Senin, 22 Agustus 2011

ARTIKEL: BERAGAM PERMAINAN PADA HUT KEMERDEKAAN RI

Pendahuluan
Selaku calon singer seperti biasa saya hadir di saat latihan. Akan tetapi, latihan yang hanya dihadiri oleh saya sendiri menjadi pertemuan yang memanggil saya untuk menulis di edisi bulan ini. Mulanya pelatihan yang saya hadiri diubah menjadi sharing pengalaman masing-masing, terasa menarik pengalaman yang diutarakan oleh kakak pelatih (juga salah satu pengurus Team Buletin Narhasem). Saya pun mengusulkan untuk menyusun pengalaman tersebut menjadi sebuah buku dan di-iyakan. Akan tetapi mengenai keterbatasan waktu luang yang dimiliki menjadikan ia sedikit terpikir panjang mengenai usul saya. Spontan saya langsung mengajukan diri untuk membantu. Akhirnya, saya pun disarankan untuk menulis pada edisi ini, begitu mendengar judulnya, hati saya ragu untuk menerima. Apalagi, pengalaman menulis yang sama sekali tidak pernah disorot membuat saya minder. Tapi, tidak ada salahnya untuk mencoba, mumpung ditawarkan dan setelah dipikir-pikir judul ini tidak terlalu sulit dan semoga bermanfaat bagi jemaat gereja. Aneka Permainan dalam aneka Kesempatan
Jelas, setiap dirayakan HUT Kemerdekaan RI, tidak tertingal acara – acara meriah yang senantiasa memberikan hiburan, menumbuhkan sportifitas, serta mempererat persatuan Anak Bangsa. Seperti:

1. Lomba Makan Kerupuk
Lomba makan kerupuk adalah, lomba yang memancing ketangkasan peserta, untuk menghabiskan kerupuk dalam ketentuan waktu yang diatur sedemikian rupa. Perlombaan ini memiliki cara unik dalam memainkannya, yakni: Kerupuk yang akan dijadikan alat lomba, harus diikat pada seutas tali, yang digantungkan pada bambu (atau semacamnya). Saat perlombaan berlangsung, tangan para peserta harus berada dibelakang pinggang. Agar mengantisipasi adanya kecurangan. Diperbolehkan memakan kerupuk adalah setelah diberikan aba – aba dari pemandu permainan, seperti suara pluit, hitungan ketiga, hentakan kata “MULAI” dsb.
Sedikit makna lomba memakan kerupuk yang didapatkan. Adalah rasa sportifitas yang menemani setiap peserta, dengan usaha total para pengikut lomba, juga terpancingnya semangat untuk “melewati tantangan” yang ada.

2. Lomba Membawa Kelereng Pada Sendok
Cara bermainnya yaitu membawa kelereng dengan sendok dimulut dipasang terbalik, gagangnya yang digigit sementara ujung sendok sebagai tempat untuk menyimpan kelereng. Biasanya ada jarak tertentu agar peserta jalan dan melewatinya. Para peserta harus berjalan dengan hati-hati dan kelereng tetap di dalam sendoknya. Agar kelereng tidak keluar, maka seluruh tubuh kita harus kompak, bekerja bersamaan, jagalah kesadaran agar kelereng tidak jatuh, tubuh harus mengikuti gerak dan kesadaran, biasanya pada tahap ini kita fokus pada satu hal saja dan mengabaikan yang lainnya. Apabila kita lengah melepas kesadaran yang kompak secara keseluruhan maka biasanya kelereng akan jatuh, dan tentunya kita akan kalah.

3. Lomba Tarik Tambang
Pertandingan yang melibatkan dua regu, dengan 5 atau lebih peserta. Dua regu bertanding dari dua sisi berlawanan dan semua peserta memegang erat sebuah tali tambang. Di tengah-tengah terdapat pembatas berupa garis. Masing-masing regu berupaya menarik tali tambang sekuat mungkin agar regu yang berlawanan melewati garis pembatas. Regu yang tertarik melewati garis pembatas dinyatakan kalah. Maka dari itu, dibutuhkan semangat kekompakan, untuk memperjuangkan kemenangan disetiap tangan regu.

