kenapa kita tidak mampu melakukan hal yang serupa. Ingatlah bahwa kelahiran Tuhan Yesus yang ditetapkan pada tanggal 25 desember , bukan lagi ulang tahun seorang bayi mungil nan lucu (Lukas 2:40,52), tapi dia sudah menjadi sangat bijak dan menjadi Penolong kita, pribadi yang sangat luar biasa. Semoga damai natal tidak hanya ada pada masa Advent saja, tapi kita mampu melahirkan Kasih Kristus dalam diri kita masing-masing terhadap sesama kita setiap saat.
Semoga kita tetap giat dalam melayani dan mampu merasakan sukacita pelayanan itu sendiri, sehingga lirik lagu ini benar adanya dan kiranya mampu menjadi penyemangat kita dalam melayani Dia. Akhirnya, Selamat menjalani Tahun 2010 dengan berbagai harapan dan mimpi serta tetap mengandalkan Tuhan. S’mangat!! Tuhan memberkati.

tiada lebih indah ku melayani Yesus,
walaupun sukar dan berat jalannya
tak’kan aku mundur sebelum berakhir hidupku
karena aku tau apa arti hidup ku.
terindah dalam hidup telah aku tinggalkan
terkasih dalam ku telah ku lepaskan
asal hati Yesus merasa senang selamanya
karena aku tau apa arti hidup ku.
ku melayani Yesus, itu terlebih dari semua….
ku melayani Yesus, itu terlebih indah.

Sumber :
George Ritzer, Douglas J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi. Kreasi Wacana.
Giddens, Anthony. 1986. Capitalism and Modern Social Theory: an Analysis of writing of Marx, Durkheim dan Max Weber. Penerjemah : Soeheba Kramadibrata. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI Press).

(Penulis adalah Donny Mason Sitompul, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Februari 2010)

Rabu, 25 Agustus 2010

RENUNGAN: JEBAKAN DAN JALAN HIDUP ORANG KRISTEN (Kolose 2:6-10)

Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus, setiap orang pasti tahu dan mungkin pernah memainkan sebuah permainan (game) yang disebut dengan “Ular Tangga”. Permainan itu berupa susunan dari rangkaian anak tangga yang berisi peluang dan tantangan (jebakan) yang dapat mempercepat langkah untuk mencapai tempat terakhir dan/atau memperlambat untuk mencapai tempat terakhir. Dalam permainan itu, peluang dan tantangan (jebakan) dihadirkan sedemikian rupa untuk mempercepat atau memperlambat mencapai tempat terakhir agar memenangkan permainan itu. Untuk itu, setiap pemain harus terampil dalam mengocok bola dadunya untuk memperoleh angka yang diinginkan agar dapat menghindari jebakan-jebakan untuk mencapai tempat terakhir.
Permainan “Ular Tangga” adalah salah satu dari sekian banyak permainan yang tidak sulit kita temukan. Dalam setiap ponsel (handphone) dan komputer juga kita temukan berbagai permainan (games) yang memiliki banyak peluang dan tantangan (jebakan) yang membuat permainan itu menjadi menarik dan yang membutuhkan keseriusan kita untuk memenangkan permainan-permainan yang ada. Bahkan tidak sedikit orang menghabiskan banyak waktu untuk memainkan sebuah permainan yang terdapat di ponsel atau komputernya.
Bila dalam berbagai permainan (games) kita menemukan peluang dan jebakan, maka dalam kehidupan yang kita jalani di dunia ini terdapat juga berbagai peluang dan jebakan agar kita dapat memenangkan setiap pergumulan yang kita hadapi. Sama seperti dalam sebuah permainan, terdapat berbagai peluang yang menolong kita untuk kemenangan atau berbagai jebakan yang memperlambat kita mencapai kemenangan, demikian juga halnya dalam kehidupan kita. Namun, yang menjadi masalah adalah bagaimana kita menyikapi setiap peluang dan jebakan yang kita hadapi dalam kehidupan ini agar kita dapat memenangkannya.
Sikap kita dalam menghadapi setiap peluang dan jebakan dalam kehidupan ini tentunya tidak semata-mata didasari oleh pengetahuan dan keterampilan duniawi yang kita miliki, tetapi terutama disadari oleh pengetahuan dan keterampilan yang bersumber dari pengenalan dan hubungan kita dengan Allah di dalam Yesus Kristus Tuhan kita. Sikap kita hendaknya semata-mata mencerminkan keberadaan kita yang adalah manusia Allah atau umat Allah. Dalam menghadapi setiap peluang dan tantangan (jebakan), sebagai manusia atau umat Allah, kita tidak hanya semata-mata berjuang untuk memenangkan sebuah “permainan” dalam kehidupan ini tetapi juga menunjukkan kehadiran kita sebagai saksi-saksi Allah bagi orang-orang di sekitar kita. Ini berarti bahwa kualitas hidup kita hendaknya juga menjadi kesaksian hidup bagi orang-orang di sekitar kita. Singkatnya, berbagai jebakan-jebakan yang terbentang di dalam perjalanan kita hendaknya kita pahami sebagai tantangan dan hambatan yang positif (bukan negatif) agar kita dapat memenangkan berbagai pergumulan dalam hidup dan kehidupan ini.
Saudara-saudara yang terkasih dalam Tuhan Yesus, berbagai jebakan yang kita hadapi dalam kehidupan ini dapat dikategorikan dalam tiga hal: pertama, jebakan karena ajaran-ajaran sesat, filsafat-filsafat yang kosong dan palsu menurut ajaran-ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia (manifestasi dari kuasa-kuasa iblis) yang menggoda dan membawa kita pada kebinasaan; kedua, jebakan karena ulah atau perbuatan orang lain; dan ketiga, jebakan karena kelalaian dan kesalahan kita sendiri. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang terluput dari berbagai jebakan, entah disadarinya atau tidak disadarinya. tersebut. Barangkali setiap orang pernah secara bersamaan menghadapi ketiga jebakan itu dalam seluruh hidupnya. Dapat kita bayangkan, bagaiman situasi seseorang yang menghadapi ketiga jebakan itu secara bersamaan dalam kehidupannya.
Jemaat Kristen di Kolose, yang menjadi alamat surat rasul Paulus, sedang diperhadapkan dengan ajaran-ajaran sesat yang hendak mengarahkan anggota jemaat untuk meninggalkan kebenaran ajaran Kristus. Dalam suratnya ini, rasul Paulus lebih menekankan nasihat-nasihatnya kepada orang Kristen non Yahudi, yang sering kali menjadi sasaran empuk bagi ajaran yang menyesatkan mereka. Mereka memberi tempat utama kepada kuasa-kuasa dari dunia roh, sehingga peluang untuk menempatkan Kristus dalam posisi yang sebenarnya semakin tersisih. Hal itu bisa kita baca dalam Kolose 2:18, yang berbicara tentang orang-orang yang berpura-pura merendahkan hati dan beribadah kepada malaikat. Paulus dengan tegas mengatakan adalah kesalahan besar bila orang Kristen terpengaruh oleh ajaran seperti itu. Dengan tegas Paulus berkata, “hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia ...” (Kol. 2:8). Sesungguhnya, mereka sebagai orang Kristen yang telah menerima Kristus harus bertahan dalam hidup bersama Dia. Kendati demikian ternyata terdapat banyak anggota jemaat yang melihat kembali ke belakang, pada perilaku yang gelap sebelum kekristenan. Mereka telah terperangkap oleh jerat para pengajar sesat dengan pengajarannya yang kosong tersebut.
Memang, sebelum menerima Kristus tentu saja mereka terlibat dalam pola hidup yang duniawi, penuh dengan penyembahan kepada roh-roh, dirajai roh perkelahian, persundalan atau nafsu duniawi yang membinasakan. Akan tetapi, setelah menerima Kristus, praktik-praktik lama itu seharusnya sudah berhenti! Yesus yang diterima sebagai Tuhan dan Juruselamat, seharusnya telah mengubah segala pola hidup dan cara pandang mereka. Setelah mereka menerima Kristus, segala kecemaran dan dosa-dosa mereka telah mati di dalam kematian Kristus, dan bangkit di dalam kebangkitan-Nya. Lebih tegas Paulus mengatakan, “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaran dan oleh karena itu disunat lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita” (Kol. 2:13).
Lalu, timbul pertanyaan dalam benak kita, mengapa orang yang telah menerima Kristus masih tetap hidup dalam praktik-praktik/kebiasaan-kebiasaan manusia lama (duniawi)? Mengapa orang yang telah beriman kepada Kristus masih tetap menuruti ajaran-ajaran duniawi yang menyesatkan dan membinasakan itu?
Saudara-saudara yang terkasih, tak dapat kita pungkiri bahwa selama kita hidup di dalam dunia ini, kita akan selalu menghadapi godaan untuk menuruti ajaran-ajaran dunawi yang sesat dan godaan untuk kembali pada kebiasaan-kebiasaan manusia lama. Dalam menyikapi berbagai godaan yang hendak membawa kita pada pola hidup duniawi dan pada kehidupan yang menyesatkan, maka rasul Paulus dengan tegas mengingatkan jemaat Kristen di Kolose dan termasuk kita: “Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu, hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu berlimpah dengan syukur” (Kol. 2: 6-8).
Melalui nasihat tersebut, Paulus hendak mengatakan kepada jemaat Kristen Kolose dan termasuk kita bahwa apa yang harus diperbuat oleh umat yang percaya ialah berlaku konsekuen dan konsisten terhadap apa yang yang telah diimani. Perkataan “Di dalam Kristus” bagi jemaat haruslah berarti “berjalan menurut Dia” (lih. Ef. 4:17; 1 Kor. 4:17; Rom 6:11, dsb). Beriman berarti hidup dalam ketaatan. Iman adalah hidup. Ini berarti, iman dan perbuatan tidak dapat dipisahkan. Dengan tidak adanya perbuatan maka iman itu adalah sesuatu yang mati. Perbuatan, itulah gerakan iman. Di dalam perbutan, manusia mempraktikkan iman di dalam hidup. Dengan tidak adanya perbuatan maka iman tidak lain dari pada angan-angan yang mati atau teori yang sia-sia. Iman yang benar ialah berperilaku di dalam Kristus, hidup di dalam persekutuan dengan Dia. Di dalam iman maka segenap kehidupan kita dikuasai oleh Kristus. Dia-lah yang memerintah dan mengendalikan manusia. Demikianlah iman membuktikan kesungguhannya. Bila Kristus menjadi Tuhan kita, maka Dia-lah juga Tuhan segenap hidup kita dan segenap perbuatan kita. Dengan kata lain, hidup yang taat kepada Kristus ialah konsekuensi dari pengakuan iman kita bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia.
Dalam nasihat tersebut, rasul Paulus menggambarkan hubungan antara orang beriman dengan Kristus. Setiap orang beriman atau umat percaya digambarkan sebagai sebuah pohon yang tumbuh di tanah yang subur. Semakin akar pohon tumbuh mendalam, semakin kuat dan kokoh pohon tersebut. Selanjutnya, setiap orang beriman atau umat percaya digambarkan sebagai sebuah bangunan yang dibangun oleh seorang tukang bangun yang pandai, yang dapat mendirikan sebuah bangunan yang kuat dan kokoh. Demikianlah setiap orang beriman dan jemaat harus dibangun oleh-Nya, sehingga menjadi satu rumah, bait Allah (lih. 1 Petr 2:5).
Ini berarti bahwa setiap orang beriman dan jemaat hendaknya terus-menerus diteguhkan, dikokohkan di dalam iman kepada Kristus. Iman akan semakin mendapat dasar yang kuat-teguh dan tak tergoyahkan. Jemaat tidak usah membuang sesuatu dari pada Injil yang telah diberitakan Kristus adalah laksana tanah yang subur, tempat orang beriman (jemaat) dapat berakar laksana sebuah pohon. Semakin mendalam akarnya semakin pohon itu kuat. Dengan kiasan lain, rasul Paulus menggambarkan orang beriman (jemaat) laksana bangunan rumah yang teguh dan kokoh yang dibangun oleh tukang bangunan yang pandai (Kristus).
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus, Sebagaimana rasul Paulus menasihat jemaat Kristen di Kolose agar tetap hidup di dalam Kristus (berakar di dalam Kristus, dibangun di atas Dia, bertumbuh teguh di dalam iman dan hati yang penuh melimpah dengan syukur) dalam menghadapi dan mengatasi berbagai jebakan dalam bentuk ajaran-ajaran sesat pada masa itu, demikian juga dengan kita pada masa kini. Situasi kita pada masa kini pasti lebih berat dari tantangan yang dihadapi jemaat Kristen di Kolose pada masa itu. Kita makin hari dicekcoki dengan hal-hal baru yang mungkin menawan hati. Kemajuan teknologi sering pula membuat manusia sombong dan kehilangan pegangan hidup, banyaknya janji-janji “orang-orang pintar” telah memerangkap kita dengan falsafahnya yang penuh kebohongan. Untuk mendapatkan kesuksesan yang diimpikan, sering manusia meminjam tangan Iblis, seperti merampas, korupsi, berbohong dan sebagainya.
Inilah saatnya berpaling kepada jalan yang benar, bahwa Tuhan yang mengasihi kita, yang memelihara dan memenuhi segala kebutuhan hidup kita, tidak menginginkan kita diperbudak oleh kuasa-kuasa dunia ini. Sekali kita meminjam tangan Iblis, sulit bagi kita untuk kembali meraih tangan Tuhan. Genggaman Iblis itu memberikan kenyamanan sementara, yang pada akhirnya menggiring kita pada kehancuran. Untuk itulah rasul Paulus mengatakan, jangan goyah dan jangan tertawan oleh filsafat kosong yang bisa membuai kehidupan kita untuk meninggalkan Tuhan. Setialah senantiasa kepada Tuhan. Amin.

