Rabu, 13 Oktober 2010

ARTIKEL: MAKNA, HAKEKAT DAN PRINSIP PELAYANAN SEBAGAI SUATU PENGANTAR REFLEKSI BEBERAPA SEGI PELAYANAN DI NAPOSOBULUNG HKBP SEMPER

Pelayanan adalah suatu konsekuensi logis dari keselamatan melalui Yesus Kristus yang telah kita terima. Dalam Galatia 2:20, Paulus secara tegas menyatakan hidupku bukannya aku lagi, tapi Kristus dalamku.1 Mengapa Paulus mengatakan demikian? Karena Paulus merasa Kristus telah melayani hidupnya, pelayanan Kristus sangat mulia, berharga dan tak terhingga. Ketidak-terhinggaan itu dibuktikan hingga Kristus menyerahkan nyawanya untuk menebus manusia yang berdosa, termasuk dosa Paulus dan dosa kita semua. Adakah yang dapat membandingkan harga sebuah nyawa (apalagi nyawa dari seseorang yang tidak berdosa)? Lalu timbul pertanyaan, apakah dengan pelayanan yang kita kerjakan demi dan untuk Kristus, kita sebagai manusia dapat membalas kasih dan pengorbananNya? Tentu tidak, kasih Kristus tidak terbatas, tidak akan terbayar dengan kebajikan apapun. Kita melayani bukan untuk melunasi kasih Kristus kepada kita, melainkan sebagai bentuk ucapan syukur, ketaatan dan perwujudan kasih kita kepada Kristus.

A. Makna Dan Hakekat
Sebenarnya, apakah makna dan hakekat pelayanan itu sendiri? Andar Ismail mengungkapkan bahwa kata melayani digunakan oleh Perjanjian Baru dalam banyak arti. Dari kata-kata tersebut, kita dapat menyerap apa makna dan hakekat pelayanan itu sendiri. Ada empat macam kata yang digunakan dalam bahasa aslinya, yaitu2:
a. Diakoneo berarti menyediakan makanan di meja untuk majikan. Namun di Lukas 22:26-27 Yesus memberi arti baru bagi diakoneo, yaitu melayani orang yang justru lebih rendah kedudukannya dari kita. Di I Petrus 4:10 kata diakoneo berarti menggunakan karisma yang ada pada kita untuk kepentingan dan kebaikan orang lain.
b. Douleo adalah menghamba yang dilakukan oleh seorang doulos (budak)3. Paulus memakai kata itu untuk menggambarkan bahwa kita yang semula menghamba pelabagai kuasa jahat, dibabaskan oleh Kristus supaya kita menghamba kepada Kristus (Galatia 4:1-11). Sebuah kontras tajam diperlihatkan di Filipi 2:5-7, yaitu bahwa Yesus yang walaupun mempunyai rupa Allah namun telah mengosongkan diriNya dan mengambil rupa seorang doulos.
c. Leitourgeo berarti bekerja untuk kepentingan rakyat atau kepentingan umum sebagai lawan dari bekerja untuk kepentingan sendiri. Kata itu juga dapat berarti melakukan upacara dan ibadah kepada dewa. Dari situ sekarang kita menggunakan kata liturgi untuk kata ibadah. Di Perjanjian Baru kata ini digunakan dalam berbagai arti. Pengumpulan uang untuk membangun gereja di Yerusalem (2 Korintus 9:12), membawa orang yang belum percaya sehingga menjadi murid Tuhan (Roma 15:16), dan sebagainya.
d. Latreuo berarti bekerja untuk mendapatkan latron yaitu gaji atau upah. Di Perjanjian Baru kata ini digunakan dalam arti menyembah atau beribadah pada Tuhan (Matius 4:10; Kisah Para Rasul 7:7). Penggunaan yang mencolok terdapat di Roma 12:1 dimana Paulus berpesan supaya kita mempersembahkan tubuh kita kepada Tuhan sebagai logike latreia, artinya persembahan yang pantas.