4. Lomba Panjat Pinang
Lomba yang mungkin menjadi sorotan masyarakat dan jarang di jumpai. Yang memperlombakan, pohon pinang yang tinggi dan batangnya dilumuri pelumas disiapkan oleh panitia perlombaan. Di penghujung pohon tersebut, disiapkan berbagai hadiah menarik. Para peserta berlomba untuk mendapatkan hadiah-hadiah tersebut dengan cara memanjat batang pohon. Oleh karena batang pohon tersebut licin (karena telah diberi pelumas), para pemanjat batang pohon sering kali jatuh. Akal dan kerja sama para peserta untuk memanjat batang pohon inilah yang biasanya berhasil mengatasi licinnya batang pohon, dan menjadi atraksi menarik bagi para penonton. Yang penulis ketahui, sejarah panjat pinang, berasal dari zaman penjajahan Belanda dulu. Lomba panjat pinang diadakan oleh orang Belanda jika sedang mengadakan acara besar seperti hajatan, pernikahan, dan lain-lain. Yang mengikuti lomba ini adalah orang-orang pribumi. Hadiah yang diperebutkan biasanya bahan makanan seperti keju, gula, serta pakaian seperti kemeja, maklum karena dikalangan pribumi barang-barang seperti ini termasuk mewah. sementara orang pribumi bersusah payah untuk memperebutkan hadiah, para orang-orang Belanda menonton sambil tertawa. Tata cara permainan ini belum berubah sejak dulu.

5. Lomba Balap Karung
Balap karung merupakan salah satu lomba tradisional yang populer pada Hari Kemerdekaan Indonesia. Sejumlah peserta diwajibkan memasukkan bagian bawah badannya ke dalam karung kemudian berlomba sampai ke garis akhir. Meskipun sering mendapat kritikan karena dianggap memacu semangat persaingan yang tidak sehat dan sebagai kegiatan hura-hura, balap karung tetap banyak ditemui, seperti juga lomba panjat pinang, tarik tambang, dan makan kerupuk.Lomba balap karung juga diapresiasi oleh pendatang dari luar negeri dengan langsung terlibat dalam perlombaan ini.

6. Lomba Mencabuti Koin
Lomba ini sering kali terlihat di lingkungan sekolah. Lomba yang membutuhkan keberanian dalam melaksanakannya. Koin yang ditancapkan satu per satu pada buah pepaya mengkal (atau semacamnya) lalu dilumuri dengan oli ditambah lagi serbuk arang.
Para peserta lomba mengambil koin yang melekat erat menggunakan ujung bibir mereka. Tentunya, tangan peserta lomba pun harus ada di belakang pinggang, agar tidak terjadi kecurangan dan kerugian.

7. Lomba Joget Balon
Peranan lomba ini, biasanya selalu diadakan di akhir acara. Peserta memerlukan pasangan untuk melakukan lomba ini. Didasarkan karena lomba ini meletakkan balon di kening para pasangan lomba dan diapit. Saat tersetel musik yang disedaikan panitia lomba, para peserta diharuskan berjoget semeriah mungkin. Membutuhkan konsentrasi, keseimbangan dan kekompakan (3K), agar balon tetap bertahan dan tidak jatuh. Bila terjatuh akan mengalami kekalahan.

Pemuda Dan Remaja Gereja Dalam Memeriahkan HUT Kemerdekaan RI
Semenjak saya tinggal di sini, sudah dua kali perayaan HUT Kemerdekaan RI terlewat begitu saja. Pertama, saya disibukkan urusan sekolah yang juga menyambut dan memeriahkan. Selama dua hari. Selaku anggota OSIS baru, dengan tim saya, kami dipercayakan untuk menyusun acara, hal itu menyita waktu dan tenaga. Hingga akhirnya saya hanya dapat menikmati kepanitiaan saja. Kedua, saya tidak mengikutinya karena urusan dari gereja yang mengadakan Bible Camp Pelajar Sidi, tepat sehari sebelum Perayaan, yang membuat saya tidak dapat menolak untuk ikut, karena keluarga saya mengikutinya. Apa lagi, pilihan untuk tinggal, membuat saya seorang diri di rumah.
Yang ingin saya utarakan adalah bagaimana cara Jemaat Gereja, khususnya bagi pemuda dan remaja, mengaplikasikan HUT Kemerdekaan RI dalam lingkungan Gereja? Sepanjang waktu berlalu, belum pernah saya rasakan adanya acara yang aplikatif tersebut, berikut pengecualiannya, di Gereja ini. Atas saran seseorang, saya diminta untuk menulisnya di sini. Mungkin kendala utamanya adalah waktu, menurut saya. Tapi, tidak salah bukan, bila dicoba dan lagi akan meningkatkan rasa kebersamaan antar Jemaat Gereja. Dengan mengadakan lomba seperti lomba makan kerupuk, tarik tambang, balap karung dan lain-lain yang menumbuhkan tingkat kebersamaan dan uji sportifitas. Bila masih terlalu duniawi, tapat ditambahkan beberapa lomba yang berhubungan dengan Gereja.

