Jumat, 28 Januari 2011

ARTIKEL: KELUARGA KRISTEN DAN TANTANGANNYA

Pengantar
Dalam tatanan sosial kemasyarakaan, istilah keluarga biasa digunakan untuk menunjukkan unit atau institusi terkecil dalam masyarakat, yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum menikah (nuclear family). Namun kadang-kadang istilah keluarga juga digunakan untuk menunjukkan unit sosial yang lebih luas lagi, tidak terbatas pada ayah, ibu dan anak, tetapi juga mencakup; kakek – nenek, paman - bibi keponakan dan sanak keluarga lainnya (extended family). Karena itu dalam tulisan yang sederhana ini baiklah kita batasi, bahwa keluarga yang dimaksud adalah yang terdiri dari ayah, ibu dan anak (nuclear family).
Keluarga sebagai unit sosial terkecil mempunyai peranan yang sangat menentukan. Boleh dikatakan sejahtera atau tidaknya suatu masyarakat, tergantung pada sejahtera tidaknya keluarga-keluarga yang ada dalam masyarakat tersebut. Lagi pula keluarga mempunyai panggilan yang luhur yaitu menyediakan tempat dan suasana cintakasih yang timbal balik antara suami dan istri, antara orang tua dan anak, sehingga setiap anggota keluarga dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang dewasa.
Dalam realitasnya sudahkah keluarga-keluarga dalam masyarkat kita menikmati kesejahteraan, baik jasmani maupun rohani? Mungkin kita akan segera menjawab “belum” karena masih banyak keluarga yang miskin sehingga mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan kebutuhan pokok, baik dalam hal makanan., perumahan maupun dalam hal kesehatan dan pendidikan Demikian pula dengan cinta kasih yang menjadi dasar perkawinan (keluarga), mengalami banyak goncangan yang disebabkan oleh banyak masalah yang timbul dalam perkawinan itu, sehingga banyak keluarga yang retak atau bahkan berantakan karena perceraian (broken home). Karena begitu banyaknya persoalan yang dihadapi keluarga, maka marilah kita lihat beberapa kontribusi pemikiran tentang landasan mendasar sebuah keluarga dalam perspektif iman Kristen agar keluarga itu dapat menghadapi tantangan yang ada.

A. Cinta Sebagai Dasar Pernikahan Dalam Membentuk Keluarga
Dalam Alkitab kita melihat bahwa pernikahan Kristen yang merupakan cikal bakal sebuah keluarga, merupakan suatu peraturan yang ditetapkan oleh Allah. Pernikahan adalah tata tertib suci yang di terapkan oleh Allah, sang khalik, Dasar Alkitabiahnya kita temukan dalam Kejadian 2:24, “ Seorang la.ki-laki meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging". Tentu agar pernikahan, itu langgeng dan bahagia haruslah memiliki dasar saling mencintai. Cinta yang dimaksud bukanlah cinta buta, cinta monyet, cinta kilat atau cinta yang lain. Tetapi dengan meminjam istiiah para filsuf Yunani yang menggunakan beberapa istilah untuk menyatakan perasaan cinta. Istilah “eros" dipakai untuk menunjukkan pengertian cinta yang menyangkut daya tarik seksual (Cinta asmara). Eros mendapat perwujudan konkritnya dalam rasa ketertarikan jasmaniah (tergila gila), sentuhan, pelukan dan sebagainya, yang pada akhirnya memuncak dalam persetubuhan. Istilah "philia" di gunakan untuk menunjukkan pengertian cinta persahabatan dimana kedua belah pihak saling menyukai karena persahabatan. Kasih philia ini terwujud dalam rasa simpati, keakraban, senang melakukan sesuatu secara bersama-sama atau senang bila berdekatan entah hanya ngomong ngomong atau bercenda gurau. Istalah “storge” adalah kasih karena pertalian darah. Sedangkan istilah "agape” dipakai untuk menunjukkan pengertian cinta kasih kepada sesama manusia. Agape mendapat bentuk konkritnya dalam saling tolong menolong, saling memaafkan, saling menghargai dan saling menerima kelemahan dan kelebihan masing masing, Kasih Agape ini berasal dari Tuhan, yang hanya dapat dimiliki dan diungkapkan oleh seseorang yang telah menghayati kasih Tuhan terlebih dahulu. Dengan memperhatikan istilah-istilah tadi maka dapatlah kita simpulkan bahwa dasar-dasar, sebuah pernikahan keluarga Kristen haruslah kasih (cinta) agape. Sebab acap kali dalam sebuah keluarga dibutuhkan saling memaafkan, saling menerima dan saling mengampuni dan daya mengampuni itu hanya kita temukan dalam kasih Agape yang tenvujud dalam diri Yesus Kristus.

