Rabu, 24 November 2010

ARTIKEL: STEP BY STEP MENYUSUN PROGRAM HURIA

Pendahuluan
Era globalisasi dan perdagangan bebas dewasa ini juga melanda gereja–gereja yang ada, juga setiap gereja–gereja tidak terkecuali HKBP dalam meningkatkan pelayanan kepada jemaatnya mereka juga sudah mempersiapkan Program dan Anggaran gereja yang canggih dan mumpuni yang menjadi patokan dalam pelaksanaan tugas sehari–hari dengan Aturan dan Peraturan yang ada. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa walaupun sudah dibuat Program dan Anggaran Gereja tetapi kadang–kadang ada juga halangan untuk tidak terlaksana sesuai dengan kondisi yang ada. Program dan Anggaran Huria yang bagaimanapun canggih dan indahnya dalam pelaksanaan selalu tergantung pada mereka yang melaksanakannya.
Program Huria terdiri dari :
I. Program kerja.
a. Pelayanan.
b. Keanggotaan.
c. Program Rutin Gereja.
II. Anggaran Pemasukan dan Pengeluaran Gereja

Kapan Program Dibuat
Beberapa tahun yang lalu kalau kita berbicara soal Program Huria atau gereja untuk satu tahun dimana pada bulan Desember seharusnya sudah selesai diolah dan tepat tanggal 1 Januari tahun berikutnya maka Program Huria (gereja) untuk tahun tersebut telah benar–benar dimulai.
Kenyataan kadang–kadang sampai bulan Februari atau bulan Maret baru Program Huria tersebut masuk ke Rapat Umum Pemegang saham alias dibahas pada Rapat Huria atau Jemaat dan bulan berikutnya baru benar–benar dilaksanakan. Kalau ditanya program yang dilaksanakan antara Januari sampai dengan Februari itu apa dan program kalau ada yang mengusulkan agar program dan anggaran tersebut telah selesai dibahas pada bulan Desember dan diberlakukan mulai tanggal 1 Januari tahun berjalan maka jawabnya adalah Program Huria tidak sama tidak sama dengan Program Perusahaan atau Program Pemerintah ”jawabnya datar”. Seharusnya memang sebelum tanggal 1 Januari atau 31 Desember setiap tahunnya Program Huria sudah terhidang diatas meja dan tanggal 1 Januari setiap tahunnya sudah harus diberlakukan.
Penulis terpaksa diam karena ingat lagi kata–kata lanjutannya ”yang waras eling” katanya. Syukur pada beberapa tahun terakhir ini Program Huria sudah benar–benar 1 Januari sudah mulai dilaksanakan malahan ada lompatan jauh kedepan yaitu disesuaikan dengan tutup tahun parhuriaan tutup buku Program Huria tahun 2010 adalah pada minggu tanggal 21 November 2010 pada minggu Parningotan ni angka namonding dengan tema Patar do saluhutua di ari paruhuman i. Dan program Huria tahun 2010 dimulai pada Minggu Advent tanggal 28 November 2010 dengan tema ”Naroma raja ni hatigoran i. Bravo HKBP Semper.

Isi Program
Program Huria itu dibuat sesuai dengan kebutuhan yang ada dalam meningkatkan pelayanan kepada jemaat berupa.
1. Pelayanan Jemaat.
Dalam rangka pelayanan kepada jemaat dan meningkatkan komunikasi antara Parhalado (Anggota Majelis + Pendeta) kepada jemaatnya maka setiap Anggota Majelis yang melayani Jemaat didalam wilayah atau lunggu pelayanannya harus menetapkan siapa–siapa yang harus dilayani oleh seorang Majelis atau Parhalado dalam setiap lunggunya. Idealnya untuk seorang Parhalado cukup melayani 10–15 Kepala Keluarga. Hal ini dimaksudkan agar terjalin komunikasi yang lebih baik. Ingat bahwa anggota majelis itu adalah pelayan part timer bukan pelayanan full timer.
2. Keanggotaan.
Menjadi Anggota Gereja adalah mereka yang terdaftar dalam Taft Register (Buku Godang Gereja). Dalam buku itu jelas ditulis nama dan marga, tanggal lahir, dibaptis, lepas sidi, perkawinan, dan apakah sudah pindah ke gereja lain atau meninggal, atau mereka yang datang dalam gereja lain sesuai dengan ketentuan.
3. Program Rutin Gereja.
Program rutin ini sudah baku dan tidak berubah setiap tahun hanya ada variasi saja seperti Kebaktian Minggu, Kebaktian Lunggu (lingkungan) Baptis, Sidi, Perkawinan, Perjamuan Kudus, Pesta Gereja, Pastoral, Perihal Anggota Majelis, dan lain–lain.

