Senin, 28 Februari 2011

RENUNGAN: FUNGSI YANG SEBENARNYA DARI BAIT ALLAH

(Matius 21 : 12-17)
(12) Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mengusir semua orang yang berjual beli di halaman Bait Allah. Ia membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedangan merparti (13) dan berkata kepada mereka: “Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.” (14) Maka datanglah orang-orang buta dan orang-orang timpang kepada-Nya dalam Bait Allah itu dan mereka disembuhkan-Nya. (15) Tetapi ketika imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat melihat mujizat-mujizat yang dibuat-Nya itu dan anak-anak yang berseru dalam Bait Allah: “Hosana bagi Anak Daud!”, hati mereka sangat jengkel, (16) lalu mereka berkata kepada-Nya: “Engkau dengar apa yang dikatakan anak-anak ini?” Kata Yesus kepada mereka: “Aku dengar; belum pernahkah kamu baca: Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu Engkau telah menyediakan puji-pujian?” (17) Lalu Ia meninggalkan mereka dan pergi ke luar kota ke Betania dan bermalam di situ.

Saudaraku yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus!
Panggilan untuk mengembalikan suatu tempat, jabatan atau pekerjaan pada fungsi yang sebenarnya adalah tugas yang tidak gampang untuk dilakukan dan tidak bisa ditawar-tawar. Di satu pihak, terjadinya pergeseran fungsi yang sebenarnya dari suatu tempat, jabatan atau pekerjaan disebabkan adanya pemahaman yang keliru tentang keberadaan dan fungsi suatu tempat, jabatan atau pekerjaan sehingga mengakibatkan tindakan pelewengan dan penyalahgunaan. Di pihak lain, pergeseran terjadi disebabkan adanya kepentingan suatu kelompok atau golongan yang lebih atau hanya mementingkan kepentingan diri sendiri di atas kepentingan orang banyak. Hal ini dapat kita saksikan dengan jelas dan nyata di negeri kita ini. Sejak terjadinya pergeseran pemerintahan di negeri kita pada tahun 1998 yang lalu (setelah lengsernya pemerintahan Orde Baru) hingga pada saat ini, seluruh elemen masyarakat negeri kita berjuang dan berusaha keras untuk mengembalikan semua lembaga dan perangkat pemerintahan di negeri ini pada fungsi yang sebenarnya. Namun, upaya-upaya yang dilakukan yang telah menelan korban jiwa dan kerugian yang tidak terhitung untuk mengembalikan semua lembaga dan perangkat pemerintahan negeri ini pada fungsi yang sebenarnya, tidak berjalan dengan baik dan lancar. Tantangan dan hambatan pada umumnya datang dari kelompok-kelompok status quo yang tidak menghendaki semua lembaga dan perangkat pemerintahan negeri ini berjalan dengan baik dan benar sesuai dengan fungsinya.
Pergeseran suatu tempat, jabatan atau pekerjaan dari fungsi yang sebenarnya bukanlah hal yang terjadi secara tidak disengaja, melainkan secara disengaja. Pergeseran itu tentu dilakukan oleh orang-orang yang hendak mencari keuntungan bagi diri sendiri. Demikian halnya dengan pergeseran fungsi Bait Allah di Yerusalem pada zaman Yesus, sehingga Yesus menyucikan Bait Allah dan mengembalikannya pada fungsi yang sebenarnya. Peristiwa itu terjadi setelah Yesus tiba di Yerusalem. Ketika Yesus masuk ke dalam Bait Allah, Yesus melihat orang-orang yang berjual beli, para penukar uang dan pedagang merpati di halaman Bait Allah. Yesus sangat terkejut dan marah melihat keadaan itu. Halaman itu seharusnya menjadi tempat yang tenang bagi orang-orang asing yang percaya kepada Allah. Menurut peraturan agama Yahudi, orang-orang asing yang menjadi percaya kepada Allah hanya bisa berada di halaman itu, mereka tidak bisa masuk ke halaman-halaman lain. Bagi Yesus, suasana jual-beli itu telah mengganggu kelangsungan peribadahan orang-orang asing yang ditentukan beribadah di halaman itu.
Di samping itu, para penjual dan penukar uang berlaku tidak jujur. Ada peraturan yang mengatakan bahwa pajak Bait Allah harus dibayar dengan mata uang khusus yang dibuat dari perak. Pada zaman itu mata uang Romawi dipakai di negeri Israel. Namun, sebelum orang-orang membayar pajak Bait Allah, mata uang Romawi itu harus ditukar terlebih dahulu, dan Yesus melihat bahwa para penukar menipu dan sangat curang terhadap para pengunjung yang datang beribadah ke Bait Allah. Demikian juga, setiap orang yang datang ke Bait Allah hendak mempersembahkan merparti dan hewan-hewan lainnya sebagai korban ucapan syukur kepada Allah dan sebagai korban permohonan pengampunan dosa mereka kepada Allah. Tetapi jika mereka membawa merpati atau hewannya sendiri, maka besar kemungkinan para imam di Bait Allah akan menolak merpati atau hewan itu karena dianggap haram. Oleh karena itu, orang-orang yang datang harus membeli merpati atau hewan lainnya yang telah disediakan di halama Bait Allah itu, dan Yesus melihat bahwa harga yang ditetapkan para penjual terlampau tinggi. Pendek kata, para imam di Bait Allah pada masa itu telah menggunakan agama secara nyata sebagai sarana untuk memperoleh keuntungan bagi diri mereka sendiri.
Jemaat Tuhan Yesus Kristus,
Melihat keadaan itu, Yesus sangat marah sekali. Oleh karena itu, Dia mengusir semua orang yang berjual beli di halaman Bait Allah itu. Dia menjungkirbalikkan meja-meja para penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati, dan berkata kepada mereka, “Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun”(ayat 13). Mengapa Yesus berbuat demikian? Apakah Dia berpikir bahwa dengan menjungkirbalikkan meja-meja para penukar uang dan bangku-bangku para pedagang merpati dan hewan-hewan, Dia akan menghentikan perdagangan yang tidak adil atau tidak jujur di Bait Allah itu? Pastilah tidak. Yesus tahu bahwa orang-orang itu akan kembali melanjutkan perdagangannya. Mungkin pada esok harinya, mereka akan lebih berhati-hati supaya terhindar dari gangguan, tetapi kebiasaan-kebiasaan mereka tetap sama.
Apa yang mendorong Yesus sehingga Dia bertindak menyucikan Bait Allah? Yesus hendak memperlihatkan bahwa Bait Allah itu, menurut kehendak Allah, harus digunakan sebagai RUMAH DOA. Tindakan Yesus menyucikan Bait Allah bukanlah tindakan sensasional atau mencari masalah terhadap imam-imam dan ahli-ahli Taurat. Tindakan Yesus itu seturut dengan firman Allah yang disuarakan oleh nabi Yesaya, “mereka akan Kubawa ke gunung-Ku yang kudus dan akan Kuberi kesukaan di rumah doa-Ku. Aku akan berkenan kepada korban-korban sembelihan mereka yang dipersembahkan di atas mezbah-Ku, sebab rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa” (Yesaya 56:7). Ini berarti bahwa umat Israel dipanggil untuk beribadah di Bait Allah, bukan untuk berdagang. Tindakan Yesus juga mengingatkan mereka dengan nubuatan nabi Maleakhi, “... Dengan mendadak Tuhan yang kamu cari itu akan masuk ke bait-Nya! ... Ia seperti api tukang pemurni logam dan seperti sabun tukang penatu ... Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka seperti emas dan seperti perak, supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN” (3:1-3). Singkatnya, penyucian Bait Allah yang dilakukan oleh Yesus adalah bagian dari panggilan-Nya di dunia ini, dan kesucian yang dituntut oleh Allah atas umat-Nya sangat berbeda dengan kesucian yang dimengerti oleh para imam dan ahli-ahli Taurat pada zaman itu.