B. Tantangan Keluarga Oleh Karena Roh Modernisasi
Peradaban modern dengan industrialisasinya, membawa banyak perubahan bagi keluarga. Tentu keluarga Kristen termasuk didalamnya. Pertama tama karena modernisasi juga terjadi pergeseran dari masyarakat agraris ke masyarakat industri. Dalam masyarakat agraris hubungan kekekrabatan keluarga sangat erat sekali, sebab keluarga merupakan keluarga besar (extended family). Tinggal dalam satu rumah bersama, mencari makan bersama dan dimakan bersama. Sedang dalam masyarakat industri keluarga hanya berarti ayah, ibu dan anak yang belum menikah (nuclear family). Mereka harus bertanggung jawab atas keluarganya sendiri sendiri. Karena pola kehidupan berubah, maka dengan sendirinya peranan masing masing anggota keluarga juga mengalami perubahan. Dalam masyarakat agraris peranan ayah sangat dominan, istri hanya sebagai pembantu dan anak-anak adalah obyek yang harus tunduk sepenuhnya kepada ayah. Dalam masyarakat industri, karena ada kemajuan dibidang pendidikan, maka istri tidak lagi hanya sebagai pembantu, tetapi sebagai partner. Demikian juga hubungan orang tua dan anak sudah menjadi lebih demokratis. Tetapi seiring dengan itu, salah satu sisi negatif dari modernisasi adalah: mengagungkan individualisme dan sekularisme. "Aku" dan “kebutuhan materialnya" merupakan pusat dari segala atau boleh dikatakan sebagai nilai tertinggi, sehingga Tuhan dan sesama manusia kurang mendapat tempat. Maka keberhasilan hidup sesesorang tidak diukur dan bagaimana ia mewujudkan nilai-nilai ke-Kristenan dan nilai nilai kemanusiaan dalam hidup sehari hari, tetapi diukur dari pangkal, kekayaan dan harta benda.
Pandangan semacam ini membuat orang cenderung berlomba mencari keuntungan yang sebesar-besarnya demi pengumpulan harta benda, bahkan. tidak jarang menjadi serakah, sebab yang terpenting adalah hasil yang dicapai. Nilai-nilai lain dikesampingkan, termasuk nilai ke-Kristenan. Karena Tuhan dikesampingkan maka penghayatan imanpun semakin mengendor. Ini terlihat dan slogan yang sering kita dengar (awalnya slogan ini adalah dari barat) apa saja boleh dilakukan asal itu baik bagimu dan menyenangkan bagimu (ethic of permissveness). Kecenderungan ini menjadi nyata dalam kritik-kritik terhadap struktur perkawinan dan keluarga. Maka muncullah perkawinan kelompok, perkawinan homo seks dan lesbian, perkawinan percobaan atau kumpul kebo, pertukaran pasangan, hubungan seks bebas diluar pernikahan, meningkatnya perceraian dan lain sebagainya. Semua ini mempunyai dampak langsung dalam kehidupan keluarga, sehingga keluarga mengalami banyak kesulitan dalam memenuhi panggilannya yang luhur. Kesulitan tidak hanya di jumpai dalam hubungan suami istri saja, tetapi juga dalam mendidik anak. Zaman dulu norma-norma jelas, sekarang ini dengan banyaknya informasi dari media masa, perilaku mana yang boleh dan tidak menjadi relatif. Pendek kata sekarang ini perkawinan dan keluarga sedang mengalami guncangan sebagai akibat dan perbenturan antara nilai nilai lama dengan nilai nilai yang datang dengan teknologi modern. Maka untuk menyikapi hal yang demikian setiap keluarga Kristen harus kembali kepemahaman Alkitab tentang keluarga (back to the bibie).

C. Keluarga Sebagai Persekutuan Yang Hidup
Dalam Alkitab jelas Tuhan menghendaki bahwa keluarga itu harus menjadi persekutuan yang hidup. Dalam kitab Ulangan (Ul 6: 6-1 0), sangat jelas dikatakan bahwa keluarga adalah sebagai pusat pengajaran apa yang diimani. Disana tidak ada dikatakan bahwa tugas mengajar dan mengasuh adalah tugas ibu, tetapi mengajarkan apa yang di imani (dalam hal ini iman Kristen) ini adalah menjadi tugas bersama dan kedua orang tua. Tanpa memberikan benteng yang kuat (pembekalan iman) di tengah-tengah keluarga, maka besar kemungkinan anggota keluarga itu bisa terseret kepada arus negatif dari modernisasi Ada bebberapa hal yang tidak boleh hilang dari keluarga Kristen dalam situasi yang bagaimanapun antara lain :
1. Kasih
Kasih yang dimaksud adalah kasih agape yang bersumber dari Allah sendiri. Kasih ini sesuatu yang mutlak ada (tidak boleh ditawar-tawar) melebihi hal-hal yang lain. Sumbernya hanya satu yakni dari Yesus Kristus sendiri (Yoh 14:27). Kasih inilah yang memungkinkan suami dan istri dan semua anggota keluarga mampu memikul tanggung jawab yang berat, saling berbagi, saling menolong, saling menegur dengan lemah lembut, saling menopang dan saling mengampuni, Sebab acapkaili dibutuhkan pengampunan dalam sebuah keluarga.
2. Kesetiaan
Ini juga merupakan kebajikan yang utama. Kesetiaan merupakan kemauan atau kesediaan semua pihak dalam keluarga untuk membina tali persaudaraan yang rukun, sehingga tidak terputus oleh alasan apapun. Dalam tiap tiap kelurga pasti ada pencobaan, masalah dan pergumulan. Maka jika tidak di topang oleh kesetiaan bisa saja kelurga itu tercerai berai. Meneladani kesetiaan Yesus Kristus kepada Bapa demikianlah setiap anggota keluarga hidup dalam kesetiaan.
3. Hormat
Hormat artinya. saling menghargai satu dengan yang lain. Hormat berarti memandang tiap anggota keluarga sebagai anugerah Tuhan yang harus disyukuri. Hormat berarti, saling mengakui bahwa pasangan suami istri dan anak anak memiliki kelemahan. dan kekurangan masing-masing. Menyadari bahwa manusia tidak akan ada yang sempurna, sehingga tidak ada yang menjadi angkuh, sombong, tinggi hati dan mengagungkan superioritasnya. Kita, sama sama orang berdosa dan lemah di hadapan Allah. Tidak boleh tidak, siapapun dan bagaimanapun kehebatan seseorang mengatur keluarga, selalu ada saja persoalan yang timbul dalam keluarga. Itulah dinamika keluarga. Namun yang menjadi persoalan adalah: bagaimana kita menghadapi setiap persoalan keluarga itu. Haruskah kita 'pecah kongsi’ andaikata dalam keluarga ada persoalan yang pelik? Tuhanlah yang menjadi landasan keluarga, tidak ada satu lembagapun di dunia yang dapat menceraiberaikan keluarga itu. Dan tujuan akhir keluarga bukanlah harta tetapi adalah damai sejahtera (bnd, Mazmur 133:1). Dan ingatlah: Lebih baik sekerat roti yang kering, disertai ketentraman, daripada makan daging serumah disertai dengan perbantahan (Amsal 17 : 1).