Siapa Dan Apa Yang Dipersiapkan
Program Huria disetiap bulan September sudah diwartakan agar setiap Dewan yang ada dan Majelis Perbendaharaan dan Administrasi Gereja sudah mempersiapkan Program Huria untuk tahun berikutnya yaitu.
A. Setiap seksi yang ada pada setiap Dewan baik Dewan Koinonia, Dewan Marturia dan Dewan Diakonia
B. Majelis Perbendaharaan dan Administrasi Gereja (MPA).
Adapun langkah-langkah yang ditempuh adalah :
Setiap seksi yang ada dalam Dewan harus mengadakan rapat yang dihadiri setiap anggota seksi anggota Dewan yang dipimpin oleh Ketua Dewan masing-masing.
Hal–hal yang dibahas adalah :
1) Evaluasi atas pelaksanaan program dalam tahun berjalan dan kalau ada program yang tertunda harus dibahas pada rapat tersebut dan jalan keluarnya dan apabila tertunda karena sesuatu hal apakah masih relevan dilaksanakan tahun yang akan datang.
2) Bagaimana dengan program yang sebelumnya tidak terprogram tetapi harus dilaksanakan berupa crash program. Hal ini bisa terjadi dan tentunya telah diputuskan dalam Rapat Parhalado Partohonan sesuai dengan kebutuhan mendesak. Berarti program itu terlaksana bisa dengan menambah anggaran atau menswitch anggaran lainnya sepanjang memungkinkan atau menunda program lainnya yang dianggap tidak mendesak.
3) Hasil evakuasi dan Rencana kerja anggaran untuk tahun berikutnya yang telah direncanakan sebelumnya dan hal–hal yang tertunda maka Ketua Seksi masing-masing dalam Dewan yang ada membahas diantara seksi dan keputusan disampaikan kepada Ketua Dewan.
4) Ketua Dewan mempelajarinya dan membahas dan Anggota Dewan dan ketua-ketua seksi masing–masing dan hasilnya disampaikan ke Pemimpin Jemaat.
5) Dari Pemimpin Jemaat diserahkan ke Ketua Majelis Perbendaharaan dan Administrasi (MPA) untuk disusun sesuai dengan Dewan-Dewan yang ada dan program dari setiap seksi sesuai Dewan masing-masing dan juga rencana kerja dan Anggaran dari MPA.
6) MPA mempersiapkan dua hal dalam penyusunan program tersebut yaitu:
a. Bab I adalah setiap seksi per Dewan dan MPA.
b. Bab II adalah pemasukan yang direncanakan untuk tahun berikutnya sumber dan jumlahnya secara terperinci.
c. Bab III adalah rencana kerja dan sekaligus anggarannya secara terperinci menurut seksi–seksi pada dewan–dewan dan MPA.
1. Langkah – langkah berikutnya
Semua Rencana kerja dan anggaran atau pemasukan dan pengeluaran secara rinci akan dibahas pada Rapat Khusus Parhalado Namartohonan satu persatu lengkap dengan undangan rapat dan materi atau pokok bahasan situasi rapat. Pada rapat itu akan terjadi tawar menawar, adu argumentasi dan kadang-kadang ada juga yang menunjukan arogansi apa itu kemampuan atau kekerasan suara dan bisa juga kadang-kadang ”jugul” Misalnya sudah disepakati dalam salah tata tertib rapat adalah dimana ketua rapat mempertanyakan atau melemparkan sesuatu ”point” untuk ditanggapi oleh seluruh peserta rapat. Oleh si A diberikan pendapat tentunya ditunjukan kepada ketua rapat. Kemudian oleh si B diberikan tanggapan atas pendapat si A inilah yang Penulis yang maksudkan ”jugul” tadi karena ketua rapat meminta agar diberikan pendapat setiap orang bukan menanggapi pendapat orang lain. Rapat model begini yang membuat pembahasan program bertele – tele untuk itu diperlukan :
a. Adanya ketegasan atas tata tertib yang ada dan tidak boleh ada penyimpangan dari tata tertib itu.
b. Pemimpin rapat harus tegas dalam kepemimpinan tidak boleh ada kecenderungan kepada ”teman dekat” atau orang kaya atau orang yang suaranya keras. Perlu diingat bahwa masalah yang dibahas point-pointnya ada ratusan. Dan rapat lebih dari 6 jam pasti tidak efektif lagi dan usahakan cukup satu hari saja.
2. Langkah Selanjutnya
Setelah selesai dibahas seluruh Rencana Kerja dan Anggaran maka hasil rapat ini dikembalikan ke MPA untuk diketik kembali dan sesuai dengan hasil rapat yang ada. Hasil ketikan tersebut akan dibahas oleh seluruh Anggota MPA dipimpin oleh Pendeta Ressort untuk koreksi dan kelengkapan. Setelah selesai maka MPA meminta kepada Pimpinan Gereja sbb:
a. Kapan diadakan rapat huria untuk membahas program yang ada dihadiri oleh Pemimpin Jemaat Parhalado, Ketua-ketua Dewan dan Anggota Ketua Seksi dan Angggota-anggota Ketua dan Anggota MPA.dan seluruh jemaat yang diwakili oleh perwakilan lunggu.
b. MPA mempersiapkan undangan dan sekaligus dimasukkan dalam Warta Jemaat yang dianda tangani oleh Pemimpin Jemaat. Dan undangan harus disampaikan kepada semua pihak.
c. Penyampaian undangan sebaiknya dilampirkan bahan bahasan pada rapat agar bisa dipelajari terlebih dahulu.
3. Pelaksanaan Rapat Huria
Sesuai dengan pengalaman atas kehadiran peserta maka rapat seyogyanya dilaksanalan hari Minggu sesudah kebaktian siang. Kehadiran para Parhalado disini seharusnya ditegaskan oleh Pimpinan Rapat ”harus hadir” agar Para Jemaat pun rajin dan bersemangat untuk membahasnya. Jangan nanti sesudah rapat dimulai dan Para Parhalado sudah selesai menghitung uang persembahan satu persatu kabur pulang dengan alasan ”ada yang perlu” termasuk para Parhalado yang juga Anggota-anggota Dewan. Mungkin mereka berpendapat bahwa Ketua-ketua Dewan dan Ketua-ketua Seksi terutama Pimpinan Jemaat sudah ada? Atau ada ang berpendapat dengan alasan ”ada pekerjaan yang perlu”. Pendapat seperti ini setiap Rapat Huria pasti akan selalu dan selalu terjadi. Mungkin mereka pikir peserta rapat ini hanya orang-orang yang tidak ada keperluan atau orang yang tidak ada kerjaan barangkali atau sebaiknya khusus untuk hari minggu Rapat Huria itu setiap Parhalado sudah mempersiapkan waktunya bersama jemaat untuk membahas Program Huria. Mengingat rapat dimulai jam 12.00 maka sudah otomatis harus dipersiapkan ” sesuai etiket” makan siang untuk peserta dan nanti jam 15.00 juga harus dipersiapkan snack untuk rehat siang lengkap dengan teh atau kopi. Dalam rapat umum para pemegang saham ini Pemimpin Rapat harus tegas dalam memimpin rapat agar pembahasan tidak berlarut larut atau melebar dari pokok bahasan. Kalau rapat melebihi jam 19.00 maka anggota MPA harus jeli melihat bahwa para peserta rapat harus diberi makan agar jangan nanti pulang kerumah menjadi sakit karena terlambat makan dirumah. Rapat biasanya dibuka dengan Ende, Doa, membaca Ayat dan Doa Penutup. Kemudian Ketua Rapat membaca Aturan dan Peraturan HKBP atas Rapat Huria.

Penutup
Setelah seluruh materi dibahas dan telah didapat kesepakatan maka rapat ditutup oleh Pemimpin rapat dengan kata penutup, Ende, Doa Bapak kami dan Amin. Hasil rapat itu nantinya akan ditangani oleh Ketua Rapat, Perwakilan Jemaat–jemaat 3 orang dan Pimpinan Jemaat. Apabila sudah selesai diketik ulang dan ditandatangani oleh yang berhak maka hasilnya harus disampaikan kepada para peserta atau yang mewakili.
Dengan selesainya dibukukan dan diedarkan hasil Rapat Huria tersebut maka Program Huria itulah yang menjadi pedoman bagi seluruh unsur–unsur yang ada dalam huria untuk melakanakan tugas pelayanan dalam Gereja untuk tahun berjalan tersebut dengan harapan semua semua berjalan sesuai rencana. Tuhan bersama kita dan selamat bekerja. Amin dan Horas.

(Penulis adalah Kamaruli Pohan Siahaan,tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi November 2010)