Saudara-Saudara yang terkasih,
Pada hakikatnya, tindakan penyucian Bait Allah yang dilakukan Yesus bertujuan untuk mengembalikan Bait Allah pada fungsi yang sebenarnya. Tindakan itu tidak hanya berimplikasi bagi umat Allah pada masa itu, tetapi juga bagi kita pada masa kini. Bait Allah adalah tempat bagi setiap orang untuk bersekutu dengan Allah, memuji dan menyembah Allah secara benar, tempat untuk mengenal lebih jelas tentang kehendak dan hakikat Allah. Bait Allah adalah rumah doa, tempat bagi setiap orang untuk menyampaikan segala permohonannya kepada Allah, dan tempat untuk mengetahui kehendak Allah bagi kehidupan umat-Nya. Ini berarti bahwa setiap orang yang datang ke Bait Allah harus benar-benar memiliki motivasi untuk bersekutu, memuji dan memuliakan Allah, menyampaikan segala permohonannya kepada Allah dan berusaha memahami kehendak dan maksud Allah dalam kehidupannya. Setiap orang yang memiliki motivasi yang demikian (baik imam-imam yang bertugas di Bait Allah maupun orang-orang yang datang beribadah) tidak akan menyalahgunakan fungsi Bait Allah bagi dirinya sendiri atau bagi orang lain. Bahkan setiap orang yang memiliki motivasi yang demikian tidak akan membiarkan terjadinya penyimpangan terhadap fungsi Bait Allah itu sendiri.
Pada masa kini, gereja-gereja di berbagai tempat pastilah tidak menyediakan tempat bagi orang-orang yang berjual beli sama seperti di Bait Allah di Yerusalem pada zaman Yesus. Namun demikian, tidak berarti bahwa di gereja-gereja pada masa kini tidak terjadi penyimpangan fungsi dari Bait Allah. Penyimpangan fungsi Bait Allah atau Gereja pada masa kini dapat terjadi jika orang-orang yang datang ke Gereja bertujuan untuk dipuji dan dihormati oleh orang lain, atau hanya mengikuti kegiatan-kegiatan seremonial semata tetapi tidak mengalami pertobatan dalam hidupnya, atau bertujuan untuk mendapat keuntungan-keuntungan bagi diri sendiri dalam setiap pelayanan di gereja. Hal-hal itu tentu bertentangan dengan maksud dan tujuan penyucian Bait Allah yang dilakukan oleh Yesus. Bahkan rasul Paulus dengan tegas mengatakan, “... demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati” (Roma 12:1). Oleh karena itu, sebagaimana Yesus telah melakukan penyucian Bait Allah, demikian juga kita yang adalah pengikut-pengikut Kristus, bahwa kita memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menjaga kesucian Bait Allah. Tugas menjaga dan memelihara kesucian Bait Allah haruslah tampak pada motivasi dan tindakan kita pribadi lepas pribadi dalam hubungan kita yang benar dengan Allah, dan juga kegiatan-kegiatan pelayanan jemaat harus bertujuan untuk membangunan persekutuan dengan Allah dan memiliki hubungan yang benar dengan Allah.
Saudara-Saudara yang terkasih,
Tindakan penyucian Bait Allah yang dilakukan oleh Yesus tidak hanya mengusir semua orang yang melakukan transaksi perdagangan untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga menyatakan perbuatan kasih Allah yakni menyembuhkan orang-orang buta dan orang-orang timpang yang berada di pelataran Bait Allah. Mereka adalah orang-orang yang duduk minta sedekah dari orang-orang yang masuk ke Bait Allah. Menurut peraturan agama Yahudi pada zaman itu, orang-orang cacat tidak boleh masuk ke Bait Allah, karena kesucian Bait Allah tercemar oleh kehadiran orang-orang seperti mereka. Tetapi, Yesus tidak mengindahkan peraturan itu. Bagi Yesus, kesucian yang dituntut oleh Allah berhubungan dengan pengharapan orang-orang cacat, orang-orang hina dan yang tidak diperhitungkan oleh imam-imam dan ahli-ahli Taurat pada masa itu. Jika Bait Allah itu sesungguhnya bersifat suci, maka di tempat tersebut orang-orang yang mempunyai kebutuhan dan pengharapan harus diterima dan disambut. Tindakan penyembuhan yang diperbuat oleh Yesus terhadap orang-orang buta dan orang-orang timpang di Bait Allah telah memberikan pengharapan baru bagi mereka untuk menjalani kehidupan mereka. Namun, sangat disayangkan, penyembuhan yang dilakukan Yesus kepada mereka yang dianggap “mencemarkan” Bait Allah, tidak disambut dengan penuh sukacita oleh imam-imam dan ahli-ahli Taurat, melainkan sebaliknya mreka sangat jengkel. Para imam dan ahli-ahli Taurat sangat jengkel karena Yesus telah menyatakan fungsi kesucian dari Bait Allah itu sendiri.
Saudara-saudara yang terkasih,
Di samping, mengembalikan fungsi Bait Allah sebagai rumah doa (tempat bersekutu antara umat dengan Allah) dan sebagai tempat untuk memperoleh semangat dan pengharapan baru bagi umat untuk menjalani kehidupan, maka tindakan penyucian yang diperbuat oleh Yesus berkenaan juga dengan hidup yang bersukacita dan berbahagia yang dituntut oleh Allah bagi setiap orang yang datang ke Bait-Nya. Ketika Yesus menyucikan Bait Allah itu dan melakukan penyembuhan terhadap orang-orang yang sakit yang berada di pelataran Bait Allah itu, anak-anak yang berada di Bait Allah berseru, “Hosana bagi Anak Daud” (ay. 15). Seruan anak-anak itu menjadi bukti dari kesucian Bait Allah. Namun, sekali lagi, hati imam-imam dan ahli-ahli Taurat sangat jengkel mendengar seruan anak-anak itu. Terhadap sikap hati yang sangat jengkel dari imam-imam dan ahli-ahli Taurat, Yesus mengutip satu ayat dari Mazmur 8:3 yang mengatakan, “Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu Engkau telah menyediakan puji-pujian.” Ini menunjukkan bahwa kesucian Bait Allah (Gereja) telah membawa setiap orang untuk mengalami hubungan yang benar dengan Allah, memberikan pengharapan baru dalam kehidupan dengan sesama manusia, dan memperlihatkan hidup yang penuh sukacita dalam kehidupannya. Tidak ada respons lain yang memungkinkan. Ini berarti bahwa jika anggota jemaat sungguh-sungguh hidup dalam kesucian, maka hidup yang penuh sukacita dan kebahagiaan harus menjadi ciri atau sifat setiap anggota jemaat Tuhan.