Daftar Bacaan:
1. Pelaksanaan UU Perkawinan dalam perspektif Kristen (Pdt. Weinata Sairin dan Pdt.Dr.JM.Pattiasina)
2. Teologi Pernikahan (Pdt. Rudolf Pasaribu)
3. Keluarga dalam dunia Modern (Drs. Hasisubrata, MA)

(Penulis adalah Pdt. Samuel Sitompul, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Oktober 2005)

Kamis, 20 Januari 2011

ARTIKEL: DEWASA DI DALAM KRISTUS

Pendahuluan
Pernahkah Anda memperhatikan sebatang pohon secara keseluruhan? Pernahkah Anda bertanya-tanya bagaimana cara pohon itu bertahan hidup, terutama di tengah teriknya musim panas? Permukaan tanah terlihat keras dan kering; rumput mati dan menghitam; tidak ada setitik air pun terlihat. Namun, pohon itu tetap tegak berdiri, kuat, hijau, dan hidup karena nun jauh di bawah permukaan tanah ada air pemberi kehidupan yang dapat diserap oleh akarnya. Pohon-pohon tumbuh hampir secara ajaib karena adanya sumber makanan yang tersembunyi.
Kebanyakan orang Kristen ingin mendapatkan rahasia untuk bertahan hidup tidak seorangpun dari kita yang ingin gagal saat berada di bawah tekanan yang berat, atau kehilangan iman dan keyakinan akan Allah saat keadaan menjadi sulit.
Bahkan, bukan hanya sekedar ingin bertahan hidup, melainkan menanjak semakin maju dan dewasa dalam pertumbuhan rohani kita menuju citra yang sempurna seperti Kristus. Paulus menyerukan dalam Kol 1:28-29 demikian “Dialah (Kristuslah) yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan (yun.teleios, means mature, adult) dalam Kristus.” Dalam Efesus 4:13 dinyatakan pula bahwa tujuan pertumbuhan rohani setiap orang percaya adalah “sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.” Anthony A.Hoekema mengatakan bahwa “pola dari pengudusan hidup kita sebagai orang percaya adalah keserupaan dengan Kristus.”

Apa Sesungguhnya Rahasia Dari Pertumbuhan Rohani Kristen?
Baca Mazmur 1:1-6.
Penulis Mazmur 1 menggambarkan sebatang pohon dengan daun-daunnya yang hijau dan buahnya yang banyak (ay.3) Rahasia kehidupannya adalah aliran air di dekatnya. Penulis itu juga menggambarkan orang-orang yang tetap hidup dan bertumbuh, bahkan saat angin kering bertiup. [ Sangat berbeda dengan kehidupan orang fasik yang digambarkan seperti sekam yang ditiup angin (ay.4), tidak berguna, sia-sia, dan hanya bersifat sementara.] Rahasia dari kehidupan orang-orang percaya adalah kebiasaan mereka untuk mencari makan dari Firman Allah. Pemazmur mengatakan “Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik’ yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.” (ay.1-2).
Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa aspek terpenting dalam kehidupan para pengikut Kristus adalah pertemuan teratur dengan Allah yang hidup melalui ALKITAB DAN DOA.
“Kesuksesan” hidup seorang Kristen dicapai hanya saat Roh Kudus Allah bekerja dalam diri kita, maka kita bisa menjadi makin serupa dengan Kristus.
Malcomm Muggeridge berkata “Tujuan sebenarnya dari keberadaan kita di dunia ini adalah, secara sederhana, mencari Allah, dan dalam proses pencarian itu, menemukan Dia, dan setelah menemukan Dia, mengasihiNya…”
Manusia memiliki tiga keinginan dasar dalam dirinya : untuk mengerti apa yang “betul-betul nyata” di balik segala pengalaman fisik dan materiil, untuk merasa memiliki makna, dan untuk bisa diterima sebagai bagian dari sebuah komunitas. Pencarian akan ketiga hal inilah yang membentuk kerohanian kita dan manusia mencoba membangun kerohanian mereka dengan cara yang berbeda-beda. Inti dari Kabar Baik (Berita Injil) yang dibawa oleh Yesus adalah bahwa ketiga keinginan ini terpuaskan sepenuhnya dalam suatu hubungan dengan Allah yang hidup. Landasan menjadi seorang Kristen bukanlah apa yang Anda ketahui atau lakukan, tetapi siapa yang Anda ketahui bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan Anda yang paling mendasar. Yesus sendiri berkata, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” (Yoh 17:3)
Kita hidup di dalam era informasi. Teknologi komunikasi canggih sudah menjadi bagian hidup sehari-hari dengan kemudahan melakukan akses ke internet dan email, telepon genggam, dan siaran TV melalui satelit, membuat seisi dunia seolah-olah menjadi sangat dekatdan sangat kecil. Namun, yang jauh lebih besar lagi dari berbagai bentuk kontak ini adalah bahwa kita bisa mengenal Allah yang berkuasa atas sejarah, pencipta kehidupan, dan menjadi sahabatNyabisa mendekat kepadaNya bagaikan seorang anak kecil kepada orang tua yang mengasihinya. Tuhan Yesus memungkinkan hal ini terjadi bagi kita saat Dia mati di kayu salib 2000 tahun yang lalu.
Kerohanian kristiani adalah bagaimana memelihara hubungan dengan Allah ini dan memiliki dua bagian utama. Di satu “sisi mata uang” adalah adanya kerinduan yang makin besar untuk secara aktif membangun hubungan persekutuan yang lebih kuat melalui “disiplin” kehidupan kristiani, terutama melalui pemahaman dan penerapan Alkitab dan doa. Di “sisi mata uang” lainnya adalah adanya kehidupan yang penuh tindakan kasih dan ketaatan yang menunjukkan makin menguatnya hubungan persekutuan itu.
Eugene Peterson pernah berkata “Setiap kata dalam teks Alkitab adalah sebuah jendela atau pintu yang membawa kita keluar dari gubuk kayu keberadaan kita ke penyataan Allah yang menakjubkan di angkasa dan samudera, di pepohonan dan bunga, dalam kitab Yesaya dan Yohanes, dan pada akhir puncaknya, Yesus.”