Selasa, 23 November 2010

ARTIKEL: ATLIT GEREJA

Sekilas Tentang Atlit Gereja
Terkuaknya gereja pada pelayanan dan datangnya persaingan antar gereja dengan menawarkan berbagai macam suasana 'emosional' telah menghasilkan lingkungan kompetitif dalam hidup bergereja. Hal ini, mengakibatkan ibarat gereja - gereja tampak seperti dalam pertandingan di arena olimpiade. Dan tuntutan, setiap gereja adalah memenangkan pertandingan di setiap cabang olahraga. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain, kecuali gereja mempersiapkan diri dan 'berdandan '. Gereja yang tau 'bagaimana berdandan ' dan 'mengapa berdandan ' adalah gereja yang tau tentang perubahan. Gereja yang mengerti-perubahan adalah gereja pembelajar.
Gereja Pembelajar tau perbedaan antara sukses dan gagal, antara gereja hebat dan biasa-biasa saja, dan ini hanya dipisahkan oleh sebuah garis tipis - yaitu: "Apakah orang-orang dalam gereja (baca: Atlit Gereja) berlomba-lomba mewujudkan hasil melalui pertanggungjawaban individu - orang percaya". Bila ini tidak ada, berarti gereja itu lamban untuk bertumbuh. Padahal, kita tahu bahwa, pertumbuhan gereja berada pada orang-orang yang mau beIajar dan mengembangkan potensi yang Allah sudah tanamkan di dalam gereja. Bila ada gereja (baca: jemaat) senang pada kemapanan saat ini dan bersikap arogan, padahal ia tidak tahu banyak tentang perkembangan dunia luar - maka gereja itu akan tergelincir pada status 'dinosaurus’. Inilah sikap yang dengan cepat bisa membuat sebuah gereja dapat bertatanan rendah dan standar hidup kualitas iman jemaat merosot dratis. Agar itu tidak terjadi, gereja membutuhkan para ‘atlit gereja’ yaitu Jemaat yang mau belajar dan berlatih terus-menerus.
Dewasa ini, gereja membutuhkan orang-orang yang mau mengembangkan kualitas diri untuk mewujudkan hasil dan memposisikan diri 'di atas garis ' standar yang biasa-biasa saja. Artinya: para "atlit gereja" harus berani mengembangkan "daerah nyaman (comfort zone)" untuk berlatih dan bermainnya — melakukan diluar kebiasaannya. Menurut J. W. Von Goetthe: "yang menyenangkan dalam hidup ini adalah bukan melakukan hal-hal yang kita sukai (itu biasa), justru menyukai hal-hal yang kita lakukan (nah ini baru luar biasa).. Para atlit harus tahu bahwa, tidak mungkin mendapatkan hasil yang lebih besar dengan cara melakukan hal yang sama - begitu-begitu saja. Ini namanya insanity - alias ‘sinting'. Jadi, apa yang harus dilakukan oleh seorang atlit? — Mencari peluang-peluang baru sebagai solusi dan bersedia menerima perubahan. Dan itu juga yang Tuhan minta dalam hidup kita untuk terus-menerus "memperbaharui hidup " orang percaya.
Tidak ada pilihan bagi para atlit gereja selain melakukan dan / atau tidak melakukan sama sekali. Kesediaan menyediakan waktu untuk berlatih dan setia melakukan prinsip-prinsip dasar tanpa mengenal lelah adalah bagian dari hidup para atlit gereja.. Termaksud "berani gagal" dalam berlatih dan bertanding. Yang penting "Jangan pernah berhenti bermain". Belajar...., berlatih...... bertanding....... dan evaluasi merupakan aktivitas yang terus-menerus dengan varian metodenya.
Sebagai atlit gereja - kita dapat belajar dari atlit gereja yang lain. Ini penting!. Khususnya, yang memiliki "denominasi" yang sama. Terutama pada Gereja-gereja Kristen yang terhimpun dalam satu wadah yang namanya SINODE dan /atau KLASIS. Bagaimana mereka melakukan menjadikan gerejanya hebat - yang membuat jemaatnya berbondong-bondong mau belajar dan ber¬tanding dalam kancah pelayanan. Termasuk gereja kecil di pedesaan, mereka telah berbicara dan melakukan hampir dalam setiap ajang cabang olahraga. Mereka telah mensejajarkan peran dan fungsi dirinya setara terhadap gereja lain dengan gejolak perubahan-perubahan yang ada. Mereka adalah orang-orang yang memiliki rasa optimis, memiliki rasa percaya diri, dan antusiasme yang tinggi. ItuIah yang membuat image bahwa, "Anak-anak Allah dan gereja " mampu berkiprah di setiap cabang olahraga apapun. Kini, tinggal komitmen Jemaat-jemaat di Gereja sebagai "Atlit Gereja" adakah mereka ingin melakukan yang terbaik untuk gerejanya. Karena, jemaat yang adalah 'atlit gereja' merupakan asset dan modal utama bagi pertumbuhan dan perkembangan gereja, Dan Tuhan Yesus sebagai pemiliknya. Adakah Anda sebagai 'atlit' merasa kuatir dalam melayani di gereja membuat hidup Anda gagal di bidang yang lainnya?. Tentu Doa Jawabannya.

Fokus Diri Atlit
Apa yang menjadi focus Anda dalam "melayani" sehingga, sebagai atlit gereja -- Anda mempunyai kekhasan hasrat yang kuat untuk berprestasi. Coba renungkan dari pertanyaan-pertanyaan ini: Pertama, Mengapa begitu sedikit orang yang hidup sesuai dengan potensinya?; Kedua, Mengapa begitu banyak orang berpikir 'negative' dan 'pesisme' mengenai dirinya?; Ketiga, Bagaimana Anda 'memproyeksikan' diri kedepan dalam pemikiran dan bayangkan kehidupan yang ideal?; Keempat, Apakah Anda ingin melakukan sesuatu yang hanya dilakukan oleh sedikit orang?. Mengapa Anda ingin melakukannya?. Temukanlah pada sesuatu yang dapat melayani. Fokus Atlit, juga berkembang, dan menghasil-lebih banyak. Yaitu, jemaat semua jawaban itu dan focuskan memberikan motivasi diri dalam membawa gereja menjadi sehat, kan kader-kader atau murid yang yang mensikapi "karya Allah" dengan benar dan merespon panggilan gereja untuk melayani.
Memang, ini tidak mudah - pasti akan mengalami benturan-benturan. Tetapi, yakinlah bahwa, potensi/talenta atlit pemberian Allah - adalah asset utama - bila dikelola dengan baik dapat menjadi "saluran berkat” atau tempat belajar bagi orang lain. Kini, maukah itu menjadi fokus para atlit yang meyertai semangat menghadapi piranti-piranti pelayan.

Sikap Atlit
Keberhasilan gereja mencapai peringkat atas hanya dapat diraih dari kesungguhan jemaat selaku atlit melakukan kegiatan pelayanan dengan baik. Tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam 'kompetisi' berbagai "denominasi" gereja dewasa ini, standar prestasi dari semua kontestan (yaitu: para atlit gereja) merupakan hal penting.
Sesungguhnya, perbedaan yang sangat menentukan antara pemain terbaik dan seteru terdekatnya diperkirakan oleh banyak ahli merupakan factor psikologis utama. Misalnya: Kedewasaan Iman. Sikap, Pola Pikir, dan Mental para atlit gereja. Faktor-faktor tersebut merupakan kajian psikologi para atlit gereja yang dapat menentukan menang dan /atau kalah.
Ada 4 faktor pokok yang dapat menentukan para atlit gereja mencapai 'sukses':
Pertama: Sebagai titik awal (starting point) dimulai dengan Sikap (Attitudes) pribadi atlit itu. la harus mempunyai rasa sikap saya butuh untuk... ( Need to... ), sikap ingin untuk ....( Want to..), saya dapat lakukan ( Can do...), dan akan lakukan... ( Will do.....).
Kedua: Sikap Pembelajar {Leaner) yaitu, seorang atlit terus-menerus meningkatkan pengetahuannya. Menambah wawasan / berpikir koseptual, dan senang sharing / diskusi (bukan gossip) dengan atlit-atlit yang lain. Dengan kata lain, seorang atlit gereja harus "haus akan ilmu pengetahuan ", sehingga mampu menciptakan dan menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang ada.
Ketiga, Seorang atlit harus mempunyai sikap rasa senang berlatih. Memperbanyak jam latihan. Praktek..., praktek...., praktek dengan mendapat arahan dari diri sendiri dan /atau pun melalui orang lain. Apa pun bentuk latihan para atlit bukan lagi merupakan keharusan atau yang semestinya seorang atlit berlatih, melainkan suatu sikap ketetapan tanggungjawab pribadi sebagai atlit gereja. Jadi, jangan pernah berlatih 'setengah hati' bila ingin mencapai sukses dalam memenuhi panggilan gereja.
Keempat: Seorang atlit harus mempunyai Sikap sang Juara. Semakin dekat atlit mencapai peringkat atas, semakin dekat perbaikan yang dapat dilakukan. Para atlit dalam memburu keunggulan yang dapat diraih — idealnya harus mempunyai kepentingan yang berorientasi pada hasil positif. (Causing Positive Results). Tentu, ini tidak mudah. Oleh karena itu para atlit secara teratur mengasah mata gergaji potensinya sampai pada tingkatan ketajaman tertentu.
Atlit yang mengutamakan prestasi (Achievement driven athlete) memerlukan perkembangan jangka panjang—kosistensi tindakan. Sasaran pada kemajuan yang ajeg dalam jangka panjang, berarti latihan terus-menerus. Dan ini bisa saja sampai pada temuan potensi baru yang membawa pada prestasi (Achieve new level of performance). Semua ini dapat memungkinkan terjadi bila setiap individu atlit punyai sikap dan visi yang jelas untuk menjadi pemain yang terbaik dalam bidangnya, apapun cabang olahraga yang ditekuninya.
Keempat Sikap diatas merupakan pemantauan dari suatu siklus pengembangan kualitas diri atlit (Cycle of Self Development) dalam mencapai prestasi. Obsesi untuk mengetahui seberapa efektivitas para atlit dapat diukur dari perputaran siklus-cycle tersebut. Dalam hal ini juga bisa berguna sebagai target motivasional para atlit. Oleh karena itu, data statistic, angka-angka, nilai, prosentase, waktu, dan data pe.rbandingan tentang pesaing adalah hal yang penting diketahui oleh atlit.