Penutup
Tentu di setiap permainan/perlombaan ada cerita kalah dan menang. Saya pun pernah merasakannya. Hingga ada salah seorang teman saya yang berinisiatif. Mengikuti setiap lomba yang ada, dan selalu gagal. Akhirnya, ia menemukan lomba yang tepat, tepat untuk mempublikasikan talenta miliknya.
Pada kesimpulan akhir, setiap perlombaan yang ada bukan hanya bertujuan untuk memeriahkan dan menyambut HUT Kemerdekaan RI saja, melainkan memberi bibit positif bagi diri kita. Yang akan turut meneruskan semangat Bangsa, melalui muda-mudi seperti kita ini.

(Penulis adalah Melati Silitonga, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2010)

Sabtu, 20 Agustus 2011

ARTIKEL: SEKILAS URAIAN PENGGUNAAN SARANA DAN FASILITAS GEREJA SECARA TERORGANISIR DALAM PELAYANAN GEREJA

Tidak dapat dipungkiri, dalam pelayanan –termasuk pelayanan di gereja- tidak pernah lepas dari penggunaan sarana dan fasilitas gereja. Sebelum berbicara lebih jauh, perlu dipersepsikan dulu apa yang dimaksud sarana dan fasilitas gereja tersebut? Yang dimaksud sarana dan fasilitas gereja dalam tulisan ini adalah alat-alat yang dimiliki gereja baik berupa barang yang bersifat bergerak -seperti alat musik, meja, kursi, papan tulis, komputer, slide proyektor, buku, dan sebagainya- atau juga berupa barang yang tidak bergerak seperti ruangan/tempat pertemuan. Adanya sarana dan fasilitas yang memadai/mencukupi dalam pelayanan sedikit banyak pasti memiliki pengaruh terhadap efektifitas pelayanan tersebut. Hampir tidak mungkin gereja dapat memiliki tim musik yang handal kalau di gerejanya belum memiliki alat musik, juga tidak mungkin gereja dapat memberikan pencerdasan keilmuan dogma gereja/kristen secara maksimal jikalau tidak tersedia bahan bacaan yang disediakan bagi jemaatnya misal adanya perpustakaan gereja, buletin dan sebagainya. Namun perlu digarisbawahi bahwa pengaruh keberadaan sarana dan fasilitas dalam pelayanan gereja dapat memiliki pengaruh terhadap efektifitas pelayanan gereja adalah jikalau semua unsur/elemen gereja memanfaatkan sarana itu dengan sebaik-baiknya. Sebagus apapun sarana dan fasilitas gereja namun jikalau majelis atau jemaat tidak memanfaatkan fasilitas dan sarana tersebut dengan sebaik-baiknya maka keberadaan sarana dan fasilitas tersebut akan menjadi tidak memiliki pengaruh (hambar) dalam pelayanan gereja.
Bagaimana seharusnya sikap awal setiap majelis dan jemaat terhadap sarana dan fasilitas gereja? Tentunya diharapkan setiap majelis dan jemaat dapat menganggap sarana dan fasilitas tersebut adalah milik mereka secara bersama. Perasaan memiliki terhadap sarana dan fasilitas gereja diharapkan membuat majelis dan jemaat gereja secara bersama merawat dan mempergunakan sarana dan fasilitas tersebut secara maksimal. Perasaan memiliki bersama juga dapat diartikan penggunaan sarana dan failitas gereja tersebut dapat dilakukan secara terorganisir, dengan kata lain jangan sampai ada kediktatoran dalam penggunaan sarana dan fasilitas gereja. Kediktatoran dalam penggunaan sarana dan fasilitas gereja terjadi karena ada satu unsur atau elemen gereja yang merasa lebih berkepentingan, lebih