Alkitab: Buku Yang Sangat Istimewa
Banyak suara yang berteriak menuntut perhatian kitainternet dan televisi, radio dan video, iklan, display toko, media cetak, teman-teman, dan masyarakat di sekitar kita. Kepada siap kita perlu memberikan perhatian? Mana yang benar-benar penting?
Ketika hidup kita menjadi semakin didominasi oleh nilai-nilai dan perkara duniawi yang bertentangan dengan jalan Allah, sangat penting bagi kita untuk mendengarkan suara yang paling patut diperhitungkan, suara Allah yang hidup. Allah berkomunikasi dengan kita melalui berbagai caramelalui ciptaan, melalui peristiwa-peristiwa, dan melalui orang-orang lain. Tetapi, cara Allah berbicara kepada kita yang paling utama adalah melalui Alkitab. Itulah sebabnya Alkitab disebut sebagai “FIRMAN ALLAH”. Alkitab lebih dari sekedar catatan bagaimana Allah berurusan dengan manusia; Alkitab adalah kunci pertumbuhan orang Kristen. Melalui pembacaan Alkitab, kita bisa mempelajari sifat-sifat dan kepeduliaan Allah. Kita bisa mengenal Dia dengan lebih baik lagi, belajar bagaimana menyelaraskan jalan kita dengan jalanNya. Paulus meringkaskan nilai penting Alkitab kepada Timotius dan kepada kita :
“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, an mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian, tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.”
(2 Tim 3:16-17).
Jika kita harus menjadi umat Allah seperti yang dimaksudkanNya, kita perlu membiarkan hidup kita dibentuk olehNya. Melalui pembacaan Alkitab, kita menjadi partisipan-partisipan (rekan kerja) dalam rencana Allah bagi kita dan bagi dunia. Bertemu dengan Allah dalam pembacaan Alkitab akan menuntun kita untuk ingin berespons kepadanya dengan berbagai cara : pertama-tama dalam doa, yang kemudian melimpah keluar menjadi tindakan yang penuh ketaatan dan kasih di dalam dunia. Allah telah menempatkan kita di dunia untuk menjadi anggota masyarakat, bertindak sebagai “garam” dan “terang”. Garam memberi rasa bagi makanan, berfungsi sebagai pembersih dan pengawet. Di masa lalu, garam bahkan berfungsi sebagai pupuk. Terang mengenyahkan kegelapan dan menunjukkan keindahan (lihat Mt.5:!3-16).

Komitmen Kita: Menyediakan Waktu Bagi Tuhan Melalui Saat teduh Dan Pendalaman Alkitab
Melewatkan waktu bersama Allah adalah dasar dari kehidupan Kristen yang sama pentingnya seperti makanan dan air bagi daya tahan fisik kita. Justru karena sibuknya hidup kita, maka sangat beralasan jika kita menjadualkan suatu pertemuan teratur dengan Allah, mengijinkan Dia berbicara kepada kita di tengah segala tekanan dan kekuatiran yang sedang kita hadapi. Dengan menenggelamkan diri dalam pemeliharaan Allah, kita menempatkan diri kita di tempat yang seharusnya, untuk tidak tercengkeram oleh kesibukan kita.
Bill Hybels berkata :
“Itulah sebabnya saya membuat komitmen untuk menyediakan waktu setengah sampai satu jam setiap pagi di suatu tempat sepi bersama Tuhan. Ini merupakan sejumlah kecil disiplin rohani yang pernah saya tetapkan, dan saya tidak tergoda untuk meninggalkannya sebab hal itu telah membuat hidup saya lebih kaya.
Setelah saya merenungkan hari yang telah saya lalui dan menuliskan doa-doa, jiwa saya menjadi teduh dan siap untuk menerima. Saat itulah saya menuliskan huruf “M” untuk “Mendengarkan” pada secarik kertas dan melingkarinya. Lalu saya duduk dengan tenang dan mengatakan “Sekarang, Tuhan, aku mengundang Engkau untuk berbicara kepadaku melalui Roh KudusMu.
Saat-saat bersama Allah yang terjadi kemudian merupakan saat-saat yang benar-benar berarti.
Kuasa muncul dari diam; kekuatan muncul dari keheningan. Keputusan-keputuasan yang mengubah seluruh kehidupan muncul pada saat-saat yang paling kudus ketika Anda berdiam diri di hadapan Allah.” (Yes 30:15-17)
Yang penting bukanlah mengikuti metode tertentu, tetapi menemukan cara yang cocok bagi Anda. Buatlah rancangan umum sebuah pendekatan yang dapat meneduhkan pikiran dan tubuh anda yang bergolak, melembutkan hati, serta memampukan Anda mendengarkan suara Allah yang lembut dan teduh. Lalu, saat Anda sudah terpusat dan terfokus kepada Allah, undanglah Dia untuk berbicara kepada Anda.
Jadi, jika Anda sulit menyisihkan waktu untuk bersekutu dengan Allah secara disiplin, mungkin Anda perlu memeriksa kembali prioritas-prioritas Anda. Tanyakan kepada diri Anda, “Apakah aku sungguh-sungguh ingin memiliki suatu persekutuan yang hidup dengan Allah? Prioritas seperti apa yang bisa kuberikan untuk hal ini?”
Marilah kita memiliki komitmen seperti yang dimiliki oleh nabi Ezra dalam EZRA 7:10 yakni : “Sebab Ezra telah bertekad untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya serta mengajar ketetapan dan peraturan di antara orang Israel.”
Firman Tuhan memberikan peringatan kepada kita :
“Lihatlah, aku memperhadapkan kepadamu pada hari ini berkat dan kutuk: berkat, apabila kamu mendengarkan perintah Tuhan, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, dan kutuk, jika kamu tidak mendengarkan perintah Tuhan, Allahmu yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini dengan mengikuti allah lain yang tidak kamu kenal.”
(Ulangan 11:26-28)

Kesimpulan
Jika kita ingin menjadi seorang pribadi yang dewasa di dalam Kristus (Kol 2:6-7), maka marilah kita menjadikan Firman Allah dan doa menjadi sarana utama yang tidak pernah hilang (hendaklah selalu menjadi bagian utama) dalam kehidupan kekeristenan kita. Amin.