(Penulis adalam Pdt. Elisa Tambunan, M.Th., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Maret 2010)

Minggu, 22 Agustus 2010

ARTIKEL: MENUMBUHKAN JIWA KEPEMIMPINAN PADA ANAK

Beri kesempatan pada anak untuk mengungkapkan pendapatnya. Hasilnya, anda akan memiliki anak yang peka terhadap lingkungannya dan memiliki jiwa kepemimpinan. Memang hal itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Psikolog dan pemerhati anak, Rose Mini mengatakan untuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan anak harus distimulasi sesering mungkin, salah satunya dengan memberikan kesempatan pada anak untuk mengungkapkan pendapatnya. Namun, orang tua tetap harus hati-hati dan teliti dengan apa yang menjadi keinginan anak.
Untuk beberapa masalah anak bisa dilibatkan untuk dimintai pendapatnya. Namun tidak semua pendapat anak harus dituruti. Apalagi jika berhubungan dengan kebutuhan orang lain. Seorang anak masih memiliki keterbatasan dalam mengolah informasi. Mereka masih berpikir pra-operasional dan bersifat egosentris. Jika, terkadang pendapat yang mereka utarakan adalah sesuatu yang dilihat dari sudut pandangnya sendiri. ”Yang dikatakan oleh anak belum tentu tepat. Terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan orang lain. Jadi tidak bisa selalu dituruti, ”ungkap psikolog yang akrab di sapa Romi itu.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menstimulasi anak mengeluarkan pendapat dengan baik adalah mengikutsertakan anak pada sebuah forum diskusi. Seperti Kidzania Congrezz yang diadakan Kidzania Jakarta, Senin (22/6), dikatakan Romi, bisa menjadi wadah yang tepat untuk melatih anak mengungkapkan pendapatnya. Selain itu juga, anak dapat berdebat dengan baik, melatih berpikir kritis dan memiliki jiwa kepemimpinan lainnya.
”Melibatkan anak pada forum diskusi akan memberikan dampak positif. Anak dapat berkomunikasi dengan baik pada orang-orang, memiliki kemampuan untuk menyelesaikan suatu masalah atau problem solving, memiliki rasa empati dan peduli pada lingkungan serta memiliki kemampuan menganalisa kebutuhan sekitarnya,” papar Romi.
Orang tua juga dapat melakukannya di lingkungan rumah. Misalnya dengan mendiskusikan tanggung jawab anak dalam pekerjaan rumah tangga. Seorang kakak dapat diminta sebagai panutan untuk anaknya. Dengan diberikan kepercayaan seperti itu, anak yang lebih tua dapat menyampaikan pendapat tentang cara mengasuh adik, memberikan aturan termasuk kewajibannya. Sementara si adik dapat mengungkapkan pandapatnya mengenai aturan-aturan yang dibuat oleh sang kakak.
Ketika berdiskusi dengan anak, Romi menyarankan untuk menggunakanlah kata-kata yang bijak agar anak merasa dihargai. Jika ada sesuatu yang keliru dengan pendapat anak, kemukakan oleh orang tua orang tua agar anak belajar menghargai orang lain. Sampaikan alasan, keberatan, manfaat serta kerugian yang anak dapat dengan pendapatnya.
”Rasa empati yang dimiliki seorang pemimpin dapat dilatih dengan membiasakan mengemukakan pendapat orang tua dengan kata-kata yang bijak. Dengan begitu anak juga dapat melatih kepekaan dirinya sehingga dapat peduli dengan lingkungannya,” ungkap Romi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua tentang hak berpendapat anak, sesuai dengan Convention on the Rights of Childern pasal 12 ayat 1 antara lain :
• Ciptakan suasana demokratis. Pembicaraan ringan dapat Anda ciptakan saat santai. Untuk hal ini hilangkan kesan otoriter orang tua.
• Dengarkan saat anak bicara. Jangan pernah memotong pembicaraan anak, apalagi mengabaikannya, karena anak mudah meniru apa yang orang tua lakukan. Hargai anak agar mereka juga dapat menghargai orang lain.
• Gunakan bahasa yang mudah dimengerti. Kemampuan anak dalam menangkap pesan yang disampaikan tidak secepat orang dewasa, selain itu juga pembendaharaan kata mereka masih sedikit. Untuk itu gunakan bahasa yang mudah dipahami anak.
• Luruskan jika pendapatnya yang tidak benar. Peran orang tua dalam hal ini sangat penting. Tidak semua anak mengerti dan mengetahui bahwa apa yang disampaikan itu adalah benar.
• Ajarkan sikap sportif. Anak harus belajar menghargai pendapat orang lain dan menerima pendapat orang lain yang lebih baik.
• Setiap anak memiliki kesempatan mengungkapkan pendapatnya dan memiliki potensi untuk menjadi pemimpin. Namun yang perlu diingat adalah bagaimana cara orang tua untuk dapat menstimulasi anak. Menghadapkan anak dengan berbagai persoalan hidup dapat melatih anak untuk mampu menjadi pemimpin baik yang dapat mengatur lingkungan dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan.

(Penulis adalah Weni Simangunsong, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Januari 2010)

Jumat, 20 Agustus 2010

ARTIKEL: GAYA HIDUP VS BEKAL HIDUP

Pendahuluan
Dalam satu kunjungan beberapa waktu yang lalu penulis naik kendaraan umum KWK. Pada waktu KWK tersebut dipasang sticker oleh seseorang tertulis sebagai berikut : “Nikmatilah hidup dengan bersenang senang pada waktu muda, kerja keras sesudah berkeluarga dan beribadat sesudah tua biar masuk surge”. Membaca tulisan itu, penulis mengernyitkan dahi karena motto penulis “Bila mau situasi nanti ramah kepada anda maka selagi masih muda harus keras kepada diri anda tetapi apabila anda selagi masih muda lembut kepada Anda maka situasi nanti akan keras kepada Anda.
Dasar pemikiran penulis adalah pada waktu masih mudalah kita bekerja keras agar pada waktu sesudah tua kita tinggal menikmati hasil yang selama masih muda kita berusaha dengan keras agar pada waktu sesudah tua kita tinggal menikmati hasil yang selama masih muda kita berusaha dengan keras sekolah agar mencapai cita-cita, dan beribadat sesudah tua biar masuk surge, wah enak juga ya tetapi ada tapinya yaitu kalau masih sempat, siapa tau kita awet muda, awet mudanya tidak pernah sampai tua alias mati muda siapa yang mengetahui?