penting kegiatan pelayanannya ataupun lebih berkuasa di gereja dibanding unsur atau elemen gereja yang lainnya, misal: punguan naposobulung merasa lebih penting daripada punguan sekolah minggu sehingga kalau punguan naposobulung hendak mempergunakan sarana dan fasilitas gereja yang seharusnya pada saat itu dipergunakan punguan sekolah minggu maka tanpa perlu permisi terhadap punguan sekolah minggu maka punguan sekolah minggu harus “minggir” (mengalah secara tidak sukarela). Jikalau suasana kediktatoran penggunaan sarana dan fasilitas gereja terus terjadi, maka tujuan adanya sarana dan fasilitas gereja yang dapat dijadikan pengaruh baik dalam pelayanan gereja, justru berbalik menjadi memiliki pengaruh buruk dalam pelayanan gereja. Jangan anggap remeh masalah ini, pengalaman menyatakan tidak sedikit majelis atau jemaat yang “sakit hati” karena merasa dizalimi dalam penggunaan sarana dan fasilitas gereja.
Sepengetahuan penulis, biasanya sarana dan fasilitas gereja yang tidak lain adalah aset gereja itu dikelola ada yang bersifat khusus maupun yang bersifat umum. Bersifat khusus artinya penggunaan sarana dan fasilitas gereja tersebut telah diserahkan sepenuhnya kepada unsur atau elemen tertentu, misal alat musik bisa diserahkan kepada misalnya kepada tim musik, bisa juga sekolah minggu, dan sebagainya. Namun bukan berarti unsur atau elemen gereja selain tim musik tidak dapat mempergunakan alat musik, sepanjang seijin yang diberi hak untuk menggunakan maka bisa saja unsur atau elemen gereja lain mempergunakan. Sedangkan bersifat umum adalah penggunaan sarana dan fasilitas gereja tersebut tidak diserahkan kepada elemen atau unsur gereja tertentu melainkan tetap dikelola oleh bagian perlengkapan umum gereja. Umumnya yang sering menimbulkan masalah adalah penggunaan sarana dan fasilitas gereja yang bersifat umum. Masalah timbul karena ada tumpang tindih atau tabrakan antar elemen atau unsur gereja dalam mempergunakan sarana dan fasilitas gereja tersebut. Penulis sendiri sewaktu masih terlibat dalam pelayanan naposo di HKBP Semper tidak sedikit mengalami kejadian tumpang tindih ini, misalnya ketika latihan untuk mempersiapkan natal, tidak sedikit naposo harus berbenturan dengan kegiatan sekolah minggu atau juga kegiatan rapat-rapat gereja. Kita tidak dapat membiarkan masalah ini terus terjadi, harus ada solusi untuk mencegah masalah ini terjadi. Diharapkan dengan solusi itu, maka keharmonisan internal gereja tetap dapat terjaga.
Bagaimana caranya mensiasati atau mengorganisir agar sarana dan fasilitas gereja dapat dimaanfatkan secara maksimal dan terorganisir (tidak tumpang tindih/bertabrakan penggunaannya)? Tentunya adalah adanya pengorganisasian dalam bentuk aturan yang dibuat untuk penggunaan sarana dan fasilitas gereja tersebut. Aturan ini dibuat bukan untuk penghias saja melainkan diterapkan, dihormati oleh setiap elemen dan unsur gereja tanpa memandang siapa dia, apakah majelis atau jemaat, orangtua atau bukan orangtua, dan sebagainya. Intinya, tak boleh ada yang merasa lebih berkuasa dibanding aturan yang telah disepakati tersebut. Lalu, siapa yang harus membuat aturan? Siapa saja yang menjadi unsur atau elemen gereja bisa membuat aturan tersebut yang penting disepakati oleh seluruh elemen dan unsur gereja, tapi menurut penulis yang tepat membuat aturan adalah bidang perlengkapan umum gereja karena bidang perlengkapan umum gereja bertanggungjawab terhadap pengorganisasian fasilitas dan sarana gereja.