(Penulis adalah Joni W. Simatupang, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem edisi Februari 2006)

Senin, 10 Januari 2011

RENUNGAN: KESETIAAN MUTLAK HANYA KEPADA ALLAH

Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada Tuhan, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah ; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah diseberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan (Yosua24:15)

Siapakah yang layak disembah?
Seruan Josua untuk menjauhkan penyembahan kepada "allah" lain kecuali "Dia" Allah yang hidup. Josua cukup bijaksana dalam menyatakan bahwa ada kemungkinan memilih : atau Allah yang kepadanya nenek moyang Israel beribadah di seberang Sungai Efrat yakni Ur, orang kasdim; atau allah orang Amori yang negerinya mereka diami, dan inilah yang menjadi pencobaan yang terus menerus dalam sejarah kemudian dari Israel. Namun demikian Josua menyatakan pilihannya yang tak dapat diganggu gugat. Bukan saja untuk dirinya sendiri tetapi sekaligus merupakan komitmen keluarga. Sebagai kepala keluarga Josua memastikan bahwa wibawanya sebagai seorang kepala keluarga. Allah yang hidup itu pasti menguatkan dia dalam memenangkan pilihannya bersama dengan seisi rumahnya. Sebelum Josua menggantikan kedudukan Musa memimpin bangsa Israel memasuki tanah Kanaan, Josua dikenal mempunyai wibawa dan disiplin yang baik serta seorang Abdi yang tSaat. (Kel 39 : 40 ; 40:2,6,7). Waktu musa pergi sendirian menghadap Allah di Gunung Sinai, Josua siaga menanti dikemah pertemuan. la sudah belajar menantikan Jahweh. Tahun-tahun berikutnya sifat sabar dan kelembutan Musa turut membina kepribadian Josua (Kel.24:13 ;32 : 17; 33:11 ;Bilanganll :28)
Dalam lingkungan sanak keluarganya : Yosua bin Nun,cucu Elisama bin Amihud kepala Suku Efraim (I Tawarih 7 : 27 ;Bil 1: 10) disebut Hosea artinya Keselamatan. Musa menambahkan nama Ilahi (Yehosyua) dalam bahasa Indonesia menjadi Yosua. Nama Yunani lesous (Yesus).
Dalam kerjasama : Pada zaman Keluaran Yosua masih muda (Kel 33 : 11), Musa memilih dia menjadi pembantu pribadinya dan memberi perintah membantu pasukan yang terdiri dari suku-suku yang belum terorganisir, untuk memukul mundur tentara Amalek yang datang menyerang (Kel 17). Sebagai wakil suku Efraim dalam tim penyelidik Kanaan yang berangkat dari Kadesy, Yosua mendukung anjuran Kaleb (yang tertua dan menjadi pemimpin) Dalam hal ini kita melihat bahwa Yosua memiliki wibawa kepemimpinan sebab dia berangkat dari sebuah pribadi yang taat dan mau dipimpin.

Penjelasan
Masa-masa pembentukan kepribadian Yosua telah dimulai dari rumah keluarga (saat bersama dengan sanak saudaranya). Yosua dikenal sebagai orang yang berperangai baik dengan sebutan Hosea artinya keselamatan, sebutan itu berulang-ulang dipakai dalam suku Efraim (! Tawarikh 27,20 ; 2 Raj 17,1; Hosea 1:1). Saat Musa memanggilnya dalam usianya yang masih muda dan setelah resmi menjadi pemimpin sebagai pengganti Musa menjadi panglima Tentara setingkat dengan ke Imam an Eleazar. Secara wajar ditekankan kepemimpinan Yosua, waktu itu usianya sudah 70 tahun. Proses perjalanan waktu yang cukup lama ditempuhnya dengan perjuangan tidak kenal lelah, namun dia selalu menempatkan Allah ditempat utama. Yosua berprinsip satu-satunya Allah yang patut disembah adalah Allah sendiri. Untuk itu dia memastikan dirinya dengan seisi rumah tangganya selalu beribadah kepada Allah. Ada banyak keluarga dimana pimpinan keluarga itu tidak lagi mempunyai wibawa menempatkan dirinya sebagai kepala keluarga. maka akan kita temukan dalam satu keluarga ada beberapa agama. Pertemuan anak-anak dengan teman sekolah, teman kerja, dan persahabatan di luar rumah memungkinkan seorang anak menemukan teman hidup dengan pasangan yang berbeda agama . Persoalan yang sama telah ditemukan Yosua ditengah-tengah bangsa Israel, tetapi dia tidak ragu-ragu menyatakan keputusannya. Untuk mendapatkan kwalitas kepribadian yang seperti itu Yosua telah memperlihatkan kepada kita beberapa hal yang patut kita teladani, antara lain :
1. Melatih diri sejak usia muda, dalam keluarga sebagai anak yang disukai oleh seluruh anggota keluarganya dengan berperilaku yang baik. Rajin belajar dan menghindari pergaulan dari orang yang tidak seiman. Bisa berteman tetapi jangan sampai mempengaruhi kepercayaan kita kepada Allah, janganlah sia-siakan pengorbanan Jesus Kristus diatas kayu salib, sekalipun pada zamannya Yosua, Yesus Kristus belum lahir. tetapi melalui tuntunan Roh Allah Musa dipakaiNya memilih Yosua sebagai pemimpin bangsa Israel. Pencipta lagu "Amaging Grace" adalah seorang kelasi Kapal yang bertobat setelah pemuda. Dia adalah anak seorang janda yang taat beribadah kepada Allah namun karena hidupnya miskin, anaknya tersebut memberontak kepada Allah dalam usia remaja, dia meninggalkan Allah dan tidak mau beribadah sebab dia berfikir jika Allah itu pengasih, mengapa membiarkan keluarga kami hidup menderita. Jadilah dia anak keras kepala, pemberontak dan tidak mau berdoa dengan profesi sebagai awak kapal. Ketika badai melanda kapalnya. ombak besar memporakporandakan kapalnya ditengah lautan dia berteriak memohon pertolongan Allah akhirnya dia selamat dan bertobat. Jika demikian mengapa tidak tetap hidup baik dan taat kepada Allah jika telah mengetahuinya?. Hal inilah yang akan diperjuangkan Yosua dalam keluarganya.
2. Kepribadian Yosua yang sedemikian kuat tidak datang dengan sendirinya tetapi membutuhkan latihan. Kerjasama yang baik antara Yosua yang masih muda dengan Musa yang lebih tua sebagai pembimbing terjalin kasih yang mesra, bersahabat dan saling pengertian. Yosua adalah seorang yang penurut dan rajin belajar. selalu siap membantu Musa dalam tugas pelayanannya sementara di pihak Musa, dia adalah seorang hamba Tuhan yang penuh kasih sayang dan panjang sabar. Saat Musa menghadap Allah, Yosua tidak banyak komentar, dia diam di kemah menunjukkan ketaatannya. Hampir semua tokoh-tokoh Alkitab yang dipakai Allah memiliki Roh yang taat. Yunus yang mencoba menentang Allah, dia tidak langsung dipakai Allah, Yunus terlebih dahulu dibentuk selama tiga hari dalam perut ikan, barulah Allah memakainya untuk menyampaikan firmanNya. Yesus sendiri sabagai Anak Allah, Dia taat kepada BapaNya sekalipun harus melalui penderitaan diatas kayu salib. Hal serupa itulah yang tertanam dalam diri Yosua dan menguatkan komitmennya dan berjanji akan menjadikan Allah yang dia kenal sejak usia muda dan tetap menjadi Allah seisi keluarganya, dia meyakinkan dirinya dan semua anggota masyarakat yang bersama-sama dengan dia akan tetap beribadah kepada Allah.
3. Yosua tetap merasakan pemeliharaan Tuhan hingga dihari tua. Dalam usia 70 tahun dia sudah menjadi pemimpin demikian juga Kaleb yang sudah berusia 85 tahun. Keduanya masih tetap dipakai Allah bahkan jabatannya semakin baik sementara semua teman seusianya yang lahir di tanah Mesir sudah meninggal di padang gurun karena berbagai kutuk akibat dosa pemberontakan bangsa itu kepada Allah. Hal itu menguatkan kesetiaan Yosua kepada Allah dan tidak ada lagi keraguan bahwa Allah yang mengasihinya adalah satu-satunya penyelamat yang mampu membebaskan semua umat manusia dari pergumulannya. Yosua tidak meragukan kebaikan Allah, dia berjanji tetap setia hingga ajal menjemput. (Dipangkilalahon ibana do nasa tarsirang be ngoluna sian Tuhan i- Jahowa do Debata sasada Ibana do sioloanmu).