I. Bekerja Keras Selagi Masih Muda
Seseorang sepangjang masih bisa dan orangtua mampu untuk menyekolahkan seseorang anak nya sampai keperguruan tinggi maka anak tersebut harus “keras kepada dirinya sendiri” yaitu belajar dengan tekun dan rajin agar cita-citanya dan cita-ccita orang tuanya bisa tercapai. Seseorang anak yang bersenang-senang selagi masih muda maka dia akan kesulitan setelah berkeluarga, kalau hanya mengandalkan orangtua kecuali orangtuanya adalah seorang anak yang bersenang-senang selagi masih muda maka dia akan kesulitan setelah berkeluarga, kalau hanya mengandalkan orangtua kecuali orangtuanya adalah seorang pengusaha besar dan uang di bank bermilyard-milyard rupiah maka prinsip tadi bisa berlaku, tetapi kalau kemampuan orangtuanya hanya sebagai pegawai tinggi tanpa korupsi maka sudah jelas hari depannya pasti suram. Gaya hidup seorang selagi masih muda tidak bisa seperti tulisan sticker pada pendahuluan diatas tetapi harus bisa mencapai cita-cita dengan segala kemampuan agar bisa membiayai hidup sendiri dan keluarganya nanti apabila sudah berkeluarga. Anak-anak yang sudah biasa manja pada waktu masih muda tanpa disiplin yang baik dari orangtua maka hasilnya pasti mengecewakan orangtua sekarang dan mengecewakan diri sendiri apabila dewasa nanti.

II. Motivasi Diri, Kepuasan Dan Prestasi
A. Untuk mencapai hal tersebut diatas seorang harus bisa memotivasi diri sendiri agar bisa berhasil nanti sebagai berikut :
1. Kemampuan diri seseorang akan menentukan apa yang dapat dikerjakan oleh seseorang, .jvnznvlkemakemampuan kemampuan tersebut menjadi dasar dari motivasi dan menentukan apa yang mau dikerjakannya.
2. Kelakuan bersumber dari kebutuhan manusia dan diarahkan menuju tujuan yang akan dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
3. Kebutuhan yang sudah tercukupi tidak akan memoticasi tindakan, kebutuhanyang masih kurang dari kecukupan lah yang dapat memotivasi terjadinya tindakan.
4. Ada beberapa macam kebutuhan dengan tingkat intensitas yang berbeda dalam diri orang perorang sehingga dapat dipandang sebagai salah satu cara mendapatkan kepuasan.
5. Karena itu ternyata prestasi tergantung pada motivasi. Prestasi yang bagus dan kepuasan bekerja adalah hasil kembar.
6. Suatu pekerjaan apakah itu dibidang study mampu bekerja dimana harus tetap dibuat sebagai suatu hobby/kesenangan agar tidak membuat bosan, seseorang yang study/belajar selama 18 atau 19 tahun sejak taman kanak-kanak 2 tahun, SD=6 tahun, SMP dan SMA=6 tahun di tambah di perguruan Tinggi 4 atau 5 adalah suatu waktu yang banyak menyerap tenaga dan pemikiran membuat orang jenuh malah bisa bosan.

B. Meningkat untuk berkembang dalam pekerjaan untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pekerjaan sesudah membekali diri dengan bekal hidup maka perlu diadakan :
1. Meningkatkan partisipasi
Setiap orang ingin mengetahui apa yang sedang terjadi dan tidak ada hal lain yang lebih membuat seseorang lebih bangga atas pekerjaan selain diikut sertakan dalam membuat keputusan ditempat dia bekerja. Untuk itu setiap orng yang telah membekali diri selama sekolah harus bisa menerapkan ilmunya didalam pekerjaan sehingga dia ikut menetapkan tujuan dan standart perusahaan.
2. Membuat pekerjaan lebih menarik
Jikalau anda sudah diangkat menjadi seorang supervisor ditempat kerja hendaknya harus segerra mengenali pekerjaan yang membosankan untuk kemudian dibuat pekerjaan itu lebih menarik, salah satu pendekatan adalah dengan perluasan tugas dimana perhatian yang ditimbulkan adalah dengan menambah jumlah tugas yang harus dilakukan oleh pegawai yang bersangkutan, kemungkinan lain adalah dengan job rotation (perputaran tugas).
3. Tingkatkan kerjasama dan kerja kelompok.
Meningkatkan cara kerja kelompok dan kerjasama membantu memenuhi kebutuhan sisial kita.
4. Berikan kesempatan untuk berkembang
5. Memperlakukan diri sebagai seorang pribadi
Dalam melaksanakan tugas pekerjaan kita harus tetap memperlakukan diri sendiri sebagai pribadi bukan sebagai nomor atu roda penggerak saja. Kita harus bisa menempatkan diri sebagai orang yang bisa memperbaiki cara atau meningkatkan mutu pekerjaan yang tidak tergantung pada aturan mati.
6. Kita harus merasa bangga atas hasil pekerjaan yang dicapai saat ini dan tetap berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai demi kemajuan pribadi dan perusahaan
Beberapa hal yang dapat memotivasi orang dalam mempersiapkan bekal hidup sebagai berikut :
1. Kita mengetahui bahwa kemauan sangat penting bilamana kia akan mengerjakan sesuatu dengan sebaik-baiknya. Namun demikian kita masing-masing memiliki pembawaan, kemauan, potensi, kecakapan, kesehatan, emosi dan karakteristik fisik yang berbeda yang member batasan-batasan dalam apa saja yang dapat kita laksanakan, kemauan keras dapat membawa kita untuk mencapai sebuah titik yang menjadi limit tersebut.
2. Ini merupakan cara lain untuk menyatakan bahwa kebanyakan orang hanya menaruh perhatian dalam memuaskan diri sendiri dan dalam mencapai perassaan berhasil dengan melasanakan tugas dengan baik.
3. Bilamana seorang mempunyai sikap positif terhadap peerjaan dia akan lebih bukup menjadi pekerja yang efektif
4. Walaupun seorang melaksanakan tugas nya dengan baik bukan berarti dia sudah puas dan penempatannya sudah tepat orang tersebut berbuat demikian dengan harapan sebagai bekal untuk mendapat kesempatan utnuk jabatan yang tinggi.
Dengan melaksanakan ugas dengan baik seseorang sudah membekali diri untuk masa mendatang.

Kesimpulan
Gaya hidup seseorang sekarang ini harus mempersiapkan diri untuk menjadi bekal hidup pada hari-hari mendatang. Seseeorang yang mempunyai gaa hidup santai sekarang ini pasti tidak bisa menjadi bekal hidup untuk masa mendatang. Seseorang yang dengan sabar dan tekun mempersiapkan diri sebagai bekal hidup pada masa mendatang belum tent bisa mencapat hasil seperti yang dicita-citakan. Dipersiapkan saja dengan baik bisa meleset apalagi tidak. Manusia hanya merencakan tetapi menjadikan adalah Tuhan untuk itu marilah kita mempersiapkan diri dengan anugerah yang terbaik untuk kita, tidak percaya, silahkan coba karena Tuhan tidak pernah lupa kepada orang yang selalu mendekatkan diri kepada-Nya.
Tuhan tetap member anugerahnya kepada kita semuanya. Amin dan Horas.

(Penulis adalah Kamaruli Pohan Siahaan, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Mei 2010)

Kamis, 12 Agustus 2010

ARTIKEL: BERSAMA DALAM TULISAN (Amang Pdt. Kalvin Effendi Limbong dan Buletin Narhasem)

Sai beta ma tondingku, tumopot surgo I .
Saleleng ho ditoru, ndang sonang rohami.
Disi partuaonmu, disi do ingananmu, disi ma sonang ho.
I pe tu surgo do.

Lagu dari Buku Ende No. 259 sebagai lagu terakhir pada kebaktian Minggu siang, 8 Juni 2008 dimana Amang Pendeta K. E. Limbong berkotbah untuk yang terakhir kali di HKBP Semper sebagai Pendeta HKBP ressort Semper. Jika dilihat dari syairnya, lagu tersebut sangat tidak ada hubungannya dengan perpisahan. Tapi lagu tersebut membuat penulis mereview kebersamaan selama 4 tahun melayani bersama Pdt. Limbong di HKBP Semper.

