Selasa, 04 Agustus 2009

ARTIKEL: MEMAHAMI ALKITAB SECARA KONTEKSTUAL

Pengantar
Suatu prosedur penafsiran disebut baik apabila penafsir melihat semua detail dari terang keseluruhan konteks. Sebab itu seorang penafsir dituntut untuk dapat mengetahui di mana pokok pikiran dalam teks mulai dan bagaimana pola pikir ini berkembang. Bila tidak maka usaha penafsir tida ada artinya. Pengetahuan ini adalah kemampuan untuk mengidentifikasikan setiap bagian dari kitab dan bagaimana setiap alinea dalam bagian dari kitab dan bagimana setiap alinea dalam bagian mendukung argumentasi atau pokok pikiran dalam bagian tersebut. Pentingnya kemampuan menganalisa bagian ini dinyatakan oleh Samuel Davidson sebagai berikut:
“Dalam menganalisa hubungan unsur-unsur dalam sebuah bagian diperlukan...ketelitian, akurasi dan suatu sikap yang kritis. Kita mungkin mampu mengungkapkan makna dari istilah-istilah secara individu tetapi mungkin tidak dapat membuka seluruh makna argumentasi yang berkesinambungan. Kemampuan analisis verbal belum merupakan jaminan kita dapat menganalisa seluruh paragraf. Karena itu kita harus mampu untuk: (i) Menemukan penyebab-penyebab utama. (ii) urutan secara natural (iii) Ketepatan dan kegunaan ungkapan-ungkapan dalam pokok-pokok yang sedang dibicarakan (iv) dan perbedaan-perbedaan yang halus dari pikiran-pikiran yang mewarnai komposisi tertentu, yang adalah berbeda dengan kebiasaan yang berusaha mencari makna dari istilah-istilah yang terpisah.”
Dengan demikian pengetahuan tentang konteks adalah sesuatu yang mutlak bagi seorang penafsir. Karena adalah amat keliru berusaha memotong-motong teks dan beranggapan bahawa maknanya dapat dipahami dalam frase, kalimat atau alinea yang dipisahkan dari seluruh konteks. Ada empat tingkatan konteks yang perlu diperhatikan oleh seorang penafsir yaitu:
1. Konteks Bab atau Pasal
Arti kata ‘konteks’ terdiri dari dua unsur kata latin, yaitu CON, yang berarti ‘bersama-sama atau menjadi satu’ dan TEXTUS yang berarti ‘menenun atau tertenun’. Maka kata ‘CONTEKS’ menunjukkan suatu hubungan yang menyatukan bagian Alkitab yang ingin ditafsir dengan sebahagian atau seluruh Alkitab.
Cara mempelajari konteks sebagai berikut: pertama, seluruh kitab harus dipelajari/dibaca dengan seksama. Dalam membaca kitab, perlu diperhatikan dan diteliti beberapa hal-hal pokok Yang penting untuk tugas ini ialah perlu diperhatikan dengan seksama, apakah secara eksplisit penulis menyatakan maksud tujuannya dalam pendahuluan, atau akhir dan atau terus menjelaskan maksudnya dalam seluruh kitab. Bila unsur-unsur ini ada maka pekerjaan si penafsir akan lebih mudah.
Namun bila hal-hal tersebut diatas tidak ada dalam tulisan tersebut maka hal-hal di bawah ini perlu diperhatikan oleh si penafsir untuk menentukan bagian dari seluruh kitab:
a. Perhatikanlah: istilah, frase, klausa atau kalimat yang diulang-ulang yang merupakan judul untuk menandai setiap bagian atau sebagai bagian akhir yang menandai kesimpulan suatu bagian.
b. Sering ditandai hubungan gramatis seperti kata penghubung, atau kata keterangan. Sebagai contoh : kemudian, tetapi, karena itu, sementara, namun demikian, dan sebagainya.
c. Pertanyaan-pertanyaan retoris bisa menjadi tanda perpindahan pada tema atau bagian lain. Mungkin juga ada suatu seri pertanyaan yang menghantar argumentasi atau rencana untuk seluruh bagian.
d. Perubahan waktu, lokasi atau seting, khususnya dalam konteks bagian narasi/ceritera dapat menunjukkan tema dan bagian baru.
e. Bentuk kata seru, menunjukkan perubahan perhatian dari kelompok kepada sesuatu yang lain.
f. Pengulangan kata kunci, proposisi (masalah) tertentu atau konsep dapat menunjukkan batas sebuah bagian.
g. Dalam kasusu tertentu tema setiap bagian dinyatakan dengan jelas. Dalam kasusu seperti ini penafsir hanya perlu memperhatikan apakah isi bagian tersebut cocok dengan tema yang diberikan oleh si penulis.