Saudara-saudara yang dikasih Tuhan Yesus Kristus,
DOA, PENGHARAPAN dan SUKACITA merupaakn implikasi-implikasi kesucian yang dituntut oleh Allah dari Gereja-Nya. Marilah kita semua berusaha agar ketiga sifat itu selalu terdapat dalam jemaat kita. Tuhan memberkati kita. Amin.

(Penulis adalah Pdt. Elisa Tambunan, M.Th., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Februari 2011)

ARTIKEL: HUMOR

Hadiah Tahun Baru
Pada saat tahun baru, seorang cucu yang sayang dan perhatian kepada neneknya berkunjung menemuinya...
Cucu : "Nek, apa kabar?"
Nenek : "Baik cu... kamu bawa oleh-oleh apa?"
Cucu : "Ini nek, aku bawa kalender tahun ini."
Nenek : "Aduuh cu, kamu kok baik amat... enggak usah repot-repot cu, wong tahun kemaren kalendernya juga masih bagus kok..."
Cucu : "????"

Komitmen Tahun Baru
Tahun 2009: Aku berkomitmen untuk selalu bangun pagi pukul 05.00 lalu bersaat teduh.
Tahun 2010: Karena aku tidak bisa menjalankan komitmenku pada tahun 2009, maka tahun 2010 ini aku akan menjalankannya.
Tahun 2011: Aku mempertimbangkan kembali komitmenku tahun 2008.

Pembangunan Indonesia
Suatu hari, berkumpullah para duta wisata dari berbagai negara untuk mempresentasikan tujuh bangunan keajaiban dunia dalam kategori bangunan tercepat.
Mesir: Dahulu bangsa kami membangun sebuah piramida yang megah selama 50 tahun.
Cina: Wah, kalah donk .... Kalau bangsa Cina membangun Tembok Cina dalam waktu 10 tahun.
India: Nehi ... nehi ... nehi ..., kalian semua masih kalah. Kami bangun Tajmahal dalam waktu 5 tahun.
Belanda: Nei, kalian kalah semua, kami bangun damp cukup sebulan.
Indonesia: Bah ..., semua kelamaan! Bangsa kami bangun seribu candi Prambanan hanya dalam waktu semalam.

Kiper Hebat
Ketika seorang pria sedang berjalan di sudut kota Manchester, dia mendengar seorang wanita berteriak disertai asap yang membumbung dari arah teriakan wanita tersebut. Dia berlari menuju ke bangunan itu dan melihat banyak orang mengerumuni pemandangan yang mencekam.
Di pinggir jendela dari bangunan tingkat sepuluh yang terbakar, terlihat seorang wanita dengan sebuah guci antik di tangannya. Ia berteriak minta tolong.
Pria itu berteriak, "Cepat turun pakai tangga darurat!"
Wanita itu membalas, "Aku tidak bisa meninggalkan guci antik peninggalan nenek buyutku ini!"
Pria itu berteriak lagi, "Lempar gucimu ke bawah, aku akan menangkapnya!"
Jawab si wanita, "Tidak! Tidak! Guci ini nanti bisa pecah!"
Pria ini berkata, "Bu! Aku penjaga gawang Inggris! Aku tidak pernah kebobolan! Aku belum pernah gagal menangkap apa pun!"
Kemudian pria itu menunjukkan gayanya menangkap bola, membuat semua orang kagum.
Setelah berpikir dengan cepat, sang wanita berkata, "Ok! Aku percaya kamu! Ini, tangkap!"
Maka si wanita melemparkan guci antiknya ke arah pria itu. Sang pria dengan sigap menangkap guci itu dengan tangan kanannya. Kemudian diletakkannya guci itu di atas tanah, lalu dia mundur ke belakang sejauh 2 meter. Pelan tapi pasti, dia berlari ke arah guci itu, dan... menendangnya sejauh 60 meter!