I. Buletin Narhasem
Buletin Narhasem terbit pertama kali pada April 2004. Setiap kali terbit Pendeta HKBP Semper wajib mengisi ‘renungan’ sebagai salah satu artikel fokus. Edisi April 2004 – Juli 2004, renungan di buletin narhasem dituliskan oleh Pdt. R.E.M. Sitorus, S.Th. Kemudian pelayanan Amang Pdt. R.E.M Sitorus di HKBP Semper dipindahkan ke HKBP Batu Aji Lama, Batam dan digantikan oleh Pdt. K.E. Limbong. Adapun judul dari renungan yang ditulis oleh Pdt. R.E.M. Sitorus adalah :
1. Kebangkitan Yesus (April 2004)
2. Jangan melupakan Tuhan dalam perencanaan (Mei)
3. Jalan orang benar dan jalan orang fasik (Juni)
4. Sifat kematahuan Allah yang tidak terbatas (Juli)
Amang Pdt. K. E. Limbong dilantik sebagai Pendeta HKBP Semper pada Minggu 20 Juni 2004. Kemudian pada hari Seninnya tim buletin Narhasem mendapat kesempatan untuk mewawancarai Amang sebagai profil untuk buletin edisi Juli. Pada wawancara yang dilakukan di rumah dinasnya itu, kesan pertama yang dapat oleh tim buletin terhadap Amang Limbong adalah seorang pendeta yang ramah dan lembut. Ternyata itu salah satu alasan pimpinan HKBP mengirimkan Amang Limbong untuk di tempatkan di HKBP Semper yang saat itu sedang bermasalah. Pesan pimpinan HKBP kepada Amang Limbong yang akan melayani di HKBP Semper, “Ho ma paturuehon ni, sebab disitu keras, yang keras itu jika dilayani yang lembut-lembut tentu bisa.” (dapat dilihat pada profil Pdt. K.E. Limbong, buletin Narhasem Juli 2004). Kesan pertama yang didapat oleh tim buletin narhasem terhadap Pdt. K.E. Limbong menjadi kesan selamanya, karena Amang Limbong memang merupakan sosok pendeta yang ramah, lembut dan juga rajin.
Bersyukur HKBP Semper memiliki Pendeta yang rajin menulis dan membaca. Selama 4 tahun pelayanan buletin Narhasem, kami memiliki lebih dari 100 penulis yang pernah menulis di buletin Narhasem. Hingga saat ini, dari sekian banyak penulis, Amang Limbong merupakan satu-satunya penulis yang paling banyak artikelnya di buletin Narhasem. (Ya, ialah……., secara Amang Limbong pendeta HKBP Semper yang salah satu tugas rutinnya menulis renungan untuk buletin Narhasem. Suka, tidak suka, mau tidak mau, Amang harus menulis setiap bulan sesuai dengan tema yang diberikan). Dalam kurun waktu Agustus 2004 – Juli 2008, tercatat 50 renungan yang ditulis oleh Amang Limbong. (Kira-kira bisa masuk Museum Record Indonesia tidak yah??? Atau Guiness World Book of Record. He….he….he….he….).
Jika di bioskop ada film berjudul “Mengejar mas-mas”, mungkin tim buletin Narhasem dapat membuat film yang berjudul “Mengejar Amang Limbong” karena ini merupakan salah satu tugas yang dilakukan oleh salah seorang tim buletin Narhasem (maksudnya penulis sendiri) untuk mendapatkan renungan Amang Limbong setiap bulannya. Tugas tersebut biasanya dimulai dengan memberikan secarik kertas yang berisi tema bulanan buletin Narhasem, ayat renungaan dan tanggal deadline. Tugas tersebut dilanjutkan dengan cara mengirimkan SMS kepada Amang, mengingatkannya agar tidak lupa renungan untuk buletin narhasem bulan tersebut. Puji Tuhan Amang Limbong tidak pernah lupa, bahkan beberapa bulan belakangan Amang sudah menyerahkan sebelum tanggal deadlinenya.
Amang Limbong memang tidak pernah lupa akan tugas dan tanggung jawabnya untuk buletin Narhasem. Namun yang menjadi pertanyaan hingga saat ini adalah, apakah setiap menerima SMS dari Uly Magdalena Panjaitan, Amang perlu membacanya? Atau Amang selalu sudah tahu isi dari SMS tersebut, sehingga tidak dibuka, dan kemudian dihapus. (ha…ha…ha…ha…).
Berikut ini merupakan hasil perjuangan mengejar Amang Limbong :
1. HKBP Ressort Semper : Makna dan harapannya bagi kita semua (Khusus Peresmian HKBP Ressort Semper-Juli 2004)
2. Jangan kendor hai Narhasem, maju terus dan layanilah Tuhan (Agustus 2004)
3. Angin ribut diredakan (September)
4. Karunia Allah tidak bisa diukur dengan hikmat dunia (Oktober)
5. Kepenuhan hidup dalam Kristus (Nopember)
6. Terpanggil menjadi kesembuhan dalam keluarga (Desember)
7. Allah menjadi manusia (Khusus Natal)
8. Waktu menyimpan rahasia kebesaran Allah (Januari 2005)
9. Ungkapan kasih yang tulus (Februari)
10. Samuel menjadi pelayan Tuhan (Maret)
11. Perjalanan ke Emaus (April)
12. Yesus menang atas percobaan-percobaan dari iblis (Mei)
13. Makan dan minum adalah bagian dari ucapan syukur (Juni)
14. Upaya pembebasan bagi orang yang menderita (Juli)
15. Persembahan seorang janda miskin (Agustus)
16. Hidup bersama suami-istri (September)
17. Kesetiaan mutlak hanya kepada Allah (Oktober)
18. Kejujuran (Nopember)
19. Yesus sang raja (Desember)
20. Iman yang kokoh dibangun diatas Kristus (Januari 2006)
21. Saling memaafkanlah kamu (Februari)
22. Karunia Roh Kudus bermanfaat dalam pelayanan untuk membangun gereja (Maret)
23. Panggilan untuk melayani adalah kemurahaan Allah (April)
24. Masa muda adalah masa yang indah (Mei)
25. Hidup rukun (Juni)
26. Ketaatan Daniel kepada Allah sejak usia muda merupakan syarat menerima anugerah Allah (Juli)
27. Kegirangan dan berkat bagi orang yang mempelajari dan melaksanakan hukum taurat (Agustus)
28. Lakukanlah kewajiban agama sebagai ungkapan kasihmu kepada Kristus (September)
29. Perempuan Kanaan yang percaya (Oktober)
30. Bermazmurlah bagi Allah selagi ada kesempatan (Nopember)
31. Yesus Anak Allah berasal dari surga (Desember)
32. Hiduplah bersama Tuhan, maka hidupmu akan selalu diberkati (Januari 2007)
33. Mencari pasangan hidup (Februari)
34. Remaja berprestasi (Maret)
35. Manfaatkan teknologi internet menjadi pujian dan horamat bagi Bapa di surga (April)
36. Pekerjaan dan problematikanya (Mei)
37. Nasehat supaya hidup kudus (Juni)
38. Jabatan sebagai penilik jemaat adalah pekerjaan yang indah (Juli)
39. Kemerdekaan Kristen adalah kesempatan untuk melayani dalam kasih (Agustus)
40. Gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya (September)
41. Gereja dan lingkungan hidup (Oktober)
42. Berjaga-jagalah kamu (Nopember)
43. Sukacita natal (Desember)
44. Ibadah alternatif (Januari 2008)
45. Nafas hidupku (Februari)
46. Hidup di “alam” Tuhanku (Maret)
47. Anugerah keselamatan (April)
48. Turunnya Roh Kudus (Mei)
49. Regenerasi naposobulung (Juni)
50. 2 Timotius 4 : 7 (Juli 2008)
Selain sebagai penulis bulanan di buletin Narhasem, ternyata Amang Limbong mempunyai tugas lain yaitu mengantarkan buletin Narhasem untuk Praeses distrik 21 Jakarta 3, Pdt. JAU. Doloksaribu atau pendeta lainnya. Dan Amang Pendeta Limbong dengan senang hati mengantarkan buletin Narhasem tersebut. Berdasarkan hasil percakapan penulis dengan salah seorang rekannya, jika kita menitipkan sesuatu kepada pendeta untuk disampaikan kepada seseorang, itu artinya amang pendeta sebagai kurir. (Wah….maafkan kami ya Amang….., secara sadar sudah memanfaatkan Amang sebagai kurir untuk buletin Narhasem. Namun berkat jasa Amang tersebut buletin Narhasem dikenal di distrik 21 Jakarta 3. Terima kasih Amang Limbong…..)

II. Buku “Untuk-MU”
Sebagai ungkapan syukur atas pelayanan tim buletin Narhasem selama 3 tahun (April 2004 – April 2007), tim buletin Narhasem berencana menerbitkan buku. Rencana tersebut kemudian kami sharingkan dengan Amang Limbong. Amang sangat setuju dengan rencana tersebut. Namun karena satu dan banyak hal kami menunda rencana pembuatan buku tersebut. Akhirnya dalam rapat buletin Oktober 2007, ide tersebut kami munculkan kembali dan kami sepakat untuk menerbitkan buku sebagai ucapan syukur 4 tahun pelayanan tim buletin Narhasem, dimana keuntungan dari penjualan buku tersebut akan disumbangkan untuk pembangunan gedung sekolah Minggu HKBP Semper. Kembali kami mensharingkan rencana itu dengan Amang Limbong dan beliau sangat mendukung rencana pembuatan buku tersebut.
Bulan demi bulan berjalan dan proses pembuatan buku pun sampai pada tahap akhir yaitu edit dan layout yang dilakukan pada awal April. Waktu yang tersisa pun semakin sempit saja, padahal kami berencana launching buku pada hari Sabtu, 19 April 2008. Dalam waktu yang yang singkat kami berusaha keras menyelesaikan proses pengeditan dan lay out walaupun dihadapkan pada keterbatasan kami dalam banyak hal misalnya komputer (ekspresi Amang limbong :) )
Hari itu Senin, pengeditan dimulai sejak siang hingga malam. Karena sampai malam pun masih banyak yang harus diedit maka untuk mempercepat kinerja kami, kami sepakat meminjam komputer Amang (tepatnya memakai, karena kami tidak ijin Amang). Karena mengerjakan dengan tergesa-gesa tertinggallah flash disk yang digunakan untuk menyimpan data. Selasa pagi Maestri menanyakan keberadaan flash disk tersebut, dan saya berjanji akan mengambilnya hari itu di kantor Amang. Namun sampai hari Kamis flash disk tersebut belum diambil, hingga akhirnya Amang memakai komputernya. Lalu ……., Amang Limbong sangat kaget karena menemukan flash disk artinya ada yang memakai komputernya tanpa ijin. Amang marah…, sangat marah…., mungkin sangat marah sekali….. (kalau tidak percaya tanya saja sekretarisnya Evita Napitupulu).
Setelah mengetahui bahwa Amang sangat marah, saya pun takut sekali menghadap Amang. Namun tetap harus memberanikan diri mengakui kesalahan yang telah dilakukan. Akhirnya dengan kekuatan yang tersisa menghadap Amang, mengakui kesalahan yang telah dilakukan disertai linangan air mata. (Ridho mengatakan kalau itu air mata buaya). Syukurlah Amang memaafkannya dengan mudah sekali….. Next time tidak diulangi lagi ya….. (Maksudnya tidak diulangi dengan Amang Limbong karena Amang sudah pindah ke HKBP Singkawang, mungkin diulangi dengan Amang Silitonga dengan lebih hati-hati. Saran juga untuk rekan-rekan yang ingin memakai komputer pendeta tanpa ijin harus sangat hati-hati. Jangan meninggalkan bukti apapun seperti, flash disk, data pada program, pulpen, kertas, dll. Ha…..ha…..ha….ha…. – please don’t try this at the church).
Akhirnya untuk Amang Limbong, terima kasih untuk setiap pelayanan yang telah Amang berikan untuk buletin Narhasem. Kami sangat bersyukur Tuhan mengirimkan Amang sebagai pendeta di HKBP Semper selama 4 tahun. Banyak berkat yang Tuhan kirimkan melalui Amang. Banyak juga pelajaran yang kami dapatkan dari Amang. Kamipun sangat yakin Amang akan selalu menjadi berkat buat setiap orang yang Amang layani dimanapun Amang ditempatkan. Terima kasih. Tuhan Yesus memberkati pelayanan kita bersama.