Melatih Diri Sendiri
Dari pengalaman saya tempat yang "ideal" untuk melatih diri dalam meningkatkan kualitas potensi (baca: talenta) diri adalah gereja. Tidak ada unsur paksaan dan semua yang dilakukan berdasarkan kesadaran. Tingkat kesadaran itu tidak pada tingginya pendidikan dan banyaknya pengetahuan yang orang miliki, tetapi pada tingkat "pemahaman iman". Maka, tidak heran gereja bukan sebagai tempat pilihan untuk jemaat melatih diri dalam penentuan memaknai hidup. Padahal, gereja dapat membuat hidup menjadi salah satu inspirasi, cukup hanya dengan memiliki keberanian dan kesadaran sehingga hidup menjadi lebih bermakna. Anda dan saya sebagai atlit mempunyai otoritas memilih untuk terus melatih diri dan / atau tidak sama sekali. Saya kira, hanya visi, realisme pribadi, rencana tindakan, dan komitmen yang membedakannya antar atlit/anggota jemaat.
Melatih diri: "Menjadi yang terbaik pasti butuh pengorbanan— baik waktu, tenaga (mau bersusah payah), pikiran ( upaya kreatifltas ), dan dana/uang. Kini, bertanyalah pada diri sendiri pengorbanan apa yang atlit
persiapkan untuk memperoleh keberhasilan.
Ada unsur-unsur pokok yang perlu diperhatikan saat melatih diri sendiri dan tim dalam mengembangkan keterampilan, yaitu:
• Memberi tolok ukur (benchmark) keterampi¬lan atlit setiap menghasilkan kontribusi hasil.
• Mengenali dan membentuk suasana positif untuk mening¬katkan potensi atau talenta.
• Menciptakan metode/cara-cara/pendekatan baru—kreatif.
• Menetapkan sarana/alat-alat bantu atlit berlatih.
• Menetapkan 'penilaian' untuk motivasi kinerja individu dan tim.
Biasanya, "ide-ide" yang disukai dan datang dari diri atlit acapkali lebih antusias untuk dilaku¬kan. Bisa saja, kesadaran datang dari sini.-selama mereka "mau". Mau bukti?. Coba saja!!.

Kunci Penetapan Sasaran
Agar berdampak maksimal. maka atlit perlu merencanakan program sasaran pribadinya. Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan vitalitas antara aktivitas lainnya dalam kehidupan.atlit. Selain itu, para atlit sungguh-sungguh menyediakan waktu-bukan sisa waktu yang ada untuk pelayanan gereja.
Keyakinan untuk meretas belenggu kegagalan dengan melayani di gereja— perlu menetapkan sasaran pribadi yang efektif, misalnya dengan cara:
=> Kenali diri Anda: “Realisme", saat ini seperti apa dan tetapkan dimasa depan maunya seperti apa.
=> Buatlah sasaran khusus: Pilihlah prioritas dan tentukan kerangka waktu.
=> Buatlah sasaran itu menantang: Idealnya, sasaran menuntut upaya yang gigih dan merasa streg dengan kemungkinannya.
=> Buatlah sasaran itu positif dan luwes dan Komitmen / disiplin untuk melakukannya.
=> Tulislah sasaran: Kembangkan daftar terperinci mengenai kemungkinan seluruh sasaran. Bagilah tujuan besar menjadi yang lebih kecil.
Semua penetapan sasaran ini adalah cara menciptakan keunggulan - untuk menjadi lebih baik.
Dan penetapan sasaran ini juga merupakan piranti potensial untuk menggerakkan orang dan mendaya gunakan sumber daya. Kini, tetap¬kan sasaran Anda dan lakukanlah.

Jadikan Standar Kualitas
Hasil bisa saja salah arah. Kemenangan bukanlah segala-galanya. Fokus rerpenting terletak pada kualitas tim pelayanan; diukur dari standar pribadi seorang atlit.
Peningkatan standar pelayanan gereja bisa dilihat sebagai bagian proses persiapan yang matang dan menuntut tim dan individu atlit memecahkan rekor yang sama. Tentukan standar kualitas pelayanan dan sosialisasikan. Dan pastikan, orang lain tidak curiga atas standar pelayanan yang Anda lakukan. Karena, jika tidak, akan menimbulkan rentan relasi antar atlit dan tentu ini mengganggu pelayanan secara keseluruhan.
Stadar kualitas pelayanan memperhatikan rincian yang sekecil-kecilnya. Kemampuan mengorganisir diri untuk rnembangkitkan peluang sukses yang maksimal.
Bertindak 'diluar zona' (daerah nyaman -Comfort Zone) merupakan suatu tindakan yang insprasional. Dan biasanya membutuhkan:
• Energi Fokus /Antusiasme.
• Berani Menerima Resiko.
• Memiliki Keyakinan /Optimis
• Berorientasi Hasil
• Membangun Habit Baru.
• Berpikir Positif-Ada Keinginan untuk mencoba
Gereja yang berorientasi target, seperti seni memanah menuntut kemampuan mempertahankan konsentrasi terhadap target ketika berhadapan dengan aneka hambatan /gangguan internal dan eksternal, seperti keengganan atas kesadaran ikutserta kegiatan, dan hembusan angin dari luar mengenai keimanan.
Banyak tugas gereja yang menuntut "fungsi dan peran " atlit (jemaat) untuk membangun gerejanya. Fokus pada target dan konsentrasi pada solusi adalah jawaban untuk mengelola sebuah masalah. Jemaat sebagai pelaku gereja menentukan rekor keberhasilan gereja yang diraih melalui proses waktu dan tindakan-tindakan individu jemaat.
Keterlibatan para atlit secara menyeluruh, berani mengambil risiko, dan sungguh-sungguh mendayagunakan kehandalan (powerful) menjadikan gereja pada zona perubahan yang melampaui standar biasa-biasa saja.. Terutama perubahan dalam persepsi bahwa. melayani di gereja membuat semuanya gagal.

Mengukur Segala Sesuatu
Jika olahragawan berlatih untuk olimpiade, mereka pasti mempunyai satu tujuan dalam benaknya. Untuk memenangkan medali emas. Tak seorangpun menjalani latihan yang sulit selama bertahun-tahun cuma untuk mengidamkan medali perunggu. Hal yang sama terjadi dalam “gereja" Anda. Anda harus berjuang menjadi yang terbaik. Untuk melakukan itu, Anda harus memperbaiki yang terbaik daripribadi Anda— terus-menerus.
Untuk mencapai perbaikan nyata, Anda harus terus-menerus mengukur kinerja pelayanan Anda, jika tidak Anda tidak mempunyai gagasan kemajuan anda. Dalam "gereja"seperti: "kualitas, kuantitas, biaya, waktu, dan kecepatan adalah factor kunci untuk mengikuti perubahan atau perkembangan. Patokannya adalah rata-rata gereja -gereja yang sudah "maju”. Kita dapat belajar dari mereka. Ini dapat mengilhami cara kita melakukan pelayanan gereja melalui kegiatan-kegiatan yang kita ciptakan— dan dapat mengukur dengan macam-macam bentuk pengukurannya.