(Humor ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Januari 2011)

Selasa, 22 Februari 2011

ARTIKEL: TREND GOTHIC BAGI ANAK TUHAN: YES OR NO?

Permulaan Gothic
Gothic pada awalnya adalah sebutan untuk orang-orang Goth. Orang Goth ini merupakan kumpulan orang yang tinggal di Eropa Utara dan pada jaman kekaisaran Roma pada abad ke-2, lalu mereka menduduki daerah Jerman, Spanyol, dan Italia. Bangsa Goth menjadi ejekan bagi bangsa Barbar Utara, dan pada abad ke-16 julukan Gothic diberikan pada sebuah gaya Arsitektur dan gaya artistik yang ada pada jaman pertengahan.
Gaya Gothic Architecture ini menjadi sebuah idealisme pada abad ke-18 dan ke-19, bersama Romanticism, memulai munculnya kebangkitan gaya Gothic, dimulai dari Britania, pada akhirnya gaya ini menyebar sampai ke Amerika tengah dan Eropa Continental.
Para pekerja di ke-susastraan akhirnya menyelidiki latar belakang lahirnya gaya Gothic ini, pada akhirnya menghasilkan cerita fiksi Gothic. Akhirnya pada tahun 1980-an, melalui penyelidikan itu, melahirkan kebudayaan Gothic, gaya musik Gothic, gaya (fashion) Gothic, event, dan lainnya. Dari sejarah diatas, dapat kita gambarkan bahwa budaya Gothic itu sendiri berawal dari sisi diskriminasi, yang berbau kegelapan, kemuraman, dan pengkotak-kotakan. Yang berarti seperti membentuk komunitas baru yang merasa tidak sejalan dan tidak se-filosofi dengan komunitas yang lebih besar atau umum.
Ada yang mengatakan kalau gaya Gothic ini merupakan gaya pengikut setan, namun sejauh ini belum ada fakta konkrit, yang penulis tahu, tentang itu. Mungkin gaya Gothic ini hanyalah sebagai alat yang dipakai oleh sebagian orang untuk menyampaikan filosofinya (yang berbau tentang ajaran setan) melalui musik, fashion, dan lainnya.

Karakteristik gaya (fashion Gothic)
Menurut para ahli karakteristik gaya (fashion) Gothic :
• Simon Reynolds : muka yang pucat, rambut hitam, baju yang berkerut, tapi stovepipe (topi yang biasa digunakan pesulap), jaket kulit, aksesoris pakaian, perhiasan mistis (tulang, tengkorak, dll) rata terbuat dari perak.
• Ted Polhemus : bunga beludru hitam, jaket berwarna merah tua atau ungu, aksosoris dengan tali ketat, sarung tangan, dan perhiasan mistis.
• Maxim Furek : Goth merupakan pemberontakan terhadap gaya dandanan yang rapi pada era disco tahun 1970-an, dan perlawanan terhadap warna pastel dan extravagance pada tahun 1980-an. Rambut hitam, dandanan yang gelap, dan kelihatan pucat adalah gambaran dasar dari gaya fashion Gothic. Sepintas gaya Gothic ini dilihat dari dandanannya akan terlihat sebagai gaya Victorian modern.
Gaya Gothic juga mengalami perkembangan. Gaya Gothic yang sekarang tidak se-ekstrim gaya Gothic awal yang sangat menyolok. Tapi sudah ada sentuhan dari fashion lain. Sehingga lebih menarik di mata anak-anak muda. Gaya Gothic ini juga mempunyai kemiripan gaya dengan gaya fashion Heavy Metal.

Gaya Gothic Dimata Masyarakat
Anak muda cenderung melihat gaya Gothic ini sebagai sesuatu hal yang langka. Pandangan pertama melihat gaya Gothic sebagai gaya yang unik. Jika dia merasa pas dengan gaya itu, dia pasti tertarik dengan gaya itu, yang bisa menampung keinginannya dalam berbusana. Jadi dia lambat laun akan mencoba melihat, mencari tahu, dan pada akhirnya menggunakan gaya itu. Pandangan lainnya, melihat gaya Gothic sebagai hal yang kurang penting, bahkan risih jika melihat gaya itu, apalagi untuk memakainya. Di mata masyarakat sendiri, sebagian besar masyarakat, sudah pasti antipati dengan gaya ini, karena secara fisik memang kelihatan seperti gaya preman dan biasanya menjaga jarak dengan mereka yang menggunakan gaya ini. Karena memang trend Gothic ini berasal dan marak di daerah Eropa dan Amerika, jadi budaya Gothic yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat Indonesia terlihat sedikit “memaksa”. Kelihatan tidak telalu cocok jika dipakai di Indonesia yang sifatnya lebih sopan, kekeluargaan, dan sederhana.