(NB: Amang…., bisa bantu menjual berapa buku “Untuk-MU” di HKBP Singkawang??? Kami tunggu kabar dari Amang...-)

(Penulis adalah Uly Magdalena Panjaitan, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi khusus Pisah Sambut)

Rabu, 11 Agustus 2010

RENUNGAN: BINGKAI RENCANA ILAHI

“…Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan …” (Yeremia 29:11)

“ALLAH turut bekerja dalam segala sesuatu!” Adalah sebuah pernyataan yang kerap bergema di tengah-tengah kehidupan yang sedang bergumul. “Jangan takut! Hari ini kamu kelihatan ibarat domba yang berserak, tapi sebentar lagi penolongmu akan datang!” “Kamu memang pecundang hari ini, tapi besok keadaan akan berbalik, kamu akan melupakan kepahitan hari ini, dan pada waktu itu senyummu adalah yang terindah…!” Adalah ungkapan-ungkapan yang mencoba membesarkan hati orang-orang yang sedang remuk. Pengharapan akan hari esok terkesan dilebih-lebihkan. Bagaimana kalau itu tidak terjadi? Bagaimana jika penolong yang dijanjikan tidak kunjung tiba? Bagaimana kalau hari depan yang dinanti-nanti masih tetap seperti tahun yang lalu.
Bagaimana jika pengharapan akan hari depan bak prestasi di cabang sepakbola yang masih begitu-begitu, bahkan kian terpuruk. Tadinya sempat jantungan, mungkin bisa menembus elit Asia. Boro-boro…Bulutangkis juga begitu. Jangankan untuk menyandingkin gelar Thomas dan Uber, untuk satu saja sudah nggak berani. Pebulutungkis dari Negara rival yang dulu masih sengit, kini sudah makin meninggalkan. Yang dulu bukan tandingan kita, kini sudah makin mengejar. Pebulutangkis kita bisa ditaklukkan oleh pemain yang bukan unggulan. Masih ada lagi…ajang pesta olahraga (semacam SEA GAMES) yang pada tahun delapan puluhan kita masih mendominasi, kini tinggal menjadi rekaman sejarah. Entahkah masih mungkin untuk menjadi juara umum…

Realitas Keberhasilan dan Kegagalan dalam Kehidupan Berbangsa
Fenomena kehidupan modern yang ditandai dengan kompetisi yang terbuka merubah wajah masyarakat kini. Masyarakat makin dinamik. Masyarakat makin bijak. Bahkan ada yang menjadi terlalu bijak (alhasil lebih tepat disebut sebagai licik!). Semua terpacu untuk mengikuti irama kehidupan yang penuh dengan tantangan. Tidak ikut irama berarti tersisih! Benarkah seluruh masyarakat mampu untuk menyesuaikan diri dengan langgam kehidupan yang dinamis dan kreatif ini?
Kita mencatat ketangguhan anak manusia untuk bertahan hidup. Manusia di dalam dirinya memiliki sejumlah kecakapan untuk difungsikan dalam pergulatan hidup. Ternyata berhasil. Mulai dari putera terbaik bangsa yang mau tidak mau harus ikut dalam aneka kancah kehidupan, ya Teknologi, ya Ekonomi, ya Politik! Arus perubahan masyarakat global yang telah menerjang kemana-mana juga harus diimbangi di bumi Nusantara. Entah dengan cara yang ramah atau dengan sikap yang kurang bersahabat pokoknya kita tidak bisa menolak gelombang arus perubahan yang menyulap dunia kita menjadi kampung dunia yang hiruk-pikuk.
Kita eksist sebagai bangsa. Perekonomian jalan. Kegiatan pembangunan mengalir. Perhatian untuk infrastruktur dalam arti pengadaan sarana transportasi telah terasakan di desa-desa. Angka-angka secara fisik menunjukkan grafik yang menaik. Rakyat mudah melihat dan merasakan. “Jalan ke kampung kami sekarang sudah diaspal!” “Gedung sekolah yang baru telah dibangun di desa kami!” “Pemerintah telah membangun sebuah Sekolah Tinggi baru-baru ini di kabupaten!” Demikian pernah dilontarkan tanggapan positip terhadap hasil pembangunan.
Pada sisi yang lain kita tidak boleh tutup mata akan sejumlah ironi kehidupan yang terjadi. Oleh kalangan yang kritis, utamanya dari yang non pemerintah disebut sebagai tragedy kehidupan berbangsa. Oleh pemerintah diperhalus sebagai sebuah ekses dari Pembangunan. Apa pun namanya, kita masih menemukan bagian (yang terbesar?) dari masyarakat yang merasa gagal.
Kita menemukan orang-orang yang tidak mendapat peluang untuk menorehkan sesuatu yang bermakna pada perjalanan bangsa. Terdapat anak-anak bangsa yang tidak tahu harus berbuat apa oleh karena minus segalanya, ya kecakapan, ya ketrampilan, ya wawasan, di mana sumbernya antara lain karena minus kesempatan. Bangsa kita amat merindukan keadilan. Pemerataan hasil pembangunan ibarat jauh panggang dari api. Korban pembangunan adalah sekaligus korban globalisasi. Sektor non pemerintah juga tidak memberikan peluang yang adil.
Dari sini kita melihat, setidaknya dari kacamata seorang awam, kehidupan berbangsa yang telah dimasuki arus globalisasi itu masih memiliki sisi keprihatinan yang masih meninggalkan sejumlah tantangan untuk disikapi..

Membedah Kehidupan Bergereja
Ukuran keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupan bergereja tentunya tidak sama dengan pemahaman dalam kehidupan sekuler, katakan dalam kehidupan berbangsa secara umum. Ukuran keberhasilan mungkin dilihat dari pencapaian secara duniawi sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu ‘kehidupan yang adil dan makmur’. Dalam bahasa yang bebas hal itu berarti kehidupan yang layak dari segi duniawi. Kehidupan yang layak dilihat, misalnya, dari pemenuhan kebutuhan akan sandang, pangan dan papan. Selain itu dimungkinkannya untuk mendapatkan jaminan kesehatan dan hari tua. Dimungkinkannya setiap orang untuk, sebagaimana Maslow, mengaktualisasi diri. Tentunya sudah termasuk di dalamnya jaminan pendidikan dan perlindungan bagi anggota masyarakat yang khusus, semisal penyandang cacat. Bagaimana kita membedah kehidupan bergereja?
Kehidupan bergereja juga tidak terlepas dari upaya-upaya untuk menyikapi kehidupan nyata. Sejak Sidang Raya Gerejawi yang berskala nasional pada tahun tujuhpuluhan (pada waktu itu bernama DGI), gereja (baca: Umat Kristiani dari arus utama pada waktu itu) telah menyadari panggilan untuk menyikapi kehidupan nyata yang sampai pada waktu itu (mungkin ada yang masih pada waktu ini?) hanya dilihat sebagai sebuah sisi jasmaniah kehidupan yang lebih rendah dari sisi kehidupan rohani. Pandangan ini berangkat dari pemahaman bahwa Allah mangaruniakan kehidupan yang utuh. Oleh sebab itu panggilan yang diberikan kepada manusia adalah panggilan yang utuh untuk memberitakan Injil kepada segala makhluk (Markus 16:15) yaitu untuk membebaskan dunia ini dari aneka belenggu yang ada, meliputi dosa, kebodohan dan kemiskinan. Tahun rahmat Tuhan harus nyata diberitakan kepada segala makhluk (Lukas 4:18-19).
Cara pandang yang telah dimulai sejak tahun 1971 itu (Sidang Raya itu dilaksanakan di Pematangsiantar sehingga sering disebut Siantar 71) makin mengkristal pada masa ini. Hal yang sama, bahkan lebih-lebih lagi di tingkat dunia. Yang dirumuskan sebagai: KPKC (Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan) tidak lain daripada upaya untuk menggugah gereja agar ikut dalam panggilan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih berkeadilan, memupuk perdamaian dunia dan antar umat beragama dan seruan untuk memperingatkan dunia ini agar sungguh-sungguh memperhatikan lingkungan hidup. Dari situ selanjutnya, gereja terpanggil untuk menata kehidupannya secara holistik, tidak terkecuali aspek organisasinya.
Kita yang dari aliran Mainstream (Arus Utama), yaitu aliran-aliran reformasi dan injili, memang lalu terhenyak oleh kritik tajam dari aliran Kharismatik yang berkembang pesat di tahun delapanpuluhan. Tidak ada waktu untuk saling menyalahkan. Kita patut berterimakasih bagi saudara-saudara kita yang dari Kharismatik yang mengingatkan kita agar tidak melupakan bahwa Allah masih bekerja melalui RohNya untuk menghasilkan aneka mujizat dalam pelayanan penginjilan dan penyembuhan. Namun kita juga tetap menggiatkan aspek Sosial dari Injil, bahkan bila perlu aspek Politiknya (Antara lain, mengingat gereja kita yang masih sungkan untuk menyuarakan sikap kristiani tentang dinamika kehidupan berpolitik di Negara kita).

Menyambut Tahun Penatalayanan (Sekretariat)
Seiring dengan gerakan gereja yang mau mengarahkan dirinya kepada pelayanan yang utuh di mana seluruh aspek hidup hendak dibawa kepada terang Firman Tuhan, maka gereja kita juga menyambut Tahun Penatalayanan yang diagendakan untuk tahun 2010 ini. Rencananya akan diluncurkan secara serempak di tiap Distrik pada tanggal 7 September 2010. Bersamaan dengan itu pula nantinya akan dipasang spanduknya. Apakah yang hendak kita lihat dari Agenda Tahun ini? Sesuai dengan landasan alkitabiahnya: Rapi Tersusun, agenda tahun ini hendak menyentuh aspek organisasi gereja yaitu tentang administrasinya dan mekanisme gereja sebagai sebuah organisasi. Tentang soal ini selalu muncul gugatan apakah pengelolaan gereja dengan cara menggunakan perangkat organisasi mutakhir telah lari dari dasar gereja itu sendiri sebagai sebuah persekutuan yang rohani?
Saya mencoba menawarkan sebuah penjelasan yang sejalan dengan apa yang diuraikan dalam buku Panduan Tahun Penatalayanan. Aspek organisasi adalah penampakan gereja yang kelihatan sebagaimana kehadiran dalam ibadah adalah penampakan gereja yang kelihatan. Cara pengelolaan gereja, sesederhana apa pun adalah tetap pengelolaan. Mengelola gereja tanpa menggunakan Ilmu Organisasi mutakhir adalah tetap sebuah pengelolaan juga. Oleh sebab itu tidak ada gereja yang lepas dari sebuah hukum mekanisme.
Yang kedua, gereja adalah gereja yang terus berproses. Gereja selalu merupakan orang-orang (yang memiliki roh dan tubuh) yang sedang berjuang untuk meraih kedewasaan iman. Orang-orang yang memiliki aneka latarbelakang dan tingkat pertumbuhan yang berbeda-beda itu memerlukan standar-standar yang dapat dimengerti oleh manusia sekuler, oleh sebab itu harus diterjemahkan dengan perangkat-perangkat organisasi sekuler. Mungkin yang perlu kita ingatkan adalah falsafah atau jiwa yang mendasari standar-standar itu. Standar-standar yang tertuang dalam mekanisme gereja hendaknya merupakan cerminan dari organisator dan perumus yang dijiwai dan disemangati oleh Roh Kudus. Standar-standar itu hendaknya merupakan perumusan dari orang-orang yang hatinya, pikirannya, dan obsesinya telah dibaharui.