Kendala Atlit
Kendala atlit yang paling berat datang dari dalam diri sendiri, yaitu: "Rasa Malas". Kalahkan musuh (rasa malas) dari dalam —banyak atlit lebih khawatir dengan lawan seperti ini daripada yang lain. Mengungguli 'musuh dari dalam' sama dengan kemampuan pimpin diri (self-direction) yang lebih baik. Artinya; mengkonfrontasikan "rasa malas (negativitas)" berhadapan dengan "motivasi diri (positivitas)".
Kendala lain adalah: "Rasa Takut". Atlit lebih senang cari aman dan nyaman'. Tidak mau menerima tanggungjawab—tak pernah menyandarkan diri pada bakat -karunia Sang Khalik. Mengapa begitu sedikit atlit yang hidup sesuai dengan potensinya?. Ada banyak alasan atlit tidak mengembangkan potensinya dan tidak melakukan sesuatu. Satu diantaranya adalah: "takut mencoba, takut gagal, dan takut pengorbanan diri". Akibatnya, banyak atlit hanya menonton dan komentar tentang sesuatu yang dilihatnya - ketimbang melakukan permainan dan menciptakan solusi-soiusi yang baru untuk mencapai prestasi.
Ada atlit gereja (Jemaat) ingin me¬layani tetapi ia sudah berpikir negatif terlebih dahulu tentang dirinya dan lingkungannya. Merasa tidak mampu, tidak punya ini-itu, merasa dirinya orang 'bodoh', dan lainnya. Atasilah pemikiran negatif dan gantilah, semuanya, dengan pandangan yang lebih positif. Singkirkan sikap pesimis tetapi tetaplah pada sentuhan realitas dengan penuh optimisme. Karena hanya dengan demikian, para atlit dapat memisahkan motivasi dari tekanan situasi dirinya. Bedakan tantangan dari tekanan (hambatan) yang tak perlu. Kenalilah ragam hal ini dari keadaan. Kini, yang penting adakah kamauan Anda mencoba maka, semua akan terjadi dengan sendirinya, Ubahlah "kendala" menjadi "peluang". Jadilah optimis secara realities. Dan sediakan waktu untuk selaln-mengelolah diri Anda.

(Penulis adalah Puthut D. Rahardjo, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Oktober 2005)

Sabtu, 06 November 2010

ARTIKEL: SIKAP UMAT KRISTIANI TERHADAP AKSI PENUTUPAN GEREJA

1. Keterlaluan! bila ada orang yang melarang beribadah. Padahal beribadah adalah kewajiban orang beragama. Bagaimana jika dia / mereka yang dilarang itu ? sedang kan orang yang malas beribadah saja sudah aneh, apalagi melarang. Apapun komentar atau protesmu, yang pasti sudah menjadi kenyataan ada gedung gereja yang tidak dapat digunakan tempat beribadah ! MENGAPA ? Jawaban yang pasti, tentu HANYA VALID, bila orang yang melarang itu yang mengatakannya. Kita hanya mungkin menduga, menganalisanya. Oleh karena itu, adalah kurang bijaksana membahas pendapat atau tindakan atau sikap orang lain yang aneh dan keterlaluan itu. Bagaimana sebaiknya kita bersikap terhadap larangan tersebut ? ini yang sebaiknya kita sepakati.

2. Hemat saya, sedikitnya ada 2 (dua) sikap yang sepatutnya kita lakukan kalau perlu 3 (tiga). Apa itu ? sebelum membahasnya, ada baiknya terlebih dahulu kita menyamakan pemahaman untuk apa kita beribadah di gedung gereja ? secara sederhana dan singkat dapat di katakan bahwa kita bersama dengan teman seiman kita, kita bertemu dan beribadah kepada Tuhan di tempat khusus, dimana di tempat khusus tersebut secara rutin kita melakukan kebaktian. Tempat tersebut ada yang besar, ada yang kecil, ada yang terletak di tengah perkampungan atau di ruko, dan sejenisnya. Pada umumnya, tempat khusus yang kita sebut itu “GEREJA” didirikan setelah sejumlah orang Kristen berdomisili di tempat tersebut. Tak jarang pula kita menyebut tempat khusus itu “GEREJA”, tanpa diketahui oeh masyarakat sekitar. Walau tidak dapat disangkal, tidak sedikit pula yang memang sejak awal tempat khusus tersebut telah diberitahu akan digunakan sebagai gereja, segala upaya telah dilakukan mengurus perijinan pembangunan gedung peribadatan, akan tetapi tak kunjung terkabulkan. Faktanya, kita atau Saudara seiman kita DILARANG beribadah ditempat khusus yang didirikan itu. Dengan demikian AKSI PENUTUPAN GEREJA adalah suatu tindakan melalui perkataan dan perbuatan yang tidak memperkenankan suatu gedung digunakan sebagai tempat pertemuan orang Kristen di suatu tempat tertentu. Ancaman, pengaduan bahkan pengrusakan dilakukan untuk membuktikan keseriusan mereka melarang beribadah di tempat khusus tersebut paling tidak, peristiwa tersebut yang terjadi di beberapa tempat di tanah air.

3. Akan kiamatkah kekristenan kita jika tidak beribadah di gedung gereja ? melalui pertanyaan ini kepada kita disuguhkan perenungan : Mengapa kita mendirikan gedung gereja di tempat yang dilarang itu ? apakah kehadiran kita sebagai pribadi lepas pribadi , TIDAK BERMANFAAT bagi mereka ? Untuk menjawabnya, saya teringat dengan pengalaman DR.I. L. Nomensen di Tarutung tempo dulu saat membangun rumahnya di sekitar perkampungan ompungta, Masyarakat pada waktu itu mengancam beliau agar tidak mendirikan rumah di daerah mereka. Jika diteruskan akan dirubuhkan Nommensen menjawab “ aku dirikan kembali, jika dirubuhkan akan kami rubuhkan lagi, sahut mereka. Nommensen menjawab kudirikan lagi sampai bisa berdiri”. Dari sikap Nommensen ini, saya berkeyakinan bahwa orang percaya akan selalu ada, walau gedung gerejanya dirusak atau dilarang beribadah di tempat itu. Buah dari keuletan Nommensen kini terlihat dari Tapanuli . Malah beliau popular dengan gelar APOSTEL ORANG BATAK searah dengan pengalaman Nommensen, jangan – jangan anda, yang oleh tetangga dilarang beribadah di tempatmu sekarang justru menjadi Apostel yang melarang mu. Jika kita ulet, tabah dan tahan uji tentunya.

4. Akan berhentikah manusia beribadah kepada Tuhan Yesus, jika gedung gereja tidak dapat digunakan karena di larang orang lain ? Pertanyaan ini hendak “mandadap” (menduga) kualitas iman kita. Kualitas yang teruji dan terpuji memang terasah saat menghadapi ancaman. Melalui aksi penutupan tempat beribadah, maka akan terlihat SEMANGAT JUANG mewujudkan kualitas iman “Manusia” kita mungkin akan berhenti beribadah, jika ada larangan dari pihak lain, akan tetapi manusia yang percaya, tidak mungkin berhenti beribadah, karena ibadah adalah hidup dan dirinya sendiri. Jangan – jangan TUHAN yang kita sembah itu, JUSTRU setuju dengan aksi penutupan gereja, karena dengan demikianlah kita semakin menyadari untuk tidak mengandalkan pikiran dan kemampuan sendiri, ingat, umat Israel di perkenankan Tuhan “dibabbab” (ditindas) bangsa lain, supaya tahu diri. Siapa tahu bahwa Tuhan bekerja di dalam aksi penutupan gedung gereja yang kita keluhkan itu ???????? Who knowssssssss!