Saran Bagi Anak Tuhan Yang Menggunakan Trend Gothic
Dalam 1 Kor. 6 : 19 dikatakan : ”atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, - dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?”. Jadi sekarang apakah gaya Gothic itu merusak tubuh (secara fisik maupun pemikiran kita) yang sudah di berikan Tuhan kepada kita? Sudah memuliakan Allah atau belum? Tergantung dari motivasi orang itu yang menggunakan gaya tersebut. Seperti dibahas di atas, ada yang beranggapan bahwa gaya Gothic ini berbau pemujaan terhadap setan, nah kalau bisa kita menjaga sikap kita. Jangan sampai kita di cap sebagai pemuja setan, hanya karena kita menggunakan gaya Gothic. Dengan semakin berkembangnya gaya Gothic ini, mulai bermunculan ide-ide baru untuk menindik, menato, cat rambut, dan lainnya. Ini juga harus dihindari, lagi-lagi untuk menjaga tubuh yang Tuhan anugerahkan kepada kita
Sebenarnya penulis bukanlah seorang profesional atau ahli dalam dunia fashion, bahkan bisa dibilang cuek, tapi penulis akan mencoba melihat dari sisi lainnya. Menurut penulis masalah pemakaian trend Gothic dalam keseharian adalah masalah ”penting ga penting”. Akan terlihat berlebihan (atau bahasa anak jakarta-nya : lebeh :p) untuk berdandan atau merias diri dengan gaya Gothic kalau memang hanya untuk keluar rumah, berkumpul dengan teman-teman, nongkrong di warung. Beda ceritanya jika memang ada event khusus untuk pecinta gaya Gothic, mungkin sebagai apresiasi kita sebagai pecinta gaya Gothic, maka wajar kita menggunakan gaya tersebut. Nah, untuk penggunaan di dalam gereja? Penulis menyarankan yang simpel-simpel saja (ga ribet).
Terakhir, ”jadi trend Gothic-nya diikuti ga ya?” Ya tergantung anda. Sebaiknya bergaya atau berdandan yang wajar saja. ”Jadi ga usah nih?” Untuk menghargai, boleh-boleh saja. Karena jika melihat pendapat dari Maxim Furek diatas, itu menandakan, jika tidak ada gaya Gothic pada masa 1970-an yang lalu mungkin gaya kita sekarang masih menggunakan warna-warna terang atau pastel (alias : norak, kalau kata anak jakarta :p). Yang pasti, setiap apa yang kita lakukan, dalam hal ini tentang gaya berpakaian, tidak boleh merusak apa yang telah Tuhan berikan kepada kita.

(Penulis adalah Ridho Cristian Satdes Limbong, S.T., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Januari 2011)

Rabu, 02 Februari 2011

ARTIKEL: KEUANGAN DI GEREJA

Sering kita menjumpai beberapa pertanyaan dan pernyataan ketika berbicara tentang keuangan di gereja. Pertanyaan dan pernyataan itu antara lain: Siapa yang mengelola keuangan di gereja? Kemana uang gereja diperuntukkan? Darimana uang di gereja di dapatkan? Sehingga oleh pertanyaan dan pernyataan itu muncul berbagai macam pikiran dan pendapat. Ada yang mengatakan bahwa gereja tidak perlu terlalu memikirkan uang, sehingga ketika seorang pelayan (baca: pendeta) berbicara mengenai keuangan dituduh menjadi "mata duitan” dan ketika seorang petugas kebaktian menerima 'transport” dianggap tidak etis, Ada juga anggapan bahwa mengenai keuangan sepertinya tugas dan tanggung jawab dari majelis, sehingga kadangkala majelis mengganggap soal keluar masuk uang di gereja menjadi 'haknya', Ada pula gereja yang tidak mengikutsertakan pendetanya memikirkan soal keuangan, yang penting pendeta tersebut konsentrasi dan benar-benar memikirkan soal pelayanan yang menyangkut kerohanian saja.
Harus diakui, keuangan di gereja adalah pokok yang sangat sulit dan bukanlah merupakan pokok bahasan yang paling disukai di kalangan gereja dan orang Kristen, Namun keuangan di gareja juga merupakan salah satu pokok-pokok yang paling penting, Sebab keuangan juga merupakan soal pemberian, di mana salah satu pokok ajaran dari kekristenan adalah soal "memberi", Memang bisa saja memberi itu bukan hanya berkisar soal uang, bisa juga tenaga, pikiran waktu dan lain sebagainya. Tapi dalam hal ini kita mau berbicara secara khusus menyangkut keuangan.
Kita menghadapi kenyataan bahwa kita mempunyai krisis keuangan di gereja, dan kita seringkali juga menjadi korban kampanye curang organisasi-organisasi Kristen yang berusaha untuk mendapatkan uang Kristen kita. Sebagai seorang Kristen yang sudah bertahun-tahun terdaftar dalam sebuah keanggotaan gereja, mungkin anda salah seorang yang menjadi bulan-bulanan untuk dimintai sumbangan, Berbagai macam cara dan usaha pun sering kita lihat dan dengar dari orang-orang dan kalangan tertentu yang mungkin memakai nama kekristenan berbicara dan mengumpulkan uang. Mulai dari buku-buku, sovenir-souvenir, barang-barang yang dianggap suci, lambang-lambang kekristenan, lagu-lagu rohani dan banyak lagi, sering dijadikan alat dan sarana untuk mengumpulkan uang.
Bujuk rayu, bahkan manipulasi dan tipu muslihat-pun sadar tanpa sadar sudah terjadi di kalangan keagamaan atau barangkali gereja juga sudah ikut-ikutan? Dan kita bisa lihat sebagai perbandingan di negara kita, bahwa ternyata dari semua departemen yang ada di Indonesia, ternyata di departemen agama-lah yang paling banyak terjadi 'korupsi’, Kita juga perlu mengingat, bahwa salah satu persoalan munculnya aliran protestan pada zaman Reformasi Gereja adalah karena masalah uang.
Sebagai pendeta, saya pernah mendengar arahan-arahan, membaca buku-buku dan melihat kenyataan langsung bahwa banyak cara-cara ‘licik' yang menurut saya tidak sesuai dengan tuntutan alkitab untuk mendapatkan uang di gereja, Kambing hitam perkunjungan jemaat, potret-potret kemiskinan, berita-berita penginjilan, ucapan-ucapan selamat, sering dijadikan topeng untuk meraup keuangan. Bahkan belakangan ini, pendeta atau majelis pun menjadi sasaran penipuan uang, Dengan cara telepon gelap yang mengatakan ada yang mau menyumbang pembangunan gereja, tapi sebelum uang dicairkan, terlebih dahulu mentransfer uang sejumlah tertentu, Tapi uang sudah ditransfer, namun bantuan tak kunjung datang.
Tambahan lagi, ada gereja-gereja tertentu dan bahkan pelayan-pelayannya yang berpihak kepada orang-orang kaya, Sehingga di dalam gereja (meskipun tidak semua) sepertinya orang-orang kayalah yang menetapkan aturan-aturan di gereja. John Murray mengatakan, "Mungkin hanya sedikit kelemahan yang merusak ketulusan gereja bila dibandingkan dengan kelemahan lebih memihak orang-orang kaya, Gereja telah berkompromi dengan kejahatan-kejahatan orang-orang kaya itu, sebab takut kehilangan sumbangan mereka, Suara gereja telah dibungkam oleh karena menghormati orang-orang, dan disiplin teleh dikorbankan karena takluk kepada pengaruh keduniawian. Ada lagi gereja-gereja tertentu yang merasa persepuluhan sangatlah penting untuk menggerakkan anggota-anggota jemaatnya untuk memberikan sebagaimana mestinya. Walaupun persepuluhan itu tidak diajarakan dalam Perjanjian Baru, tambahan lagi zaman sekarang ini kekaburan akan jumlah persepuluhan membuat kebingungan yang besar. Sepersepuluh dari gaji pokok atau semua penghasilan? Penekanan persepuluhan itu sangat penting dirasakan gereja tersebut, sebab jika tidak demikian, mereka takut kas gereja menjadi minus. Melihat berbagai macam masalah-masalah yang nyata dan tidak nyata terjadi di kalangan orang Kristen pun gereja dewasa ini, perlu kita memperhatikan beberapa hal tentang uang di gereja, bagaimana memberi dan mengelola uang tersebut? Sehingga tidak lagi terjadi cara-cara yang kurang baik dan manipulasi masalah keuangan di gereja.