Apa saja kira-kira isi aturan tersebut? Kembali lagi itu terserah masing-masing gereja, tapi jikalau penulis mengusulkan maka aturan itu harus mencakup sarana dan fasilitas gereja yang bersifat khusus dan umum. Untuk yang bersifat khusus, misalnya dibuat aturan bahwa setiap sarana dan fasilitas gereja harus dilaporkan keadaannya secara berkala kepada bidang perlengkapan umum gereja, juga diatur mengenai bagaimana pemeliharaan sarana dan fasilitas gereja yang bersifat khusus tersebut: apakah sepenuhnya menjadi tanggung jawab si pengguna alat atau juga menjadi tanggung jawab bidang perlengkapan gereja, dan sebagainya. Sedangkan yang bersifat umum, misalnya untuk penggunaan ruangan gereja dibuat aturan dan jadwal untuk penggunaan ruangan gereja.
Menurut Penulis, Di HKBP Semper seharusnya telah ada sejak dahulu karena keterbatasan ruangan gereja di HKBP Semper. Penulis tidak tahu apakah sekarang telah ada jadwal pemakaian ruangan gereja di HKBP Semper atau belum, namun setahu penulis di beberapa gereja HKBP lain telah ada yang menggunakan jadwal pemakaian ruangan gereja, bahkan jadwal pemakaian ruangan gereja termasuk waktunya tersebut dinyatakan juga dalam warta jemaat sehingga semua orang mengetahui dan terikat terhadap pemakaian ruangan gereja. Juga harus diatur bahwa pemakaian ruangan gereja harus sesuai dengan kepentingan gereja, dalam artian kegiatan pelayanan gereja harus lebih diutamakan, tidak boleh ruangan gereja dipakai untuk kegiatan pribadi majelis atau jemaat tertentu apalagi dipergunakan untuk kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan pelayanan dan misi gereja.
Selain aturan jadwal pemakaian ruangan gereja, harus diatur juga tanggungjawab penggunaan ruangan gereja, misal merapihkan kembali ruangan gereja yang dibersihkan. Tak jarang di HKBP Semper ada unsur atau elemen gereja yang menggunakan ruangan gereja tanpa merapihkannya, papan tulis atau whiteboard dibiarkan di ruangan gereja, kertas-kertas dibiarkan tergeletak di meja atau di kantung kursi, gelas-gelas kotor dan botol minuman dibiarkan saja dan sebagainya. Banyak dari kita berfikir nanti Koster gereja saja yang merapihkan atau membersihkan, cara berfikir seperti ini tidak benar, tidak mungkin tanggung jawab merapihkan sekaligus membersihkan dibebankan hanya kepada seorang Koster gereja. Sebagai jemaat Kristus, kita juga punya tanggungjawab memelihara gereja yang merupakan tempat kita beribadah kepada Tuhan. Tanggungjawab memelihara rumah Tuhan adalah tanggung jawab mulia karena kita melakukannya untuk Tuhan, bukan suatu pekerjaan hina sehingga kita merasa tidak pantas untuk melakukannya.
Demikian uraian singkat ini. Semoga penggunaan sarana dan fasilitas gereja kita lebih terorganisir dan tertib di hari ke depan. Amin.