5. Satu hal yang mesti kita ingat dan sadari bahwa makna dari kata yang terkandung di dalam GEREJA DAN GEDUNG GEREJA berbeda, walaupun satu sama lain. Perhatikanlah syair lagu ini, “Gereja bukanlah gedungnya. Dan bukan pula menaranya. Bukalah pintu! Lihatlah dalamnya, gereja adalah orangnya.” Nyanyian tersebut, saya pelajari pada masa belajar di Sekolah Minggu. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya, jika aksi penutupan gedung gereja, kita sambungkan dengan pertanyaan : “apakah kita sudah di larang beribadah kepada Tuhan ? Sudah tidak bolehkah ada orang yang percaya kepada Tuhan Yesus di negeri ini, sehingga di larang berkumpul dan bersekutu ? Faktanya, TIDAK seperti itu. Kita belum menikmati status seperti itu; dan tidak akan pernah seperti itu? Siapa yang tahu ? yang jelas SEKARANG jawabannya adalah TIDAK . kalau demikian, apa yang kita alami sekarang adalah ada sebagian teman seiman kita yang tidak diperbolehkan oleh teman sebangsa dan setanah air yang tidak di perbolehkan oleh teman sebangsa dan setanah air kita beribadah di tempat tertentu. Mengapa ? ya, itu tadi ! Mari Tanya mereka ! mereka tentu punya alasan, yang mungkin kita sendiri tidak menduga alasan mereka sebelumnya. Bertanya kepada mereka yang melakukan aksi penutupan, berarti kita melaksanakan interaksi dengan mereka. Untunglah mereka melarang kita beribadah sehingga mengetahui sikap mereka tentang KEHADIRAN kita di tempat mereka tinggal. Kapankah ungkapan seperti itu kita katakana ? JANGAN SEKARANG, melainkan nanti ! oleh karena itu, apa yang sebaiknya kita lakukan sekarang ? Mengkoreksi diri dengan mencermati perilaku kita terhadap mereka yang melakukan aksi penutupan gedung gereja kita. JANGAN – JANGAN perilaku kita yang mempercepat kemarahan, kebencian mereka, lalu nama Tuhan tercemar. Oleh siapa ? Siapa lagi kalau bukan kita! Kalau kelak ternyata BUKAN karena ulah kita, maka PENJAHAT pada waktunya akan menerima ganjaran akibat perbuarannya, satu hal lain yang perlu kita camkan sebelum memberi komentar terhadap tulisan ini adalah mereka yang melakukan aksi menutup pemakaian gedung gereja sebagai tempat beribadah juga temasuk umat yang diciptakan dan dikasihi Tuhan. Yang membedakan kita dari mereka HANYALAH kita telah menerima dan percaya kepada Kristus, sedangkan mereka belum. Selamat merenungkan semua peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Dengan harapan kita akan semakin bijaksana, tabah, ulet, tahan uji dan akhirnya terpuji.

(Penulis adalah Pdt Ramlan Hutahaean, M.Th., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juni 2006)

Rabu, 03 November 2010

ARTIKEL: HKBP DAN PENATALAYANAN

A. Pendahuluan
Pada saat membaca buku: Turi–turian ni halak Sipirok banggo–banggo dengan judul : ”Halilian”, tulisan Prof. DR. H. Abdul Rahman Ritonga, M.Pd yang diterbitkan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Propinsi Sumatera Utara – 2006. Penulis manggut–manggut melihat rapinya Administrasi Gereja HKBP Sipirok dimana seorang Islam yang bertitel Prof. DR. Haji lagi masih bisa menyelusuri riwayat hidup bapaknya seorang guru zending zaman dahulu melalui Gereja. Bapaknya bernama Adam tetapi lebih dikenal dengan guru Daud, lahir pada tanggal 4 April 1890 dibaptis tanggal 13 April 1890. Nomor urut TAFT 1098 di Gereja HKBP Sipiirok. Pada tahun 2003 penulis pulang kampung dalam rangka penulisan sejarah Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA) sebelumnya bernama HKBP Hutaraja dipajae (dimandirikan) oleh HKBP menjadi HKBP-A dan terakhir GKPA. GKPA Hutaraja Ressort Sipirok berencana melaksanakan Mameakhon Batu Ojahan dan Mangopoi Gereja (MBOM) untuk itu perlu sejarah Gereja. Pada saat menentukan tanggal kelahiran gereja atau mengambil berdirinya kebaktian pertama, berdirinya gereja, diresmikan menjadi parmingguon dan sebagainya masing–masing peserta rapat memberikan pendapat tapi saat ditanyakan data/dokumen autentik sebagai dasar, ternyata tidak ada seorangpun yang bisa menetapkan/menunjukkan data autentik. Tetapi Sintua Amaran Siahaan memberi masukan, bukankah kita bisa melihat dari Buku Godang katanya pada saat ditanyakan kepada voorganger GKPA Hutaraja dimana ”Buku Godang” Buku catatan / registrasi gereja ternyata Sintua Robinson Sihotang menyimpannya malahan dia sudah mempunyai foto copy lembar pertama dimana tertulis tanggal 25 Desember 1867 Lonian Siregar dibaptis menjadi Abraham Siregar oleh Zendeling DR. August. W. Schreiber di Parausorat, Beliau dibaptis bersama 36 orang lainnya, dan jadilah tanggal tersebut ditetapkan menjadi tanggal berdirinya HKBP sekarang GKPA Hutaraja. Dikemudian hari Abraham Siregar ini adalah salah satu Raja Kristen pertama didaerah Sipirok yang di angkat Belanda sesuai pemilihan model pemilu sekarang ini

B. Penatalayanan Administrasi
Seperti kita telah ketahui sejak ayam berkokok tanggal 1 Januari 2010 sesuai dengan spanduk yang terbentang didalam setiap Gereja HKBP, bahwa tahun 2010 ini adalah tahun penatalayanan. Setelah tiga tahun sebelumnya adalah tahun–tahun Koinonia, Marturia dan Diakonia. Tahun penatalayanan dimaksudkan untuk menata kembali pelayanan yang ada, ditata dimana adanya kekurangan–kekurangan atas pelayanan yang ada.
Hal ini diperlukan untuk melakukan persiapan dalam menghadapi tahun 2011 sebagai tahun Jubelium 150 tahun HKBP, dengan harapan dalam menghadapi jubelium 150 tahun HKBP tersebut semuanya sudah tertata rapi, mana–mana yang bolong udah ditambah/ diganti dengan yang baru dan yang masih kurang lengkap maka dilengkapi dan sempurnalah semuanya dan jubelium 150 tahun HKBP tinggal beres dan mulus semuanya dan lihat saja sedemikian pentingnya untuk memenuhi penatalayanan tersebut HKBP harus mengadakan Synode Godang Istimewa mulai tanggal 14 September 2010 di Sipaholon dengan agenda khusus, ”Penyempurnaan Aturan dan Peraturan HKBP tahun 2002–2004”.
Sekarang sudah abad ke-21 dengan perangkat semua canggih baik dalam bentuk komunikasi maupun dalam bentuk administrasi. Menata Administrasi dengan mempergunakan alat canggih yang dikatakan komputer tersebut seharusnya dalam setahun ini kita sudah bisa selesaikan seluruh nama–nama jemaat, anggota keluarga, data-data kelahiran, baptis, sidi, kawin, pindah ketempat lain atau pindah kehadirat Tuhan . Data–data ini langsung bisa dilihat hanya dengan menekan beberapa tombol (kalau boleh dikatakan hanya menyentuh tombol tersebut) maka keluarlah data–data yang diinginkan tidak perlu membolak balik lembaran kertas model tulisan pada pendahuluan tadi, dan bisa kita lihat dibeberapa Gereja di Jakarta bahwa siapa–siapa yang berulang tahun jemaat gerejanya dalam seminggu ini sudah bisa dilihat. Juga data–data setiap keluarga sesuai dengan abjad bisa dilihat dengan cepat penataan kembali mengenai pelayanan Gereja. Menata kembali Pelayanan gereja kepada jemaatnya tentunya kita harus mulai dari Anggota Majelis (Parhalado) kepada jemaat yang ada. Apakah mereka sudah benar mengenal sifat Jemaat yang akan dilayani dengan baik dimana jemaat tersebut adalah:
1. Jemaat adalah manusia yang mau membantu sesuai dengan kemampuan dan kesempatan mereka adalah manusia penolong yang baik dalam berinteraksi dengan efektip dalam melakukan kegiatan sosial. Asal terlebih dahulu ada pendekatan secara personal (Personal Approach).
2. Jemaat menyukai ada hubungan baik dimana mereka menginginkan adanya hubungan persahabatan yang menyukai adanya kerjasama yang baik dan hubungan terbuka.
3. Jemaat menyukai adanya persetujuan atas usul–usul yang disampaikan terhadap kekurangan–kekurangan yang ada untuk sama–sama memperbaiki dan saling melengkapi, mereka juga merasa bahwa mereka juga mempunyai sense of belonging atas gerejanya. Sepanjang jemaat masih mau memberikan koreksi atas sesuatu hal berarti mereka masih memperhatikan. Bagaimana kalau jemaat hanya diam saja, datang kegereja pada hari minggu, selesaikan administrasi kewajiban sebagai jemaat titik.
4. Jemaat konvensional dimana mereka itu adalah yang selalu menurut sesuai dengan kebiasaan dan tidak memberikan komentar apa–apa, pokoknya setuju saja.
5. Jemaat yang tergantung kepada apa yang ditetapkan oleh keputusan bersama yang resmi melalui rapat jemaat yang model begini biasanya suka memberikan masukan tetapi diterima atau tidak dia tetap menerima dengan baik.
6. Jemaat yang suka menghindar dimana apapun kegiatan gereja dia berusaha untuk tidak ikut terjun kedalamnya dengan alasan banyak pekerjaan, sibuk tidak sempat dan lain– lain. Sebenarnya bukan hanya dia saja yang sibuk banyak pekerjaan dan tidak sempat hanya orang lain ini menyempatkan diri sebagai kewajiban dia untuk gereja.
7. Jemaat yang suka menentang atas usul atau pendapat orang lain. Manusia model begini biasanya hanya pendapat dia yang benar dan harus dilaksanakan. orang yang menyanggah usul atau pendapat dia dianggap penentang berarti musuh begitu pemikirannya.
8. Jemaat yang suka kompentensi dimana pekerjaan atau pelaksanaan tugas haru lebih akurat, perfeksionis dan idealis selalu menuntut hasil kerja yang tinggi dimana orientasinya adanya details .
9. Jemaat yang benar–benar ingin berbuat sesuatu untuk gerejanya sesuai dengan apa yang bisa dia berikan. Biasanya orang model begini selalu menganggap bahwa hanya itu yang dia berikan kegerejanya.
10. Jemaat yang berorientasi kepada hasil dimana dengan melakukan sesuatu kewajiban dengan baik dan ingin tahu bagaimana dan mengapa hasilnya terjadi seperti itu dia berpikir secara rasional. Dia tertarik kepada hasil, konsekuensi, manfaat dan implikasinya terhadap ide.
Pengetahuan atas pola perilaku jemaat berguna untuk:
1. Melibatkan orang dalam melibatkan keputusan.
2. Aturan, kebijakan dan prosedur yang ada menjadi nilai sejauh mana bisa ditetapkan.
3. Menghindari terjadinya konflik yang mungkin terjadi dan menghargai wewenang dan
tanggung jawab seseorang.
4. Agar peduli kepada pemikiran dan perasaan orang yang terlibat.
5. Perlu untuk lebih berhati hati dalam mengambil resiko.