1. Rencana Dan Anggaran (Luk 14 : 28 - 30)
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa dalam setiap program dan rencana dalam suatu perkumpulan dan organisasi untuk melakukan suatu kegiatan, tidak terlepas dari anggaran dan biaya yang dibutuhkan. Itu sebabnya Yesus sendiri pun berkata bahwa dalam Lukas 14:28-30 tentang soal membuat anggaran biaya, supaya progam rencana dan pekerjaan itu dapat terealisasi dengan baik. Dalam gereja pun ini sangat diperlukan. Program dan rencana itu harus benar-benar dipertimbangkan dan dirancangkan sesuai dengan anggaran. Artinya, supaya program itu dapat terlaksana dengan baik, di samping tidak terjadi keragu-raguan dan ketakutan akan anggaran, Tambahan lagi, agar jangan ada istilah "melihat keadaan" atau "melihat apa yang terjadi" ("mamereng na tupa disi", kata orang Batak). Sering memang kita menghadapi kenyataan bahwa gereja atau pun kumpulan anggota jemaat sering membuat program dadakan, sehingga timbul berbagai macam persoalan. Penolakan program dan proposal oleh Majelis, kegiatan yang asal-asalan, dana yang tidak cukup, manipulasi anggaran, dan banyak lagi kejadian akibat dari program dadakan tersebut Secara khusus di gereja HKBP, sebagian besar sering terjadi "manipulasi dana" dalam proposal oleh beberapa kumpulan atau kategorial, Merasa anggaran biaya dan proposal yang diajukan hanya 50% yang akan disetujui oleh Majelis, anggota kategorial pun membuat 'proposal bayangan', Artinya, dana yang sebenarnya dibutuhkan hanya 5 juta, supaya dana tercapai, maka dibuat 'proposal bayangan'. Dibuatlah kebutuhan yang macam-macam, sehingga mencapai 10 juta, sehingga ketika proposal hanya disetujui 50%, tidak ada persoalan, karena memang dana sebenarnya yang dibutuhkan hanyalah 5 juta. Tambahan lagi, karena anggaran yang dibutuhkan cukup banyak karena adanya program dadakan, terjadilah kegiatan pengumpulan dana yang aneh-aneh. Lelang-lelang di gereja yang berbau penodongan (pemaksaan), bazar-bazar yang mengaburkan arti bazar, penjualan makanan oleh kaum ibu dan muda-mudi, kertas-kertas undangan dengan nilai-nilai tertentu, kupon-kupon dengan iming-iming door prize, kunjungan-kunjungan team kepada donateur-donateur, dan lain sebagainya. Memang benar, kita tidak membatasi kuasa Tuhan dan orang-orang atau anggota jemaat yang tergerak untuk memberikan dana atau uang secara dadakan kepada gereja, Namun perlu diingatkan, bahwa supaya tidak terjadi kesemberautan dan kekacauan bahkan tidak terlaksananya program, untuk itulah perlunya rencana program dan anggaran tersebut yang dapat dibuat secara terperinci sedikitnya sekali dalam setahun.

2. Diakonia
Berbicara mengenai Tri Tugas Panggilan Gereja (Koinonia, Marturia, Diakonia), memang tidak dapat dipungkiri bahwa diakonia sangat membutuhkan dana (uang) yang banyak, Sebab di satu sisi, pelayanan yang efektif adalah pelayanan yang menyentuh dan dapat dirasakan secara nyata dan langsung, Sebagai contoh, seorang pengkhotbah yang memberitakan Injil di kolong jembatan dengan berkhotbah secara menggebu-gebu dan luar biasa selama satu jam tidak begitu di dengar dan diperhatikan orang, Tetapi ketika pengkhotbah itu datang ke kolong jembatan dengan membawa beberapa bungkus nasi campur, orang akan datang berkerumun dan berebutan untuk mendapatkan nasi tersebut, Dan memang berbicara soal diakonia di gereja bukanlah berbicara soal keuntungan ataupun pemasukan untuk gereja. Tapi diakonia adalah benar-benar pelayanan dan kerugian bahkan pengeluaran bagi gereja, Untuk itulah perlu pengertian yang jelas bagi gereja dan anggota jemaatnya supaya bersama-sama memberikan perhatian dan bantuan bagi progam pelaksanaan diakonia di gereja.