Rancangan Manusia dan Rancangan Allah
Salah satu yang amat penting dalam pengelolaan gereja adalah perencanaan. Kita telah akrab dengan istilah rencana strategis. Lewat renungan ini kita ingin menghubungkan kegiatan tahunan (atau empat tahunan) gerejawi sebagai institusi dengan karya Allah. Kita telah berupaya untuk menerjemahkan misi gereja melalui satuan program gereja dalam setiap mengusulkan dan mengesahkan program gereja. Hal itu hendaknya makin tegas lagi pada suasana Tahun Penatalayanan ini. Kita tidak boleh lupa bahwa Rancangan Allah adalah Alfa dan Omega. Dengan dasar itu kita ditantang untuk makin bergiat lagi mewujudkan kegiatan-kegiatan yang telah kita sepakati di dalam gereja kita.
Tapi itu baru dari segi institusi. Dari segi keseharian hidup anggota jemaat, kita juga ingin menyerukan bahwa apa yang dialami anggota jemaat dalam rutinitas sehari-hari dan mingguan termasuk dalam pelbagai kegiatan lain yang dijalani adalah juga merupakan medan perwujudan Rancangan Allah. Apa yang dialami ketika beristirahat dari bekerja dan berkumpul dengan keluarga adalah bagian dari Rancangan Allah.
Suasana yang dinikmati di tempat bekerja adalah bagian dari Rancangan Allah. Pangalaman yang tidak terduga di tengah jalan, mungkin kehujanan, mungkin kecopetan, mungkin ketemu dengan teman satu sekolah waktu SD, dst, itu juga adalah bagian dari Rancangan Allah. Allah merancang sebuah kehidupan yang amat indah. Allah merancang kehidupan yang dalam nas kita kali ini disebut sebagai: Rancangan Damai Sejahtera. Biarlah itu senantiasa yang membingkai segala rancangan kita!

(Penulis adalah Pdt. Maurixon Silitonga, M.Th., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Februari 2010)

Sabtu, 07 Agustus 2010

ARTIKEL: KARIER-PEMBINAAN-MEMBINA KELUARGA?

Keluarga yang rusak tidak selalu menghasilkan keturunan yang tidak baik, dan keluarga yang baik juga tidak selalu menghasilkan keturunan yang semuanya baik. Kita mengetahui bahwa pendidikan dan karier erat hubungannya. Karena pendidikan yang baik sangat menopang karier yang baik pula. Itulah sebabnya tokoh-tokoh pendikan menyarankan agar anggaran pendidikan dinaikkan yang diharapkan bisa menghasilkan anak-anak bangsa yang berkualitas dan tangguh. Begitu pentingnya pendidikan ini sehingga manusia tanpa sadar mendewakan kepandaian, ketrampilan, kesuksesan, kekayaan, jabatan, pangkat dan ketenaran. Nilai-nilai ini tentu tidak seratus persen salah, namun sangat tragis bila nilai utama yaitu takut akan Tuhan justru tidak dimiliki.
Ada kenalan dicalonkan menjadi bupati dengan syarat dia harus menyediakan sejumlah uang, agar dia terpilih. Ia bergumul karena ada keharusan memberikan amplop. Ia kemudian memutuskan menolak pencalonan itu. Ia takut akan Tuhan karena cara demikian tidak dikehendaki Tuhan. Kita mungkin berpikir, mengapa kesempatan baik tidak dimanfaatkan? Kenalan tersebut sudah diajarkan sejak kecil agar tidak melakukan praktek yang tidak bermoral. Pendidikan moral demikian didapatkannya dalam keluarga. Saat ini banyak manusia melakukan hal-hal yang tidak terpuji seperti korupsi, praktek suap-menyuap. Untuk masuk menjadi anggota legislatif (DPR) saja konon harus mengeluarkan banyak uang. Sekalipun pendidikan tinggi dan karier bagus, tetapi moral rusak, maka dia bisa merugikan orang banyak.
Lalu manakah yang lebih penting karier, pendidikan atau membina keluarga? Bagaimana menghasilkan anak yang bermoral? Tidak ada jalan lain dengan memberi prioritas kepada keluarga. Kalau ada tawaran kerja yang menarik dengan gaji tinggi, maka pertanyakanlah kepada diri sendiri, ”Apakah tawaran ini akan membangun atau menghancurkan keluarga saya?” Apakah ini akan membuat anda jarang bertemu dengan anak?. Ada teman saya keluar dari pekerjaannya yang lama karena jarang bertemu dengan anak-anaknya. Dia rela bekerja dengan gaji yang lebih rendah tetapi bisa bertemu dengan keluarganya. Dia merasa lebih nyaman dan mengucap syukur. Ini berarti dia mengutamakan membina keluarga daripada karier.
Pendidikan dan karier sangat penting, tetapi jangan sampai mengorbankan kenyamanan keluarga. Kita sangat banyak melihat contoh di lingkungan kita dimana pendidikan tinggi dan karier yang bagus dapat membawa malapetaka bagi kehancuran sebuah keluarga. Penting kita ketahui bahwa keluarga adalah ’institusi’ pertama yang didirikan Allah, bukan gereja serta bukan juga sekolah, dll (Kej.2:18-25). Keluarga Kristen di dunia merupakan pusat dan tujuan dari perjanjian Allah. Perhatikan penetapan Allah pada kej.12:23, dimana melalui berkat Allah kepada Abraham sekeluarga, seluruh bumi akan diberkati. Keluarga Kristen di dunia merupakan miniatur keluarga Allah didalam kekekalan. Itulah sebabnya keberhasilan kita membangun keluarga Kristen yang benar, pada saat yang sama merupakan kesaksian akan keluarga Allah. Sebaliknya,jika kita gagal membangun keluarga kita, maka sebagai anak-anak Allah, kita juga gagal menunjukkan keindahan keluarga Allah. Karena itu, kita mengerti jika keluarga menjadi sasaran pekerjaan iblis dalam merusak kerajaan Allah. Sumber nilai keluarga Kristen adalah Firman Tuhan. Firman ini harus ditanam didalam rumah tangga (1Kor.3:6-7). Nilai itu ibarat benih, dan benih itu adalah Firman (Luk 8:11). Penanaman nilai itu terus-menerus dan berdimensi banyak, seperti benih, lahan, cara, proses. Ada nilai yang hasilnya cepat dipetik seperti palawija, dan ada nilai yang memerlukan waktu lama untuk dituai, seperti tanaman keras (durian, salak, kelapa sawit, dll}. Lahannya juga bermacam-macam (mat 13:4-8). Dibutuhkan kesabaran dan ketekunan. Keluarga yang berbudaya adalah surat Kristus yang terbuka dan dibaca semua orang(2 Kor 3:1-3).
Ada orang berpendapat bahwa bahagia itu diukur jika keluarga tersebut berpendidikan tinggi, memiliki mobil, uang banyak, makan enak-enak, dll. Ini adalah pandangan yang salah menurut Firman Allah. Bila didalam keluarga tersebut sudah terbentuk keluarga yang takut akan Allah, maka pendidikan dan karier adalah sebagai pelengkap selama kita hidup didunia. Tujuan Allah membentuk keluarga adalah untuk membentuk satu masyarakat baru milik Allah, jika diperkenankan melahirkan keturunan illahi (Mal.2:15). Menjadi mitra Allah menyelamatkan manusia berdosa. Kalau kita mengerti hal ini maka kita akan mampu melihat keluarga kita sebagai berkat Allah yang sangat indah, yang kedua setelah penebusan Kristus.
Saat kita dilahirkan secara rohani kedalam keluarga Allah, kita diberi beberapa hadiah yang mengagumkan seperti: nama keluarga, hak-hak istimewa, hubungan yang akrab, dan warisan keluarga. Alkitab berkata,”Karena kita adalah anak-Nya, segala milikNya adalah milik kita. Perjanjian Baru menekankan akan warisan ini, ”Allahkku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus. Dibumi, kita diberikan kekayaan kasih karunia-Nya, kemurahan-Nya, kesabaran-Nya, hikmat dan rahmat. Tetapi didalam kekekalan kita akan mewarisi lebih banyak lagi.
Jadi penulis berpendapat bahwa yang lebih dulu diutamakan adalah membina keluarga, dimana dari keluarga yang takut akan Tuhan akan timbul pendidikan bermutu yang nantinya menopang karier. Alkitab berkata, ”Allah telah menyimpan warisan yang tak ternilai bagi anak-anak-Nya. Warisan tersebut disimpan di surga bagimu, murni dan tidak tercemar, tidak mungkin diubah, dan tidak mungkin busuk.

(Penulis adalah St. Walsinur Silalahi, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juli 2009)

Rabu, 04 Agustus 2010

RENUNGAN: PERSEMBAHAN SEORANG JANDA (MARKUS 12:14-44)

I. Pengantar
Apakah persembahan itu? Teori asal mula persembahan tidak terbatas hanya pada bangsa Israel diantara bangsa-bangsa purba. Zaman bapak-bapak leluhur ada beberapa jenis korban persembahan, antara lain:
1. Minkha: Korban sajian (Kej 4 : 3-4)
2. ‘Ola: Korban bakaran (Kej 8 : 20)
3. Zevakhim : Korban Sembelihan. "Zevakh" makanan persekutuan berupa daging korban persembahan memateraikan perjanjian (Kej 31 : 54)
Tuhan Yesus tidak mempermasalahkan nama dan bentuk persembahan yang dibawa orang-orang kedalam Bait Allah Tetapi Ia memperhatikan jauh ke dalam lubuk hati orang yang membawa persembahan itu Yesus melihat ketulusan dan kerendahan hati janda miskin yang membawa persembahan kedalam rumah Tuhan. Dorongan-dorongan yang mempengaruhi pemberi itulah yang menentukan nilai persembahan tersebut (II Korintus 8 : 12), bukan berat ringannya "nilai mata uang" yang diberikan.