Penutup
Kecenderungan perjalanan waktu yang semakin sarat dengan berbagai persoalan, manusia itu semakin takut dengan ancaman kegagalan. Takut dianggap tidak modern, ketinggalan atau kuno jika harus memaksakan anak harus hidup beriman seperti orangtuanya. Dari pihak orangtua ada keraguan jika dituduh sebagai orang yang tidak memberikan kebebasan kepada anak. Dari pihak anak ada kebanggaan jika memiliki pilihan yang berbeda dengan orangtua. Banyak orangtua yang menutup mata terhadap kesalahan anak sekalipun sudah melangkah keluar dari kewajaran, dia hanya mampu berkata : Orang muda sekarang tidak mau lagi dipaksa (boha ma bahenon, lomona ma nunga balga, rohana ma disi). Banyak orangtua yang tidak mampu menegakkan wibawanya sebagai kepala keluarga, perbedaan agama ditengah-tengah rumah tanggannya dianggapnya sebagai toleransi beragama, padahal sebagai umat Kristen dia tahu bahwa jalan satu-satunya untuk masuk dalam Kerajaan Allah tidak ada jalan lain kalau tidak melalui Aku, kata Yesus (Yoh 14 : 6). Kwalitas iman Yosua harus melalui proses ketaatan kepada Allah dimulai sejak usia muda dan tetap memohon pertolongan sepanjang hidupnya. Kokoh dalam pendirian dan tidak mau dipengaruhi oleh orang-orang yang memberontak kepada Allah. Dia selalu bersyukur akan pemeliharaan Allah.
Yosua tetap meyakini pemeliharaan Allah dan akan tetap berlanjut hingga masa putih rambutnya dan hilang kekuatannya tetapi kasih setia Allah akan selalu baru dan berkesinambungan hingga ke generasi anak cucunya dikemudian hari. Komitmen Yosua sebaiknya menjadi komitmen kita juga, baik sebagai orangtua maupun anak : Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan.

(Penulis adalah Pdt. K.E. Limbong, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Oktober 2005)

Minggu, 02 Januari 2011

ARTIKEL: MASA DEPAN

Pendahuluan
Pak Siahaan adalah Guru Bahasa Indonesia kelas 1 penulis pada SMP Negeri Sipirok tahun 1956. Beliau berpesan sesuai pepatah yang mengatakan : Berakit rakit ke hulu, berenang renang ketepian, bersakit sakit dahulu, bersenang senang kemudian. Pesan itu sangat terpatri dalam ingatan penulis dan diterapkan selama sekolah, walaupun kadang-kadang hampir hampir tidak sanggup lagi memikulnya karena terlalu berat. Maklum saja dengan ekonomi orang tua yang menjadi petani di kampung dan sudah sendiri lagi ditinggal suaminya pergi ke alam baka. Tentunya untuk merubah cita-cita, ambisi dan mimpi tersebut menjadi kenyataan bukan semudah membalik telapak tangan malahan ada orang bijak mengatakan : kalau anda mau keras kepada diri anda sekarang, maka situasi akan lembut kepada anda nanti tetapi kalau anda lemah kepada diri anda sekarang maka situasi akan keras kepada diri anda nanti.
Mungkin pendapat yang dua itu tadi bagi anak anak muda zaman sekarang tidak sesuai lagi karena sudah kuno, tua dan tidak relevan lagi diterapkan karena mereka sudah mempunyai motto : bersenang senang selagi masih muda, bekerja mendapatkan banyak uang dan kalau sudah tua mati harus masuk sorga. Wah…wah…wah… enak sekali bukan ?.