2. Konteks Kitab
Dalam level ini tujuan atau rencana kitab secara keseluruhan harus diidentifisir. Bagian-bagian melengkapi seluruh tujuan.
Contoh : Pengkotbah 12:13
Dalam tulisan pengkotbah, penulis secara explisit menyatakan tujuannya. ‘Akhir kata dari segala yang di dengar ialah, takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya’. Sama halnya dengan Lukas mengalamatkan Injilnya kepada Theophlilus agar ia ‘dapat mengetahui’ dengan tepat tentang apa yang ia dengar tentang Yesus (Lukas 1: 1-4). Demikianpun 1 Yohanes ingin mengulangi kembali realitas Injil yang terdapat dalam Tuhan Yesus Kristus ‘supaya sukacita kamu menjadi sempurna’ (1 Yoh 1: 1-4). Juga nampak jelas dalam Yohanes 20:30-31. Yohanes menyeleksi berbagai mujizat dalam Injilnya dengan maksud agar ‘supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya’ Inilah contoh-contoh kitab yang menyatakan maksudnya secara jelas.
Kitab-kitab yang tidak menyatakan maksudnya dengan jelas, harus diteliti dengan seksama dalam isi dan transisi dari bagian ke bagian dan paragraf ke paragraf (alinea-kealinea). Hal yang sangat penting diperhatikan oleh penafsir khususnya dalam kitab seperti surat Ibrani ialah frase yang bersifat mengajak atau menasehati dalam bagian-bagian tertentu (‘baiklah kita’ / ‘marilah kita’...Ibr 4:1, 11; ^:1; 10:35-36; 12:1; 13:15). Nampaknya di sini penulis ingin menegur keras inkosistensi ide-ide yang membingungkan dari pihak orang Yahudi tentang keselamatan dalam Perjanjian Baru terhadap upacara-upacara seremonial PL. Hal yang paling sulit untuk menentukan tujuan dari sebuah kitab ialah bila bagian terbesar atau seluruh teks kitabb tersebut bersifat narasi atau ceritera.Sebagai contoh kitab Rut. Adalah benar interest dari penulis dapat dilihat pada silsilah Daud yang muncul dalam kesimpulan kitab ini. Namun demikian adalah sulit bagi seorang penafsir kalau ia ingin memproklamirkan berita kitab Rut untuk masa kini. Ronald M. hals mengemukakan bahwa penulis kitab Rut mengintrodusir nama Allah dalam ceritera sebanyak 25 kali dalam 85 ayat. Sembilan dari ke dua puluh lima refrensi nama Allah ini dipakai dalam doa untuk memohon berkat adalah merupakan salah satu karakter kitab ini yang sangat menonjol. Itu sangat bermakna sebab setiap peristiwa merupakan suatu pokok doa tertentu. Dan pada kenyataannya dalam ceritera Rut menunjukkan bahwa setiap kasus doa terjawab. Dengan demikian nampaklah bahwa maksud penulis di sini adalah ingin menunjukkan baik peristiwa kecil maupun besar dalam kehidupan keluarga ini berada dalam providensia atau pemeliharaan Allah dan dihisab dalam sejarah keselamatan. Dengan kata lain ‘benang merah rencana Allah’’ tertenun secara langsung ‘ke dalam permadani peristiwa setiap hari’. Dengan demikian tujuan kitab Rut ialah mengajar kepada kita bahwa Allah memimpin kehidupan manusia (orang percaya) sampai pada hal yang kecil sekalipun. Untuk menolong penafsir menemukan tujuan penulis sebuah kitab, diperlukan beberapa cara sebagai berikut:
a. Selidikilah dengan seksama apakah penulis sendiri telah menyatakan maksudnya baik dalam pendahuluan, kesimpulan ataupun dalam tubuh teks.
b. Selidikilah bagian-bagian yang bersifat ajakan, nasehat. Secara khusus surat-surat dalam PB, untuk menentukan aplikasi-aplikasi yang dibuat oleh penulis menyangkut hal-hal yang berdasarkan fakta dan yang bersifat doktrinal dalam teks. Biasanya nasehat atau ajakan penulis tersingkaplah tujuan khusus penulis untuk menulis kitabnya.
c. Perhatikanlah detail-detail bahan yang penulis pilih untuk di maksudkan dalam ceritera atau tulisannya dan bagaimana cara penulis menulisnya.
d. Jika tidak ada petunjuk lain (tersusun di atas) penafsir harus nberusaha menentukan sendiri tujuan si penulis. Penafsir harus meneliti bagaimana judul kalimat-kalimat dari setiap paragraf terjalin bersama untuk menjelaskan tema dari bagian tertentu. Kemudian lebih jauh meneliti tema-tema dari semua bagian dan mengevaluasi hubungan di antara dan di dalam setiap bagian atau pasal tersebut.
Setelah menempuh langkah-langkah ini baru penafsir memperoloh keyakinan tentang tema kitab secara eksplisit.