C. Pola Pendekatan Kepada Jemaat
Setelah mengenal dan mengetahui pola pemikiran jemaat dilingkungan (lunggu) masing–masing maka bisa kita terapkan pola pendekatan kepada jemaat dengan tipe:
1. Tipe penonton yaitu jemaat yang tidak yang terjun aktif tetapi hanya sebagai penonton saja, dan dia selalu melaksanakan kewajiban yang menjadi bebannya:
a. Menyediakan waktu untuk perkunjungan secara informal dan santai. Hal ini perlu untuk menghidari situasi yang formal dan kaku.
b. Tetap ramah dan mendengarkan apa yang menjadi keluhan dan kebutuhannya.
c. Tunjukan empati terhadap harapan jemaat.
d. Tunjukkan posisi jemaat dalam operational gereja.
e. Perhatkan juga dan tunjukkan kelebihan jemaat tersebut dalam melaksanakan tugas pengabdian digereja baik dalam pemikiran maupun kemampuannya.
f. Adakah pendekatan apabila ada keberatannya dengan memberikan informasi yang jelas dan mantap.
g. Sediakan waktu membina hubungan yang baik pada waktu yang akan datang.
2. Tipe pengendali yaitu jemaat yang ingin selalu menjadi penentu dalam setiap kebijakan sbb:
a. Siapakah diri anda dalam mengadakan kunjungan perihal apa yang akan disampaikan.
b. Fokus harus ditetapkan satu yang menjadi prioritas utama dalam kunjungan/ pendekatan dan jangan terbawa arus kepada keinginan pribadi jemaat.
c. Pendapat/usul jemaat terhadap seseorang atau suatu perubahan jangan langsung ditanggapi tuntas tetapi bisa dibawa dalam forum yang lebih luas.
d. Hati–hati dan hindari mendominasi jalan nya pendiri oleh satu pihak saja agar masing–masing pihak bisa menyatakan pendapat dan memberikan jawaban atas usul atau pendapat tersebut.
e. Berikan perhatian yang khusus pada usul yang belum terselesaikan pada kunjungan berikutnya.
f. Tetap berbicara pada urusan sosial dan jauhkan dari masalah bisnis.
3. Tipe Promotor.
Untuk tipe pronotor itu perlu kita perhatikan hal berikut:
a. Tentukan tujuan kunjungan secara akurat agar tidak terjadi penyimpangan diluar acara.
b. Tunjukan simpati anda atas usul, saran dan rencana–rencana yang diusulkannya untuk perbaikan kondisi dan pelayanan di gereja .
c. Jelaskan akan rencana–rencana gereja pada hari–hari yang akan datang dan harapan yang akan dicapai.
d. Harus disadari bahwa kedua belah pihak sama–sama menginginkan bersama jemaat pada hari–hari yang akan datang.
e. Tetaplah menjaga hubungan baik agar tercapai hasil sesuai dengan harapan pada masa–masa yang akan datang.

D. Penutup
Penataan kembali baik administrasi maupun pelayanan kepada jemaat gereja agar, baik gereja maupun jemaat bisa mencapai harapan masing–masing dimana adanya kesepakatan yang diterima oleh kedua pihak, juga adanya kepuasan apabila hasilnya sudah terlihat dan adanya hubungan yang saling menghargai diantara baik Anggota Majelis dan Jemaat Gereja. Era globalisasi dan perdagangan bebas dewasa ini membuat banyak kemudahan–kemudahan bagi jemaat dan juga banyak gereja pilihan. Jangan nanti kita marah, kecewa dan mencak mencak serta menuduh yang tidak–tidak kepada jemaat kita yang berhasil dijala oleh gereja lain. Renungkan dan Evaluasi pelayanan kita sesuai dengan penetapan tahun 2010 adalah tahun Penatalayanan dalam menyambut tahun Jubelium 2011 yaitu Tahun Jubelium 150 tahun HKBP Nabolon i dan jangan lupa akan tempat lahirnya HKBP. Selamat berulang tahun yang ke 149 HKBP tercinta, pada tanggal 7 Oktober 2010. Jayalah HKBP dan TUHAN selalu bersama kita, Amin dan Horas.

(Penulis adalah Kamaruli Pohan Siahaan, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Oktober 2010)