(Penulis adalah Benny Manurung, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juli 2011)

Jumat, 05 Agustus 2011

RENUNGAN: BERJIWA DAN BERTUBUH SEHAT

“Setelah lewat sepuluh hari, ternyata perawakan mereka lebih baik dan mereka kelihatan lebih gemuk dari pada semua orang muda yang telah makan dari santapan raja.” (Daniel 1:15)

TIDAK ada keraguan bahwa keberadaan yang sehat secara jasmani (sebetulnya juga secara rohani) merupakan pemberian Allah yang patut kita syukuri dan kita jaga. Allah juga tentunya, menghendaki kita memiliki tubuh yang sehat dalam arti mampu bertahan menghadapi serangan aneka jenis penyakit dan sekaligus mampu melakukan aktivitas kita sebagaimana seharusnya. Mungkin yang jadi soal adalah justru tingkat keperdulian kita terhadap soal kesehatan ini, mulai dari pola hidup dan pola makan, sampai kepada upaya ekstra yang diperlukan semisal pemeriksaan kesehatan secara rutin atau rencana anggaran untuk tindakan pengobatan atau pencegahan datangnya penyakit.

Kesehatan adalah Kebutuhan Sampingan?
Persoalan tentang kesehatan baru muncul jika ada yang sakit. Sepanjang masih aman, dalam arti tidak ada keluhan terhadap penyakit, tidak akan terdengar persoalan tentang kesehatan. Selama tidak ada serangan penyakit atau selama dalam keluarga kita tidak ada yang tertimpa penyakit maka kita tidak perlu memusingkan soal kesehatan kita. Bagi kita yang tempat bekerjanya juga ikut memberikan jaminan kesehatan (memperhatikan kebutuhan pengobatan) di satu sisi tidak perlu mengkhawatirkan lagi tentang kesehatan. Lebih berat justru bagi kita yang tempat bekerjanya tidak memberikan santunan berobat. Hal itu baru dirasakan ketika penyakit atau petaka benar-benar datang.
Soal kesehatan lebih luas dari soal memikirkan dana kalau penyakit atau petaka tiba. Soal kesehatan adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebutuhan manusia secara utuh. Piramid lima kebutuhan manusia dari Maslow memang tidak mencantumkan kesehatan. Maslow hanya mencantumkan ‘kebutuhan fisik’ yang asosiasinya mungkin terhadap kebutuhan akan pangan. Namun demikian, senyatanya, kebutuhan akan keberadaan yang sehat adalah termasuk (entah tersirat entah tidak) pada bagian yang pokok.
Itulah juga yang kita yakini sebagai sikap kristiani. Yesus sendiri mengumpamakan diriNya sebagai tabib. Dalam pelayananNya kepada orang banyak Ia menyembuhkan banyak penyakit. Pemisahan penyakit fisik dan penyakit dosa tidak penting bagiNya. Yang terlebih penting adalah misi penyembuhan dan pemulihan umat manusia. Dengan demikian keberadaan yang sehat merupakan bagian dari misi kerajaan Allah yang telah dimulai oleh Yesus.

Manusia adalah Jiwa yang Bertubuh atau Tubuh yang Berjiwa
Semboyan Mensana in Corporesano, dari pengertian hurufiahnya seakan menekankan hubungan searah yaitu pengaruh dari keberadaan psikis terhadap keberadaan secara biologis. Pada kenyataannya kita melihat bahwa aspek psikis dan biologis dari manusia memiliki hubungan yang timbal balik. Dan, itulah juga yang hendak kita tekankan dalam pendekatan kita.
Manusia adalah makhluk yang utuh. Keselamatan dari Allah juga kita yakini, hendak membawa keselamatan yang utuh. Itulah sebabnya dewasa ini makin dikumandangkan pelayanan yang menyeluruh (Holistic Ministry) di mana termasuk di dalamnya pelayanan kesehatan (Healing Ministry). Kita masih mengingat bagaimana pada awal perkembangan kekristenan di tanah Batak para pekabar Injil juga memperhatikan pelayanan kesehatan dengan cara mengadakan pengobatan, mendirikan pos-pos pengobatan sampai dengan rumah sakit.
Orientasi hidup kekal tidak berarti menafikan kehidupan semasa masih di dunia. Orang percaya memandang hidup kekal sebagai tujuan utama dari kehidupannya pada masa kini. Dengan mengingat janji hidup kekal, orang percaya menata hidupnya pada masa ini sebagai kesempatan untuk memancarkan kehidupan yang telah dibaharui. Kehidupan yang telah dibaharui dengan semangat pemulihan ciptaan telah dimulai. Cara-cara hidup lama yang jauh dari rencana Allah harus ditinggalkan.
Sekarang adalah saatnya bagi orang percaya untuk menampakkan hidup yang telah diperlengkapi dengan semangat pemulihan dan penyembuhan. Orang percaya terpanggil untuk membawa kesembuhan bagi kerusakan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Kesembuhan yang dimaksud mencakup segala jenis penyakit dan kerusakan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Orang percaya ikut terpanggil untuk menghadirkan kembali suasana Taman Eden.