II. Keterangan
A. Bagaimanakah pandangan Alkitab terhadap janda ?
Secara umum para janda berada pada posisi orang-orang lemah yang patut di lindungi Dalam PL ada beberapa hal penting yang menyinggung tentang kepedulian terhadap janda,yaitu :
1. Disejajarkan dengan orang-orang yang tidak mampu (Kel 22 : 22)
2. Layak mendapat perlindungan (Ulangan 10 : 18) dan penghiburan (Ayub 29 : 13)
3. Allah adalah pelindung dan pembela para janda (Maz 68 : 6 ; Amsal 15 : 25)
Dalam PB dapat kita lihat seperti dibawah ini :
1. Para janda tidak bisa diabaikan (Kis 6 : 1)
2. Para janda harus dihormati dan layak mendapat kunjungan (I Timotius 5:3; Yak 1 : 27)
3. Janda itu sendiri wajib menjaga kehormatan dan kekudusan dirinya (I Tim 5 : 14 )
Tuhan Yesus sendiri menegor orang-orang munafik dan tindakan yang tak terpuji dari orang Farisi karena menelan rumah janda-janda, dengan berpakaian kehormatan mereka mengambil keuntungan dari kelemahan para janda dan tidak mampu memberikan perlindungan (Mark 12 : 40). Mereka mengelabui mata orang dengan doa yang panjang tetapi hatinya jahat. Yesus mengangkat topik "janda miskin yang tulus hati” datang kerumah Tuhan membawa persembahan. Dalam penglihatan Yesus "janda" itu sendirian saja mempersembahkan seluruh miliknya kepada Allah Dia yakin akan campur tangan Allah yang terus menerus memelihara hidupnya. Allah yang diyakininya mampu memberikan perlindungan kepadanya Janda itu tidak menjadikan "kemiskinannya” menjadi alasan untuk menghentikan langkahnya datang ke rumah Tuhan membawa persembahan. Menurut pengamatan Yesus persembahan sebesar 2 peser (Yun : Lepta, mata uang tembaga yang paling kecil nilainya), jauh lebih berharga dari pada semua uang yang dimasukkan kedalam peti persembahan.

B. Apakah yang sepatutnya diperoleh seorang janda dari masyarakat di sekitamya ?
Seorang janda dalam lingkungan masyarakat dimana dia tinggal, tidak selamanya dikategorikan miskin, sebab adakalanya penghasilan seorang janda karena ketrampilan yang dimiliki menjadikan kehidupannya lebih sejahtera dari keluarga yang masih utuh (suami-isteri yang masih lengkap). Justru para janda yang sudah lama ditinggal suami banyak diantara mereka mengalami pertolongan Tuhan yang luar biasa karena keteguhan hatinya yang selalu berserah kepada Tuhan (Gumodang do pasu-pasu ni Debata tu Ina namabalu, ai Jahowa do na gabe Ama di nasida, sumarihon huhut mangondihon ngoluna dohot keluargana). Demikian juga janda yang ditinggal suami dalam keadaan terhitung mampu, namun demikian para janda wajib dilindungi. Kesejahteraan hidup seorang janda tidak hanya dilihat dari kepemilikan barang-barang dunia (wujud bendawi) saja, sebab dengan memiliki semuanya itu bukan berarti seorang janda bebas dari ancaman kejahatan dan penderitaan, Paulus menyarankan para janda “yang benar-benar" (janda yang tidak punya sanak saudara) harus giat dan mantap dalam kewajiban-kewajiban gereja, wajib diberi tugas khusus dan menjadi tanggung jawab gereja. Daftar janda harus dibuat, yang didaftarkan hanya mereka yang berusia 60 tahun dan telah terbukti bekerja dengan baik, misalnya : mengasuh anak, bersedia memberi tumpangan dan menolong saudara seiman yang kesusahan (1 Tim. 5:9- 10). Secara garis besarnya kita sudah melihat penderitaan para janda yang hidup miskin maupun yang tergolong dalam kategori keluarga mampu, namun demikian penderitaan yang mereka alami tetap saja ada, untuk itu disarankan dari pihak gereja dan masyarakat setempat harus memberikan simpati dan perlindungan. Beberapa alasan ini sangat mendukung seorang janda miskin tidak wajib membawa persembahan kerumah Tuhan sebab mereka adalah tanggungan Gereja. Tetapi ketulusan seorang janda miskin yang membawa persembahan senilai “dua peser" mendapat nilai tertinggi dimata Tuhan Yesus dibandingkan dengan semua persembahan yang ada dalam tempat persembahan dirumah Tuhan.

III. Penutup
Bagaimanakah Yesus dapat tahu akan banyaknya persembahan janda itu, dapat dikatakan bahwa mungkin la mengetahui dengan alat-alat yang biasa saja, hal itu tidak dikatakan. Bagi kita orang percaya, kita meyakini bahwa Yesus adalah Anak Allah, kita meyakini bahwa la mampu melihat jauh kedalam lubuk hati kita dan setiap orang yang percaya kepada-Nya, yang datang membawa persembahan kerumah Tuhan. Bagi Yesus bukan besar kecilnya nilai uang yang dipersembahkan tetapi dorongan-dorongan yang menyentuh hatinya untuk menyerahkan persembahan yang tulus kepada Tuhan.
Hakekat dari segala persembahan yang sebenarnya adalah pengorbanan, dan nilai tiap persembahan adalah relatip, tidak mutlak. Namun demikian setiap orang wajib memberikan persembahan yang menyenangkan hati Tuhan dan harum dihadapan-Nya. Jika janda miskin mampu memberikan dua peser dengan hati yang tulus, bagaimanakah seorang warga gereja yang baik memberikan persembahan?

(Penulis adalah Pdt. KE Limbong, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2005)

Senin, 02 Agustus 2010

ARTIKEL: DICARI KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI

"Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa. ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya " (Yesus Kristus, Markus 10:43-44).

"Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang telah menyampaikan Firman Allah kepadamu. Perhatianlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka" (Penulis surat Ibrani, 13:7).

"Leaders are made, they 're made right at home " (Andar Ismail)

Kutipan di atas memperlihatkan kepada kita bahwa pembahasan mengenai kepernimpinan sudah berumur panjang dan berbagai penjelasan mengenai hal itu sudah banyak dilakukan dari dahulu hingga kini, sebab pemahaman dan praktik yang benar mengenai kepemimpinan tersebut sangat berpengaruh dan dibutuhkan dalam kehidupan manusia itu sendiri. Tentulah ada banyak pemimpin yang kita ketahui dan temui dalam kehidupan sehari-hari, baik pemimpin formal maupun pemimpin informal, pemimpin sekuler maupun pemimpin rohani atau agama. Namun yang kurang di negara kita bukanlah pemimpin, melainkan orang yang berkualitas memimpin dan yang menjalankan peran kepemimpinan dengan baik. Dengan demikian tampaklah secara, jelas bahwa terdapat perbedaan hakiki antara pemimpin dan kepemimpinan. Seorang pemimpin belum tentu berjiwa kepemimpinan dan belum tentu menjalankan peran kepemimpinan. Sebaliknya seorang yang berkualitas memimpin dan yang menyumbangkan peran kepemimpinannya belum tentu dan tidak harus berjabatan pemimpin.
Sepanjang sejarah manusia dan sepanjang sejarah umat Kristen (sepanjang sejarah gereja) Tuhan selalu memakai berbagai pemimpin umat yang dijadikan atau diajak bekerjasama oleh Tuhan dalam karya penyelamatan umat manusia, untuk menjadi pemimpin-pemimpin umat Tuhan. Namun demikian kita juga melihat bahwa para pemimpin itu tidak selamanya mampu memimpin dan setia kepada Tuhan. Banyak diantara mereka yang menyeleweng, menyimpang dari kehendak Tuhan sehingga membawa kehancuran dan kesengsaraan kepada umat Tuhan yang dipimpinnya. Dalam keadaan demikian diperlukan pemimpin-pemimpin baru yang dapat mengembalikan kebenaran dan keadilan dalam masyarakat. Pemimpin yang baru itu juga harus membebaskan rakyat dari kemiskinan, ketertindasan dan kesengsaraan mereka dengan jalan kembali kepada hukum dan perintah Tuhan, untuk mengembalikan kesejahteraan umat Tuhan.
Namun realitas keseharian kita acapkali menyaksikan kecenderungan seorang pemimpin untuk mempertahankan kekuasaannya demi kepentingannya sendiri. Orang mati-matian dan menghalalkan segala cara untuk mempertahankan atau melanggengkan kekuasaan, bahkan kalau perlu dengan memakai strategi katak (menjilat ke atas, menekan ke bawah). Secara singkat dapat dikatakan, para pemimpin cenderung untuk memperpanjang masa kekuasaannya, Tak heran dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah langsung (Pikadasung) pada bulan Juni - Juli 2005 yang lalu, latar belakang calon kepala daerah memang didominasi oleh mantan kepala daerah yang pernah memimpin di periode sebelumnya. Dari 125 daerah yang dipantau, sekitar 86 % atau 107 calon berlatar belakang mantan kepala daerah setempat, Bagaimana hasilnya? Ketika Pilkada usai digeiar, hasilnya pun sesuai dugaan semula. Dari 107 calon yang mengikuti pertarungan, sebanyak 48 mantan bupati/walikota (45 %) akhimya berhasil menang. Mereka tersebar baik di kabupaten atau kota di Jawa maupun luar Jawa (lihat Harian KOMPAS, edisi Kamis, 11 Agustus 2005, hlm. 5). Data tersebut dapat mengindikasikan salah satu kecenderungan para pemimpin (baca: para penguasa) untuk mempertahankan tampuk kekuasaannya. Selain itu, di mana-mana orang ingin menambah muatan kekuasaannya, jabatan rangkap di sana-sini, misalnya. Semuanya bemuara pada tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang semakin menggurita dan akhirnya membudaya.
Oleh karena itu siapa pun yang yang menjadi pemimpin, godaannya adalah sama. Menjadi pemimpin bukan hanya berarti menjalankan peran kepemimpinan, melainkan menjalankan kekuasaan. Itulah godaannya. Sebagai anggota kelompok yang memerankan peran kepemimpinan ia sibuk dengan kontribusi group viability dan goal achievement, tetapi ketika ia sudah menjadi pemimpin ia menjadi sibuk dengan mengumpulkan kekuasaan, melanggengkan kekuasaan bahkan menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi atau koalisi kelompoknya. Kenyataan ini akan menjadi sangat jauh berbeda bila diperbandingkan dengan model kepemimpinan yang diteladankan oleh Kristus.