B. Prinsip-Prinsip Pelayanan
Dari uraian makna dan hakekat dari kata-kata pelayanan dari bahasa aslinya, maka Penulis mengungkapkan 5 (lima) prinsip pelayanan itu sendiri yang pada akhirnya akan dijadikan patokan merefeksikan beberapa segi pelayanan di HKBP Semper, yaitu:
1. Pelayanan harus demi, untuk dan karena Kristus;
2. Mempergunakan sesuatu yang ada pada kita demi kebutuhan dan kepentingan orang lain (bukan untuk kepentingan kita sekalipun);
3. Bersedia melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan diri sendiri;
4. Bersedia memberikan yang terbaik, berjerih payah dan berdaya guna.
5. Keseluruhan hidup adalah melayani;

C. Refleksi Beberapa Segi Pelayanan Di Naposobulung HKBP Semper
Saya sangat beruntung dapat terlibat dalam pelayanan gereja di naposobulung HKBP Semper (disingkat Nahasem)4. Kecintaan saya pada gereja HKBP terpupuk banyak ketika saya terlibat dalam pelayanan Nahasem. Saya merasakan Nahasem di jaman saya adalah naposobulung yang kreatif, bersemangat dan ramah-ramah. Jujur saja, mengingat kenangan waktu itu, saya rindu berada lagi pada masa itu, tapi rindu tinggal rindu, yang sudah berlalu relakan saja, lebih baik kita tatap yang ada di depan kita. Namun, didalam keindahan di pelayanan Nahasem, saya juga menyadari ada kekuarangan pada saya dan teman-teman saya, hal mana tentu karena kami kurang menghayati5 prinsip-prinsip pelayanan itu sendiri. Pengungkapan beberapa kekurangan ini diharapkan menjadi peringatan dan media kewaspadaan bagi setiap naposobulung yang ada pada saat ini dan akan datang, agar hal-hal tersebut tidak terulang lagi pada pelayanan naposobulung HKBP di kemudian hari.

C1. Prestasi Dan Pujian Menenggelamkan Nahasem
Di kalangan orang-orang Jakarta, nama Semper tentu bukan tempat yang terkenal, apalagi prestisius. Pernah saya mengikuti festival paduan suara di suatu gereja HKBP di Jakarta, tanpa sedikitpun malu si pembawa acara mengatakan bahwa ia tidak tahu Semper itu dimana. Ketidaktahuan si pembawa acara tentu bukan sesuatu yang memalukan dan lucu bagi dirinya dan para pendengarnya, beda kalau dia menyebut tidak tahu kebayoran baru (HKBP Hang Lekiu), tidak tahu Menteng (HKBP Jalan Jambu), atau tidak tahu Rawamangun (HKBP Rawamangun), dan sebagainya, maka para pendengarnya langsung menjudge bahwa si pembawa acara kuper (kurang pergaulan) dan mungkin ada yang mengatakan (maaf) bodoh. Namun walaupun Semper bukanlah nama yang tersohor, namun adanya Nahasem jaman penulis telah membukakan banyak mata bahwa Semper tidak dapat dipandang sebelah mata, setidak-tidaknya bagi pihak-pihak yang pernah bersinggungan dengan Nahasem. Pada jaman penulis, kerap kali Nahasem mengikuti perlombaan paduan suara, Nahasem sering mendapatkan juara, walaupun tidak semuanya juara satu. Ibadah, Perayaan dan Kegiatan Paskah, Retret, Parheheon dan Natal selalu mengundang decak kagum para undangan/pihak yang bukan berasal dari HKBP Semper. Kekaguman itu karena kreatifitas dan kualitas acara sangat menggagumkan untuk acara yang dipersiapkan sekelompok kaum muda. Sampai-sampai, pernah salah seorang mantan pendeta HKBP Resort Tanjung Priok Timur6 mengadakan suatu acara dan dari HKBP Semper hanya mengundang NHKBP Semper (tanpa mengundang punguan lain di HKBP Semper seperti Sekolah Minggu, Ina, Ama/ Mannen) untuk mengisi acara yang diselenggarakannya. Ini menunjukan kesan yang mendalam amang pendeta tersebut terhadap Nahasem. Kekaguman banyak pihak terhadap prestasi Nahasem jaman penulis jelas membuat hati para Nahasem berbunga-bunga terhadap banyak pujian. Derasnya puji-pujian -Menurut penulis- mengakibatkan Nahasem pada jaman penulis lama-kelamaan tidak kuat menahan dampak negatif dari pujian-pujian tersebut. Dengan pujian-pujian tersebut, akhirnya tanpa disadari Nahasem menjadi tenggelam dan lupa diri, hal ini dibuktikan kerap kali Nahasem memandang sebelah mata naposobulung gereja HKBP lain, kami sering bercanda untuk mentertawakan paduan suara atau vocal group naposobulung atau acara yang dibuat naposobulung gereja HKBP lain yang kelihatan tidak sempurna. Padahal, kalau direnungkan untuk apa kami memandang sebelah mata lantas mentertawakan naposobulung gereja HKBP lain, bukannya apa yang Nahasem dan naposobulung gereja HKBP lain lakukan adalah satu yaitu pelayanan demi, untuk dan karena Kristus. Ingat, Kristus tidak pernah melihat pelayanan kita dari apa yang manusia lihat dan nilai, jauh dari itu Kristus memandang hati kita dalam melayani Dia.