Menuju Kesembuhan Dunia
Panggilan untuk membawa kesembuhan kepada dunia ini juga menjadi tema besar dari Sidang gereja tingkat dunia beberapa tahun lalu yang diambil dari Wahyu 22:2: “…Untuk Menyembuhkan Bangsa-bangsa!” Dengan tema itu, gereja-gereja di seluruh dunia diserukan agar mengobarkan kembali semangat penyembuhan yang telah Yesus mulai pada pelayananNya di tengah-tengah orang banyak.
Masa heroik Yesus yang menyentuh hati sanubari masyarakat harus kita lanjutkan. Ketergerakan hati Yesus melihat orang yang timpang dan buta, keaktipan Yesus untuk keluar dari Bait Suci untuk menyusuri tepi pantai, menaiki perahu dan mendaki lereng bukit, dan kerelaan Yesus untuk bertamu ke rumah-rumah harus kembali bergema. Namun, makna terdalam dari keteladanan itu bukan perulangan sensasi mujizat penyembuhan yang mencengangkan banyak orang. Bukan menghadirkan kembali mujizat Yesus terhadap orang buta dan tuli, bukan mengulang kembali memberi makan ribuan orang dengan modal beberapa potong roti, juga, bukan memaksakan agar orang percaya berada di perahu atau di tepi pantai atau di lereng bukit.
Yang menjadi kata kunci adalah ketergerakan hati dan keperdulian. Bumi kita dipenuhi dengan rintihan dan keluhan anak manusia akan penyembuhan dan pemulihan. Bumi kita dihuni baik oleh orang-orang yang beruntung maupun juga orang-orang yang kurang beruntung. Terdapat sebagian orang-orang (dan bangsa-bangsa) yang memiliki keadaan yang lebih baik dalam arti berkelimpahan dari segi materi, teknologi, sumber daya, peradaban, dst. Sebaliknya terdapat pula orang-orang (dan bangsa-bangsa) yang kurang beruntung dalam arti tertinggal dari segi materi, ilmu pengetahuan dan teknologi, ketrampilan, sumber daya, dst.
Panggilan kepada bangsa-bangsa yang besar untuk melirik bangsa-bangsa yang membutuhkan uluran tangan. Panggilan kepada gereja-gereja yang besar untuk melirik gereja-gereja kecil dan lemah yang membutuhkan uluran tangan. Panggilan kepada warga jemaat yang lebih beruntung untuk menoleh kepada sesama warga jemaat yang sedang membutuhkan perhatian dan uluran tangan. Dan…panggilan kepada segenap orang percaya untuk menampakkan sikap hidup yang perduli dan tulus kepada sesama ciptaan tanpa pamrih.
Dengan semangat penyembuhan dunia, orang percaya akan selalu ikut secara aktip berbuat bagi dirinya maupun orang lain. Panggilan untuk penyembuhan dunia membuat orang percaya semakin kreatip untuk berbuat, dalam kaitan ini, mewujudkan dunia yang sehat yang dihuni oleh manusia yang sehat. Menyehatkan dunia adalah sebuah pekerjaan besar dan merupakan Mission Impossible bagi manusia tetapi telah dimulai oleh Yesus Sang Tabib yang Agung!

Gereja yang Mencanangkan Hidup Sehat
Di tingkat jemaat, kita memiliki unit pelayanan yang kita sebut Seksi Kesehatan (yang bersama-sama dengan Seksi Kemasyarakatan, Seksi Pendidikan, dan Seksi Diakoni Sosial berada dalam Dewan Diakonia). Sejauh ini yang pernah dilakukan adalah mengadakan pengobatan gratis. Meski kegiatan itu bersifat kuratip, kita tetap bersyukur juga. Kita tentunya dapat pula mengembangkan pelayanan di bidang ini dengan berbagai cara pula. Misalnya, tindakan yang bersifat preventip, mengadakan kegiatan gerak jalan massal atau membuat penyuluhan tentang pola hidup sehat atau tentang penyuluhan tentang gizi. Namun yang utama bukanlah: asalkan ada program, sudah cukuplah!
Kita hendak meraih sesuatu yang lebih dari sekadar membuat program di lingkungan Seksi Kesehatan. Kita, misalnya, ingin membuat pola hidup sehat sebagai bagian dari gaya hidup sebagaimana panggilan untuk ikut serta dalam pelayanan penyembuhan dunia merupakan bagian dari Misi Agung Sang Tabib!
Hidup yang sehat adalah anugerah Allah! Mari kita sambut dan pelihara!

(Penulis adalah Pdt. Maurixon Silitonga, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2010)