Selasa, 02 November 2010

ARTIKEL: KEKERASAN DALAM BERPACARAN

Apa yang spontan terbersit di pikiran anda ketika mendengar kata “berpacaran”? Kekerasan “kah? Tentu tidak bukan. Jadi, apa yang terbersit? Tentunya terbersit suasana mengasyikan, menyenangkan dan menggairahkan. Dua sejoli yang memutuskan untuk berpacaran tentu didasari cinta kasih. Mereka saling membagi cinta kasih, berbagi rasa, saling memperhatikan, saling mengagumi dan saling mendukung satu sama lain, -tentunya sebagai pengikut Kristus harus sejalan dengan ajaran Kristus-. Pokoknya, kalau membayangkan tentang berpacaran, tidak ada terbersit suasana menakutkan atau mengerikan karena terbayang akan mengalami suatu kekerasan dari pacar kita. Tapi fakta tentang berpacaran berbicara lain, ternyata tidak semua cerita tentang berpacaran itu indah bagi semua yang pernah mengalami masa berpacaran. Kadang keindahan dan kenyamanan berpacaran itu hanya terasa di awal-awal masa berpacaran saja, selanjutnya salah satu pihak yang berpacaran kerap kali mengalami kekerasan dari pasangannya.
Sebenarnya apa sih definisi dari “kekerasan dalam berpacaran”? Suatu tindakan dikatakan kekerasan adalah apabila tindakan tersebut dilakukan oleh seseorang hingga melukai pasangannya baik secara fisik, psikologis/batin dan juga ekonomi. Simpel saja, bila yang melukai adalah seorang pacar terhadap pasangannya maka ini dapat digolongkan dalam lingkup kekerasan dalam berpacaran. Kekerasan tidak hanya terjadi terhadap kaum perempuan tetapi juga terjadi pada kaum laki-laki. Sekarang, akan kita uraikan sedikit mengenai jenis-jenis kekerasan dalam berpacaran itu sendiri:
i. Kekerasan fisik adalah tindakan yang dilakukan salah satu pasangan yang menimbulkan rasa sakit secara fisik terhadap pasangan kita, misalnya memukul, menampar, meninju, menendang, menjambak, mencubit, pelecehan seksual bahkan memperkosa dan lain sebagainya. Umumnya kekerasan ini dialami oleh kaum perempuan, namun tidak sedikit juga dialami oleh kaum laki-laki.
ii. Kekerasan psikologis/batin adalah tindakan yang dilakukan salah satu pasangan yang menimbulkan rasa sakit hati/batin terhadap pasangan kita, misalnya cemburu yang berlebihan, pemaksaan, menghina, memaki-maki di depan umum, maunya mengatur semua urusan pacarnya, terlalu possesive dan lain sebagainya.
iii. Kekerasan dalam hal ekonomi jika pasangan kerap kali pinjam uang atau barang tanpa pernah mengembalikannya, selalu minta ditraktir, selalu minta diberikan hadiah, sudah mengatur keuangan pasangannya dan lain-lain. Dahulu, umumnya model kekerasan ini sering yang menjadi korban adalah kaum laki-laki, makanya sempat ada hits lagu “cewe matre” untuk menggambarkan keadaan laki-laki yang sering mengalami kekerasan ekonomi dari kaum perempuan, namun saat ini tidak sedikit kaum perempuan juga mengalaminya karena jaman sekarang sudah banyak berkeliaran “cowok matre”.
Bagaimana kalau ternyata pasangan kita melakukan kekerasan kepada kita? Apa kita pasrah saja atau diam saja atau cuek saja? Jangan pasrah, cuek atau diam saja, kita harus ambil tindakan, jangan pernah berfikir seiring waktu pasangan kita juga nanti berubah, cukup doakan saja nanti pasangan kita pasti berubah. Saya percaya kuasa doa dapat merubah seseorang, tetapi saya juga percaya kita tidak akan mendapatkan solusi apa-apa tentang kekerasan pasangan kita jikalau tidak ada tindakan kongkrit yang kita lakukan (ora et labora). Jadi, apa tindakan simultan yang semestinya kita lakukan jikalau kita mengalami kekerasan dalam berpacaran?
Yang Pertama, jikalau masih mungkin, ajak bicara pasangan anda tentang masalah ini, cari solusi dan buat komitmen bersama untuk tidak melakukan kekerasan lagi. Saling mengingatkan lagi, apa motivasi dan tujuan berpacaran (secara kristiani). Saling memaafkan karena manusia tidak ada yang luput dari dosa dan kesalahan. Jikalau mungkin, libatkan pihak ketiga yang dianggap independen dan kredibel menyelesaikan masalah ini, bahkan kalau perlu libatkan psikiater untuk menyelesaikan masalah ini karena kadang kekerasan itu dilakukan pacar kita karena dia secara tidak sadar terdidik untuk melakukan kekerasan, misal karena pengaruh orang tua pacar kita yang kerap kali bertengkar dihadapan pacar kita, atau pacar kita sendiri yang menjadi korban kekerasan dari orang tuanya, atau tinggal di lingkungan rumah atau sekolah yang banyak terjadi tindak kekerasan. Kalau hal ini tidak berhasil ambil cara yang kedua atau yang ketiga.
Yang Kedua, adalah pikirkan kembali kelanjutan hubungan pacaran kita. Buat apa kita melanjutkan hubungan kalau ternyata cinta kasih yang kita harapkan dari pasangan kita tidak diperoleh, justru yang didapat adalah penderitaan hidup karena kekerasan kita. Bahkan kalau perlu, segera putuskan hubungan ini, jangan sampai dipertahankan apalagi sampai ditingkatkan ke jenjang perkawinan. Ini membahayakan kita, jangan sampai kita menikah dengan orang yang suka melakukan kekerasan, bakal tersiksa kita seumur hidup. Jangan pernah takut untuk putus dengan pacar kita, dan juga tidak perlu takut nanti anda tidak dapat pacar lagi, Tuhanlah yang memberikan masa depan bagi kehidupan kita semua termasuk masa depan mengenai pasangan hidup. Jangan pernah berfikir, pasangan kita melakukan kekerasan karena sayang pada kita, itu tidak benar, rasa sayang tidak pernah timbul dari perbuatan kekerasan.
Yang Ketiga, jikalau kekerasan telah menimbulkan dampak yang luar biasa bagi anda, misal kita mengalami luka-luka serius karena perbuatan pasangan kita atau kita mengalami kerugian besar secara ekonomi, silahkan buat upaya hukum untuk ini. Jangalah takut melakukan upaya hukum ini, ini hak kita selalu korban kekerasan. Buatlah laporan adanya dugaan tindak pidana kepada kepolisian setempat, bisa dugaan tindak pidana penganiayaan, atau dugaan tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan, atau juga penipuan dan penggelapan jikalau pasangan kita secara licik merugikan kita secara ekonomi. Atau bahkan bisa juga dilakukan tuntutan perdata untuk mendapatkan ganti rugi secara ekonomi atas tindakan kekerasan yang dilakukan pasangan kita.
Fenomena kekerasan dalam berpacaran ternyata semakin jelas. Hal ini terbukti bertambahnya laporan kekerasan yang terjadi meningkat pada tahun 2009 dibanding tahun 2008, hal ini diungkapkan oleh Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) (sumber: detiknews, 6 Januari 2010). Bagamaima kita menyikapi fenomena ini? Tentu kita prihatin dan sedih mengapa hal ini bisa terjadi. Bayangkan, ini baru kasus yang dilaporkan saja. Saya percaya masih banyak kasus kekerasan dalam berpacaran yang tidak dilaporkan oleh pasangan yang menjadi korban dan mungkin secara kuantitas dan kualitas jumlahnya lebih banyak dan lebih parah dibanding kasus yang dilaporkan. Oleh karena itu, harus ada tindakan nyata yang diambil untuk memberantas hal ini. Tindakan simultan sudah dipaparkan diatas, harus juga dilakukan tindakan jangka panjang yaitu dengan melibatkan banyak pihak misalnya orang tua untuk mendidik anak-anaknya dengan cara yang lembut dan kasih. Atau juga media, untuk tidak menanyangkan atau setidaknya membatas tayangan-tayangan kekerasan yang secara tidak sadar dapat terekam di alam bawah sadar manusia. Atau juga dapat dilakukan di gereja dengan melakukan pembinaan karakter sesuai yang diajarkan Firman Tuhan, tentunya pembinaan karakter itu harus juga dapat dipraktekan dalam kehidupan bergereja (tidak hanya teori saja yang tertangkap). Masih banyak cara lain yang harus sama-sama kita lakukan untuk memberantas kekerasan di sekitar kita, termasuk kekerasan dalam berpacaran. Memang tidak mudah, butuh pengorbanan, proses yang panjang dan juga metode yang efektif, tetapi kita percaya dengan kesungguhan dan tentu pertolongan Tuhan permasalahan ini dapat kita berantas atau setidaknya dapat dikurangi. Tuhan Memberkati kita semua.

(Penulis adalah Benny Manurung, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Oktober 2010)