3. Kerelaan Dan Sukacita Memberi, Bukan Paksaan (2 Kor 9 : 7)
Menyadari pentingnya dana (uang) di gereja, untuk itulah perlunya kesadaran yang sangat bagi anggota jemaat untuk memperhatikan dan memberikan bantuan, Namun hal yang harus dicamkan dan diingat, bahwa memberi bagi gereja hendaklah jangan karena paksaan atau pun bujukan-bujukan, Tapi biarlah pemberian itu didorong oleh keyakinan dan kerelaan bahwa apa yang dimiliki adalah berkat dari Tuhan. Dan berkat itu juga dipergunakan sebagai berkat bagi orang lain. Janganlah kiranya kita memberi supaya dikenal orang, supaya dipuji-puji, supaya dihormati, Tapi biarlah kita memberi oleh karena dorongan iman dan keyakinan sebagaimana pemahaman tentang berkat ; 1. General Grace (berkat umum = hujan, oksigen, matahari, dsb, yang diberikan kepada semua orang, yang baik dan yang jahat) 2. Special Grace (berkat spesial= yang diberikan bagi orang-orang tertentu), Mungkin kitalah orang tertentu itu, karena tidak semua orang punya uang banyak, tidak semua orang punya pekerjaan dan penghasilan yang baik. Untuk ituah kita perlu mengingat berkat spesial itu, dan mengembalikannya dengan kerelaan dan sukacita untuk pekerjaan dan kemuliaan Tuhan di dunia ini.

4. Kumpulkan Dan Sisihkan (1 Kor 16 :1 -2)
Tentang memberi uang ataupun yang lainnya untuk gereja, sering tanpa sadar kita memberikannya dari "sisa-sisa" yang kita miliki, Memang Tuhan tidak menginginkan kita memberikan semua yang kita miliki sehingga kita menjadi miskin dan tidak punya apa-apa lagi. Tapi Tuhan menginginkan, supaya kita benar-benar ‘menyisihkan’ apa yang kita miliki untuk pekerjaanNya melalui gerejaNya, bahkan dikatakan: berikaniah yang terbaik untuk kemuliaan Tuhan. Kita sering menganggap remeh bahkan lupa untuk mengumpulkan atau menyisihkan sebagian uang atau yang kita miliki untuk pelayanan kerajaan Tuhan. Kita lebih sering mementingkan kebutuhan pribadi kita, menyisihkan untuk kesenangan ataupun kebutuhan yang kadangkala tidak masuk akal, Ingatlah bahwa yang kita sisihkan itu bukanlah soal besar kecil atau sedikit dan banyaknya (5+2:5000=12, matematika Alkitab, 5 roti dan 2 ikan dimakan 5000 orang dan sisa 12 keranjang), Hal penting adalah bagaimana kita benar-benar mengingat dan menyisihkannya untuk persembahan kita bagi pelayanan dan pekerjaan di tengah-tengah gereja,

5. Bukan Hamba Uang (Ibrani 13 : 5)
Memang uang sangat dibutuhkan dalam pelayanan di gereja, Tapi uang bukanlah tujuan utama dari gereja. Artinya bukan setiap kegiatan yang dilakukan oleh gereja semata-mata bertujuan untuk mengumpulkan uang, Inilah mungkin yang sering kita lihat, bahwa dibalik kegiatan yang dilakukan gereja ada suatu maksud tersembunyi untuk menghasilkan dan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, Pesta-pesta dan kegiatan gereja yang kurang menghasilkan uang yang banyak sering dianggap tidak berhasil Panitia dituduh gagal ketika kegiatan yang dilakukannya tidak mencapai target yang telah ditentukan. Para pelayan merasa tidak diperhatikan ketika transport atau amplop ucapan syukur tidak di dapat dari suatu pelayanan, Bahkan tarif-tarif pembicara dan pengkhotbah pun muncul dimana-mana, Kita tidak boleh mengukur suatu keberhasilan pelayanan di tengah-tengah gereja dengan uang. Janganlah pengurus gereja merasa berhasil dalam pelayanan ketika mereka bisa mengumpulkan uang yang banyak atau saldo kas gereja berlimpah-limpah. Keberhasilan pelayanan gereja adalah dimana pekerjaan dan pelayanan di tengah-tengah gereja itu bisa dilakukan seefektif mungkin. Sebagaimana saya pernah mendengar dari rekan saya seorang pendeta di sebuah gereja berkata dengan bangga : "pelayanan saya dan majelis di gereja ini cukup luar biasa dan mendapat respon dari anggota jemaat, sehingga kami punya saldo kas gereja sampai Rp.150 juta", Namun saya melihat bahwa gereja mereka sepertinya mau roboh, anggota jemaatnya banyak yang putus sekolah karena tidak punya biaya, kegiatan yang ada di gereja tersebut hanya sebatas kegiatan rutinitas, sosial bagi jemaat yang sakit dan yang mengalami bencana atau kemalangan tidak berjalan, Di dalam hati saya tersenyum dan berkata : "Ini pendeta dan Majelis gimana, berarti mereka tidak bisa membuat program, berarti mereka tidak bekerja melakukan pelayanan", Untuk apa saldo banyak tapi kegiatan pelayanan tidak berjalan efektif dan maksimal Sebab gereja yang bergerak dan punya kegiatan pelayanan yang banyak membutuhkan dana yang banyak, bukan saldo yang banyak, Jadi gereja yang baik bukan di ukur dari banyaknya uang atau saldo kas gerejanya.