C2. Nahasem: Keluar Kompak, Didalam Pengkotak-Kotakan
Salah satu puji-pujian yang sering dikemukakan oleh pihak ketiga diluar Nahasem adalah, Nahasem maju karena kompak satu dengan yang lain. Terlihat sepintas memang demikian, ambil contoh, Nahasem bukanlah dari keluarga yang mampu sekali, rata-rata cukuplah, tapi kalau untuk urusan tertentu masing-masing mereka mau berkorban demi tujuan bersama yang hendak digapai. Ambil contoh, untuk ikut festival paduan suara, mana mau parhalado7 (baca: sebagian besar anggota parhalado) ikut mikirin apa kira-kira seragam yang akan dipakai Nahasem. Itu semua hasil pemikiran dan pengorbanan Nahasem, dalam hal ini Nahasem kumpul duit, berswadaya kecil-kecilan, hanya untuk menyeragamkan dasi untuk naposobulung laki-laki atau menyeragamkan pita atau syal untuk naposobulung perempuan. Bahkan pernah untuk mengikuti konser, Nahasem berswadaya sendiri –tanpa bantuan kas gereja- untuk membeli baju seragam dan aksesorisnya, padahal konser tersebut membawa nama HKBP Semper. Masih banyak contoh lain yang menunjukan kekompakan Nahasem. Tapi apakah kekompakan tersebut benar-benar terjalin murni di hati para anggota Nahasem. Menurut penulis tidak demikian, mengapa? Karena ada pengkotak-kotakan, ambil contoh:
a. Di dalam Nahasem ada kelompok-kelompok tertentu yang terbentuk eksklusif sendiri-sendiri, baik di naposobulung laki-laki maupun di naposobulung perempuan. Awalnya biasa saja, lama-lama membahayakan karena ekslusifnya masing-masing kelompok membuat berkurangnya kepedulian terhadap seluruh anggota yang lain. Saking ekslusifnya, dulu ada satu kelompok yang membuat seragam khusus hanya untuk kelompoknya sendiri dan seragam tersebut dikenakan anggota kelompok tersebut dalam kegiatan Nahasem yang tentu melibatkan anggota Nahasem yang lain, sehingga menimbulkan bisik-bisik diantara anggota Nahasem yang lain. Bisik-bisik ini kelamaan menjadi suatu yang tidak sehat yang pada akhirnya berujung pada keretakan sesama anggota Nahasem.
b. Pada pemilihan personil kepanitiaan, jikalau seseorang terpilih menjadi ketua dalam satu kepanitiaan, ketua tersebut pasti lebih mengutamakan kelompoknya dilibatkan, tanpa melihat secara jernih apakah anggota kelompoknya tersebut memiliki kapasitas yang cukup mengerjakan tugas kepanitiaan yang diembannya. Ada orang-orang yang tidak cakap dibidang dekorasi, dipaksakan masuk seksi dekorasi, ada yang tidak cakap memegang uang diposisikan di bidang keuangan dan pencarian dana, dan sebagainya. Anggotapun demikian, dalam menimbang untuk mengambil suatu pelayanan, lihat-lihat dulu, siapa ketuanya, siapa teman seksinya, kalau si A ia mau, tapi kalau si B sorry aja, next time baby. Memangnya kita terlibat pelayanan untuk siapa dan karena siapa?
c. Di paduan suara dan vocal group, Nahasem kompak bernyanyi, indah terdengar, tapi tahukah anda, bahwa diantara Nahasem ada yang tidak omongan, Mengapa tidak omongan? Karena sedang marahan dan marahannya sudah menahun. Kalau di Alkitab ada sabda yang menyatakan marahan jangan sampai matahari terbenam, namun yang ini sampai ganti tahunpun masih berlanjut. Dalam kondisi marahan tersebut, Nahasem bisa kompak bernyanyi, memberikan ekspresi pujian yang baik pada lagu yang mengambil syair dalam Mazmur 133 mengenai indahnya persaudaraan saudara seiman, namun tidak seluruhnya makna lagu tersebut mampu dihayati oleh segenap anggota Nahasem. Kenapa bisa ya?
Ketidak-kompakan Nahasem ini tentu tidak perlu terjadi, jikalau masing-masing Nahasem mengerti pelayanan itu sendiri. Pelayanan bukanlah sekedar kumpul-kumpul membuat kegiatan yang bagus di dalam gereja, tapi lebih dari itu pelayanan haruslah dapat terefleksi dengan bersedia berkorban/ menunjukan sikap rendah hati antar masing-masing anggota. Melihat kepentingan bersama diatas kepentingan individu dan kelompoknya masing-masing. Semoga ketidak-kompakan yang terselubung dengan kekompakan ini tidak tertular kepada penerus Nahasem lainnya.