I. Persiapan Diri Mencapai Cita-Cita
Untuk seorang anak Sekolah Minggu kepada mereka diajukan pertanyaan sebagai berikut :: Apa cita-citanya nanti sesudah besar maka tanpa berpikir panjang mereka akan menjawab kalau saya sudah besar nanti maka saya akan menjadi Dokter, Insinyur, Polisi, Tentara, Guru, Pendeta, Pilot Kapal Terbang dan sebagainya. Dan tidak ada yang menjawab menjadi petani, padahal sekarang banyak yang menjadi petani berdasi, juga profesi supir tidak ada yang bercita-cita begitu, padahal ada supir pesawat terbang dan lain-lain.
Pendapat spontan tadi terjadi karena mereka terobsesi dengan apa yang mereka lihat dan alami sehari hari dan akhirnya nanti ditengah jalan mereka akan menyadari bahwa cita-cita tersebut tercapai harus melalui proses dan proses tersebut sangat panjang dan melelahkan sebagai berikut :
1. Mengenal dan lebih memahami tingkat kemampuan diri sendiri dimana kita bercita-cita jadi insinyur ternyata kemampuan kita lebih condong ke hafalan baik untuk bidang Ekonomi maupun Hukum, Bahasa dan lain-lain. Dengan menyadari demikian maka kita tidak boleh “langsung putus asa“ tetapi harus berani berubah haluan sesuai dengan kemampuan tadi.
2. Mengenal dan lebih memahami kemampuan keuangan orang tua. Untuk menjalani suatu proses menjadikan cita-cita jadi kenyataan, kemampuan orang tua harus menjadi satu barometer. Seorang orang tua akan memberikan apa yang dibutuhkan anak-anaknya untuk mencapai cita-cita terutama untuk anak laki-laki pertama. Dengan harapan kalau dia sudah berhasil maka dia bisa membantu adik-adiknya untuk mengikuti jejaknya.
3. Membangun dan meningkatkan rasa percaya diri dimana dia yakin bahwa dia akan bisa menyelesaikan pendidikannya sesuai harapan, untuk itu dia akan lebih sungguh-sungguh lagi belajar demi cita-cita tersebut. Dan kalau dia sudah mencapainya maka dia akan sungguh untuk mengamalkannya.
4. Membangunkan dan meningkatkan sikap positif atas cita-cita dan jalan yang ditempuh untuk mencapainya karena dia yakin, sikap sangat menentukan 90% keberhasilan ditentukan oleh sikap positif.
5. Membangun dan meningkatkan ilmu pengetahuan sebagai modal untuk mencapai cita-cita tersebut, berarti harus belajar sungguh sungguh karena itulah jalan satu satunya.
6. Membangun dan meningkatkan keterampilan agar selalu bisa eksis dalam segala cuaca dan kebutuhan dalam pekerjaan.
7. Meningkatkan kemampuan berbahasa asing minimal dua bahasa, dewasa ini kala ingin menggapai cita-cita terutama bahasa Inggris ditambah dengan salah satu bahasa asing lainnya seperti Bahasa Jepang, China (Hokkian, Hakka atau Mandarin) Perancis, Jerman, Rusia atau Belanda, secara aktif.
Dengan pelaksanaan 7 hal tadi maka persiapan diri kita dalam menghadapi pesaing pesaing kita untuk mencapai cita-cita sudah didepan mata.

II. Mengenai Pekerjaan Dan Hidup Berkeluarga
a. Mengenai Pekerjaan
Kondisi perekonomian dunia dewasa ini yang diterpa oleh Krisis Ekonomi Global keseluruh dunia yang dimulai dengan bangkrutnya usaha usaha dibidang keuangan atau perbankan, asuransi (American Insurance Group atau A.I.G.) dan usaha dibidang permobilan seperti General Motor atau G.M.
Krisis tersebut juga ikut melanda Indonesia dengan kesulitan pemasaran hasil industri di Amerika dan Eropa, berpindahnya para pemodal dari Indonesia ke Vietnam, dimana disana diberikan banyak kemudahan kemudahan bagi para pengusaha untuk berproduksi.
Dengan demikian adanya pendapat sementara pihak yang mengatakan bahwa pengangguran atau pencari kerja di Indonesia mencapai 40 juta orang. Membuat peta persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat.
Untuk menyiasati kondisi tersebut seorang calon pegawai atau pegawai harus :
- Kita tidak lagi harus idealis dengan pekerjaan yang dicita-citakan sejak kita kecil dan telah dipersiapkan secara matang didalam pendidikan. Misalnya seorang yang sejak kecil bercita-cita menjadi insinyur pertanian dan telah mempersiapkan diri untuk itu dengan sekolah di Institute Pertanian Bogor. Sesudah pendidikan selesai, lowongan kerja pegawai negeri dibidang pertanian tidak ada walaupun sudah ditunggu selama dua tahun maka ada perusahaan swasta yang membuka lowongan untuk dibidang kelapa sawit maka cita-cita dengan kenyataan harus ada penyesuaian, tidak harus menjadi pegawai negeri itu saja.
- Kita harus berfikir positif atas pekerjaan dan perusahaan tempat kita bekerja. Memang kadang-kadang ketidakpuasan kepada perusahaan, atasan, rekan kerja, pasti selalu ada dan sewaktu waktu muncul. Tetapi harus kita ingat bahwa kita adalah bawahan yang menjadi bagian dari organisasi. Ketidakpuasan harus kita imbangi dengan kerja keras dan bukan dengan kemalasan. Pekerjaan yang paling enak adalah pekerjaan yang kita buat, dirikan dan usahakan sendiri. Kita bisa bebas mau kerja mau tidur, mau gaji besar dan lain lain., tergantung kita termasuk kalau perusahaan kita bangkrut.
- Kita selalu meningkatkan kemampuan sesuai dengan bidang yang kita geluti. Sehingga apabila kita mengalami kesulitan kita sudah bisa mengatasinya dengan mencari jalan keluar. Harus kita ingat bahwa baik ilmu pengetahuan maupun keterampilan harus selalu ditingkatkan karena hal tersebut sangat cepat berubah.
- Kita harus membangun mentalitas pemenang agar lebih siap menghadapi tantangan dan kesulitan serta pesaing bisnis yang lebih kompetitif dewasa ini.
- Kita harus lebih menyadari, mengenal dan memahami kekuatan dalam diri sendiri sebagai suatu potensi yang harus dikembangkan. Untuk itu kita harus merasa bahwa pekerjaan yang sudah menjadi rutinitas sehari-hari harus dianggap suatu pekerjaan baru agar kita lebih berhati-hati karena adanya anggapan atas suatu pekerjaan yang sudah menjadi runtinitas menimbulkan adanya suatu ketidak hati hatian, kecerobohan, yang dapat merugikan perusahaan dan juga karir anda.