3. Konteks Kanon
Dalam usaha menafsirkan, konteks kanon (Alkitab secara keseluruhan) perlu diperhatikan. Namun tidak selalu setiasp usaha penafsiran membutuhkan bantuan seluruh kanon. Dengan demikian ko0nteks kanon hanya boleh nampak dalam akhir usaha kita bukan menjadi bagian dalam penafsiran kita.

4. Konteks Langsung
Usaha untuk mengidentifikasikan konteks adalah sangat penting. Contoh penting untuk menolong penafsir mengetahui konteks langsung/dekat ialah Keluaran 6: 13 – 25. Tanpa memperhatikan kaitan ayat-ayat sebelum dan seudahnya maka bagian atau paragraf ini hanyalah merupakan suatu silsilah yang amat membosankan. Jadi konteks sebelm yang perlu diperhatikan ialah (ayat 9-11) dan sesudahnya ialah ayat 27 – 29. Dengan demikian bagian yang menjadi pokok pikiran ialah pengulangan kata-kata ‘katakanlah kepada Firaun’ ...tetapi Musa berkata di hadapan Tuhan: Bukankah aku ini seorang yang tidak peta lidahnya’.
Kedua silsilah dalam bagian ini hanya menyebutkan tiga anak Yakub (Ruben, Simon dan Lewi) yang tidak seperti biasanya menyebutkan kedua belas anak Yakub. Karena memang yang dibutuhkan hanya silsilah samapai dengan Musa dan Harun yang diutus oleh Tuhan (ay. 27). Kalau hanya Musa dan Harun yang dibutuhkan mengapa Ruben dan Simon perlu disebutkan dalam daftar silsilah ini? Kedua orang ini bersama Lewi nenek moyang Musa telah berbuat dosa yang besar dengan dosa pembunuhan, demikianpun Musa. Namun demikian bila Tuhan memakai Musa untuk berkonfrontasi dengan firaun, maka kita secara halus diingatkan Tuhan agar tidak menganggap terlalu tinggi saluran (Musa + Harun) sebagaimana terhadap Allah yang memanggil dan melengkapi manusia.
Ada beberapa tipe yang menghubungkan alinea tertentu dengan konteks dekat sebagai berikut:
a. Yang berkenaan dengan sejarah. Mungkin alinea tersebut ada hubungan dengan fakta-fakta, peristiwa-peristiwa dan kejadian dalam tempat dan waktu tertentu.
b. Bersifat teologis. Mungkin suatu doktrin bergantung pada beberapa fakta sejarah dan situasi lingkungan.
c. Logis. Mungkin paragraf berkasitan dengan satu argumen atau satu garis pikiran yang dikembangkan dalam seluruh bagian.
d. Psychologis. Sesuatu argumentasi yang sebelumnya dapat saja tiba-tiba memicu ide yang lain yang berkaitan. Sebagai akibatnya sering terjadio penyisipan ide, sehingga terjadi penyimpangan darei argumentasi yang sedang berjalan dan dalam pandangan sepintas nampak tidak ada hubungan sama sekali.

Penutup
Hanya kesadaran dan penghargaan yang tepat akan konteks dekat dapat menolong penafsir untuk menghindari penyimpangan dari penafsiran yang tepat dan dalam. Pengarang atau penulis mempunyai hak dan kebebasan untuk menggunakan kata-kata sendiri menurut kehendaknya – da konteks adalah kunci untuk membuka makna arti bagian tersebut.

(Penulis adalah Pdt. Roma Sihombing, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2006)

Tidak ada komentar: