Senin, 25 Oktober 2010

ARTIKEL: NANO-NANO, SIAPA TAKUT???

Pendahuluan
Berbicara mengenai integritas diri pada era sekarang adalah seperti membicarakan senioritas antara telur dan ayamnya. Artinya masih bersifat debatable. Oleh karena itu saya terlebih dahulu marsantabi (meminta maaf) kepada pembaca untuk perbedaan pandangan dan segala kekurangan yang sangat mungkin timbul dalam tulisan ini. Marsantabi adalah kebiasaan orang Batak bila akan membicarakan sesuatu yang serius dan bernilai. Sebab seperti jari tangan yang berlainan panjangnya ketika marsantabi, demikian juga orang Batak sadar bahwa tiap orang memiliki karakter dan pemahaman yang berbeda-beda mengenai satu topik tertentu. Dengan demikian marsantabi akan menjauhkan orang Batak dari sikap ingin benar dan menang sendiri. Ini jugalah yang membuat orang Batak sangat berpotensi menjadi orang yang memiliki integritas diri.

Apakah saya memiliki integritas?
Apakah ‘integritas diri’ itu? Sebelum saya mencoba untuk memaknainya, lebih baik kita langsung masuk kepada contoh soal terlebih dahulu. Saya akan memberikan beberapa kasus yang menunjukkan seseorang dikategorikan sebagai orang yang tidak memiliki integritas diri. Diharapkan dari contoh negatif, kita masing-masing dapat memiliki gambaran sendiri-sendiri mengenai topik ini.
Pernahkah anda merasakan jatuh cinta yang begitu dalam kepada seseorang? Kemudian cinta anda bersambut dan kalian menjadi satu pasangan yang sangat mesra. Hari demi hari anda lewatkan berduaan terus. Tiada hari tanpa menghabiskan 12 jam bersama pasangan. Akibatnya, anda yang tadinya orang yang sangat gaul dan memiliki banyak teman, sekarang menjadi orang yang sangat jauh dari teman-teman. Anda yang tadinya sangat rajin menabung menjadi orang yang sangat pemurah dalam membelikan pasangan bermacam-macam benda setiap hari, dari mulai traktir makan, traktir pulsa sampai menjadi pelanggan tetap mal-mal ternama. Yang sebelumnya adalah orang yang sangat bertanggungjawab dalam pekerjaan sekarang menjadi orang yang sering telat dan sering minta ijin karena si dia suka minta ditelepon pada jam kerja. Intinya, anda menjadi berubah 180 derajat dari kebiasaan positif sehari-hari karena cinta ada. Dengan demikian saya berani mengatakan bahwa anda adalah contoh orang yang sudah tidak memiliki integritas diri lagi sejak anda jatuh cinta.
Contoh kedua yang menunjukkan bahwa kita tidak lagi memiliki integritas diri adalah cerita mengenai seorang developer, sebut aja inisialnya Bapak A. Bapak A adalah seorang anggota jemaat HKBP yang rajin beribadah dan saleh. Dia juga sangat peduli dengan penderitaan sesamanya yang terpancar dari aksi-aksi sosialnya yang dilakukan secara rutin. Pada suatu ketika, dia mendapatkan proyek besar melalui perjuangan memenangkan tender yang sengit. Karena kecilnya nilai tender, maka Bapak A harus mengirit dana menjadi seminim mungkin agar pada akhirnya proyek bisa memberi keuntungan. Ternyata kenyataan di lapangan tidak seperti yang diduga sebelumnya. Penduduk hanya mau melepaskan tanah dengan harga yang sangat tinggi. Karena kehabisan akal, akhirnya Bapak A memilih membayar preman sebesar 500 juta daripada menempuh jalan negosiasi jujur yang mahal dan lama. Penduduk akhirnya mau melepaskan tanahnya, tetapi bukan karena keikhlasan melainkan karena tekanan dari para preman. Akibatnya, bukan sukacita yang penduduk rasakan melainkan penderitaan yang lebih parah lagi. Saya memastikan bahwa Bapak A adalah orang yang tidak memiliki integritas dalam dirinya.
Contoh ketiga adalah cerita tentang seorang mahasiswa potensial yang sangat aktif di kampus dengan inisial B. Kemampuan akademik si B tidak buruk tetapi juga tidak terlalu menonjol. Intinya dia masuk kategori sedang-sedang saja. Untuk mengorbitkan diri, B memilih jalur organisasi dengan mencalonkan diri menjadi pengurus senat mahasiswa. Puji Tuhan, dia berhasil terpilih menjadi coordinator di salah satu seksi dalam kepengurusan senat. Dia ingin menunjukkan eksistensinya melalui kinerjanya yang sangat tinggi dalam organisasi tersebut. Dia dipuji oleh ketua senat, dosen dan teman-teman mahasiswa sebagai salah satu pengurus senat yang hebat. Namun di sisi lain keluarganya jadi kecewa karena prestasi akademiknya menjadi jeblok dan kebanyakan mata kuliah yang diambil gagal. Kalaupun lulus, nilainya pun pas-pasan.
Masih banyak contoh-contoh lain. Tetapi dari tiga contoh di atas kiranya dapat memberi kita gambaran tentang apa itu integritas diri. Benang merah yang menghubungkan ketiga cerita di atas adalah seseorang yang tadinya memiliki prinsip hidup yang positif dalam dirinya, namun tiba-tiba berubah dalam sekejap karena berbagai hal. Akhirnya tindak-tanduk orang tersebut berubah dari hal-hal positif menjadi hal yang negatif. Namun satu hal yang menjadi keyakinan penulis adalah orang tersebut sesungguhnya tidak nyaman dengan perubahan yang dia lakukan. Mengapa demikian? Inilah yang akan kita bahas berikutnya. Sekarang marilah kita merenung sejenak apakah dalam perjalanan hidup yang sudah dan sedang berlangsung kita pernah menjadi orang yang akhirnya menjadi tidak memiliki integritas?

Nature vs Nurture
Setiap manusia tumbuh dalam dua konteks yang mengiringinya. Kedua konteks tersebut adalah nature (alam) dan nurture (budaya). Yang dimaksud dengan nature adalah kondisi alam di mana kita tumbuh dan berkembang. Apakah dia pegunungan atau pesisir? Bebatuan atau tanah subur? Pelosok atau perkotaan? Daerah dingin atau daerah panas? Rawan bencana atau daerah yang tenang? Semua kondisi alam ini akan mempengaruhi nurture kita dan pada akhirnya turut membentuk karakter kita sendiri.
Sedangkan nurture adalah budaya masyarakat tempat kita tumbuh yang di dalamnya kita berkembang. Nurture bisa mencakup agama, adat istiadat, pola tingkah laku dan pengajaran di keluarga, masyarakat dan lain sebagainya. Kondisi nurture kita akan mempengaruhi alam bawah sadar kita dan mempengaruhi cara berpikir dan bertingka laku kita sehari-hari. Nurture inilah yang sering disebut sebagai nilai-nilai atau prinsip-prinsip dasar dalam diri tiap manusia.
Uniknya, sering sekali nilai-nilai yang ada di dalam diri kita bertentangan satu dengan yang lain. Misalnya, seorang penganut Kristen sejati yang tinggal di Jakarta akan menekankan hidup sederhana dan banyak membantu orang lain. Sedangkan alam tempat dia tinggal dan konteks sekelilingnya yang dipengaruhi oleh budaya modern menuntut orang tersebut untuk menabung sebanyak mungkin dan tidak terlalu banyak membantu orang lain. Di samping itu, gaya hidup modern juga menuntut orang tersebut untuk meng-update pakaian dan aksesorisnya sesering mungkin. Akibatnya pola hidup altruis menjadi tidak masuk akal. Nilai keKristenan dan nilai modernitas saling bertentangan dalam dirinya. Belum lagi nilai adat istiadat yang bisa menambah keruwetan dalam pertempuran nilai-nilai tersebut. Akhirnya kita bingung, nilai mana yang harus didahulukan?
Pertentangan nilai-nilai inilah yang membuat manusia di zaman modern (atau postmodern) sekarang ini jadi sering stress. Secara khusus orang-orang Batak yang hidup dengan tiga nilai yang sering bertentangan dalam diri mereka. Ketiga nilai tersebut adalah nilai keKristenan, nilai keBatakan dan nilai modernitas yang cenderung konsumeris dan individualistis. Ketika kita selaku orang Batak Kristen yang tinggal di Jakarta atau kota besar lainnya tidak secara tegas menentukan satu nilai utama yang akan kita anut melebihi nilai yang lain, maka kita akan hidup memakai topeng. Topeng ini pulalah yang akan membuat kita tidak memiliki integritas seperti tiga contoh di atas. Secepat mungkin kita bisa berubah ketika ada godaan atau tantangan dari luar. Munafik adalah kata yang paling tepat menggambarkan kondisi ini.
Uniknya, nilai keKristenan tidak bisa dijadikan nomor urut dua ataupun tiga. Sekali kita menganutnya, maka nilai tersebut harus menjadi yang utama mewarnai nilai-nilai yang lain. Bukankah kita selalu berdoa “… Jadilah kehendakMu di bumi seperti di surga… Karena engkaulah yang empunya Kerajaan dan Kuasa dan Kemuliaan sampai selama-lamanya, Amin”. Selain itu, dalam pengakuan Iman Rasuli kita mengaku “… Aku percaya kepada Yesus Kristus…”. “Doa Bapa Kami” dan Pengakuan kepada Yesus Kristus dalam “Pengakuan Iman Rasuli” memposisikan kita untuk menempatkan kehendak Bapa sebagai yang utama dalam diri kita dan ajaran Yesus tentang kasih sebagai pedoman dalam tingkah laku kita. Kedua hal tersebut harus menjadi dasar bagi kita dalam menjalankan nilai budaya Batak dan menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman ini.

Integritas = Bebas Bertanggungjawab
Rasul Paulus menegaskan bahwa orang Kristen adalah orang-orang yang merdeka. Artinya, kita tidak lagi membutuhkan aturan-aturan yang terperinci untuk menentukan mana yang boleh dan tidak boleh kita lakukan. Orang Kristen tidak dilarang ataupun dibatasi untuk mengikuti perkembangan zaman. Setiap orang Kristen adalah orang yang bebas dalam menjalankan berbagai nilai-nilai dalam kehidupannya. Tetapi ingat, nilai-nilai yang lain hanya boleh menempati urutan dua ke bawah. Kita bebas menjalankan apa saja, asal tidak menghambat kita untuk menghadirkan kerajaan Allah di dunia ini dengan prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Yesus Kristus. Inilah yang disebut dengan bebas tetapi bertanggung jawab.
Secara konkret, ada tiga hal yang menjadi kewajiban tiap orang untuk mewujudkan Kerajaan Allah di sekitarnya. Ketiga hal tersebut adalah : mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan dengan sungguh-sungguh, melakukan tugas yang menjadi kewajibannya dengan sebaik-baiknya dan ketiga adalah sebisa mungkin memenuhi harapan orang-orang yang mengasihi kita, secara khusus harapan orangtua kepada kita. Dalam mewujudkan tiga tanggungjawab di atas, kita bebas untuk menganut nilai apa saja. Yang penting menempatkan Kristus sebagai yang utama. Dengan demikian, ketika kita pacaran ataupun menjadi pelaku utama dalam kegiatan ekstrakulikuler, kita tetap berjalan pada relnya. Kita tidak memperlakukan pacar melebihi keluarga atau harapan keluarga dan tidak menjadikan kegiatan ekstrakulikuler melebihi tugas kita yang sesungguhnya sebagai mahasiswa. Tidak memiliki integritas berarti tahu dan sadar tentang apa yang seharusnya dilakukan tetapi tidak melakukannya juga.
Ada beberapa hal yang bisa membuat orang menjadi tidak bertanggungjawab atau tidak memiliki integritas. Hal-hal tersebut antara lain : malas. Orang yang malas akan menganggap jauh lebih ringan untuk tidak bertanggungjawab. Hal lainnya adalah karena ada hal lain yang lebih menarik, atau karena sedang punya mainan baru. Ini yang terjadi pada contoh orang pacaran di atas. Hal lain lagi adalah karena takut. Orang takut untuk susah sehingga mereka menjauhi resiko. Padahal tidak ada yang lebih menakutkan daripada ketakutan itu sendiri. Tetapi yang lebih berbahaya dari semua hal tersebut adalah bila kita tidak lebih menakutkan daripada ketakutan itu sendiri. Tetapi yang lebih berbahaya dari semua hal tersebut adalah bila kita tidak bertanggungjawab karena dikuasai oleh hawa nafsu dan emosi. Nafsu dan emosi dapat mematahkan pikiran sehat kita sehingga tidak tahu lagi mana yang salah dan mana yang benar.

Penutup
Akhirnya saya mau mengatakan bahwa kita tidak mungkin menutup diri dari kemajemukan nilai-nilai sekarang ini. Seorang pemuda Kristen harus berani ‘nano-nano’. Tetapi semua nilai tersebut harus dijalankan secara bertanggungjawab secara keKristenan. Itu syarat untuk menjadi integral bagi pemuda Kristen. Menjalani kehidupan dengan berbagai nilai tidak pernah mudah. Tetapi bukankah Yesus sudah mengingatkan dalam Mat. 10:16 bahwa kita diutus untuk menjadi domba di tengah serigala? Untuk itu kita harus tulus dan cerdik. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Jangan cerdik saja, karena kita bisa berubah menjadi serigala. Demikian sebaliknya.
Untuk itu, ada baiknya bila kita mendengarkan saran seorang ahli etika yang bernama Richard Niehbur (adiknya Reinhold Niehbur). Dalam teorinya “responsible ethics” ia mengatakan, untuk menjadi seorang yang bertanggungjawab sering-seringlah melakukan dialog sebelum mengambil sebuah keputusan. Dialog dapat dimulai dengan orang kedua (teman, saudara, dll) dan juga orang ketiga (alkitab, adat, norma-norma, dll). Setelah berdialog dengan itu semua, maka terakhir berdialoglah dengan orang pertama (diri sendiri). Dialog dengan diri sendiri kita lakukan pada tahap akhir karena pada saat itulah kita mempertimbangkan semua masukan yang muncul dari dialog sebelumnya. Dialog dengan diri sendiri inilah yang kita sebut dengan ‘mendengarkan suara hati’. Selamat mencoba dan semoga sukses menjadi pemuda yang memiliki integritas. Nano-nano… Siapa takut??? Salam dari Tarutung.

(Penulis adalah Cal. Pdt. Donald Ferry M. Pasaribu, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2009)

Sabtu, 23 Oktober 2010

ARTIKEL: GEREJA DAN TI

TI yang dimaksud di sini tentu adalah: Teknologi Informasi. Dan Gereja sebetulnya selalu dan akan semakin memerlukannya di waktu kini dan lebih lagi waktu mendatang! Karena salah satu tugas penting Gereja adalah memenuhi “Amanat Agung” yang Tuhan Yesus Kristus –Kepala Gereja- menyatakannya (bacalah: Matius 28: 19-20). TI dapat memberikan dukungan yang strategis untuk hal ini. Kita memerlukan berbagai data apa yang telah kita lakukan, bagaimana keadaan real lapangan pelayanan juga segala kemungkinan berisi berbagai potensi, tantangan dan kesempatan yang Tuhan anugerahkan di Gereja kita. Dan ingat, setiap local jemaat Gereja itu berbeda satu dengan lainnya. Bayangkan jika kita memprosesnya secara manual mungkin perlu waktu tahunan, sementara zaman keadaan kota sudah bergeser jauh. Artinya kecepatan juga percepatan pelayanan Gereja kita akan ketinggalan dengan kecepatan perkembangan kota dan zaman.
Dalam pelayanan kepada jemaat kita, perlu sekali memiliki jaringan TI yang mendukung. Tidak hanya jumlah penduduk Gereja atau jumlah jemaat kita yang untuk itu saja, idealnya per-tiga tahun harus dilakukan up date data atau cacah jiwa atau sensus jemaat. Namun juga bermacam hal lainnya yang sangat dibutuhkan, seperti data: Jumlah dan keterangan tentang warga Gereja, majelis atau dan para pelayan-pelayan yang lainnya, wilayah pelayanan, karyawan gereja, lalu khususnya tentang berbagai kegiatan peribadahan, kegiatan antar gereja (Sinodal, Klasikal, Oikumene, dstnya), juga berbagai pembinaan, perkunjungan pelawatan, konseling, pastoral penggembalaan, baptis, sidi, katekisasi, pernikahan sampai kematian, termasuk berbagai data informasi rancangan hingga tingkat pelaksanaan program anggaran dari tiap komisi, panitia, tim dan sebagainya.
Sampai kepada melakukan analisa demografi kerohanian, pertumbuhan iman, melalui perilaku jemaatnya sekaligus keikutsertaan tiap jemaat di berbagai kegiatan ibadah juga pelayanan Gereja. Sesuai dengan talenta juga keberadaan tiap jemaat tersebut. Bila tanpa TI tentu sulit sekali didapat. Model-model analisa data yang seperti ini sangat membutuhkan data historis yang harus lengkap. Jika jemaatnya cuma sedikit, mungkin tanpa TI masih bisa. Tapi bagaimana dengan ratusan apalagi sudah berjumlah ribuan jemaat? Gereja yang tidak bisa menganalisa kenyataan jemaatnya secara akurat, bisa dipastikan sulit tahu apa yang dibutuhkan jemaat untuk kemuliaan Allah Bapa.
Bagian dari TI lainnya adalah internet. Yang bisa sangat membantu dan mendukung segala pelayanan Gereja dalam Tuhan dan khususnya untuk jemaat terlebih bagi sesama.. Kini di Indonesia, sudah jutaan orang yang menggunakan internet. Hampir menjadi kebutuhan "pokok". Seperti penggunaan e-mail, berbagai website, blog, facebook, twitter dan sebagainya. Tidak lagi harus menggunakan komputer di rumah, sekarang handphone pun bisa mengaksesnya di manapun. Apalagi dengan dukungan ketersediaan wifi yang umumnya gratis di berbagai lokasi dan tempat.
Melalui tulisan singkat ini, karenanya saya mengajak semua Gereja termasuk setiap pribadi kita (anggota gereja, dan kita sesungguhnya memang adalah GerejaNya): Mari kita gunakan kemajuan dunia komunikasi dan tekomunikasi, TI ini dengan berbagai manfaat besar komunikasi sosialnya sebesar2nya dan seluas-luasnya! Sebagai wahana dialog yang menjadi dasar pemeliharaan persekutuan iman jemaat juga saluran kesaksian kita bagi siapapun, semua orang di luar sana. Mari bersama kita menemukan titik awal persekutuan kasih dalam diri seseorang, juga dalam komunikasi mereka dengan kita. Lewat TI, fax, sms, e-mail, juga melalui berbagai browse internet.
Sehingga di jaman yang kian canggih, cepat, tepat dan rasanya makin dekat, Tuhan terus berkomunikasi dengan manusia melalui komunikasi, doa, pemikiran yang tertuang lewat tulisan, gambar, foto, suara, warna dan sebagainya yang dilakukan antar kita. Manusia dengan manusia dalam urapan RohNya Yang Kudus menggunakan TI. Janganlah sampai di satu titik nanti kita akan merasa bersalah sendiri dihadapan Tuhan, karena gagal menggunakan multi media komunikasi informasi yang ada untuk sarana Pewartaan InjilNya. Gereja-gereja harus menyatukan pesan Firman Tuhan dalam gaya hidup yang baru yang dibentuk oleh media komunikasi informasi modern. TI untuk PI.
Kapasitas positif (selain tentu ada negatifnya loh ya..) dari TI juga khususnya internet akan membawa informasi terlebih informasi ajaran religius akan Kasih melampaui seluruh rintangan juga batas-batas hambatan. Gereja tidak boleh takut membuka pintu komunikasi sosial dalam Kasih Kristus. Sehingga khabar sukacita Keselamatan Allah dalam Nama Tuhan Yesus Kristus bisa diterima di sudut dunia manapun hingga tiap sudut rasional manusia dan tiba menghujam sudut jiwa dan hati tiap insan manusia.
Ini penting dalam rangka mengkomunikasikan secara efektif dengan semua orang – terutama kaum dan angkatan muda Tuhan di tiap dan semua Gereja yang menggunakan teknologi ini agar digunakan secara baik. Dengan niat motivasi yang baik dan tulus, ayo mengajak dan membuat lebih banyak jemaat mampu mengakses sumber-sumber spiritual religius yang penting untuk mau dan lebih dekat akrab hubungannya dengan Tuhan. Sehingga merupakan sesuatu yang bisa dijangkau seseorang usia sangat muda dari kapasitasnya dimampukan Tuhan membedakan baik buruk terhadap diri sendiri. Yang akan memampukan tiap anak muda Tuhan bersama jemaat lainnya bisa memperkaya kehidupan iman mereka dan mau menjangkau kehidupan juga hati siappaun. Juga mengatasi jarak dan isolasi dengan sesama khususnya pengguna TI lainnya di seluruh dunia yang kian canggih sekarang ini.
Hadirkanlah kembali dan kembali, Kristus sebagai “komunikator sejati” tentang Keselamatan dan Proses Penyelamatan Allah bagi dunia. Mari jadi Gereja yang berkomunikasi dengan baik. Selain lewat verbal dan pertemuan langsung, gunakanlah TI khususnya internet dengan baik dan benar hanya untuk kemuliaanNya.

(Penulis adalah Pdt. Lusindo Tobing, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Oktober 2010)

Jumat, 15 Oktober 2010

ARTIKEL: ORANG TUA SEBAGAI SOKO GURU MORALITAS KELUARGA

“Semoga anak-anak lelaki kita seperti tanam-tanaman yang tumbuh menjadi besar pada waktu mudanya; dan anak-anak perempuan kita seperti tiang-tiang penjuru, yang dipahat untuk bangunan istana” ( Mzm. 144:12)

Pendahuluan
Ada sebuah lagu yang sangat populer di kalangan orang Batak Kristen dewasa ini, khususnya nyanyian ini dinyanyikan pada waktu ada anggota keluarga yang meninggal; teristimewa jika yang meninggal itu adalah orang tua. Nyanyian itu ialah: “Di doa ibuku namaku di sebut.” Saya tidak tahu siapa penggubah lagu tersebut, tetapi lirik lagu itu memberi kesan kepada para pendengar bahwa ibu dari si penggubah syair itu – tentulah juga orang mati dimana keturunannya sedang menyanyi – adalah seorang yang sangat saleh. Dalam bait yang kedua dalam lirik nyanyian itu digambarkan bahwa ibunya sudah lama pergi meninggalkan dia, namun kesan yang diberikan ibunya masih terpatri sangat dalam di lubuk hatinya.
seringlah ini kukenang di masa yang berat,
di kala hidup mendesak dan nyaris ku sesat;
melintas gambar ibuku, sewaktu bertelut,
kembali sayup ku dengar, namaku disebut.
Satu gambaran yang sangat indah, tentang aura iman yang ditinggalkan seorang ibu kepada anaknya. Masihkah kita menemukan seorang ibu seperti itu di masa kini ? Mengapa tidak! Kita tahu dari sudut pandang psikologi, semua orang tua meninggalkan kesan yang sangat dalam di lubuk hati anak-anaknya. Tatkala mereka bertumbuh menuju dewasa, mereka dapat menangkap apa yang paling mempengaruhi kehidupan kita. Siapa yang mengatur hidup ini, apakah uang adalah segala-galanya, karir, prestise dan lain sebagainya. Mereka juga dapat menangkap kasih kita terhadap pasangan hidup. Apakah kasih yang tulus ada di antara kita berdua, atau kepura-puraan yang ada. Semuanya itu terekam di lubuk hati mereka yang paling dalam, dan mempengaruhi hidup mereka. Bukankah hal itu terlihat jelas dalam lirik nyanyian yang sudah kita kutip di atas?
Sebuah pertanyaan diajukan kepada kita, apa dan siapa yang menjadi tuan di dalam kehidupan kita yang terekam dalam hati anak-anak? Bagi sang penggubah syair nyanyian itu, iman kepada Yesus Kristuslah yang tertinggal sangat dalam di lubuk hati anak-anaknya. Kesan itu mereka warisi, bahkan sampai hari tuanya. Hal itu jelas terlihat dari lirik ini: “Sekarang ia telah pergi ke rumah yang senang, namun kasihnya padaku selalu ku kenang” (bait yang ketiga). Orang tua memiliki peran yang sangat strategis dalam membentuk masyarakat yang sehat di masa mendatang.

Peran Orang Tua
Nas yang sudah kita kutip di atas adalah sebuah pengharapan orang tua terhadap anak-anak. Bukan hanya anak-anaknya tetapi seluruh anak-anak Israel. Bagi kita itu berarti seluruh anak anak orang Kristen. Karena ayat itu adalah bagian dari firman Allah, maka dengan sendirinya ayat itu juga merupakan sebuah pengharapan Allah bagi setiap anak-anak orang tebusan Tuhan di dunia ini. Pengharapan itu bukan hanya sebuah ilusi yang tidak punya dasar. Pengharapan itu dibangun di atas dasar iman yang kokoh kepada Allah yang telah bertindak dalam hidupnya. Kita tahu mazmur ini adalah mazmur raja, dinyanyikan oleh Raja Daud. Sebagai seorang raja, dia mengutarakan pengharapannya akan anak-anak Israel. Kita tahu dari kesaksian Alkitab Daud adalah seorang yang hidupnya berkenan di hati Allah, (Kis.13:22). Dialah yang berharap akan keberadaan anak-anak Israel.
Oleh karena itu, bagi kita sekarang ini, pengharapan ini pun haruslah menjadi pengharapan kita, yang juga ditopang oleh satu kehidupan yang kokoh, sebagaimana Daud yang mengharapkan hal yang sama, ditemukan dalam keadaan berkenan di hati Allah. Alangkah indahnya jika semua warga Gereja mengharapkan kehidupan anak-anaknya seperti yang disuarakan mazmur ini. Mereka membangun kehidupannya dalam persekutuan yang akrab dengan Tuhan. Hal itu ditopang oleh kehidupan orangtua yang menjadi soko guru dari iman anak-anaknya itu. Peran orangtua sangat besar untuk mewujudkan hal itu menjadi satu kenyataan. Raja Daud tidak hanya berharap tanpa dasar yang teguh. Pengharapannya menjadi satu pengharapan yang pasti, sebab Dia yang dipercayainya berkenan kepadanya.
Pertumbuhan seperti tanam-tanaman
Berbicara tentang pertumbuhan anak-anak yang dipercayakan Tuhan kepada kita, pemazmur mengatakan mereka harus bertumbuh. Pemazmur menggambarkan pertumbuhan anak-anak itu dalam dua hal. Pertama seperti tanaman yang bertumbuh dan yang kedua seperti bangunan. Jika kita berbicara tentang tanaman yang bertumbuh, maka satu hal yang pasti ialah kita memerlukan lahan bagi benih untuk bertumbuh. Jika anak-anak mau bertumbuh seperti yang diharapkan Allah di dalam rumah tangga kita, maka mereka memerlukan lahan untuk pertumbuhan itu. Lahan itu ialah keluarga kita sendiri.
Setiap rumah tangga adalah lahan dimana anak anak bertumbuh. Masalah bagi kita sekarang ialah apakah rumah tangga kita merupakan lahan yang subur untuk pertumbuhan iman anak-anak kita. Jika kita melihat keberadaan rumah tangga orang Yahudi, Alkitab menyaksikan bahwa orangtua memegang peran yang amat penting bagi pertumbuhan iman dari anak-anak mereka. Musa memerintahkan agar setiap orangtua membicarakan firman Tuhan kepada anak-anak mereka, secara berulang ulang, tatkala mereka duduk di rumah, apabila mereka dalam perjalanan, apabila mereka berbaring, apabila mereka bangun. (Ul. 6:7-8). Dengan perkataan lain, segala kesempatan yang ada dalam kehidupan itu, mereka harus pergunakan untuk mengajarkan firman Allah kepada anak-anaknya.
Paskah, perayaan terbesar di dalam agama Yahudi, adalah sebuah perayaan yang diselenggarakan oleh satu keluarga (Kel. 12:2). Bahkan diwajibkan salah satu dari anak-anak untuk mengajukan pertanyaan kepada orangtua: apa artinya ibadah itu. Lalu orangtua akan memberikan penjelasan kepada mereka. (Kel. 12:26-27). Adalah ketetapan Allah bagi setiap orangtua, agar menjadi pengajar bagi anak-anaknya, tentang iman kepada Allah, yang kita kenal di dalam Yesus Kristus.
Sangat disayangkan, sekarang ini banyak dari anak-anak yang kita tidak lagi mendapatkan penjelasan tentang iman kepada Kristus dari orangtua. Pada umumnya, pengajaran tentang iman itu telah diserahkan kepada guru-guru sekolah minggu. Itu pun hanya sekali dalam satu minggu, pada kebaktian sekolah minggu di gereja. Jikalau guru sekolah minggu itu berkualitas masih mendingan. Bagaimana jika mereka pun tidak punya beban akan pertumbuhan iman anak-anak? Pada hal, di satu sisi, justru orangtualah yang berjanji di hadapan Tuhan dan di hadapan jemaat, bahwa mereka akan membawa anak itu ke dalam pengajaran Kristen Protestan; tatkala anak-anak itu dibabtis. Menurut hemat saya, sangat ironis. Bagaimana mungkin mereka dapat bertumbuh secara iman jika pengajaran kepada anak-anak modelnya seperti itu?
Sisi lain dalam pertumbuhan iman dari anak-anak kita yang oleh pemazmur dianalogikan sebagai tanaman, maka kita dapat katakan; setiap tanaman yang ditanam memerlukan benih. Kita tahu dari dunia pertanian, setiap biji-bijian yang akan dijadikan benih, bijian itu haruslah dari benih yang unggul. Pernah diceriterakan orang, tentang petani kentang di Amerika. Dulu katanya mereka memiliki biji kentang yang besar-besar. Mereka memakan kentang yang besar, lalu membuat biji kentang yang lebih kecil menjadi benih untuk penanaman selanjutnya. Tidak terlalu lama, mereka mendapatkan hasil kentang yang lebih kecil dari biji kentang yang sebelumnya. Demikian seterusnya, sehingga mereka kehilangan kentang yang besar. Syukur mereka sadar, lalu mereka hanya memakan kentang dari biji yang kecil, sementara kentang biji besar dijadikan benih.
Anak-anak kita pun dapat diibaratkan sebagai bibit unggul di dalam kerajaan Allah. Alkitab berkata bahwa kita adalah “buatan Allah diciptakan di dalam Yesus Kristus, untuk melakukan pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau supaya kita hidup di dalamnya.” Ef2:10. Kata buatan dalam ayat ini menurut Jerusalem Bible adalah “work of art”. NASB menerjemahkan kata itu menjadi ‘workmanship’. Kata itu dalam bahasa Yunani adalah ‘poema’. Kata ini dapat diterjemahkan menjadi “master piece”. Jadi kita adalah master piecenya Allah. Karya maha indah dari Allah. Jika Allah melihat satu pribadi adalah karya seni yang maha indah, termasuk di dalamnya anak-anak kita, maka kita pun seharusnya melihat anak-anak itu satu pribadi yang unggul, karena Allah berkarya di dalam dia. Benih yang unggul selalu diharapkan menghasilkan buah yang berlimpah berkali lipat. Anak-anak kita itu punya potensi yang luar biasa untuk berlipat kali ganda. Tugas kita sebagai orangtua untuk mengharapkan dan memfasilitasi mereka bertumbuh menjadi besar.
Setiap orangtua pada umumnya bangga dengan keberadaan anak-anaknya. Kita ingin agar anak-anak kita itu mencapai prestasi gemilang di dalam hidupnya. Hal ini adalah sesuatu yang wajar secara manusiawi. Tetapi kita hidup bukan hanya secara manusiawi. Kita adalah anggota keluarga Allah, yang hidup di dunia ini untuk menghadirkan kerajaan Allah. Kita berdoa agar kerajaan Allah datang, dan kehendak Allah jadi di dunia ini seperti di surga. Bibit unggul ini harus menghasilkan sesuatu yang bernilai kekekalan di dalam hidupnya. Untuk itulah dia hadir di dunia ini. Memuliakan Allah yang telah menciptakan dia, mengasihi dia dan bahkan menebus dia dari dosa dan kematian.
Sisi lain dari tumbuhan yang bertumbuh. Setiap tanaman membutuhkan iklim tertentu agar dia dapat berbuah. Konon kata orang, buah apel membutuhkan musim gugur untuk menghasilkan buah. Karena di Indonesia tidak ada musim gugur, maka para petani apel di kota Malang merontokkan daun-daun pohon apel itu, supaya pohon itu berbuah. Harus diciptakan musim gugur buatan agar pohon itu berbuah. Demikian juga buah melon. Di kawasan puncak Bogor, pohon melon itu berbuah. Tetapi takala pohon itu di tanam di Jakarta, pohon itu tumbuh, tetapi tidak menghasilkan buah. Karena pohon itu tidak menemukan suhu udara yang pas untuk menghasilkan buah. Hal yang sama juga dapat dikenakan terhadap pertumbuhan anak di dalam Tuhan.
Apakah anak kita mendapatkan suasana rohani yang membuat dia dapat bertumbuh dan menghasilkan buah di dalam rumah kita? Apakah dia mendapat kesan di dalam hatinya tentang Tuhan yang berkuasa dan yang menetapkan jalan hidup kita? Apakah dia menemukan altar penyembahan Allah di dalam hidup kita? Altar yang dia temukan bisa saja altar kepada Allah yang hidup, atau mungkin juga altar materialisme, altar individualisme, konsumtifisme, bahkan mungkin altar hedonisme!
Kita orang Batak sangat menghargai pendidikan. Oleh karena itu kita mengupayakan agar anak-anak kita mencapai pendidikan yang tinggi. Untuk itu kita memberikan pelajaran ekstra kepada mereka. Apakah kita berupaya juga agar anak-anak kita itu mendapatkan pendidikan ekstra di dalam iman Kristen? Aura apa yang kita tebar di dalam rumah tangga kita? Aura iman atau aura duniawi, hal itu sangat menentukan dalam pertumbuhan anak-anak.
Tanaman dalam pertumbuhannya juga membutuhkan pemupukan. Anak-anak pun demikian. Mereka perlu pemupukan akan firman Allah. Yesus mengatakan bahwa manusia tidak hidup dari roti saja, tetapi dari firman Allah yang keluar dari mulut Allah (Mat.4:4). Kebenaran dari firman ini dialami oleh orang Israel di padang gurun. Selama empat puluh tahun mereka disuplai oleh Allah dengan makanan dari surga. Orang Israel hidup di padang gurun itu melulu karena Allah yang memerintahkan agar manna itu turun dari langit. Tatkala hari Sabat tiba, sekali pun mereka mencari manna, tidak ada yang mereka temukan, karena Allah telah berfirman, mereka tak akan temukan manna pada hari Sabat.
Apakah anak-anak kita akan tiba ke dalam keadaan seperti yang diharapkan pemazmur, seperti yang diharapkan Allah dalam kehidupan kita? Jika jawabannya adalah ya, maka tentunya kita harus memupuk kehidupan mereka dengan firman Allah. Apakah ada kesadaran di dalam diri anak kita, bahwa kehidupannya ada karena Allah yang berkarya di dalam hidup ini. Karena dia disirami oleh firman Allah, bukan hanya sekali seminggu, tetapi tiap hari.
Bukankah gereja kita HKBP mengajarkan kepada kita untuk membaca Alkitab dua kali dalam sehari. Saya takut, hal itu tidak lagi dilaksanakan sebagian besar warga HKBP. Sebab tidak semua warga HKBP memiliki almanak tersebut. Ada orang yang mengatakan bahwa ia membaca Alkitab bukan berdasarkan almanak HKBP, tetapi berdasarkan tuntunan buku-buku yang lain. Puji Tuhan. Masalah utama ialah bertumbuh melalui firman Allah. Adakah pemupukan iman Kristen terlaksana di dalam kehidupan rumah tangga kita, terlebih untuk kehidupan anak-anak?
Tanaman juga memerlukan pemangkasan. Seorang tukang kebun yang berpengalaman tahu persis bahwa tanaman butuh pemangkasan. Allah pun sebagai pengusaha kebun anggur, kata Tuhan Yesus memangkas pohon anggurnya, agar berbuah lebat dan bernas (Yohanes 15). Anak-anak pun membutuhkan pemangkasan. Dari sudut pertumbuhan iman Kristen, pemangkasan itu adalah penderitaan, atau kita dapat katakan dengan perkataan lain, disiplin. Penulis surat Ibrani mengatakan: Allah menyesah semua orang yang disebut-Nya sebagai anak. Jika kita bebas dari ganjaran yang seharusnya diterima semua orang, maka itu adalah tandanya kita tidak diakui Allah sebagai anak, bahkan disebut sebagai anak gampang (Ibr. 10:8).
Secara manusiawi kita memang mendisiplinkan anak-anak kita. Namun maksud kita di sini ialah disiplin iman kita jalankan. Defenisi kata disiplin menurut Henry Nouwen “adalah upaya yang terkonsentrasi untuk menciptakan suatu ruang dalam kehidupan kita di mana Roh Kudus dapat menjamah kita, berbicara kepada kita, dan memimpin kita ke tempat-tempat tak berdaya dimana kita tidak lagi dapat memegang kendali” (dalam bukunya berjudul :Kau ubah ratapku menjadi tarian, 2004). Jika kita ikuti batasan disiplin menurut Henry Nouwen di atas, maka hal itu berarti: semakin orang tebina oleh disiplin, semakin luas pula ruang di dalam hidup seorang anak untuk Roh Kudus dalam rangka membina dia. Hal ini tentunya terefleksi dari pengalaman kita orang tua.

Bangunan Yang Dipahat Di Istana
Pemazmur beralih dari tumbuhan ke bangunan. Jika kita berbicara tentang bangunan, apalagi untuk istana, maka kita membutuhkan seorang ahli bangunan, seorang arsitek. Rasul Paulus berbicara tentang bangunan. Dasar dari bangunan itu ialah Yesus Kristus. Orang harus membangun di atas dasar yang sudah diletakkan yaitu Yesus Kristus. (I Kor. 3:11). Di tempat lain Petrus mengatakan bahwa kita adalah batu hidup yang dipakai untuk bangunan rohani, di mana di sana dipersembahkan korban bagi Allah yang hidup (I Pet.2:5). Siapa arsitek dari bangunan itu? Kita tahu jawabannya. Arsiteknya ialah Allah. Jadi tatkala kita membangun kehidupan anak-anak kita, maka kita tidak boleh membangunnya di luar gambar blue print yang sudah ditetapkan Allah lebih dahulu.
Membesarkan adalah sebuah seni, apalagi di bidang iman. Satu–satunya seniman yang dapat membentuk anak-anak kita itu menjadi seperti yang diharapkan ialah Roh Kudus. Sudah kita katakan di atas, bahwa hidup kita menjadi patron bagi anak-anak di dalam pembentukan moralitasnya. Hidup kita menjadi contoh yang jelas terlihat oleh anak-anak. Oleh karena itu kita harus merelakan Roh Kudus membentuk kehidupan kita menurut kehendak-Nya, sehingga hal itu terlihat oleh anak-anak dengan jelas dan memiliki kemauan untuk dibentuk oleh ahli bangunan itu, menjadi tiang-tiang penjuru.
Harapan untuk anak lelaki
Pemazmur menggambarkan harapannya terhadap anak laki dan anak perempuan. Saya percaya dia tidak membuat perbedaan antara anak laki dan perempuan. Menurut kitab Kejaidan, manusia itu adalah laki-laki dan perempuan (Kej.1:27). Jadi layaklah pemazmur menyebut anak laki dan anak perempuan. Untuk anak laki pemazmur mengatakan agar mereka menjadi orang besar. Semua orang sangat menginginkan agar anak-anaknya menjadi besar. Besar secara fisik. Tetapi tentunya bukanlah hanya besar secara fisik. Kita juga menginginkan mereka besar secara moral. Untuk membuat anak anak menjadi besar secara fisik, maka dia perlu gizi yang baik. Agar mereka besar secara moral, diperlukan sebuah model. Orang lebih gampang meniru dari pada mencipta. Gizi terbaik di dalam pembangunan moral anak-anak ialah contoh konkrit. Contoh itu seharusnya adalah orangtua.
Kita juga menghendaki agar anak kita besar secara sosial. Untuk yang satu ini, kita tidak terlalu banyak berbicara, sebab kita semua menyadari hal ini. Tetapi satu hal yang perlu diutarakan di sini ialah: zaman ini sangat mendewakan individualisme dan praktisisme. Hal itu pun mempengaruhi relasi sosial kita. Hubungan sosial semakin tidak bermakna, sebab yang sangat berarti ialah individu. Masyarakat Batak pada umumnya sangat menekankan kekerabatan. Ini pun mengalami erosi, karena budaya zaman yang menekankan individualisme. Anak-anak kita itu harus menjadi orang besar secara sosial. Tuhan Yesus tatkala Ia hidup di Palestina, Alkitab menyimpulkan masa kecilnya dengan perkataan: ”Yesus bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” (Luk2:52)
Sangat jelas dari ayat di atas, Yesus bertumbuh secara jasmani, karena Ia bertambah besar, tetapi juga bertumbuh secara intelektual, sebab dikatakan Ia bertambah juga hikmatnya, malah bertambah besar. Yesus juga bertumbuh secara rohani, sebab dikatakan Ia semakin dikasihi oleh Allah. Ia juga bertumbuh secara sosial, sebab Ia dikatakan semakin dikasihi manusia. Jika Yesus menjalani pertumbuhan seperti itu, bukankah anak-anak kita juga harus menjalani pertumbuhan seperti itu pula. Pertanyaan yang perlu diajukan kepada kita ialah: apa yang kita lakukan supaya anak kita semakin disukai oleh manusia?
Pada akhirnya kita mengatakan dalam bagian pertumbuhan anak ini, ia juga harus bertumbuh secara rohani. Ia menjadi besar secara iman. Ciri dari pertumbuhan secara rohani ialah “semakin dikasihi Allah.” Jika tolok ukur pertumbuhan sosial adalah semakin dikasihi manusia, hal ini gampang terlihat. Tetapi semakin dikasihi Allah, apa yang menjadi tolok ukurnya? Yesus mengatakan dalam Yoh.14:21 “Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Aku pun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." Jadi jelas bagi kita, tolok ukur dari semakin dikasihi Allah ialah semakin melakukan firman Allah yang telah dipelajarinya. Dengan semakin besar di dalam iman maka ia akan dapat melakukan hal-hal besar di dalam hidupnya.
Pemazmur mengatakan anak-anak ini diminta agar besar di waktu mudanya. Banyak orang menjadi besar di waktu tua. Tetapi anak kita harus menjadi besar di waktu mudanya. Ada satu nyanyian anak muda yang perlu kita renungkan sejenak. Lirik nyanyian itu adalah sebagai berikut: “Masa muda sungguh indah, masa penuh dengan cita-cita. Bagai api yang tak kunjung padam, selalu membakar dalam kalbu. Masa mudaku, masa yang terindah, masa Tuhan memanggilku. Masa, mudaku masa yang terindah kutinggalkan smua dosaku.” Alangkah indahnya jika anak-anak kita itu bertumbuh dan dipahat di istana raja, sebagaimana disuarakan mazmur ini. Pada masa muda, mereka telah dipanggil Tuhan untuk melayani Dia.
Saya bersyukur kepada Tuhan, Dia memanggil saya menjadi pelayan bagi Dia, menjadi alat yang “matolpang” kata orang Batak. Satu alat yang tidak lengkap, namun masih dipergunakan oleh Allah, justru pada waktu saya berusia 24 tahun. Ia memanggil saya pada tahun 1974. sudah melayani Dia 33 tahun, dan masih ada waktu yang panjang di depan, jika Dia berkenan untuk memakai hamba-Nya ini. Lirik nyanyian tadi mengatakan bahwa anak muda itu bukan hanya dipanggil Allah pada masa mudanya, tetapi dia juga telah mengalami pertobatan di masa mudanya. Dia telah meninggalkan dosanya pada masa mudanya.
Sekarang ini banyak orang mulai aktif di gereja tatkala sudah pensiun dari jabatan di kantor. Mereka mau menjadi sintua supaya ada status di dalam organisasi keagamaan. Apakah mereka melayani Allah, atau melayani diri sendiri, mereka sendiri dan Allah yang tahu. Tetapi anak-anak kita seharusnya telah menjadi besar, justru pada masa muda mereka.
Semua orang setuju untuk pernyataan bahwa masa muda, adalah masa yang sangat vital dalam kehidupan seseorang. Masa itu pun adalah masa yang sangat kritis. Alangkah indahnya jika orang muda kita telah kokoh di dalam iman pada masa mudanya, sehingga ia mampu mengalahkan segala tantangan yang ada di dalam hidupnya. Rasul Yohanes mengatakan dalam suratnya yang pertama, bahwa ciri seorang muda di dalam Tuhan ialah: mereka kuat, firman Allah tinggal di dalam dia dan dia mengalahkan si jahat. (I Yoh.2:14). Jika anak-anak kita kuat seperti yang digambarkan Rasul Yohanes tadi, bukankah kita tidak perlu takut untuk masa depan mereka, bahkan masa depan gereja, masa depan bangsa dan negara ini. Namun apa yang kita lihat dalam kehidupan para remaja dan pemuda kita dewasa ini. Bukankah bahaya narkoba, pergaulan bebas, menjadi momok besar bagi orang tua dewasa ini? Banyak anak-anak muda kita menjadi mangsa dari roh-roh zaman ini, menjadi budak bahkan dari roh-roh zaman ini.
Jika anak-anak kita telah besar di dalam Tuhan justru pada maa mudanya, maka dia akan menjadi ‘bapa orang beriman’ pada masa tuanya. Di dalam I Yoh 2:14 yang sudah utarakan di atas, rasul Yohanes mengatakan bahwa dia menulis kepada anak-anak, orang muda dan bapa-bapa. Saya yakin Yohanes maksudkan secara jasmani dan secara rohani. Betapa kita membutuhkan bapa rohani di zaman ini; bapa rohani yang oleh karena kasih karunia Tuhan, melahirkan anak-anak rohani yang besar di masa mudanya.
Disain Allah untuk itu ialah orang tua. Orang tua bukan hanya bapa dan ibu secara jasmani, tetapi sekaligus juga menjadi bapa dan ibu secara rohani. Paulus dalam suratnya kepada jemaat Tesalonika mengatakan ia berperan sebagai bapa dan sekaligus ibu bagi jemaat itu. Tidak ada orang yang dilahirkan besar, tetapi orang dapat dibuat menjadi besar. Tugas itu dtaruh di pundak orang tua oleh Allah sendiri. Oleh karena anak-anak harus menjadi besar pada masa mudanya, jika demikian maka kita dapat berkata: masa depan gereja akan cemerlang dan bertahan sampai ke dalam kekekalan.

Harapan Untuk Anak Perempuan
Berbicara tentang harapan untuk anak perempuan, pemazmur mengatakan: mereka menjadi tiang penjuru yang dipahat di istana raja. Setiap ahli seni pahat tatkala dia ingin memahat, di dalam hatinya telah ada satu citra yang akan dipahatnya. Demikian juga dengan Roh Kudus ‘sang pemahat kehidupan’ yang tinggal di dalam kehidupan ini. Citra yang akan dipahatkan di dalam diri kita ialah Yesus Kristus. Allah telah menentukan dari semula, kita yang percaya kepada Anak-Nya Yesus Kristus, menjadi serupa dengan gambar Anak-Nya (Rom.8:29). Sukses terbesar di dalam kehidupan ini ialah: tatkala rencana Allah terlaksana dalam hidup ini. Oleh karena itu sukses terbesar bagi aak-anak kita ialah: jika dalam kehidupannya Kristus terpatri dan hidup melalui sang anak. Roh Kudus akan melakukan itu melalui kita orang tuanya.
Karya seni pada umumnya dikerjakan dengan penuh kesabaran. Tidak ada karya seni yang dapat dikerjakan sekejap. Karya seni tidak dapat diproduksi dengan budaya zaman ini, yakni budaya pop. Karya seni tidak dapat diproduksi secara massal. Demkian juga setiap orang yang dibentuk oleh Roh Kudus. Waktu yang memegang peranan penting. Tidak ada orang yang dewasa dalam sekejab. Kita menjadi murid di dalam kehidupan ini sepanjang kita hidup. Waktu adalah juga hamba Tuhan di dalam pembentukan citra Kristus di dalam kehidupan.
Di zaman gereja purba, ada ungkapan yang lazim pada waktu itu ialah: “Ibi Kristi ebi eklesia”, di mana ada Kristus, di sana ada gereja. Sebaliknya juga demikian. Dimana ada gereja di situ ada Kristus. Lebih lanjut lagi orang berkata: dimana ada orang Kristen, di sana ada Kristus. Sebab orang Kristen adalah vicar – wakil – Kristus di dunia ini. Semuanya ungkapan di atas dapat terjadi karena karya Roh Kudus, sang pemahat dalam kehidupan dimana Dia mengukir citra Kristus di dalam kehidupan seseorang, di dalam kehidupan anak-anak kita.
Tiang-tiang itu disebut pemazmur dipahat untuk istana. Ada banyak tiang-tiang yang dibuat orang. Tetapi tiang-tiang ini dibuat sang pemahat adalah untuk istana. Tidak sembarang orang tinggal di istana. Jika kita bertitik tolak dalam budaya si pemazmur pada waktu itu, yang tinggal di istana itu hanyalah keluarga raja. Merupakan kehormatan bagi orang untuk ditempatkan menjadi bagian dari istana.
Istana yang kita maksudkan sekarang ialah istana raja di atas segala raja dan Tuhan dari segala tuan. Anak-anak kita akan menjadi bagian dari kerajaan Allah, dan dipakai sebagai tiang penopang dari satu bagian di istana itu. Rasul Paulus membuat analogi yang mirip seperti itu, dalam suratnya kepada Timotius, dalam II Tim 2 :20-21, : “Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia. Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia”.
Tiang-tiang penopang untuk istana itu tidak pernah di tempatkan di tempat tersembunyi, dilihat orang, dikagumi orang, dan bertahan untuk masa yang lama. Itulah kemuliaan tiang-tiang yang dipahat di istana raja. Kemuliaan apa yang saudara rindukan untuk dinikmati oleh anak-anak kita? Kemuliaan dunia pada satu hari kelak akan sirna. Siapa mengira kemuliaan mantan nomor satu di Indonesia ini hanya bertahan untuk tiga puluh tahun saja. Kemuliaan Tuhan akan menetap untuk selama-lamanya. Bahkan kata kitab Amsal malah akan bertambah terang seperti rembang tengah hari, dalam Ams.4:18 “Tetapi jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari”
Di tempat lain Tuhan Yesus berkata: “Barang siapa melayani Aku, dia dihormati Bapa” saya tidak dapat bayangkan bagaimana kelak Allah menghormati orang percaya tatkala Yesus Kristus datang untuk yang kedua kalinya. Tetapi di dunia ini, ia telah memperkenankan hamba-Nya ini untuk menikmati hal itu dalam pelayanan di HKBP Menteng. Seorang yang tidak punya pendidikan formal yang tinggi seperti hamba-Nya ini namun dapat menikmati pelayanan di gereja yang terkenal seperti HKBP Menteng. Itu adalah kasih karunia-Nya. Kemuliaan apa yang saudara rindukan bagi anak-anak?

Hal Yang Dibutuhkan Agar Hal Itu Terlaksana
Langkah pertama ialah: menyerahkan diri kepada Tuhan agar kita juga dibentuk menjadi citra Kristus di dalam hidup ini. Pembentukan itu tidaklah mudah. Ada banyak sisi kehidupan yang akan dipangkas. Saya harus rela membayar harga yang harus dibayar untuk itu. Ada orang bilang: to get salvation is cost nothing, but to be a disciple of Christ cost something. Bersediakah saudara membayar harga? Seringkali orang tidak bersedia untuk membayar harga yang harus dibayar bila hal yang harus dibayar itu adalah masalah rohani. Mata kita tidak dapat melihat realita hal-hal rohani. Tetapi jika harga yang harus dibayar itu berhubungan dengan hal-hal duniawi, maka kita akan mau membayar betapa mahal pun. Syair dari nyanyian ini populer di antara orang Batak: “hu gogo pe mansari arian nang bodari lao pasingkolahon gelleng hi; ai ingkon do singkola, tu sa timbo-timbona intap ni na tolap gogongki.” Menggambarkan upaya dari orangtua Batak membayar harga, demi pendidikan anaknya.
Setelah menjadi murid Tuhan yang menerapkan firman-Nya di dalam kehidupan ini, maka kita akan dipakai Tuhan menjadi batu yang hidup untuk membangun satu rumah Tuhan di dalam kehidupan anak-anak kita. Apakah tujuan hidup saudara di dunia ini? Apakah obsesi saudara di dalam hidup ini ? Obsesi Daud dalam hidupnya ialah mendirikan sebuah bait bagi Allahnya. Dalam hidupnya ia tidak diperkenankan Allah untuk melaksanakannya. Tetapi ia mempersiapkan material bagi pembanguan bait Allah itu Cf. I Taw. 29. Seharusnya obsesi setiap orang Kristen di dunia ini ialah menghadirkan kerajaan Allah di dunia ini, minimal di dalam rumah tangganya.

(Penulis adalah St. Hotman Ch. Siahaan, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Oktober 2010)

Rabu, 13 Oktober 2010

ARTIKEL: MAKNA, HAKEKAT DAN PRINSIP PELAYANAN SEBAGAI SUATU PENGANTAR REFLEKSI BEBERAPA SEGI PELAYANAN DI NAPOSOBULUNG HKBP SEMPER

Pelayanan adalah suatu konsekuensi logis dari keselamatan melalui Yesus Kristus yang telah kita terima. Dalam Galatia 2:20, Paulus secara tegas menyatakan hidupku bukannya aku lagi, tapi Kristus dalamku.1 Mengapa Paulus mengatakan demikian? Karena Paulus merasa Kristus telah melayani hidupnya, pelayanan Kristus sangat mulia, berharga dan tak terhingga. Ketidak-terhinggaan itu dibuktikan hingga Kristus menyerahkan nyawanya untuk menebus manusia yang berdosa, termasuk dosa Paulus dan dosa kita semua. Adakah yang dapat membandingkan harga sebuah nyawa (apalagi nyawa dari seseorang yang tidak berdosa)? Lalu timbul pertanyaan, apakah dengan pelayanan yang kita kerjakan demi dan untuk Kristus, kita sebagai manusia dapat membalas kasih dan pengorbananNya? Tentu tidak, kasih Kristus tidak terbatas, tidak akan terbayar dengan kebajikan apapun. Kita melayani bukan untuk melunasi kasih Kristus kepada kita, melainkan sebagai bentuk ucapan syukur, ketaatan dan perwujudan kasih kita kepada Kristus.

A. Makna Dan Hakekat
Sebenarnya, apakah makna dan hakekat pelayanan itu sendiri? Andar Ismail mengungkapkan bahwa kata melayani digunakan oleh Perjanjian Baru dalam banyak arti. Dari kata-kata tersebut, kita dapat menyerap apa makna dan hakekat pelayanan itu sendiri. Ada empat macam kata yang digunakan dalam bahasa aslinya, yaitu2:
a. Diakoneo berarti menyediakan makanan di meja untuk majikan. Namun di Lukas 22:26-27 Yesus memberi arti baru bagi diakoneo, yaitu melayani orang yang justru lebih rendah kedudukannya dari kita. Di I Petrus 4:10 kata diakoneo berarti menggunakan karisma yang ada pada kita untuk kepentingan dan kebaikan orang lain.
b. Douleo adalah menghamba yang dilakukan oleh seorang doulos (budak)3. Paulus memakai kata itu untuk menggambarkan bahwa kita yang semula menghamba pelabagai kuasa jahat, dibabaskan oleh Kristus supaya kita menghamba kepada Kristus (Galatia 4:1-11). Sebuah kontras tajam diperlihatkan di Filipi 2:5-7, yaitu bahwa Yesus yang walaupun mempunyai rupa Allah namun telah mengosongkan diriNya dan mengambil rupa seorang doulos.
c. Leitourgeo berarti bekerja untuk kepentingan rakyat atau kepentingan umum sebagai lawan dari bekerja untuk kepentingan sendiri. Kata itu juga dapat berarti melakukan upacara dan ibadah kepada dewa. Dari situ sekarang kita menggunakan kata liturgi untuk kata ibadah. Di Perjanjian Baru kata ini digunakan dalam berbagai arti. Pengumpulan uang untuk membangun gereja di Yerusalem (2 Korintus 9:12), membawa orang yang belum percaya sehingga menjadi murid Tuhan (Roma 15:16), dan sebagainya.
d. Latreuo berarti bekerja untuk mendapatkan latron yaitu gaji atau upah. Di Perjanjian Baru kata ini digunakan dalam arti menyembah atau beribadah pada Tuhan (Matius 4:10; Kisah Para Rasul 7:7). Penggunaan yang mencolok terdapat di Roma 12:1 dimana Paulus berpesan supaya kita mempersembahkan tubuh kita kepada Tuhan sebagai logike latreia, artinya persembahan yang pantas.

B. Prinsip-Prinsip Pelayanan
Dari uraian makna dan hakekat dari kata-kata pelayanan dari bahasa aslinya, maka Penulis mengungkapkan 5 (lima) prinsip pelayanan itu sendiri yang pada akhirnya akan dijadikan patokan merefeksikan beberapa segi pelayanan di HKBP Semper, yaitu:
1. Pelayanan harus demi, untuk dan karena Kristus;
2. Mempergunakan sesuatu yang ada pada kita demi kebutuhan dan kepentingan orang lain (bukan untuk kepentingan kita sekalipun);
3. Bersedia melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan diri sendiri;
4. Bersedia memberikan yang terbaik, berjerih payah dan berdaya guna.
5. Keseluruhan hidup adalah melayani;

C. Refleksi Beberapa Segi Pelayanan Di Naposobulung HKBP Semper
Saya sangat beruntung dapat terlibat dalam pelayanan gereja di naposobulung HKBP Semper (disingkat Nahasem)4. Kecintaan saya pada gereja HKBP terpupuk banyak ketika saya terlibat dalam pelayanan Nahasem. Saya merasakan Nahasem di jaman saya adalah naposobulung yang kreatif, bersemangat dan ramah-ramah. Jujur saja, mengingat kenangan waktu itu, saya rindu berada lagi pada masa itu, tapi rindu tinggal rindu, yang sudah berlalu relakan saja, lebih baik kita tatap yang ada di depan kita. Namun, didalam keindahan di pelayanan Nahasem, saya juga menyadari ada kekuarangan pada saya dan teman-teman saya, hal mana tentu karena kami kurang menghayati5 prinsip-prinsip pelayanan itu sendiri. Pengungkapan beberapa kekurangan ini diharapkan menjadi peringatan dan media kewaspadaan bagi setiap naposobulung yang ada pada saat ini dan akan datang, agar hal-hal tersebut tidak terulang lagi pada pelayanan naposobulung HKBP di kemudian hari.

C1. Prestasi Dan Pujian Menenggelamkan Nahasem
Di kalangan orang-orang Jakarta, nama Semper tentu bukan tempat yang terkenal, apalagi prestisius. Pernah saya mengikuti festival paduan suara di suatu gereja HKBP di Jakarta, tanpa sedikitpun malu si pembawa acara mengatakan bahwa ia tidak tahu Semper itu dimana. Ketidaktahuan si pembawa acara tentu bukan sesuatu yang memalukan dan lucu bagi dirinya dan para pendengarnya, beda kalau dia menyebut tidak tahu kebayoran baru (HKBP Hang Lekiu), tidak tahu Menteng (HKBP Jalan Jambu), atau tidak tahu Rawamangun (HKBP Rawamangun), dan sebagainya, maka para pendengarnya langsung menjudge bahwa si pembawa acara kuper (kurang pergaulan) dan mungkin ada yang mengatakan (maaf) bodoh. Namun walaupun Semper bukanlah nama yang tersohor, namun adanya Nahasem jaman penulis telah membukakan banyak mata bahwa Semper tidak dapat dipandang sebelah mata, setidak-tidaknya bagi pihak-pihak yang pernah bersinggungan dengan Nahasem. Pada jaman penulis, kerap kali Nahasem mengikuti perlombaan paduan suara, Nahasem sering mendapatkan juara, walaupun tidak semuanya juara satu. Ibadah, Perayaan dan Kegiatan Paskah, Retret, Parheheon dan Natal selalu mengundang decak kagum para undangan/pihak yang bukan berasal dari HKBP Semper. Kekaguman itu karena kreatifitas dan kualitas acara sangat menggagumkan untuk acara yang dipersiapkan sekelompok kaum muda. Sampai-sampai, pernah salah seorang mantan pendeta HKBP Resort Tanjung Priok Timur6 mengadakan suatu acara dan dari HKBP Semper hanya mengundang NHKBP Semper (tanpa mengundang punguan lain di HKBP Semper seperti Sekolah Minggu, Ina, Ama/ Mannen) untuk mengisi acara yang diselenggarakannya. Ini menunjukan kesan yang mendalam amang pendeta tersebut terhadap Nahasem. Kekaguman banyak pihak terhadap prestasi Nahasem jaman penulis jelas membuat hati para Nahasem berbunga-bunga terhadap banyak pujian. Derasnya puji-pujian -Menurut penulis- mengakibatkan Nahasem pada jaman penulis lama-kelamaan tidak kuat menahan dampak negatif dari pujian-pujian tersebut. Dengan pujian-pujian tersebut, akhirnya tanpa disadari Nahasem menjadi tenggelam dan lupa diri, hal ini dibuktikan kerap kali Nahasem memandang sebelah mata naposobulung gereja HKBP lain, kami sering bercanda untuk mentertawakan paduan suara atau vocal group naposobulung atau acara yang dibuat naposobulung gereja HKBP lain yang kelihatan tidak sempurna. Padahal, kalau direnungkan untuk apa kami memandang sebelah mata lantas mentertawakan naposobulung gereja HKBP lain, bukannya apa yang Nahasem dan naposobulung gereja HKBP lain lakukan adalah satu yaitu pelayanan demi, untuk dan karena Kristus. Ingat, Kristus tidak pernah melihat pelayanan kita dari apa yang manusia lihat dan nilai, jauh dari itu Kristus memandang hati kita dalam melayani Dia.

C2. Nahasem: Keluar Kompak, Didalam Pengkotak-Kotakan
Salah satu puji-pujian yang sering dikemukakan oleh pihak ketiga diluar Nahasem adalah, Nahasem maju karena kompak satu dengan yang lain. Terlihat sepintas memang demikian, ambil contoh, Nahasem bukanlah dari keluarga yang mampu sekali, rata-rata cukuplah, tapi kalau untuk urusan tertentu masing-masing mereka mau berkorban demi tujuan bersama yang hendak digapai. Ambil contoh, untuk ikut festival paduan suara, mana mau parhalado7 (baca: sebagian besar anggota parhalado) ikut mikirin apa kira-kira seragam yang akan dipakai Nahasem. Itu semua hasil pemikiran dan pengorbanan Nahasem, dalam hal ini Nahasem kumpul duit, berswadaya kecil-kecilan, hanya untuk menyeragamkan dasi untuk naposobulung laki-laki atau menyeragamkan pita atau syal untuk naposobulung perempuan. Bahkan pernah untuk mengikuti konser, Nahasem berswadaya sendiri –tanpa bantuan kas gereja- untuk membeli baju seragam dan aksesorisnya, padahal konser tersebut membawa nama HKBP Semper. Masih banyak contoh lain yang menunjukan kekompakan Nahasem. Tapi apakah kekompakan tersebut benar-benar terjalin murni di hati para anggota Nahasem. Menurut penulis tidak demikian, mengapa? Karena ada pengkotak-kotakan, ambil contoh:
a. Di dalam Nahasem ada kelompok-kelompok tertentu yang terbentuk eksklusif sendiri-sendiri, baik di naposobulung laki-laki maupun di naposobulung perempuan. Awalnya biasa saja, lama-lama membahayakan karena ekslusifnya masing-masing kelompok membuat berkurangnya kepedulian terhadap seluruh anggota yang lain. Saking ekslusifnya, dulu ada satu kelompok yang membuat seragam khusus hanya untuk kelompoknya sendiri dan seragam tersebut dikenakan anggota kelompok tersebut dalam kegiatan Nahasem yang tentu melibatkan anggota Nahasem yang lain, sehingga menimbulkan bisik-bisik diantara anggota Nahasem yang lain. Bisik-bisik ini kelamaan menjadi suatu yang tidak sehat yang pada akhirnya berujung pada keretakan sesama anggota Nahasem.
b. Pada pemilihan personil kepanitiaan, jikalau seseorang terpilih menjadi ketua dalam satu kepanitiaan, ketua tersebut pasti lebih mengutamakan kelompoknya dilibatkan, tanpa melihat secara jernih apakah anggota kelompoknya tersebut memiliki kapasitas yang cukup mengerjakan tugas kepanitiaan yang diembannya. Ada orang-orang yang tidak cakap dibidang dekorasi, dipaksakan masuk seksi dekorasi, ada yang tidak cakap memegang uang diposisikan di bidang keuangan dan pencarian dana, dan sebagainya. Anggotapun demikian, dalam menimbang untuk mengambil suatu pelayanan, lihat-lihat dulu, siapa ketuanya, siapa teman seksinya, kalau si A ia mau, tapi kalau si B sorry aja, next time baby. Memangnya kita terlibat pelayanan untuk siapa dan karena siapa?
c. Di paduan suara dan vocal group, Nahasem kompak bernyanyi, indah terdengar, tapi tahukah anda, bahwa diantara Nahasem ada yang tidak omongan, Mengapa tidak omongan? Karena sedang marahan dan marahannya sudah menahun. Kalau di Alkitab ada sabda yang menyatakan marahan jangan sampai matahari terbenam, namun yang ini sampai ganti tahunpun masih berlanjut. Dalam kondisi marahan tersebut, Nahasem bisa kompak bernyanyi, memberikan ekspresi pujian yang baik pada lagu yang mengambil syair dalam Mazmur 133 mengenai indahnya persaudaraan saudara seiman, namun tidak seluruhnya makna lagu tersebut mampu dihayati oleh segenap anggota Nahasem. Kenapa bisa ya?
Ketidak-kompakan Nahasem ini tentu tidak perlu terjadi, jikalau masing-masing Nahasem mengerti pelayanan itu sendiri. Pelayanan bukanlah sekedar kumpul-kumpul membuat kegiatan yang bagus di dalam gereja, tapi lebih dari itu pelayanan haruslah dapat terefleksi dengan bersedia berkorban/ menunjukan sikap rendah hati antar masing-masing anggota. Melihat kepentingan bersama diatas kepentingan individu dan kelompoknya masing-masing. Semoga ketidak-kompakan yang terselubung dengan kekompakan ini tidak tertular kepada penerus Nahasem lainnya.

C3. Sebagian Nahasem Sepertinya Berjerih Payah Demi ‘Pelayanan’ Namun Pada Hakekatnya ‘Pelit’ Dalam Pelayanan
Saya menggagumi komitmen dan kerja keras dari beberapa rekan Nahasem. Saya salut untuk segala upaya dan kerja kerasnya yang akhirnya membawa organisasi dan pelayanan Nahasem ke keadaan yang lebih mandiri. Tetapi ternyata komitmen dan kerja keras Nahasem tidak semuanya teruji, ada juga anggota Nahasem yang hanya berjuang karena posisinya yang melekat pada bidang pelayanan tersebut. Misalnya, ketika ia menjabat sebagai ketua dalam suatu kepanitiaan atau kepengurusan, ia gigih berjuang, mengorbankan waktu, materi dan tenaganya untuk kesuksesan kepanitian tersebut. Ia terus mengajak dan memotivasi setiap anggota Nahasem lainnya untuk terlibat bersama-sama dalam kegiatan kepanitiannya. Pokoknya, kasat mata si ketua ini seperti orang yang sangat cinta dalam pelayanan Tuhan. Tapi ternyata itu terjadi hanya pada masa kepanitiaan dan kepengurusannya saja. Ketika kepanitian dan kepengurusannya berakhir, dan ada kegiatan Nahasem yang lain, si mantan ketua panitia dan pengurus ini langsung lesu darah, semangat dan komitmen pelayanannya tidak segagah ketika dia menjabat ketua panitia atau pengurus. Ketika diajak untuk terlibat lagi dalam pelayanan, si mantan ketua ini ternyata hitung-hitungan alias pelit, pelit dalam memberikan waktu, pelit dalam memberikan tenaga dan juga pelit memberikan harta Tuhan yang ada padanya guna pelayanan tersebut. Jadi, sebenarnya si orang ini, waktu menjabat sebagai ketua, apakah ia sedang melayani Tuhan atau mencari kesuksesan dan ambisi pribadi? Ingat, Tuhan Yesus tidak ingin diduakan atau disetengah-setengahkan.

C4. Sebagian Nahasem Komitmen Dan Konsistensi Pelayanan Ternyata Seumur Jagung
Keseluruhan hidup adalah melayani. Keseluruhan hidup yang dimaksud tentu bukan keseluruhan hidup dari umur jagung8, tapi manusia. Saya kira semua Nahasem tahu betul kalimat tersebut. Nahasem mengetahui kalimat itu dari berbagai pembinaan yang mereka terima selama menjadi Nahasem. Bahkan, untuk yang pernah terlibat pendalaman alkitab dan kelompok kecil di Nahasem, mungkin beranggapan kalimat ‘keseluruhan hidup adalah melayani’ bukanlah sesuatu yang sulit untuk dipahami dan dijalankan pada waktu itu. Tapi benar kata orang bijak, pengetahuan tidak cukup jikalau tidak mampu dipraktekan, apalagi dipraktekan dengan komitmen yang teguh dan konsistensi yang tinggi. Itulah yang terjadi di Nahasem. Ada sebagian anggota Nahasem yang komitmen dan konsistensi pelayanannya tidak seindah pengetahuannya atas kalimat ‘keseluruhan hidup adalah melayani’. Ketika berstatus pengurus mengebu-gebu, tapi ketika tidak jadi pengurus lebih mencari alasan pekerjaan, kuliah, berpacaran (keseringan), sinetron di televisi, dan sebagainya guna menghindar atau tidak terlibat dalam pelayanan, padahal statusnya masih naposobulung dalam umur yang seharusnya aktif. Memang pelayanan tidak harus terlibat dalam gereja, di rumah dan dimanapun kita bisa melayani. Sepanjang alasan-alasan itu dapat dipertanggungjawabkan, itu adalah pilihan yang tepat. Tapi menurut penulis, kebanyakan alasan-alasan ini hanyalah suatu upaya pembenaran terhadap posisi ‘nyaman’ yang dipilihnya setelah menjadi pengurus atau panitia. Bahkan yang lebih kejam lagi, ada Nahasem yang seketika berakhir masa kepengurusan atau kepanitiaan, tidak terlihat lagi dalam pelayanan di gereja, ada apa ya? Memang benar seseorang yang pernah mengatakan kepada saya, untuk menguji komitmen dan kesetiaan seseorang (baca: naposobulung) dalam melayani Tuhan, bukan pada waktu ia menjadi pengurus atau panitia, tapi lihatlah ketika ia menjadi anggota biasa bagaimana komitmen dan konsistensinya. Karena pelayanan kepada Tuhan bukan karena jabatan yang kita pegang, tapi sepanjang hidup (baca: tubuh) kita persembahkan sebagai dupa yang harum dihadapan Tuhan.

Catatan Kaki: 1. Konsep kepemilikan yang diungkapkan Paulus menegaskan bahwa tiada lagi otoritas manusia bagi hidupnya, kecuali Kristus sendiri.
2. Andar Ismail, Selamat Melayani Tuhan, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, Cet. 10, 2007), hal. 2-4).

3. Hamba atau budak tugasnya adalah mengerjakan pekerjaan menurut kehendak tuannya, tidak ada bantah-bantahan. Suatu sikap penyerahan segala "hak pribadi" secara utuh untuk diatur oleh majikannya. Berarti ia sedang menyangkal dirinya atau tidak berhak lagi atas hak pribadinya. Hak itu sudah melebur dan dimiliki oleh tuannya. Sebagai hamba Allah berarti kita harus taat total atas perintah dan kemauan Allah.
“Budak secara gamblang sebenarnya dapat didefinisikan sebagai : 1. Seseorang yang telah kehilangan segalanya didunia ini; 2. Kemerdekaannya telah dirampas; 3. Kebebasannya telah musnah; 4. Kehendaknya telah hampa; 5. Bahkan namanya sudah tidak ada lagi (budak diperjual-belikan di pasar bebas, seperti seekor binatang. Tarifnya digantungkan di lehernya, orang-orang mulai menawar harganya. Akhirnya jika tawarannya cocok maka seseorang akan membelinya dan membawanya pulang dan melubangi telinganya, lalu dipasang sebuah anting-anting yang bertuliskan nama tuannya).
4. Mengapa tulisan ini hanya berkaitan Nahasem, yang merupakan akronim dari Naposobulung HKBP Semper dan tidak melibatkan remaja, karena pada zaman penulis, ketika penulis remaja belum ada seksi remaja jadi penulis langsung masuk naposobulung dan seksi remaja di HKBP baru terbentuk di ujung pelayanan penulis di naposobulung. Namun walaupun demikian, sedikit banyak tulisan ini masih releven sebagai pelajaran bagi teman-teman remaja.

5. Berarti mengerti dan melaksanakan secara komprehensif prinsip-prinsip pelayanan tersebut.
6. HKBP Semper dahulu pagaran dari HKBP Tanjung Priok Timur, penulis sendiri adalah Ketua Naposobulung Pertama SeResort Tanjung Priok Timur.

7. Parhalado tidak mau mikirin, tapi heran setiap ada prestasi rasa-rasanya mereka kadang berfikir itu karena pembinaan Parhalado.

8. Umur tumbuhan jagung umumnya 3 (tiga) bulan. Pengandaian umur jagung bukan ditujukan pada Nahasem yang hanya aktif dalam 3 (tiga) bulan, melainkan dimaksudkan yang hanya aktif beberapa waktu setelah pasca berakhir masa kepanitiaan dan kepengurusan atau juga yang menghilang padahal masih berstatus naposobulung umur produktif (kurang dari 30 tahun dan belum menikah).


(Penulis adalah Benny Manurung, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juni 2008)

Senin, 11 Oktober 2010

ARTIKEL: PASCA NAPOSOBULUNG, KEMANAKAH?

Setiap orang yang pergi ke gereja memiliki sebuah pilihan. Ia dapat saja memakirkan kendaraannya di tempat biasanya di halaman parkir gereja, melangkah menuju tempat duduk yang nyaman di barisan tempat duduk yang menjadi favoritnya, menonton jalannya ibadah yang berlangsung dengan baik, berbincang-bincang dengan teman-teman, kemudian pulang. Pengalaman tersebut menjadikan pengalaman hari Minggu pagi yang menyenangkan dan nyaman.
Atau, ia dapat saja melibatkan dirinya ke dalam suatu pengalaman yang membuat dirinya menyingsingkan lengan, bergabung dengan sebuah tim yang berhati hamba, dan membantu pembangunan gereja lokal seperti yang Allah kehendaki untuk kita lakukan. Kristus berpesan: Berikan dirimu untuk orang lain dan engkau akan menemukan hidupmu. Kita mungkin tidak memiliki banyak harta untuk kita berikan, jadi putuskanlah untuk mencobanya.
Namun, begitu banyak orang merasa ragu untuk menjadi pelayan/relawan digereja, karena mereka takut gagal. Sayapun sering merasa demikian. Namun, ketika kita membiarkan Kristus memimpin kita ke tempat Dia ingin kita melayani, kita menemukan suatu perasaan puas dan sukacita yang sangat luar biasa, yang tidak akan kita serahkan demi dunia ini.
Bagaimana dengan kita sendiri, setelah melalui pasca naposobulung, menikah, mempunyai anak? Apakah saat ini adalah waktu bagi kita untuk beranjak dari kursi penonton, mengambil perlengkapan, dan terjun ke lapangan pertandingan? Saya jamin, jauh lebih menyenangkan untuk menjadi seorang pemain dibandingkan hanya sekedar menjadi seorang penonton. Mengapa hanya menonton orang lain mengubah dunia ini, padahal kita sanggup untuk bergabung dengan mereka? Bertindaklah!

Upah Relawan/Pelayan
Berbahagialah orang-orang yang menemukan bahwa Allah dapat memakai tindakan kasih dan kebaikan yang kecil dan tersembunyi yang mereka miliki di dalam diri mereka untuk mengubah banyak kehidupan, gereja, komunitas lokal, dan pada akhirnya dunia.
Namun, dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengubah kepercayaan yang sudah lama dipegang mengenai hal menjadi pelayan/relawan. Banyak orang percaya bahwa menjadi pelayan/relawan itu lebih menyangkut perihal tugas dan kerja keras, dan bukan hal yang menyenangkan dan memuaskan. Tetapi sayangnya, kadang kala memang itulah yang sering terjadi. Terlalu banyak pelayan/relawan yang memiliki hati yang rela terluka “pada saat bekerja”. Mereka telah memberikan respons terhadap ajakan untuk melayani, hanya untuk berakhir pada posisi pelayan/relawan yang dipandang rendah, memberikan hasil kerja dimana hanya sedikit orang yang merasa terpuaskan. Atau, mereka siap untuk melayani dan menemukan bahwa tidak ada yang dapat mereka lakukan; Seorang koordinator relawan yang tidak dipersiapkan telahmembuang-buang waktu mereka, menyebabkan mereka kehilangan waktu mereka yang berharga yang dengan rela telah mereka sisihkan dari jadwal kesibukan mereka.
Beberapa pelayan/relawan bekerja keras melakukan pekerjaan kasar tanpa pernah mendengar bahwa mereka melakukan perkara yang lebih besar; mereka diberi begitu banyak tugas, namun tidak diberi visi. Sedangkan yang lainnya merasa begitu sibuk dengan berbagai permintaan yang tak masuk akal, karena mereka tidak pernah menerima pelatihan yang tepat; bukannya dipersiapkan untuk menang, mereka malah terpuruk dalam keputusasaan dan kegagalan.
Banyak yang menjadi sakit hati pada saat seorang pemimpin memaksa mewajibkan mereka untuk “mengisi kekosongan” tanpa mempertimbangkan bakat atau talenta yang mereka miliki atau apa yang mereka suka lakukan. Beberapa orang malah telah memberikan waktunya selama berjam-jam bahkan bertahun-tahun dalam pelayanan sukarela kepada sebuah organisasi atau gereja, tanpa menerima satu ucapan terima kasih.

Potensi Untuk Melakukan Suatu Perbedaan
Gereja adalah harapan dunia. Namun, harapan itu terletak pada kesediaan para relawan di segala bidang kehidupan – para dokter, para guru, para ibu-ibu rumah tangga, para eksekutif bisnis, para mahasiswa, para perawat, para nenek, para insinyur yang sudah pensiun, para pengrajin kayu, dokter gigi, para penata rambut, anak-anak sekolah menengah, para pegawai toko kelontong – untuk dimobilisasi, diperlengkapi, dan digunakan oleh Allah.
Apapun keadaan kita, apakah Allah memberkati kita dengan empat puluh jam yang dapat kita gunakan dengan bijaksana dalam satu minggu, atau apakah kita hampir-hampir tidak dapat mencuri waktu selama empat puluh menit saja dalam satu bulan jadwal kerja anda yang sangat sibuk, kita memiliki potensi untuk melakukan suatu perbedaan di salah satu sudut dunia ini.
Hal apakah yang kita miliki dan dapat kita berikan? Lebih daripada apa yang mungkin kita pikirkan. Kita memiliki bakat dan talenta yang sudah ada dalam diri kita sejak lahir. Ketrampilan yang kita asah di rumah atau di dunia kerja. Pengalaman hidup yang telah mendewasakan diri kita. Kepedihan yang telah mengembangkan diri kita. Kasih para tetangga yang berasal dari hati Allah kepada kita.
Semua ini merupakan alat kebaikan yang penuh kuasa yang Allah curahkan kepada semua anak-anakNya. Mengapa? Agar kita dapat menebar kebaikan kepada orang lain. Salah satu definisi yang sangat saya sukai mengenai gereja adalah “komunitas berkat” -- suatu komunitas yang diberkati Allah agar dapat memberkati dunia.
Ketika kita memutuskan untuk menginventasikan sekecil apa pun berkat yang telah Allah berikan kepada kita ke dalam kehidupan orang lain, kita akan menemukan bahwa itu adalah benih dari sesuatu yang sangat besar yang dituai di dalam jiwa kita sendiri. Dan suatu hari, di tengah-tengah kita memberikan diri kita dalam semangat dan tindakan relawan/pelayan, benih itu akan berkembang menjadi suatu kenyataan yang menakjubkan bahwa untuk hal inilah kita diciptakan!

Pelayanan: Spekulasi Yang Besar
Sebagian besar dari kita ingin menjalani kehidupan yang memiliki tujuan. Kita ingin memberikan diri kita untuk suatu alasan yang layak. Namun, tahun-tahun yang penuh dengan budaya melayani kepentingan diri sendiri telah membuat kita menjadi bingung. Manjakan diri anda. Penuhi segala keinginan anda. Puaskan selera anda. Kejarlah kesenangan. Semuanya untuk anda.
Dengan adanya semua pesan itu, sangatlah mudah untuk memahami ketakutan kita bahwa menginvestasikan waktu dan tenaga untuk melayani Allah dan orang lain akan mempersempit kehidupan kita. Hal apakah yang sebenarnya akan terjadi, kita bertanya-tanya, jika kita meninggalkan rasa nyaman sebagai penonton dan menceburkan diri ke dalam lapangan pelayanan? Apakah kita akan menjadi lebih sibuk dari biasanya dan harus bekerja lebih keras lagi…tanpa adanya kenaikan pendapatan di rekening bank kita? Dan jika demikian, apakah hal itu masuk akal?
Jika saya menyerahkan diri saya untuk melayani, kita bertanya, apakah saya akan tetap menikmatinya atau malah mengkhawatirkannya? Apakah hidup akan semakin terasa memuaskan? Atau, semakin melelahkan? Apakah hal tersebut akan membantu diri saya bertumbuh secara rohani atau mungkin segala permintaan yang lebih besar itu akan melemahkan kehidupan rohani saya?
Ternyata, kepuasan yang sebenarnya tidak akan pernah diperoleh melalui kesenangan akan diri sendiri. Kesenangan diri sendiri tidak akan pernah membawa kepenuhan hidup yang kita cari. Hal tersebut malahan akan mendatangkan kekosongan dan penghancuran diri sendiri. Dan selama saat itu pula, anda akan menghancurkan diri orang lain.
Sebagian besar manusia pada akhirnya mengetahui apa yang diperlukan untuk mencapai posisi puncak yaitu memperoleh banyak uang, mendapatkan penghargaan. Kita semua ingin mencapai posisi puncak. Namun Yesus berkata: jalan menuju posisi puncak di dalam kerajaanNya adalah dengan menjadi seorang hamba yang setia bagi Bapa dan seorang hamba yang rendah hati terhadap sesamanya.
Dalam Matius 19:27, Petrus pada akhirnya menanyakan pertanyaan yang mungkin ingin ditanyakan oleh para murid-murid lainnya: “ Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?”. Tampak ada satu kerinduan yang menggerakkan hati Petrus untuk meninggalkan kehidupannya demi Yesus. Namun, ia hanyalah manusia biasa. Kehidupan lamanya, jika bukan merupakan suatu petualangan, sangatlah mudah untuk ditebak. Ia tahu apa yang dihadapinya dan yang tidak dihadapinya. Tetapi bersama Yesus, ia harus menyerahkan segala sesuatunya tanpa hasil yang pasti. Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki dan perempuan, ibunya atau bapanya, anak dan ladangnya, orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali 100 kali lipat.
Ambillah Spekulasi itu!
Dalam Markus 8:34-35 Yesus berkata, “ Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barang siapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.
Jadi, bagaimana kita pasca Naposobulung menghadapi tantangan ini? Berani mencoba? Ambillah spekulasi yang besar. Ikutilah teladan Yesus dengan penyerahan total. Ambillah keuntungan dari setiap kesempatan untuk melayani -- bahkan sekalipun hal tersebut tampak tidak penting”. Jadilah seseorang yang membuka pintu bagi orang lain. Pilihlah tempat duduk di belakang, agar teman kita bisa duduk di bangku depan. Buanglah sampah sekalipun biasanya itu bukan pekerjaan kita. Rapikanlah kursi setelah rapat selesai dengan sukarela.Gandenglah lengan wanita tua yang hendak naik tangga di pusat perbelanjaan. Bukalah mata kita. Awasilah keadaan hati kita, minggu demi minggu. Lalu tanyakan kepada diri kita: Apakah saya menjadi beruntung atau malah merugi?
Dan jika kita mau, cobalah dengan cara lain. Setiap kesempatan yang anda miliki, posisikanlah diri kita di tengah, merengek-rengeklah, mintalah dunia untuk berputar di sekitar diri kita. Doronglah diri kita ke barisan depan. Menghilanglah saat tiba waktunya untuk melakukan pekerjaan kotor, pekerjaan yang membosankan. Menunduklah dengan rendah setiap pagi di depan cermin yang besar. Kemudian, melangkahlah mundur dan ujilah dengan jujur. Apakah kita semakin mendekat kepada Allah dan sesama atau malah menjadi lebih terisolasi? Apakah hidup kita semakin bahagia atau malah kosong? Apakah kita merasa puas atau putus asa? Ambillah spekulasi besar itu!
Cepat atau lambat, setiap orang harus memutuskan di mana mereka akan menempatkan taruhan mereka dalam spekulasi besar mengenai kehidupan. Dimanakah kita telah meletakkannya? Apakah di dalam gaya hidup yang berpusat pada diri sendiri? Atau, pada teladan Yesus dalam pelayanan? Kemanakah kita telah dibawa?
Kerinduan Melayani
Sebuah kerinduan yang diberikan Allah – suatu area yang penuh dengan minat yang tinggi --- terdapat di dalam diri setiap kita. Salah satu tujuan dari mencoba menjadi relawan/pelayan adalah untuk menemukan kerinduan tersebut. Menghubungkan bakat rohani kita dengan kerinduan yang kita miliki merupakan kunci untuk mendapatkan efektivitas terbesar dan rasa puas dalam melayani. Hal tersebut juga merupakan salah satu kunci untuk mempertahankan semangat dalam pelayanan. Saat kita sedang melayani dengan kerinduan, kita tidak memerlukan orang lain untuk mendorong-dorong kita agar tetap terlibat; Kita tidak tahan untuk tidak hadir. Hal tersebut rasanya seperti kerja, pada saat lonceng berbunyi, dan kita harus melakukan hal yang kita senangi.

Terbuka Bagi PanggilanNya
Kira-kira, kehilangan apa yang akan dialami oleh kita semua jika kita tidak bersikap terbuka? Sebuah tantangan? Sebuah petualangan? Sebuah kesempatan? Sebuah pangilan? Sebuah tujuan yang ada di dalam penderitaan? Suatu alat pertumbuhan pribadi? Suatu perjalanan menuju tindakan melakukan perbedaan?
Dalam dunia ini, banyak kebutuhan yang sangat besar – mulai dari rekonsiliasi ras sampai penghiburan bagi mereka yang berduka, mulai dari anak-anak yang dilatih sampai dengan pernikahan yang dipulihkan, mulai dari melayani para tunawisma sampai menguatkan yang hatinya lemah. Kebutuhan apakah yang kira-kira tidak akan terpenuhi bila setiap kita tidak membiarkan Allah bekerja melalui kerinduan kita, penderitaan – bahkan keengganan kita untuk menjangkau orang lain?
Kerinduan apakah yang mungkin Allah bangkitan didalam diri kita? Apakah ada sekelompok orang atau suatu permasalahan sosial yang tidak dapat kita singkirkan dari dalam pikiran kita? Pernahkah kita mengalami suatu kepedihan yang melembutkan hati kita bagi orang lain yang juga menderita hal yang serupa? Apakah kita merasakan suatu ketukan rohani dari suatu area pelayanan yang tidak pernah kita impikan atau kita kejar? Masuklah ke dalam pelayanan gereja kita, lihatlah ladang pelayanan yang Tuhan sudah sediakan bagi kita: Penerima Tamu, Pembawa kantong kolekte, Pelayanan Sekolah Minggu, Kelompok PA, Tim Kunjungan/Pemerhati Jemaat, Pendoa syafaat, kelompok Pujian (koor, song leader), Pemusik, Pembina Pemuda/Remaja, Penulis Buletin Narhasem, Pembawa Renungan, atau dapat menjadi fasilitator dari program yang ada. Di satu gereja teman saya, salah satu contoh wadah pelayanan untuk pasutri (pasangan suami istri), adalah pasangan suami istri yang melayani sebagai Penerima Tamu.
Bila kita mempunyai suatu kerinduan akan suatu bentuk pelayanan, namun hal tersebut belum ada wadahnya di gereja kita, doakanlah, mintalah kepada yang Empunya ladang. Bentuklah suatu tim, dan bila sudah dibicarakan dengan matang, sampaikanlah kepada Majelis Gereja. Gereja masa kini adalah gereja yang memberikan tempat untuk mengembangkan karunia dan talenta jemaatnya secara maximal. Karena pelayanan jemaat dalam mengembangkan gereja akan sangat efektif, karena untuk menjangkau masyarakat yang majemuk, jemaat sudah lebih bermasyarakat daripada Pendeta jemaat yang sering dilihat sebagai rohaniawan mimbar.
Jadi, Jangan bersikap tidak peduli terhadap apa yang terjadi di dalam hati kita saat ini. Izinkan Allah berbicara kepada kita. Dengarkanlah. Kemudian, bertindaklah. Melangkahlah. Bereksperimenlah. Ambillah tindakan! Lakukanlah sesuatu, di suatu tempat – Sekarang!

(Penulis adalah Monalita Hutabarat, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juli 2008)

Minggu, 10 Oktober 2010

ARTIKEL: TIMOTIUS

Berbicara tentang Timotius, kita tidak bisa terlepas dari didikan yang diterimanya. Timotius yang masih muda dapat menjadi pemimpin bahkan menjadi perintis pekabaran Injil serta pemikir Kristen adalah karena didikan yang diterimanya. Paulus, rasul yang besar dan terkenal bahkan menyebutnya sebagai satu-satunya orang ‘yang sehati dan sepikir’ dan yang tidak mencari kepentingannya sendiri melainkan kepentingan Kristus (Flp. 2:20).
Nama Timotius berasal dari kata Yunani yakni Timotheo artinya menghargai Allah. Timotius adalah putra seorang wanita Yahudi beragama Kristen bernama Eunike yang bersuami seorang Yunani (lih. Kis. 16:1). Timotius seorang pemuda yang pendiam. Timotius dididik secara kristiani oleh ibunya. Selain itu dia juga menerima didikan secara kristiani dari neneknya yang bernama Lois (lih. 2 Tim. 1:5).
Selain dari ibu dan neneknya, Timotius juga menerima didikan Kristen dari buku (lih. 2 Tim 3:15). Buku-buku yang dimaksud adalah buku-buku para penulis Yahudi dari zaman pra Yesus dan buku-buku para penulis Kristen dari zaman gereja perdana yang jumlah juga bisa mendekati seratus. Buku-buku itu ditulis dalam bahasa Ibrani, Aram dan Yunani. Pada zaman itu Alkitab belum jadi seperti yang kita miliki sekarang. Memang pada masa hidup Timotius sudah ada beberapa surat Paulus misalnya : surat 1 Tessalonika yang ditulis sekitar tahun 50. Tetapi injil Lukas masih dalam proses penulisan, sedangkan beberapa kitab lain sama sekali belum dikarang, misalnya Surat 2 Petrus yang baru ditulis sekitar empat tahun sesudah Timotius meninggal dunia.
Buku-buku tersebut itulah yang menjadi pendidik Timotius. Buku sangat berperan sebagai pendidik Timotius. Jarang tertulis sejelas ini bahwa buku sebagai benda dikategorikan sebagai pendidik. Perhatikan keenam kata kerja yang memperlihatkan perbuatan pedagogis buku yaitu : ‘memberi hikmat’, ‘menuntun kepada keselamatan’, ‘mengajar’, ‘menyatakan kesalahan’, ‘memperbaiki kelakuan’, dan ‘mendidik dalam kebenaran’ (lih. 2 Tim 3:15).
Belum banyak orang menganggap buku sebagai pendidik termasuk warga gereja. Belum banyak orang berminat untuk membaca buku sampai usia lanjut. Buku dianggap hanya sebagai kebutuhan murid di sekolah. Di sekolah pun tidak semua murid gemar membaca.
Buku yang bermutu adalah pendidik yang perlu. Buku memberi manfaat yang khas pada tiap golongan usia. Untuk anak kecil, buku menolong menumbuhkan daya imajinasi dan kecermatan mengeja. Untuk remaja dan pemuda buku menolong menajamkan daya konsentrasi dan kerangka bernalar yang sistematis. Untuk orang dewasa, buku berfaedah untuk mencegah kemandekan atau stagnasi dalam perkembangan visi. Untuk orang lanjut usia buku menolong mempertahankan fungsi intelegensi. Kemudian untuk segala golongan usia buku memberikan banyak manfaat yang umum. Buku menambah pengetahuan. Buku memperluas wawasan. Buku menyegarkan. Buku menghibur.
Buku yang baik (istilah dalam 2 Tim. 3:15 “segala tulisan yang diilhamkan Allah”) dapat dipakai oleh Tuhan sebagai alat untuk membimbing. Seperti yang dialami oleh Timotius : buku memberi hikmat. Buku menuntun kepada keselamatan. Buku mengajar. Buku menyatakan kesalahan. Buku memperbaiki kelakuan. Buku mendidik dalam kebenaran. Timotius telah menikmati pendidikan yang diberikan oleh buku. Timotius telah tumbuh menjadi sebagaimana dia ada karena pendidikan oleh buku.
Sebagai pemuda berminat baca Timotius berkenalan dengan Rasul Paulus. Timotius tertarik untuk belajar terus. Atas rekomendasi warga gereja ia diterima menjadi murid Paulus (lih. Kis 16:2). Itu terjadi pada tahun 49 atau 50. Agaknya ketika itu Timotius berumur sekitar 25 tahun, dan Paulus mungkin sekitar 60 tahun. Tuhan mempertemukan Timotius dengan rasul Paulus di Listra (lih. Kisah 16 : 1-3). Paulus memilihnya sebagai pembantu yang baru. Ternyata bahwa Timotius menjadi pembantu terdekat dari Paulus. Tidak ada pembantu lain yang begitu sering disebut dalam surat-surat Paulus seperti dia. Hubungan antara Timotius dengan Paulus sangat akrab sekali seperti antara anak dengan ayah.
Menjadi murid Rasul Paulus berarti ia bekerja magang, yaitu ikut dalam perjalanan pekebaran Injil ke berbagai negara. Begitulah selama beberapa tahun Timotius menjadi murid merangkap pembantu Paulus dalam segala urusan sehari-hari. Ketika Paulus dipenjara selama beberapa tahun, Timotius mendampinginya. Ia membantu Paulus menulis surat ke beberapa gereja. Ada enam surat yang mencamtumkan nama Timotius sebagai pengarang pendamping, yaitu surat 1 Tessalonika, Filipi, 2 Korintus, Filemon, 2 Tessalonika dan Kolose. Pada ayat pertama dalam keenam kitab itu terdapat ungkapan seperti “Dari Paulus dan dari Timotius kepada ...”
Setelah Paulus keluar dari penjara, Timotius bertugas mewakili Paulus membina gereja di kota Tessalonika, Filipi dan Korintus. Dengan tugas-tugas itu Timotius dipersiapkan menjadi penerus pekerjaan Paulus. Sesudah dibina sekitar sepuluh tahun, Timotius dipercaya untuk menggembalakan umat di kota Efesus. Sementara itu Paulus tinggal di Makedonia, namun kemudian dipenjara lagi di Roma. Pada masa itulah Timotius menerima dua pucuk surat dari Paulus yang kini kita miliki, yaitu surat 1 Timotius (tahun 63) dan 2 Timotius (tahun 65).
Akhir hidup Timotius memang mengenaskan. Ia dibunuh dalam kerusuhan agama pada tanggal 22 Januari tahun 97 di depan kuil Artemis di kota Efesus. Tetapi, hidupnya jauh dari sia-sia. Ia merintis pekabaran Injil yang menjadi cikal bakal gereja hingga masa sekarang. Ia melindungi umat yang dianiaya di Tessalonika. Ia mendampingi umat yang tergoncang iman di Korintus. Timotius anak keluarga sederhana yang dibesarkan di kota Listra telah menjadi pemimpin dan pemikir gereja perdana. Bagaimana anak sederhana ini menjadi pemimpin dan pemikir ? Karena ia mempunyai buku sebagai pendidik.

(Penulis adalah Pdt. Palti Panjaitan, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Oktober 2005)

Senin, 04 Oktober 2010

ARTIKEL: MASALAH YANG BIASA DIHADAPI OLEH KELUARGA KRISTEN DAN BAGAIMANA CARA MENGATASINYA

Dia Telah Berubah
Salah satu masalah paling umum yang dihadapi oleh keluarga, adalah ‘suami atau istri’ yang tidak atau kurang siap menghadapi perubahan. Dia mendadak senang olahraga. Atau hari-hari kerjanya dipenuhi jadwal rapat sampai malam hari. Atau dia bersikeras ingin beli mobil baru. Apa pun bentuknya, tanda-tanda itu sudah muncul, yaitu pasangan anda sudah berubah. Rasa takut membanjiri pikiran anda; takut ditinggal. Terlebih lagi ketika perbedaaan pendapat lebih sering terjadi.
Jika anda merasa, ada sesuatu yang membuat hubungan anda berubah, bahwa pasangan anda berubah, atau hal-hal yang biasa anda hadapi berubah, maka kemungkinan memang telah terjadi perubahan. Karena segala sesuatunya berubah, begitu juga anda, menghanyutkan tanah tempat Anda berpijak. Yah, kita selalu tergoda untuk percaya bahwa yang namanya cinta itu akan tetap sama, tetap stabil. Bahwa cinta menjamin stabilitas. Dan Anda berdua tetap akan menjadi pasangan yang saling mencinta seperti dulu. Maka ketika perubahan itu sungguh-sungguh terjadi, Anda menjadi ketakukan.
Tapi, kendati pria/wanita yang berbaring di samping Anda saat Anda bangun tidar di pagi hari tetap tampak sama seperti pria/wanita yang dulu ketika Anda berjanji setia di depan altar Tuhan, plus minus beberapa lembar uban di rambutnya, - setuju atau tidak setuju didalam dia sudah berubah. Bisa berubah banyak atau berubah sedikit. Begitu juga Anda.
Dalam hal hubungan, kendati tidak terjadi peristiwa-peristiwa besar atau tidak terjadi tahap-tahap kehidupan yang penting, perubahan tetap tak terhindarkan. Jika tidak terjadi sesuatu, kemungkinan cara Anda berinteraksi terhadap satu sama lain yang membuat Anda berubah. Hal-hal yang Anda hadapi di awal hubungan kemungkinan tidak sama dengan hal-hal yang Anda hadapi beberapa tahun kemudian.
Tujuan-tujuan mungkin mulai naik atau turun. Anda mungkin mulai menghargai hal-hal yang berbeda. PerilakuAnda terhadap pekerjaan, anak-anak, teman-teman, keluarga, mungkin sudah berubah. Anda mungkin mulai mengharapkan hal-hal ang berbeda terhadap satusama laun, atau terhadap hubungan Anda.
Pasangan Anda mungkin berubah menjadi seseorang yang lebih Anda sukai. Tapi bisa juga dia berubah menjadi orang yang tidak Anda sukai. Anda juga bisa berubah menjadi orang yang makin dia sukai. Tapi bisa juga makin tidak dia sukai.

Menghadapi Perubahan
Jika Anda, pasangan Anda, atau hubungan Anda mulai berubah atau sudah berubah, langkah pertama adalah untuk menyadari, bahwa perubahan itu normal. Perubahan pasti akan terjadi, tak mungkin tidak akan terjadi. Maka, yang harus dan bisa Anda lakukan adalah menerima dan mengarahkannya.
Jangan habiskan waktu dan energimu untuk menolak perubahan. Yang Anda butuhkan adalah terus berusaha untuk menjaga komunikasi tetap lancar. Ikuti setiap langkah perubahan pandangan, perasaan dan sikap. Jika Anda tetap bisa saling mengerti, maka sebesar apa pun perubahan itu, cinta Anda akan tetap sama, atau bahkan menjadi semakin besar. Dalam menghadapi perubahan, Anda terutama perlu saling memberitahu bahwa tuntutan-tuntutan dan harapan-harapan Anda sudah berubah. Apa yang Anda inginkan dan butuhkan terhadap satu sama lain sekarang mungkin tidak sama dengan yang dulu Anda inginkan atau butuhkan. Jika Anda berdua tidak mau saling terbuka untuk memberitahukan tentang apa yang Anda harapkan dari satu sama lain, dari hubungan Anda, maka perubahan akan menjadi sesuatu yang menakutkan dan bahkan menjadi bencana bagi keluarga Anda.
Dalam hal waktu, perubahan terasa paling tidak menyenangkan pada tahap-tahap awal hubungan, ketika Anda tidak tahu persis apa yang terjadi, dan Anda takut, perubahan itu akan menyakitkan. Bila Anda adalah orang yang berani menerima perubahan sebagai sesuatu yang normal, maka dengan berlalunya waktu, minggu, bulan dan tahun, Anda akan mulai bisa menghadapi dan menghargai perubahan-perubahan di dalam diri pasangan Anda dan di dalam diri Anda sendiri. Dan dengan demikian keluarga Anda akan terhindar dari berbagai masalah. Coba deh….!
“Janganlah kamu menjadi serpa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah; apa yang baik yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Roma 12 : 2

(Penulis adalah Pdt. Pilian Panjaitan, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Oktober 2005)

Sabtu, 02 Oktober 2010

ARTIKEL: BULETIN NARHASEM MILIK SIAPA?

Pendahuluan
Pada tanggal 4 April 2006 lusa Buletin Narhasem tepat berusia dua (2) tahun atau delapan tahun sejak terbit Narhasem (tanpa R “remaja”).
Dalam kurun waktu tersebut mereka telah berjuang untuk menegakkan suatu nama “Naposobulung HKBP Semper” yaitu nama yang diberikan kategorial mereka saat itu yang tergabung dan menjadi satu bagian dari empat (4) bagian yang menjadi pilar HKBP Semper khususnya atau NHKBP Nabolon i atau sekarang menjadi seksi pada Dewan Koinonia satu dari tiga dewan yang ada. Pada umumnya NHKBP Semper menerbitkan.Sebagai media dan hasil karya mereka sampai dengan terbitan Februari 2005, Buletin Narhasem dibagi-bagikan kepada semua Parhalado dan ruas tertentu tanpa dipungut bayaran alias gratis dan baru edisi Maret 2005 dan April 2005 dipungut ganti uang cetak Rp. 4000,- (empat ribu rupiah saja) . Berarti selama ini Buletin Narhasem yg berisi 48 halaman tersebut dapat diterbitkan dengan merogoh kocek NHKBP sendiri dan mempergunakan fasilitas yang ada dikantor masing masing adalah suatu usaha yang berat demi tegaknya nama NHKBP Semper didalam pecaturan NHKBP nabolon i, Sekarang masalahnya Buletin Narhasem pantas atau tidak mendapat subsidi dari Gereja sepanjang mereka belum dapat berdiri sendiri dan apakah kita sebagai orang tua hanya menjadi penonton yg baik saja tanpa berpartisipasi atas usaha tersebut?
I. Proses Penerbitan Buletin
Sebelum kita memutuskan pendapat perihal keberadaan Buletin Narhasem ini perlu kita terlebih dahulu melihat bagaimana proses penerbitan Buletin Narhasem tersebut dari kertas putih sampai dengan Buletin Narhasem siap saji dihadapkan pembacanya.
Proses tersebut antara lain :
1. Menetapkan apa yg menjadi pokok pembahasan untuk bulan yang akan datang, menetapkan pokok bahasan para Tim Redaksi harus jeli melihat apa yang menjadi utama dalam bulan tersebut, misalnya perihal paskah, perihal Synode Godang, perihal rapat pendeta perihal pelayanan dan lain lain atau untuk setiap bulannya sudah ditetapkan terlebih dahulu.
2. Mencari para penulis untuk materi tersebut.
a. Para penulis di Buletin Narhasem adalah orang yang mempunyai loyalitas yg tinggi baik untuk mendukung kelangsungan hidup Buletin Narhasem tersebut juga mempunyai loyalitas tinggi pada Gereja karena mereka dibayar,(dengan istilah dibayar) hanya dengan satu (1) exemplar Buletin Narhasem berarti sama dengan Rp 4.000,- (empat ribu rupiah saja).
b. Para penulis tersebut bukanlah orang sembarangan dibidangnya dengan titel mulai Master sampai Dostor...(Doktor adalah mereka penyandang Strata tiga (3) sedangkan Dostor = Dos dohot Tor adalah mereka yang pakar dibidang masing dan diakui orang. Menulis satu makalah untuk tiga (3) atau empat (4) halaman bukanlah hal yang mudah, memerlukan waktu dan biaya khusus.
c. Para penulis Buletin Narhasem berdomisili tidak saja dilingkungan Gereja HKBP Semper, tetapi juga diseluruh Jakarta dan diluar Jakarta. Berarti diperlukan waktu dan biaya untuk berkomunikasi baik melalui telepon, telex, handphone dan lainnya alat komunikasi dan komunikasi tersebut bukan hanya sekali saja tetapi harus lebih dari sekali berarti mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
d. Para penulis memerlukan waktu untuk menetapkan makalahnya, mempersiapkannya dan mengoreksinya, Menulis suatu makalah sampai dengan layak dikirim memerlukan waktu tiga atau empat kali dikoreksi dan diketik dan itu tidak bisa dalam satu atau dua jam saja tetapi satu atau dua hari bahkan lebih.
3. Memilah-milah tulisan yang diterima sesuai dengan jadwal yang ditetapkan karena setiap materi sudah ada jadwal pematan/penerbitannya.
4. Mengetik dan mengedit materi yang masuk untuk dimuat. Proses pengetikan dan pengeditan diperlukan beberapa kali agar sesuai dengan apa yang diharapkan.
5. Menetapkan artikel mana yang akan ditempatkan didepan, ditengah atau diakhir dari buku.
6. Sortir akhir setelah keluar dan pencetakan.
7. Memasarkan Buletin sesuai dengan target yang diharapkan.
8. dan lain-lain.

II. Manfaat Penerbitan Buletin
Kalau kita berbicara soal manfaat atau kegunaan maka dapat kita lihat sebagai berikut :
A. Untuk NHKBP
1. Mereka menjadi ahli dalam bidang penerbitan suatu majalah atau buletin
2. Mereka menjadi percaya diri dalam menghadapi segala macam bidang yangdipakai oleh seseorang untuk mendapatkan bahan tulisan.
3. Mereka lebih memahami dan menerima cara pemikiran serta pengetahuan.
4. Mereka dapat menunjukan hasil karya nyata dalam bentuk Buletin yang dapat dibaca oleh semua orang dan juga bermanfaat sebagai penambah wawasan
5. Mereka menunjukan ekstensinya melalui Buletin yang dibaca oleh mereka yang bukan saja berada dilingkungan Semper tetapi juga diluar HKBP Semper bahkansampai ke Distik dan Kantor Pusat HKBP diPearaja, Tarutung.
6. Mereka menjadi terlatih untuk sabar dan tekun dalam menghadapi para narasumber dgn segala macam sifat dan tabiat.
7. Mereka akan lebih terlatih utk meneliti bahan yang ada datanya lebih akurat untuk setiap penerbitan.

B. Untuk Jemaat
Disamping untuk NHKBP kepada jemaat juga penerbitan Buletin Narhasem ini mempunyai manfaat sebagai berikut :
1. Jemaat dapat melihat hasil karya Naposobulung di Gerejanya dimana tidak semuaGereja Naposobulungnya mempunyai Buletin yang secara berkala diterbitkan.
2. Jemaat dapat membaca hasil pemikiran orang tertentu yg dituangkan dalam bentuk tulisan yg dapat menambah wawasan para pembacanya.
3. Jemaat mendapat penambah pengetahuan dengan hasil karya yg murah perihal macam ilmu pengetahuan baik dibidang dilingkungan Gereja dan juga informasi perihal pengetahuan umum lainnya yg dikumpulkan oleh tim redaksi Bulletin Narhasem dan bermacam sumber.

Kekuatan Yang Ada
Kekuatan NHKBP dalam penerbitan Buletin Narhasem adalah sebagai berikut :
1. Pada umumnya pendidikan anggota Tim Redaksi Buletin Narhasem adalah Strata 1 (S1) dan Strata 2 (S2).
2. Pengalaman berorganisasi selama menjadi NHKBP dan selama kuliah di kampus masing, banyak membantu sebagai bekal mereka dalam menerbitkan Buletin NHKBP.
3. Diantara Tim Redaksi Narhasem ada yang sudah menjadi staff majalah dikampus masing-masing, sehingga bagi mereka sudah tidak ada masalah lagi dalam penerbitan Buletin Narhasem.
4. Diantara mereka sudah ada yang telah bekerja dan sampai dengan sekarang ini mereka telah mempunyai fasilitas tertentu yang memperlancar tugas tersebut.
5. Adanya Narasumber yang memberikan tulisannya secara sukarela sehingga memperlancar penerbitan Buletin.
6. Pemasaran Buletin dengan biaya Rp. 4000,- dengan omset 100-150 eksemplar bisa habis asal Tim Penerbit ulet dan jeli melihat para pembeli atau pembaca baik diantara sesama Naposobulung yang sudah bekerja maupun Parhalado dan jemaat HKBP Semper secara selektif dan juga kawan-kawan dikantor masing-masing.
Dengan demikian biaya penerbitan Buletin Narhasem mulai dari awal sampai jadi bisa terpenuhi dan nantinya Buletin ini dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa di subsidi oleh huria.Perlu diacungkan jempol untuk Tim Redaksi Buletin Narhasem yang sampai penerbitan Bulan April 2005 masih belum mendapat subsidi dari Huria dan sesuai dengan hasil rapat Huria tanggal 28 Maret 2005 untuk bulan Mei 2005 baru mendapat subsidi sebesar Rp. 300.000,- (Tiga ratus ribu rupiah,-)per bulan.

VI. Kelemahan Yang Ditemui
Kita sudah berbicara pada kekuatan yang ada maka untuk adilnya kita juga perlu melihat kelemahan-kelemahan yang ada sebagai berikut :
1. Jemaat dan Parhalado HKBP Semper masih banyak yang belum senang membaca malahan ada Parhalado yang oleh Naposobulung diberi secara gratis tetapi Buletin tersebut ditinggal begitu saja di konsistori, hal ini dikemukakan oleh seorang Parhalado pada rapat Huria tanggal 28 Maret 2005, memang sangat disayangkan tetapi oleh seorang Jemaat peserta rapat berbisik:”Kasih saja koran poskota atau koran lampu merah pasti disambar, katanya”
2. Siapa yang akan menerima Buletin tersebut kelihatannya belum didata oleh NHKBP secara akurat sehingga masih dalam taraf uji coba, sehingga orang yang seharusnya sudah pasti berlangganan tetapi hingga saat ini belum ada kepastian.
3. Tidak ada perhatian khusus atas keberlangsungan keberadaan Buletin ini dari anggota ketiga dewan dan anggota secara khusus apakah untuk berlangganan setiap bulannya sebagai bentuk dukungan kepada NHKBP Semper yang mengelola Buletin ini.
4. Jalan pemikiran Naposobulung sekarang kadang tidak nyambung dengan pemikiran Orang Tua dan dasar pemikiran inilah yang seharusnya Orang Tua memahaminya karena sekarang sudah tahun 2005 bukan lagi 30 (tiga puluh)tahun atau 40(empat puluh)tahun yang lalu.
5. Fasilitas yang dipergunakan Tim Redaksi Buletin Narhasem yang ada selama ini tidak bisa dipertahankan untuk seterusnya, untuk itu perlu dipikirkan alternatif pengganti yang lain. Apakah dengan menambah oplah Buletin dan juga memperluas pemasaran sehingga anggota Tim Redaksi tidak terlalu berat memikirkan biaya per bulan.
6. Subsidi Huria sebesar Rp 300.000,-(tiga ratus ribu rupiah)yang dimulai untuk penerbitan Mei 2005 sebaiknya hanya sementara dan tidak untuk jangka panjang karena Huria ini juga memerlukan dana yang besar untuk operasionalnya. Sumbernya dari mana? Mari kita cari jalan keluarnya secara bersama sama. Peran serta dari anggota ketiga dewan disini sangat diperlukan.

Kesimpulan
Sebagai kesimpulan pembahasan ini adalah bahwa semua kreasi dan usaha positif dari Naposobulung NHKBP Semper ini patut didukung dan dibantu,membunuh suatu kreasi dengan membiarkannya begitu saja bukanlah mendidik. Mereka juga memerlukan bimbingan dari Orang Tua formal atau informal, kita harus bangga atas usaha NHKBP Semper yang aktif baik sebagai Tim Redaksi Buletin Narhasem sebagai pemain musik, sebagai song leader dan sebagai anggota koor yang memperdengarkan puji pujian baik untuk minggu pagi, minggu siang, minggu sore sesuai dengan jadwal yang diprogramkan mereka. Keaktifan mereka di Gereja ini akan membuat mereka tetap disini tanpa ada keinginan untuk mengikuti kebaktian di Gereja tetangga yang banyak menarik, memikat Naposobulung ataupun Orang Tua. Naposobulung dan Buletin Narhasem adalah tanggung jawab kita semua untuk itu mari kita dukung semua kreasi mereka yang positif dan kita arahkan sesuai dengan arah yang sebenarnya sesuai dengan kemampuan kita, Adalah merupakan suatu kehormatan bagi NHKBP Semper dimana pada Synode Distrik XXI Jakarta 3 bulan November 2005 ditetapkan bahwa Distrik XXI Jakarta 3 akan menerbitkan Buletin dalam bentuk news model Buletin Narhasem nya HKBP Semper. Penulis dengan ini menyampaikan salut yang setinggi tingginya kepada seluruh Tim Redaksi Bulletin Narhasem umumnya dan kepada saudara Benny Manurung khususnya yang memotori dan editor Buletin ini dengan segala fasilitas yang ada selalu berusaha memberikan yang terbaik sekali lagi terimakasih untuk anda, doa kami selalu !
Perlu dicatat bahwa keberadaan NHKBP terutama remajanya yang masih di SMU perlu dibatasi waktunya digereja pada malam hari sampai dengan jam 21.00, Mereka adalah pelajar yang masih labil tidak seperti mahasiswa yan lebih dewasa. Kalau bukan kita siapa lagi yang memperhatikan mereka? Semoga Tuhan selalu memberkati kita semuanya Amin dan Horas.

(Penulis adalah K. Pohan Siahaan, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi April 2006)