6. Kewajiban Memberi (Mat 17 : 24 ; 22:20)
Ada anggapan beberapa orang, bahwa soal memberi uang kepada gereja adalah tanggung jawab orang-orang tertentu, Sebagian pengurus gereja maupun majelis merasa tidak punya kewajiban untuk ikut ambil bagian dalam memberikan materi atau uangnya, sebab mereka merasa telah memberikan tenaga dan waktu mereka, Sehingga ketika ada kebutuhan dan keperluan dana di gereja sering nama-nama majelis tidak didaftarkan, Kita mungkin perlu mengingat kembali ceritera dimana Yesus dan murid-muridNya membayar bea untuk Bait Allah, Dia tidak berkata, bahwa Dia adalah Tuhan dan tidak perlu membayar atau memberikan bea ke Bait Allah, tapi justru Yesus memberikan tauladan kepada murid-muridNya dan juga kepada orang banyak bahwa penting memberikan bea kepada Bait Allah. Memberikan bea ke gereja adalah menjadi tanggung jawab semua anggota jemaat. Sebagaimana Yesus juga memperingatkan tentang membayar pajak, demikian juga kita diingatkan untuk membayarkan yang patut kepada gereja kita. Tidak terlepas dari anggota jemaat maupun penatua atau pengurus gereja, semua berkewajiban untuk membayarkannya.

7. Memberi Berkat Diberi Kelimpahan (Amsai 11:24)
Memberi kepada gereja bukanlah soai untung rugi, tapi benar-benar didorong oleh iman dan keyakinan bahwa apa yang kita dapatkan adalah dari berkat Allah yang berkelimpahan. Jadi tidak perlu takut, dan tidak perlu memikirkan untug rugi jikalau mau memberi ke gereja. Jangan kita memberi hanya karena ada maksud atau tujuan tertentu yang ingin kita dapatkan dari gereja. Tapi tidak salah jika kita memberi dengan keyakinan bahwa Tuhan akan memberikan berkat yang berkelimpahan. Ada pepatah orang Batak yang mengatakan ;"dibuang-buang ganda, diholit-holit mago" (ditabur semakin berkelimpahan, diirit semakin kekurangan), Sebagaimana Amsal 11:24 berkata bahwa ada yang menyebar harta tetapi bertambah kaya, namun ada yang menghemat secara luar biasa tapi selalu kekurangan.

8. Apa Yang Kamu Tabur Dan Kamu Beri (Luk 6 : 38)
Sebagaimana keyakinan memberi akan diberi berkat kelimpahan, demikian pula Yesus berbieara soal apa yang kita tabur dan ukurkan, demikian juga yang kita tuai dan peroleh, Ketika kita mengirit memberi kepada Tuhan melalui gereja, maka Tuhan juga akan mengirit memberikan berkatNya kepada kita.

9. Memberi Adalah Pengorbanan (Mark 12 : 41 - 44)
Memang sangat sukar berbicara tentang hal memberi, walaupun ajaran kekristenan mengatakan adalah lebih baik memberi daripada menerima, Namun banyak orang merasa rugi memberikan apa yang dimilikinya, ia merasa sudah capek berusaha dan bekerja, maka adalah wajar kalau dia sendiri menikmati hasil jerih-payahnya, Memberi adalah pengorbanan, sebab apa yang kita miliki dan mungkin juga yang kita butuhkan harus kita korbankan untuk orang lain, Sebagaimana seorang janda yang memberi sedikit dari kekurangannya, daripada orang kaya yang memberi banyak dari kelimpahannya (Mark 12:41-44), Yesus memperingatkan bahwa janda itulah yang mengorbankan banyak, la mengorbankan semua yang ada padanya, bahkan seluruh nafkahnya. Itulah prinsip memberi, bahwa memberi haruslah dengan pengorbanan yang besar.

10. Setia Dalam Segala Perkara (Luk 16 : 10)
Ada beberapa pemahaman yang mengatakan bahwa memberi uang kepada gereja adalah hanya menjadi tanggung jawab orang-orang yang mempunyai duit yang banyak saja. Sehingga orang yang tidak mempunyai duit yang banyak merasa tidak perlu dan bahkan pura-pura tidak perduli untuk memberikan uangnya yang sedikit itu, Tambahan lagi, gereja juga ikut-ikutan, membuat daftar-daftar penyumbang atau pengumpul dana hanya sebatas orang-orang tertentu, Untuk itulah perlu diingatkan, bahwa memberi ke gereja bukanlah hanya tanggung jawab orang tertentu atau kelompok berduit saja, sebab kalau yang sedikit saja tidak kita hiraukan, tentu Allah tidak akan memberikan yang banyak, Sama halnya dengan pengelolaan keuangan di gereja, uang gereja yang sedikit itu kalau tidak kita kelola dengan baik, bagaimana dengan uang gereja yang banyak? Dan ini juga sering dijumpai dalam gereja, ada anggota jemaat yang malas memberi sumbangan atau bantuan, karena merasa pengurus gereja tidak mempergunakan pemberian itu dengan baik dan benar.
Dari pernyataan-pernyataan di atas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa memang sudah saatnya kita peka terhadap soal keuangan di gereja, Bagaimana memberikan dan mengelolanya dengan baik dan benar. Hendaklah gereja tidak terpengaruh oleh trik-trik atau topeng-topeng yang menghalalkan segala cara untuk mengumpulkan uang di gereja, Dan sebaliknya, kita semua juga disadarkan bahwa dana (uang) memang sangat dibutuhkan sebagai dukungan dalam berbagai pelayanan di tengah-tengah gereja, sehingga kita benar-benar merasa bertanggung jawab, rela dan penuh sukacita memberikannya untuk pelayanan melalui gerejanya. Keterbukaan atau transparansi juga dibutuhkan dalam hal keuangan di gereja, karena dengan demikian kita semua bisa mengetahui kebutuhan gereja kita, Di samping itu, transparansi tersebut menghindarkan kita dari cara-cara dan pengelolaan yang mungkin kurang jujur. Keuangan di gereja bukanlah menjadi tanggung jawab dan untuk kepentingan orang-orang tertentu saja, tapi juga menjadi tanggung jawab kita bersama dan untuk kepentingan bersama.

(Penulis adalah Pdt. Mangara Rinaldo Situmorang, S.Th., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2005)