C3. Sebagian Nahasem Sepertinya Berjerih Payah Demi ‘Pelayanan’ Namun Pada Hakekatnya ‘Pelit’ Dalam Pelayanan
Saya menggagumi komitmen dan kerja keras dari beberapa rekan Nahasem. Saya salut untuk segala upaya dan kerja kerasnya yang akhirnya membawa organisasi dan pelayanan Nahasem ke keadaan yang lebih mandiri. Tetapi ternyata komitmen dan kerja keras Nahasem tidak semuanya teruji, ada juga anggota Nahasem yang hanya berjuang karena posisinya yang melekat pada bidang pelayanan tersebut. Misalnya, ketika ia menjabat sebagai ketua dalam suatu kepanitiaan atau kepengurusan, ia gigih berjuang, mengorbankan waktu, materi dan tenaganya untuk kesuksesan kepanitian tersebut. Ia terus mengajak dan memotivasi setiap anggota Nahasem lainnya untuk terlibat bersama-sama dalam kegiatan kepanitiannya. Pokoknya, kasat mata si ketua ini seperti orang yang sangat cinta dalam pelayanan Tuhan. Tapi ternyata itu terjadi hanya pada masa kepanitiaan dan kepengurusannya saja. Ketika kepanitian dan kepengurusannya berakhir, dan ada kegiatan Nahasem yang lain, si mantan ketua panitia dan pengurus ini langsung lesu darah, semangat dan komitmen pelayanannya tidak segagah ketika dia menjabat ketua panitia atau pengurus. Ketika diajak untuk terlibat lagi dalam pelayanan, si mantan ketua ini ternyata hitung-hitungan alias pelit, pelit dalam memberikan waktu, pelit dalam memberikan tenaga dan juga pelit memberikan harta Tuhan yang ada padanya guna pelayanan tersebut. Jadi, sebenarnya si orang ini, waktu menjabat sebagai ketua, apakah ia sedang melayani Tuhan atau mencari kesuksesan dan ambisi pribadi? Ingat, Tuhan Yesus tidak ingin diduakan atau disetengah-setengahkan.