b. Hidup Berkeluarga
Semua orang pernah “bermimpikan” kelak kalau sudah tiba waktunya akan berkeluarga dan hidup bahagia. Tentunya hidup berkeluarga yang bahagia itu harus didasari beberapa hal antara lain :
- Telah mempunayai rencana yang matang dengan mempersiapkan diri dengan adanya dasar pendidikan yang lumayan, adanya pekerjaan yang tetap atau penghasilan tetap agar tidak ketergantungan pada orang tua atau orang lain.
- Didasari dengan Iman yang sama agar dalam kehidupan berkeluarga tidak ada masalah satu sama lain kalau hanya dengan dasar cinta saja perkawinan dilembagakan maka pada hari-hari kemudian pasti akan terjadi percikan-percikan api yang lama kelamaan akan ada kemungkinan membesar apabila tidak cepat diatasi.
- Keluarga juga harus selalu mendukung pekerjaan suami kalau istri tidak bekerja. Apabila keduanya adalah orang pekerja maka keduanya harus saling mendukung dan saling menghormati atas profesi masing-masing. Dan jangan lupa bahwa keluarga adalah segalanya. Terutama untuk para isteri yang jabatan penghasilannya lebih besar dari suami “ada indikasi kadang kadang” suka merendahkan suaminya. Dalam keluarga Kristiani hal ini tidak pantas terjadi, bukankah dalam janji perkawinan satu sama lain harus saling menghormati?
- Masing-masing dalam keluarga harus saling membangun dan meningkatkan antusiasme, motivasi, dan komitmen dalam kelangsungan perkawinan. Bahwa sekali masuk dalam perkawinan tidak ada lagi tiket untuk kembali (only one ticket) kata orang sono.
- Setiap masalah yang timbul harus diselesaikan dengan baik dan dicari jalan keluar dan semua masalah pasti ada jalan keluar apabila kedua belah pihak sepakat. Hidup berkeluarga adalah merupakan suatu “team work” yang tangguh antara suami isteri dan anak-anak, dalam suatu kondisi yang paling sakit sekalipun dalam keluarga, kalau keluarga itu sudah menjadi satu team work yang tangguh maka mereka akan keluar sebagai pemenang. Untuk itu harus ada keterpaduan dalam bentuk tindakan yang berazaskan kebersamaan, kekeluargaan dalam suatu system tertentu. Suami menjadi ketua team, dan dibantu oleh isteri dan anak-anak sebagai anggota team. Keberhasilan team adalah karena usaha bersama. Kalau prinsip ini kita tetap pertahankan maka rumah tangga kita akan menjadi acuan bagi keluarga lain. Dengan demikian kita sudah melaksanakan sebagian tugas Marturia, tidak harus berangkat ke pulau Enggano atau ke Pulau Rupat Marsending. Harus dimulai dari keluarga baru, meningkat kelingkungan keluarga besar dan selanjutnya dan seterusnya.

III. Pelayanan Ke Gereja
Setiap orang pasti mempunyai kesempatan yang sama untuk memberikan pelayanan kepada gerejanya. Tetapi setiap orang “memuat batasan sendiri“ dalam memberikan pelayanan kepada gerejanya sendiri. Dia membangun batasan bahwa kesibukan sehari hari sudah tidak memungkinkan untuk mengikuti salah satu aktivitas gereja. Dengan alasan kesibukan ini maka dia sudah bebas dengan aktifitas pelayanan gereja. Tetapi ada juga orang dengan kesibukan yang padat dalam pekerjaannya sehari-hari, Dia masih berusaha membagi waktu untuk mengikuti salah satu aktifitas gereja dan hal itu tidak membuat gangguan atas pekerjaannya baik di kantor maupun dalam usahanya.
Sebenarnya dasar seseorang untuk memberikan pelayanan kepada gerejanya ada beberapa sebab :
- Adanya usaha pendidikan dari orang tua dengan selalu setiap minggu membawa anak-anaknya sejak kecil untuk mengikuti sekolah minggu.
- Adanya kesediaan orang tua untuk mendidik sendiri anak-anaknya agar lebih tertarik ke gereja dengan bercerita sewaktu perihal cerita-cerita Alkitab.
- Adanya kebiasaan keluarga berkumpul setiap sekali seminggu untuk melakukan kebaktian sendiri keluarga di rumah.
- Adanya kesediaan orang tua mengajari anak-anak dengan kebiasaan berdoa sebelum tidur dan sesudah bangun pagi dan setiap akan memulai makan.
- Adanya ajakan orang lain diluar keluarga untuk mengikuti acara-acara di gereja
- Adanya keinginan sendiri yang keluar dari hati yang paling dalam bahwa dia ingin berbuat sesuatu untuk gerejanya walaupun tidak ada dukungan atau dorongan dari orang tua.
- Adanya kata kata bijak yang di setir oleh Presiden Amerika John F. Kennedy dalam versi gereja.
“Jangan Tanya apa yang diberikan oleh gereja kepada-mu tetapi tanyakan pada dirimu apa yang dapat kamu berikan kepada gereja mu ? “
Usaha untuk membiasakan anak anak sejak kecil agar mencintai gerejanya adalah sesuatu tindakan yang bijak karena kalau sudah besar, maka dia besar akan menolak atau melawan, kalau sudah begitu siapa yang patut disalahkan? Disalahkan tidak ada gunanya, disesalkan juga sami mawon. Ibu penulis sewaktu penulis kecil selalu berpesan dengan berbahasa Batak Angkola sebagai berikut :“ hatiha menek do hayu I bisa di dung dung, muda dung gondang matipul do I “
Terjemahan bebas : kayu harus sejak kecil dibiasakan dilengkungkan sebab kalau sudah besar dilengkungkan pasti dia patah. Falsaafah ini cukup sederhana tetapi bermakna sangat dalam kalau kita mau menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Penutup
Kita kadang-kadang, sekali lagi kadang-kadang selalu menuntut hak (authority) kita kepada gereja agar dilayani lebih baik, cara marjamita yang harus sesuai dengan selera, harus didengar keluhan dan usul kita juga lupa akan kewajiban (responsibility) kita kepada gereja. Kewajiban kita bukan hanya datang marminggu, membayar iuran bulanan dan kewajiban-kewajiban lain tetapi lebih besar dari situ adalah harus memberikan yang terbaik kepada gereja karena pemilik gereja adalah Tuhan Jesus Kristus, Raja Gereja. Jangan lagi ada pemikiran bahwa nantilah sesudah pensiun saja akan aktif di gereja. Ya bagus apabila masih …………. Sempat. Masa tinggal sisa sisa hidup diberikan pada Raja Gereja. Apakah beliau nanti tidak marah ..? Udahlah muali saja sekarang mumpung masih sempat atau bisa ………………. Tidak sempat sama sekali.
Tuhan selalu memberikan kesempatan kepada kita, tinggal kita sekarang mau mempergunakannya kesempatan itu atau tidak, terserah kita saja kok…..
Than selalu bersama kita, Amin dan Horas.

(Penulis adalah K. Pohan Siahaan, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juli 2009)