Kristus Sebagai Acuan Kepemimpinan
Sekitar 20 sampai 30 tahun seusai hidup dan karya Kristus di bumi, dalam surat-surat Rasul Paulus dalam Perjanjian Baru banyak mengacu kepada Kristus sebagai teladan kepemimpinan Paulus menyebut bahwa Kristus berkedudukan dan berkekuasaan "dalam rupa Allah" (Filipi 2:6). Lalu Paulus bersaksi tentang apa yang diperbuat oleh Kristus dengan kedudukan dan kekuasaanNya itu, yaitu:"... walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, tetapi telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba ... merendahkan diriNya dan taat" (Filipi 2 : 6 - 8). Di sini Paulus menekankan tentang kualitas kepemimpinan Kristus, yakni: Tidak mempertahankan kekuasaan yang dimilikiNya melainkan mengambil jalan mengosongkan diri (Yunani : kenosis) dari kekuasaan. Inilah model kepemimpinan Kristus yang unik. Namun sejauh mana model kepemimpinan Kristus ini diimplementasikan dalam gerak kehidupan sehari-harinya? Di sinilah akan tampak jurang besar diantara keduanya.

Kepemimpinan Kristiani: Melayani dan Menperbarui
Dapat dikatakan bahwa kepemimpinan yang sesuai dengan jiwa kristiani yang mampu membawa pembaruan haruslah pertama-tama mempunyai dan memberlakukan prinsip kepemimpinan sebagai "pelayanan", sebagai wujud pengosongan din dari kekuasaan semena-mena: sebagimana yang diajarkan oleh Tuban Yesus Kristus: "Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani..." (Markus ]0:45). Hal ini merupakan conditio sine qua non bagi pemimpin Kristen sepanjang masa. Artinya ini merupakan suatu keharusan mutlak, tidak boleh tidak, tidak boleh ditawar-tawar lagi. Karena "kepemimpinan Kristiani" yang "melayani dan membawa pembaruan" itulah yang kita perlukan. Lalu bagaimanakah ciri- ciri atau tanda-tanda dari kepemimpinan yang melayani dan membawa pembaruan itu?
Perlu dicatat bahwa kepemimpinan yang melayani sebagaimana yang dicontohkan oleh Tuhan Yesus bukan berarti bahwa pemimpin itu harus menjadi pelayan. Ini suatu kekeliruan dalam menafsirkan ajaran Tuhan Yesus. Tuhan Yesus sebagai pemimpin tidak bertindak sebagai peiayan; namun mementingkan atau mendahulukan kepentingan orang-orang yang dipimpinNya, bukan kepentinganNya sendiri. la mementingkan misiNya dan berani mengambil risiko yang terkait dengan misi atau tugasNya itu. Hal inilah yang perlu dan seharusnya kita teladani. Seringkali - atau terlampau sering ? - seorang pemimpin hanya mau yang enaknya saja, tanpa mau menempuh risiko dan tidak berani menanggung risiko. Bahkan segala daya upayanya dikerahkan untuk menghindar dari risiko pekerjaannya walaupun risiko tersebut sudah menjadi tanggung jawabnya. Pada akhirya risiko itu dialihkan kepada pihak-pihak yang dijadikan sebagai 'kambing hitam”, mempraktekkan ilmu selamat demi menyelamatkan dirinya sendiri. Bagaimana dengan para pemimpin gereja-gereja kita ? Apakah para pemimpin gereja berani mengambil risiko dari misinya, untuk menyuarakan suara nabiahnya di tengah-tengah pergumulan bangsa dan negara ini ? Untuk berani mengambil risiko tentulah diperlukan kepribadian yang kuat dan keyakinan yang tangguh, percaya serta iman yang tak tergoyahkan. Dengan demikian setiap pemimpin gereja - di atas nasional maupun lokal - mampu mengejawantahkan identitas kekristenan sebagai garam dan terang dunia (Matius 5:13-14) sebagai kontribusinya dalam pembaruan bangsa dan negara yang kita cintai ini.
Kepemimpinan yang melayani juga berarti "memampukan dan memberdayakan" orang-orang yang dipimpin; bukan sebaliknya menekan, merendahkan dan meremehkan yang dipimpinnya. Orang yang dipimpin juga perlu diberdayakan (bukan diperdayakan) dengan seefektif mungkin sesuai dengan job description yang telah disepakati bersama dan mengadakan pendelegasian tugas sesuai dengan posisi dan fungsinya masing-masing. Jika hal ini dapat berlaku efektif tentunya akan mendukung integritas kepemimpinan si pemimpin itu sendiri. Dalam kaitan ini ada baiknya kita melihat tiga prinsip yang dirumuskan oleh Ki Hadjar Dewantara, tokoh pendidikan nasional kita. Prinsip tersebut: "Ing ngarsah sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.” Pemimpin berada di depan untuk memberi suri teladan, ditengah untuk menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, di belakang untuk memberi kekuatan (dunamis) atau memberdayakan (empowering) mereka yang dipimpinnya. Tuhan Yesus sebenarnya telah terlebih dahulu mempraktikkan apa yang dirumuskan Ki Hadjar Dewantara itu.
Kepempinan kristiani yang efektif setidak-tidaknya - atau sedapat-dapatnya - haruslah melaksanakan prinsip-prinsip ssbagaimana yang telah diuraikan di atas. Jadi jelaslah bahwa untuk menjadi pemimpin yang efektif tidak mesti selalu berada (menempatkan diri) di depan atau harus selalu "leading" dan berlagak menjadi seorang “big boss”. Tetapi yang lebih penting dari itu adalah perlu juga memberikan kesejukan dan rasa aman pada mereka yang dipimpin, karena mereka tahu ada 'backing' di belakangnya. Jadi, pemimpin yang melayani juga haruslah menjadi contoh, menjadi teladan dalam sikap dan perilaku, jujur dan konsisten dalam kata dan perbuatan, satunya kata dan perbuatan, bukannya berkata "begini" tetapi tindakannya "begitu". Selain itu, pemimpin yang melayani harus mampu juga "mangun karsa" pada mereka yang dipimpin atau menumbuhkan imajinasi dan kreativitas mereka yang dipimpinnya; bukan sebaliknya menekan. meremehkan atau mematikan ide-ide dan kreativitas dari yang dipimpinnya.
Jadi, seorang pemimpin efektif yang melayani (pemimpin kristiani) sudah semestinya mempunyai rasa percaya diri (self- confidence) yang kuat sehingga tidak takut disaingi atau kalah bersaing dari mereka yang dipimpinnya. Tidak takut tergeser kedudukannya oleh mereka yang dipimpinnya, bekas bawahan atau bekas muridnya. Bahkan sebagai pemimpin kristiani yang baik, bisa menjadi seperti Yohanes Pembaptis yang bersaksi tentang Tuhan Yesus: "la harus makin besar tetapi aku harus makin kecil (Yohanes 3:30). Sebagai pemimpin kristiani orang harus berani dan mampu "work oneself out of the job", untuk digantikan oleh mereka yang lebih baik atau oleh generasi berikutnya yang telah dipersiapkannya. Pemimpin diperlukan bukan hanya untuk satu masa atau periode tertentu saja, oleh sebab itu regenerasi atau kaderisasi kepemimpinan perlu dipersiapkan secara matang sehingga peralihan tongkat estafet kepemimpinan dapat berjalan mulus dan efektif.
Kita betul-betul mengharapkan munculnya para pemimpin yang dapat membawa pembaruan di tengah-tengah gereja maupun di dalam masyarakat luas - seperti yang kita harapkan dan cita-citakan. Pemimpin-pemimpin seperti itu mesti dipersiapkan dan mempersiapkan diri dengan cukup melalui banyaknya pembelajaran dan pengalaman. Oleh karena itu sangat penting bagi gereja-gereja untuk memperhatikan lembaga pendidikan dan pembinaan calon-calon pengerjanya, lembaga pendidikan teologi agar betul-betul dapat mempersiapkan tenaga gereja secara tepat guna. Demikian juga upaya Pembinaan Warga Gereja (PWG) agar terus diintensifkan pelaksanaanya untuk membentuk warga jemaat yang tangguh menghadapi berbagai tantangan perubahan zaman. Selain itu, pendidikan umum dari aras paling rendah sampai ke aras paling tinggi perlu sekali mendapat perhatian agar dapat melaksanakan pendidikan dengan baik, efektif dan efisien. Kebebasan berpikir dan mengemukakan pendapat harus didukung dan dianjurkan sedini mungkin dalam pendidikan, setiap inovasi dan kreativitas haruslah dihargai, Dengan demikian integritas pribadi dapat dipupuk dan ditumbuh kembangkan; tidak hanya berkutat pada upaya menghadapi gonta-ganti kurikulum pendidikan nasional semata.
Oleh karena itu amat penting bagi calon-calon pemimpin gereja dan masyarakat di masa depan untuk mempersiapkan diri, melatih dan menggembleng diri untuk menjadi pemimpin-pemimpin profesional mandiri yang berorientasi pelayanan, Konteks dan situasi kita sekarang ini dan di masa depan mengharuskan gereja-gereja dan angkatan muda kristiani (termasuk Remaja dan N-HKBP di dalamnya tentunya) untuk mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) sebaik dan sedini mungkin supaya nantinya dapat membawa pembaruan di tengah-tengah kehidupan gereja, masyarakat bangsa dan negara kita di masa depan. Kita sebenamya perlu lebih sistematik, terencana serta terkoordinir - secara nasional maupun Iokal - dalam mempersiapkan SDM kita bagi kepemimpinan kristiani yang melayani dan membawa pembaruan ke masa depan yang lebih baik. Itulah tujuan kita bersama.

(Penulis adalah Pdt. Herwin Simarmata, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi September 2005)