C4. Sebagian Nahasem Komitmen Dan Konsistensi Pelayanan Ternyata Seumur Jagung
Keseluruhan hidup adalah melayani. Keseluruhan hidup yang dimaksud tentu bukan keseluruhan hidup dari umur jagung8, tapi manusia. Saya kira semua Nahasem tahu betul kalimat tersebut. Nahasem mengetahui kalimat itu dari berbagai pembinaan yang mereka terima selama menjadi Nahasem. Bahkan, untuk yang pernah terlibat pendalaman alkitab dan kelompok kecil di Nahasem, mungkin beranggapan kalimat ‘keseluruhan hidup adalah melayani’ bukanlah sesuatu yang sulit untuk dipahami dan dijalankan pada waktu itu. Tapi benar kata orang bijak, pengetahuan tidak cukup jikalau tidak mampu dipraktekan, apalagi dipraktekan dengan komitmen yang teguh dan konsistensi yang tinggi. Itulah yang terjadi di Nahasem. Ada sebagian anggota Nahasem yang komitmen dan konsistensi pelayanannya tidak seindah pengetahuannya atas kalimat ‘keseluruhan hidup adalah melayani’. Ketika berstatus pengurus mengebu-gebu, tapi ketika tidak jadi pengurus lebih mencari alasan pekerjaan, kuliah, berpacaran (keseringan), sinetron di televisi, dan sebagainya guna menghindar atau tidak terlibat dalam pelayanan, padahal statusnya masih naposobulung dalam umur yang seharusnya aktif. Memang pelayanan tidak harus terlibat dalam gereja, di rumah dan dimanapun kita bisa melayani. Sepanjang alasan-alasan itu dapat dipertanggungjawabkan, itu adalah pilihan yang tepat. Tapi menurut penulis, kebanyakan alasan-alasan ini hanyalah suatu upaya pembenaran terhadap posisi ‘nyaman’ yang dipilihnya setelah menjadi pengurus atau panitia. Bahkan yang lebih kejam lagi, ada Nahasem yang seketika berakhir masa kepengurusan atau kepanitiaan, tidak terlihat lagi dalam pelayanan di gereja, ada apa ya? Memang benar seseorang yang pernah mengatakan kepada saya, untuk menguji komitmen dan kesetiaan seseorang (baca: naposobulung) dalam melayani Tuhan, bukan pada waktu ia menjadi pengurus atau panitia, tapi lihatlah ketika ia menjadi anggota biasa bagaimana komitmen dan konsistensinya. Karena pelayanan kepada Tuhan bukan karena jabatan yang kita pegang, tapi sepanjang hidup (baca: tubuh) kita persembahkan sebagai dupa yang harum dihadapan Tuhan.

Catatan Kaki: 1. Konsep kepemilikan yang diungkapkan Paulus menegaskan bahwa tiada lagi otoritas manusia bagi hidupnya, kecuali Kristus sendiri.
2. Andar Ismail, Selamat Melayani Tuhan, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, Cet. 10, 2007), hal. 2-4).

3. Hamba atau budak tugasnya adalah mengerjakan pekerjaan menurut kehendak tuannya, tidak ada bantah-bantahan. Suatu sikap penyerahan segala "hak pribadi" secara utuh untuk diatur oleh majikannya. Berarti ia sedang menyangkal dirinya atau tidak berhak lagi atas hak pribadinya. Hak itu sudah melebur dan dimiliki oleh tuannya. Sebagai hamba Allah berarti kita harus taat total atas perintah dan kemauan Allah.
“Budak secara gamblang sebenarnya dapat didefinisikan sebagai : 1. Seseorang yang telah kehilangan segalanya didunia ini; 2. Kemerdekaannya telah dirampas; 3. Kebebasannya telah musnah; 4. Kehendaknya telah hampa; 5. Bahkan namanya sudah tidak ada lagi (budak diperjual-belikan di pasar bebas, seperti seekor binatang. Tarifnya digantungkan di lehernya, orang-orang mulai menawar harganya. Akhirnya jika tawarannya cocok maka seseorang akan membelinya dan membawanya pulang dan melubangi telinganya, lalu dipasang sebuah anting-anting yang bertuliskan nama tuannya).
4. Mengapa tulisan ini hanya berkaitan Nahasem, yang merupakan akronim dari Naposobulung HKBP Semper dan tidak melibatkan remaja, karena pada zaman penulis, ketika penulis remaja belum ada seksi remaja jadi penulis langsung masuk naposobulung dan seksi remaja di HKBP baru terbentuk di ujung pelayanan penulis di naposobulung. Namun walaupun demikian, sedikit banyak tulisan ini masih releven sebagai pelajaran bagi teman-teman remaja.

5. Berarti mengerti dan melaksanakan secara komprehensif prinsip-prinsip pelayanan tersebut.
6. HKBP Semper dahulu pagaran dari HKBP Tanjung Priok Timur, penulis sendiri adalah Ketua Naposobulung Pertama SeResort Tanjung Priok Timur.

7. Parhalado tidak mau mikirin, tapi heran setiap ada prestasi rasa-rasanya mereka kadang berfikir itu karena pembinaan Parhalado.

8. Umur tumbuhan jagung umumnya 3 (tiga) bulan. Pengandaian umur jagung bukan ditujukan pada Nahasem yang hanya aktif dalam 3 (tiga) bulan, melainkan dimaksudkan yang hanya aktif beberapa waktu setelah pasca berakhir masa kepanitiaan dan kepengurusan atau juga yang menghilang padahal masih berstatus naposobulung umur produktif (kurang dari 30 tahun dan belum menikah).


(Penulis adalah Benny Manurung, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juni 2008)

Tidak ada komentar: