Selasa, 17 November 2009

ARTIKEL: SINAMOT, RELEVENKAH DENGAN IMAN KRISTEN?

Pengertian Sinamot atau tuhor (uang mahar pernikahan) sebagian orang berpendapat itu suatu transaksi dari pihak Laki-laki kepada pihak perempuan tetapi harus diartikan sebagai biaya (cost) yang diperlukan untuk menciptakan sukacita bersama dalam mewujudkan suatu pesta pernikahan, dan sampai saat ini masih berlangsung bagi kalangan orang Batak bahkan juga suku lainpun masih berlaku juga hal demikian dalam meminang seorang putrinya yang sedang dilamar untuk menuju kepelaminan seperti bagi etnis Jawa Asok tukon (Asok=setor, kayak:arisan, Tukon=uang beli, kata dasar tuku=beli) ((baca: marhata Sinamot)).
Bagi etnis Batak pelaksanaan yang Marhata Sinamot Artinya: Pihak kerabat pria (dalam jumlah yang terbatas) datang bermufakat pada rumah kerabat wanita untuk membicarakan marhata sinamot, membicarakan masalah uang jujur (tuhor) kepada pihak perempuan, sebelum menerima pemberkatan pernikahan. Kesan penulis seolah-olah pihak laki-laki mau membeli si-perempuan itu dan boleh saja pihak lelaki memperlakukan semena-mena, seolah-olah sudah menjadi hak sepenuhnya, namun yang harus kita ingat bukan semata-mata hanya itu tetapi kita menunjukkan kasih sayang yang mendalam yang akan dibuktikan dalam suasana kedua bela pihak. Disanalah dibicarakan secara mendetiil rancangan pesta pernikahan yang akan disepakati bersama. Tetapi jika penulis mengamati ada beberapa kejadian dikalangan etnis Batak baik orang miskin dan kaya, baik Awam atau Rohaniawan tidak terlaksana pernikahannya karena dilatarbelakangi uang sinamotnya yang tidak dengan banyak jumlahnya (dang godang sinamotna manang tuhorna), tidak terpenuhi sesuai dengan target (keinginan) yang diharapkan oleh pihak Perempuan. Bahayanya seolah sinamotlah ukuran segala-galanya sehingga bisa terhambat sesuatu pernikahan gara-gara tidak dengan jumlah uang besar. Maka akibatnya nanti angkatan muda akan bisa lari mencari dan memilih gadis dan pria dari suku-suku yang lain gara-gara sinamot yang tidak bisa dibayarnya, mungkin karena alasan ekonomi, sikon yang terjadi, dll. Tetapi ke depan bagaimana membangun kehidupan rumah tangga mereka agar menjadi rumah tangga yang saling mengasihi dan takut akan Tuhan serta teladan dalam masyarakat banyak ini sebenarnya yang menajadi prioritas kita bersama.
Menyimak pengalaman nyata Abraham berkaitan dengan konteks sinamot bahwa pada masa Abraham menyuruh Eliezer-pembantunya untuk meminang seorang perempuan ke Mesopotamia ternyata disana Eliezer sudah membawa membawa unta, membawa berbagai-bagai barang, dan sarana yang dibawanya itulah dapat menemukan Ribka untuk menjadi istri Ishak semuanya itu dapat dilaksanakan karena sudah penuh doa dan mendengar petunjuk Tuhan juga. Kesimpulannya adalah disaat dia mau menuruti perintah bahwa Tuhan sudah menyediakan istri Ishak, pembantunya dapat melakukan itu tentu tidak lepas mengandalkan kekuatan Tuhan, setelah perempuan itu memberi minum unta-untanya lalu Elieser mengambil dan mengeluarkan anting-anting emas yang setengah syikal beratnya, dan sepasang gelang tangan yang sepuluh syikal beratnya dan dipasangkan kepada Ribka (Kejadian 24 22 ff). Memang tidak dijelaskan secara eksplisit bahwa itulah uang maharnya (sinamotnya) tetapi secara implisit dapat kita katakan bahwa benar-benar dengan adanya pemberian itu membuatnya sangat bersukacaita dan bersyukur kepada Tuhan dan melaporkan keadaan itu kepada orangtuanya. Ribka terhadap permintaan Eliezer hambanya Abraham. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa itu sudah merupakan rencana Tuhan bagi kehidupan Ribka menjadi istri Ishak. Penulis mengatakan bahwa uang mahar (sinamot) sudah ada sejak dulu tetapi ada banyak bentuk yang dilakukan mereka masing-masing sesuai dengan kebiasaan mereka yang berlangsung sampai menuju ke jenjang pernikahan (baca: pesta adat).
Dalam kajian yang dituliskan oleh Pdt. Daniel T.A. Harahap Dahulu yang disebut adat Batak adalah segala sesuatu konsep, nilai, ide, hasil karya dan kegiatan orang Batak (menanam padi, membangun rumah, membuka kampung baru, berperang, mengikat perjanjian antar marga dll). Dalam perkembangan terakhir makna adat telah mengalami proses depolitisasi dan domestikasi. Kini adat Batak direduksi atau diminimalisasi menjadi sekedar ritus domestik (rumah tangga): ritus pernikahan, kelahiran dan kematian. Apa akibatnya? Peranan dalihan na tolu menjadi sangat dominan atau menonjol walaupun pada prakteknya kurang berpengaruh kepada kehidupan ekonomi dan politik komunitas Kristen-Batak itu sendiri. Sebab itu tantangan bagi kita sekarang adalah mencari dan menemukan hakikat atau esensi adat Batak itu sendiri agar tidak larut dan hanyut dalam ritus atau seremoni konsumtif belaka.
Memang pada saat sekarang ini dalam setiap pelaksanaan namarhata sinamot seringkali terjadi ketegangan, perbedaan pendapat walaupun jarang yang menimbulkan konflik, (jarang bukan berarti tidak pernah). Kenapa hal ini bisa terjadi? Banyak hal yang dapat menimbulkannya antara lain, kemajemukan, asal dan etnis dalam suatu daerah, defusi marhata sinamot yaitu misalnya karena perkawinan berlainan suku, pengaruh era globalisasi dan lain-lain. Untuk menghindarkan ketegangan dan beda pendapat kita harus mengetahui dan semufakat bahagian dilaksanakan dalam namarhata sinamamot; Pertama: saling menerima. Kedua: jangan memaksakan kehendak. Ketiga: harus diikat persaudarahan yang sedang dibangun. Keempat: bukan uang segala-galanya tetapi harapan kita bagi mereka bagaimana agar rencana pernikahan mereka dapat mewujudkan kedamaian dalam hidup rumahtangga mereka. Ingat: Adat adalah aturan yang ditetapkan oleh Tuhan Pencipta, yang harus dituruti sepanjang hari dan tampak dalam kehidupan (Simanjuntak, 1966) betul! tetapi dalam membentuk suatu rumah tangga harus dapat menunjukkan pengorbanan dalam berbagai hal. Selalu mengutamakan permufakatan untuk mencari solusi yang terbaik demi terwujudnya suatu rumah tangga yang saling mengasihi. Selalu ditonjolkan seperti ungkapan falsafah Batak yang di bawah ini:
Aek godang tu aek laut
Dos ni roha do sibahen na saut, artinya
Kesamaan pendapat untuk jadi dilaksanakan
Nangkok si puti tuat si deak
a i na ummuli ima tapareak, artinya
Sesuatu yang lebih baik itulah yang dilaksanakan

Sikap Gereja
Ada juga kemungkinan kelompok yang menolak jika dilaksanakan namarhata sinamot dalam menuju kejenjang pernikahan ini adalah sebahagian dari kelompok agama Kristen sekte kharismatik dan juga kelompok agama Kristen Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA) dan mungkin individu-individu pada gereja suku yang menolak pelaksanaannya. Menurut kelompok ini kesan mereka seolah-olah karena diukur uang maharnya mereka melangsungkan pernikahan itu bukan lagi karena hidup saling mengasihi. Oleh karena itu sinamot itu bukan hanya sebagai transaksi (tawar menawar) dengan menghargai dengan sejumlah materi atau suatu aktivitas sosial yang berdiri sendiri tetapi terkait dengan suatu penghargaan terhadap mereka dan diwujudkan dengan bentuk pemberian semata.
Gereja HKBP memiliki anggota yang mayoritas Batak (minimal sampai saat ini). Anggota HKBP karena itu juga dalam hidupnya menerima pelaksanaan namarhata sinamot dan nilai sinamot itu sebagai wujud tanda kasih dan kebersamaan untuk menuju suatu tahap pernikahan. Gereja HKBP menerima prinsip sinamot dan menurut penulis masih relevan dalam segi iman Kristen, karena disanalah dibuktikan harus dihargai keluarga pihak perempuan dengan perkataan dan perbuatan. Seperti yang kita tahu bahwa iman itu harus disertai perbuatan. Iman tanpa perbuatan adalah buta (tidak ada apa-apanya). Tetapi yang menjadi PR (Pekerjaan Rumah) kita bersama adalah janganlah gara-gara sinamot dengan jumlah besar tidak jadi pernikahan mereka. Jika itu mungkin ”sekedar” sesuai dengan kemampuan mereka harus disyukuri masing-masing dan diterima apa adanya. Disaat dua sejoli sudah saling memadu dan saling mencintai, disinilah posisi dan peranan pihak keluarga membantu agar terwujud dengan baik rencana pernikahan mereka.

Penutup
“Seandainya” ada sisi negatif dari pelaksanaan sinamot tetapi masih lebih banyak sisi positifnya. Oleh karena itulah masih banyak (mayoritas) etnis Batak Toba membuat adanya dulu sinamot disaat mau menikahkan putrinya. Sinamot yang dilaksanakan pada saat sekarang adalah berlandaskan kepada ajaran agama yang diterangi oleh Firman Tuhan. Dengan demikian sinamot merupakan media perwujudnyataan “kasih” seperti yang diajarkan oleh Tuhan Allah. Sesudah agama Kristen dianut mayoritas etnis Batak Toba. Mari beriman dan berbuat. Sinamot adalah media untuk menunjukkan kasih kepada pihak perempuan, dan pengorbanan akan ada jika sudah saling mengasihi. Sinamot bukan segala-galanya tetapi cinta kasih dari Tuhan itulah yang utama dan terutama. Siapapun jangan takut mangoli/muli termasuk penulis he...he..nyidir nieh.... karena sinamot/uang/tuhor semua bisa diatur dalam permufakatan bersama, disana yang sangat penting bagaimana kasih pengorbanan Tuhan yang sedang kita nyatakan bersama baik sekarang dan ke depan terhadap orang lain. Mari kita mulai sekarang juga. Horas. Maulite.

(Penulis adalah Pdt. Haposan Sianturi, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi November 2008)

Senin, 16 November 2009

ARTIKEL: MEMULIHKAN HATI YANG BERDUKA AKIBAT KEMATIAN

I.Pendahuluan
Bagi seluruh makhluk hidup yang ada di dunia ini, baik yang kaya maupun yang miskin, raja maupun rakyat jelata, cantik maupun jelek, baik dan jahat, ada satu peristiwa yang pasti akan dijalani yaitu kematian. Bagi kebanyakan orang, mendengar kata kematian saja tentu sudah memunculkan kengerian dalam perasaan. Kenapa hal itu bisa terjadi? Tentunya bermacam alasan orang untuk merasa takut menghadapi kematian, antara lain: sampai saat ini tidak ada satu orang pun yang dapat memastikan apa yang terjadi di balik kematian itu(bagaimana pemahaman Alkitab mengenai kematian akan kita bahas pada pejelasan di bawah), selanjutnya dikarenakan ketidakrelaan kehilangan kehidupan dunia ini. Bagaimana dengan saudara?
Seperti yang telah disinggung di atas, kematian dapat juga dikatakan sebagai ”kehilangan”. Bagi yang mengalami kematian berarti dia kehilangan kesempatan, harta benda, sanak-saudara yang dimiliki di dunia ini. Di sisi lain yang masih hidup tentu juga merasa kehilangan orang yang dikasihi sehingga menimbulkan rasa duka yang sangat mendalam. Hal inilah yang sekarang menjadi pokok bahasan kita. Bagaimanakah memulihkan hati yang berduka akibat kematian?

II. ”Kematian” Dari Perspektif Alkitab
Sehubungan dengan tema kita pada saat ini adalah seputar kematian maka ada baiknya kita bahas sepintas mengenai kematian dalam tulisan ini. Berikut kita akan melihat bagaimana pandangan Alkitab seputar kematian.
Jika kita meneliti Alkitab secara khusus hal-hal yang berkaitan dengan kematian tubuh sering disamaartikan dengan istilah tidur, berarti kematian bukanlah pembinasaan yang sempurna sifatnya melainkan hanyalah sementara. Kitab Perjanjian Lama melukiskan Daud, Salomo dan raja-raja Israel lainnya begitu pula dengan Yehuda sebagai sedang tidur dengan leluhur mereka (1 Raj. 2:10; 11:43; 14:20; 31; 15:8; II Taw. 21:1; 26:33, dsb. ). Ayub menyebut maut itu sebagai tidur (Ayb. 14:10-12), sebagaimana halnya Daud (Mzm. 13:4), Yeremia (Yer. 51:39), dan Daniel (Dan. 12:2). Kitab Perjanjian Baru juga menggunakan istilah yang sama untuk mengartikan maut atau kematian. Dalam pelukisan keadaaan putri Yairus, yang telah mati itu, Yesus mengatakan bahwa anaknya itu tidak mati melainkan tidur (Mat. 9:24; Mrk. 5:39), demikian juga halnya dengan Lazarus (Yoh. 11:11-14). Dari terjemahan Alkitab berbahasa Inggris, stefanus yang mati syahid diartikan dengan ”ia jatuh tidur” (Kis. 7:60). Paulus maupun Petrus juga mengatakan bahwa mati itu hanyalah tidur (I kor. 15:51, 52; I Tes. 4:13-17; II Ptr. 3:4).
Jika demikian pemahaman Alkitab mengenai kematian, selanjutnya timbul pertanyaan: bagaimana dengan tubuh dan roh kita setelah kematian? Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu kita perhatikan beberapa situasi atau pun gambaran keadaan mati oleh Alkitab yang keseluruhannya sejajar dengan pengertian tidur secara harafiah, antara lain: 1. Orang yang tidak sadar (Pkh. 9:5 ”Tetapi orang yang mati tidak tahu apa-apa”). 2. Waktu orang tidur, ia berhenti berpikir (Mzm. 146:4 ”Apabila nyawanya melayang, pada hari itu juga lenyaplah maksud-maksudnya”). 3. Tidur menghentikan segala kegiatan sehari-hari (Pkh. 9:10 ”karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau pergi?”). 4. Tidur memisahkan kita dari orang-orang yang bangun, dan juga dari segala kegiatan mereka (Pkh. 9: 6 ”Untuk selama-lamanya tak ada lagi kebahagiaan mereka dalam segala sesuatu yang terjadi di bawah Matahari). 5. Tidur membuat emosi tidak aktif (Pkh. 9:6 ”baik kasih mereka, maupun kebencian dan kecemburuan mereka sudah lama hilang”). 7. Tidur mengandaikan adanya kebangkitan (Yoh. 5:28-29 ”saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suaraNya dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit”).
Manusia diciptakan dari debu tanah yang dipadukan dengan nafas kehidupan dari Allah yang menghasilkan makhluk atau jiwa yang hidup. Pada waktu mati maka debu dari tanah minus nafas hidup menjadikan seseorang mati atau jiwa yang mati tanpa memiliki kesadaran apapun (Mzm. 146:4). Unsur-unsur yang menjadikan tubuh itu kembali ke tanah tempat asalnya (Kej. 3:19). Jiwa tidak memiliki kesadaran bila terpisah dari tubuh, dan tidak ada ayat di dalam Alkitab yang menunjukkan bahwa pada waktu mati maka jiwa tetap hidup sebagai suatu wujud yang memiliki kesadaran.
Menurut Perjanjian Lama tempat tinggal orang yang telah mati ialah sheol (dalam bahasa Ibrani), sedangkan dalam Perjanjian Baru disebut hades (dalam bahasa Yunani). Di dalam Alkitab, kata sheol paling sering digunakan untuk pengertian kubur, demikian juga dengan hades. Semua orang mati masuk ke dalam tempat seperti ini (Mzm. 89:49), baik orang benar maupun orang jahat. Dalam Kej. 37:35 Yakub berkata ”Aku akan berkabung, sampai aku turun mendapatkan anakku, ke dalam dunia orang mati (sheol)!". Sheol menerima seluruh pribadi pada waktu mati. Ketika Yesus mati, Ia dimasukan ke dalam kubur (hades) akan tetapi waktu kebangkitan jiwaNya meninggalkan kubur (hades, Kis. 2:27, 31, atau sheol, Mzm. 16:10). Kubur bukanlah tempat adanya kesadaran. Karena seperti yang dijelaskan di atas mati merupakan tidur, maka orang yang mati tetap pada keadaan tidak memiliki kesadaran di dalam kubur sampai tiba hari kebangkitan, saat kubur (hades) menyerahkan orang mati (Why. 20:13).
Satu hal lagi yang perlu diingat adalah kalau tubuh kembali ke asalnya menjadi debu tanah, maka demikian jugalah halnya dengan roh. Roh kembali kepada Allah yang memberikannya. Dalam Pengkhotbah 12:7 dikatakan bahwa pada waktu mati ”roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya”, tidak terkecuali roh orang yang benar ataupun yang jahat sebab semuanya adalah berasal dari Allah. Dalam Alkitab berbahasa Ibrani maupun Yunani istilah untuk roh (ruach dan pneuma) tidaklah menunjuk kepada adanya wujud yang berakal yang memiliki kesadaran terpisah dari tubuh. Justru sebaliknya, istilah-istilah ini digunakan untuk menyatakan ”nafas”, percikan yang esensial bagi eksistensi kehidupan. Pernyataan Pengkhotbah yang menyataka bahwa roh (ruach) kembali kepada Allah yang memberikannya menunjukkan bahwa apa yang kembali kepada Allah ialah sebuah prinsip kehidupan yang telah diberikanNya. Dengan sederhana dapat dikatakan bahwa ruach yang dimaksudkan di sini dapatlah disamakan dengan ”nafas hidup” yang dihembuskan Tuhan kepada makhluk manusia yang pertama yang menghidupkan tubuh yang tidak bernyawa (bnd. Kej. 2:7).

III. Memulihkan Hati Yang Berduka Akibat Kematian
Setiap peristiwa kematian pasti akan menimbulkan rasa duka yang sangat mendalam, terlebih jika yang meninggal tersebut adalah orang yang sangat kita kasihi. Begitu hebatnya rasa duka akibat kehilangan orang yang sangat dikasihi dapat mengakibatkan perubahan watak dan kepribadian seseorang, yang tadinya periang menjadi pendiam atau bahkan menjadi pemarah, yang sebelumnya memiliki tujuan hidup yang jelas menjadi gamang dan kehilangan arah.
Kematian seseorang selalu merupakan kejutan bagi orang-orang yang mengasihinya. sekalipun kita tahu bahwa penyakit yang dideritanya membawa kematian, orang tetap merasa sukar untuk percaya bahwa orang itu telah benar-benar tiada.Tidak diduga-duga sebelumnya, tidak ada tanda-tanda peringatan lebih dulu, tidak ada persiapan yang benar-benar bisa memperingan goncangan, goncangan dan ketidakpercayaan merupakan reaksi-reaksi yang wajar terhadap kehilangan seseorang yang dikasihi.
Apakah berduka dan bersedih salah? Tidak, Yesus sendiri digambarkan mengalami kesedihan yang sangat mendalam ketika mendengar kabar sahabatnya Lazarus telah meninggal, sampai-sampai dia rela berputar haluan dari perjalanannya walaupun dengan resiko akan mendapat hambatan bahkan kekerasan dari orang-orang Yahudi yang ada di Betania (Yoh. 11: 1-44). Dari peristiwa ini dapat kita simpulkan bahwa bersedih dan seolah-olah tidak terima terhadap kenyataan yang terjadi adalah hal yang wajar terjadi. Namun yang tidak baik adalah terus larut di dalam kesedihan dan duka. Dalam kitab pengkhotbah dikatakan bahwa untuk segala sesuatu ada waktunya, ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk tertawa ada waktu untuk menangis, dst. (Pkh. 3:1-8).
Bagi orang percaya yang telah dibaptis di dalam nama Allah Bapa, anakNya Tuhan Yesus Kristus dan Roh Kudus janganlah menganggap kematian sebagai suatu hal yang sangat menakutkan dan menyeramkan bahkan akhir dari segala-galanya. Rasul Paulus justru mengatakan kematian itu adalah sebagai suatu keuntungan (Flp. 1:21). Paulus mampu mengatakan demikian karena sebagai pengikut Kristus dia meyakini bahwa setiap orang percaya adalah orang-orang yang telah mati dan bangkit bersama Kristus melalui baptisan kudus (Rom. 6:3-4). Kematian bukanlah akhir dari segala-galanya, kematian adalah sebuah proses yang memang harus dilalui oleh setiap yang hidup untuk memberikan kesempatan kepada yang lain untuk hidup. Dengan kata lain dapat kita katakan bahwa kematian adalah juga untuk hidup. Dari pemahaman di atas cukup menjadi alasan bagi setiap orang percaya untuk tidak terlarut di dalam kesedihan dan duka yang berkepanjangan.

IV. Penutup
Dimanapun kematian akan meninggalkan rasa duka bagi orang yang masih hidup, apalagi kematian orang yang kita kasihi tentu akan mengakibatkan rasa duka yang sangat mendalam, namun Allah tidak menginginkan kita larut di dalam kesedihan dan duka sebab kematian orang percaya hanyalah kematian tubuh saja {”Hanya tubuh yang tunduk pada kematian” (pasal2 smalkalden hl. 387)} menunggu anugerah hidup yang kekal.
Yesus sendiri mengatakan ”Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?" Pertanyaan itu juga ditujukan kepada kita sekalian sekarang, ”percayakah engkau akan hal itu?” kalau kita percaya maka marilah kita bangkit dan meninggalkakn rasa duka yang berkepanjangan untuk kembali berkarya melakukan missi Allah yang mencipta kita.

(Penulis adalah Pdt. Morrys S. Marpaung, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi November 2009)

Kamis, 12 November 2009

ARTIKEL: KELUARGA MENJADI TERANG DITENGAH MASYARAKAT

Pendahuluan
Mahatma Gandhi adalah seorang tokoh swadesi India, Beliau adalah seorang yang sangat mengagumi ajaran dari Jesus Kristus dan nyaris menjadi seorang Kristen. Dikatakan nyaris karena pada saat beliau akan menjadi Kristen setelah mendalami dan mempelajari Injil dengan tekun, tetapi beliau melihat bahwa penerapan dari penerimaan Injil tersebut dimasyarakat oleh orang-orang Kristen sangat berlainan dan jauh dari harapan beliau. Setelah melihat hal tersebutlah maka beliau membatalkan maksudnya untuk masuk Kristen, coba anda bayangkan apabila beliau jadi menerima injil, berapa puluh bahkan ratusan juta orang India yang menjadi pengikut Mahatma Gandhi saat itu bisa dipastikan akan mengenal Kristus karena apapun yang dikatakan oleh Mahatma Gandhi pasti mereka ikuti karena apapun yang dikatakan oleh Mahatma Gandhi pasti mereka ikuti karena bagi mereka Mahatma Gandhi adalah seorang Nabi yang harus ditiru dan diteladani.

I. Keluarga Menjadi Terang Di Masyarakat
Pohon dikenal dari buahnya sedangkan orang dikenal dari perbuatannya, demikian bunyi pribahasa yang sudah kita kenal. Untuk menjadi terang di masyarakat itu perlu terlebih dahulu kita harus mempersiapkan diri dengan membangun suatu image terhadap diri kita sbb:
1) Membangun dan meningkatkan rasa percaya diri atas keyakinan kita dengan tindakan positip.
2) Membangun cara berpikir positip terhadap diri keluarga, anak-anak dan orang lain di sekitar kita apapun yang menjadi tindakan kita selalu mendapat perhatian dari orang-orang disekitar kita.
3) Membangun dan mengembangkan keterampilan kita dan hasilnya sebagian dapat kita sumbangkan untuk masyarakat sekitar kita.
4) Membangun hubungan balk dengan menerapkan keterampilan dan kemampuan kita itu kepada masyarakat sekitar bahwa keberadaan kita diperlukan oleh masyarakat dan kita juga membutuhkan mereka.
5) Membangun keterampilan dan memberi sesuatu apakah itu bantuan tenaga, materi dan pemikiran atas sesuatu hat kepada masyarakat lingkungan kita selalu diperhitungkan mungkin ini hanya sebagai pendapat dimana pada saat gereja kita melaksanakan suatu pesta, apakah itu pesta Natal, pesta tahun barn atau pesta-pesta pembangunan lainnya maka masyarakat disekitar kita selalu membantu pengamanan pesta secara swadaya sehingga perjalanan pesta tidak terhalang oleh sesuatu hal apapun.
6) Mengembangkan keterampilan hubungan antar pribadi dengan masyarakat sekitar sehingga dalam keadaan tertentu mereka dengan sukarela akan menawarkan diri memberi bantuan. Kita ambil contoh pada peristiwa Tanjung Priok beberapa belas tahun yang lalu, ada sekelompok orang yang saat itu berusaha merusak gereja HKBP Semper tetapi oleh saudara-saudara kita disekitar dengan keras menolak mereka untuk masuk kekomplek Kavling Tipar tempat domisili Gereja clan amanlah gereja kita dari pengerusakan padahal saat itu puluhan gereja di Jakarta sempat dirusak oleh masse. Hal ini disebabkan jemaat gereja dengan masyarakat sekitar sudah menyatu.
7) Mengembangkan keterampilan dalam mengatasi kesulitan masyarakat sekitar. keberadaan kita dengan kondisi masyarakat yang golongan menengah kebawah tentunya perlu suatu usaha untuk membantu mereka. Usaha-usaha RNHKBP Semper membantu dengan penjualan sembako murah, pengobatan gratis yang sudah dilaksanakan beberapa kali patut diacung jempol. Alangkah indahnya kalau hal tersebut lebih ditingkatkan dengan kedasama yang lebih balk lagi dengan Dewan Diakonia terutama untuk tahun ini seperti telah sama-sama kita ketahui telah ditetapkan sebagai tahun Diakonia.
8) Membangun komitmen dalam menghindari komplain dari masyarakat sekitar. Kita harus sama-sama percluli bahwa ketidak sadaran kita yang terlalu asyik latihan koor, latihan bermain musik atau hanya sekedar santai ber ha ha hi hi digereja pada malam hari sudah jam 22.00 adalah pasti mengganggu jam istirahat masyarakat sekitar yang sudah mulai masuk ketempat peraduan. Kadang-kadang masyarakat "menjaga perasaan" untuk itu kitalah yang harus terlebih dahulu menjaga perasaan masyarakat untuk mendisiplinkan diri untuk tetap mengakhiri suatu kegiatan tepat waktu.
9) Membangun dan meningkatkan kesadaran atas, lingkungan hidup untuk daerah sekitar. Kita telah berusaha melestarikan penghijauan di komplek gereja kita dengan pencanangan tahun Diakonia 2009 pads tanggal 21 mei 2009 dimulai dengan kebaktian singkat didepan gereja kita dipimpin oleh Pendeta Eisa Tambunan, MTh. yang dihadiri oleh seluruh jemaat yang akan meengikuti kebaktian Pesta Peringatan Kenaikan Tuhan Jesus ke Surga. Kata sambutan dari ketua Dewan Diakonia St. Mijan Pakpahan dan doa syafaat oleh Ketua Dewan Marturia, Kamaruli Pohan Siahaan dan pencanangan pohon clikomandoi oleh Pendeta HKBP Ressort Semper Pdt. Maurixon Silitonga, MTh. dengan Pendeta diperbantukan di HKBP Ressort Semper Pdt. Elisa Tambunan, MTh. dan Ketua Dewan Diakonia bersama utusan 9 lunggu di HKBP Semper dan doa penutup oleh Pdt. Maurixon Silitonga, MTh, sekaligus setiap peserta memasukkan uang Rp 1000,- pada dua buah poti parasian yang dijaga oleh Casi M. br. Sitinjak dan Casi H. br Nababan. Kita telah ikuti menjadi pelaku dan peserta pencanangan tahun Diakonia tersebut. Dengan menanam 12 pohon dari satu juta yang direncanakan HKBP diseluruh dunia. Tentunya hal ini akan membuat lingkungan disekitar gereja kita akan lebih asri lagi. Untuk itu diperkarangan rumah kita sendiri juga harus kita tanam pepohonan sepanjang memungkinkan untuk mendukung hal tersebut. Bukankah kita sebagai keluarga juga harus berpartisipasi dalam mengantisipasi pemanasan global dewasa ini sebagai efek rumah kaca?.
10) Membangun dan mengembangkan hubungan masyarakat yang terus menerus dengan lingkungan kita dimana hubungan tersebut menjadi saling membutuhkan satu sama lain. Tetangga adalah saudara kita yang paling dekat, untuk itu jadilah menjadi bagian dari mayarakat itu jangan mengurung diri dengan tembok tinggi pagar yang kokoh tetapi keluarlah dari tembok itu untuk bergaul dengan masyarakat sekitar.

II. Prinsip Hubungan Bermasyarakat
Untuk menjadi seorang yang Professional dalam hubungan bermasyarakat perlu menguasai beberapa prinsip-prinsip sbb:
-Jadilah pribadi yang ramah kepada semua orang. Jangan hanya ramah kepada orang bersepatu dua tiga pasang / maksud kepada orang yang bersuara keras (orang yang sok jagoan).
-Jadilah pribadi yang memperhatikan dan menghargai orang lain.
-Jadilah pendengar yang baik dengan memberi kesempatan kepada orang lain untuk memberikan pedapat atau tanggapannya. Dengan demikian anda dapat memberikan pendapat dengan jelas dan mantap. Sekarang menurut pendapat para ahli di USA bahwa porsi berbicara 35% dan mendengarkan 65%.
-Jadilah pribadi yang membangun semangat orang lain dan dapat memberikan motivasi sehingga menjadikan orang berprestasi lebih tinggi.
-Sedapat mungkin hindari debat kusir yang tidak berguna tetapi jelaskan sesuatu itu dengan bukti dan alasan yang dapat diterima oleh semua orang. Jangan anda berpikir bahwa jalan pikiran anda sama dengan semua orang.
-Hindari kebiasaan membenarkan diri sendiri, kalau anda salah jangan malu untuk mengakuinya karena semua orang pasti sesuatu waktu akan berbuat kesalahan baik karena lupa atau alpa.
-Hindari kebiasaan menyalahkan dan mengkritik orang lain terutama dibelakangnya tetapi untuk membuktikan kebenaran sesuatu silahkan dilaksanakan pada forum resmi, camkan dan bijaklah dalam bertindak.
-Biasakan membicarakan hal-hal yang diminati orang lain. Ingat jalan menuju hati se-sec-ang adalah —111enget-ahuil clan membicarakan apa yang diseniangirya,
-Biasakan membuat orang lain sebagai orang penting clan dihormati karena kalau anda
baik kepada orang lain, maka anda paling baik kepada diri sendiri? (Dr. Lowis. Man).
-Biasakan menghormati pendapat orang lain sekalipun anda ticlak setuju clan jangan mempertentangkannya karena kalau dia tetap ngotot berarti dia keras kepada tanpa mau menganalisa pendapat orang lain berarti sama saja dengan membuang energi.
-Biasakan berprinsip tetap dalam sesuatu masalah terutama suatu hal yang sudah sama-¬sama disepakati untuk dikerjakan. Merubah suatu prinsip pada pertengahan perjalanan sama saja dengan 'manusia yang tidak ada prinsip" oleng, terombang ambing seperti perahu yang kehilangan kemudi. Kalau orang Batak bilang harus "golom ria ria" artinya walaupun daun ria ria itu tajam tetapi kalau kita langsung pegang dengan keras maka ketajamannya akan luluh dalam genggaman tangan kita.

III. Menjadi Terang Memerlukan Proses
Untuk menjadi keluarga terang dimasyarakat tentunya tidak bisa langsung instant tetapi harus memerlukan waktu yang lebih lama, dan waktu yang lebih lama itulah yang menjadi proses sbb:
1. Proses pertama adalah keluarga harus menjalin hubungan baik dengan masyarkat sekitar.
2. Dengan menjalin hubungan baik maka kita akan melanjutkan pada proses kedua yaitu mengetahui apa dan siapa masyarakat sekitar itu.
3. Dengan mengetahui kondisi dan keadaan masyarakat maka kita bisa ikut berpartisipasi dalam kegiatan mayarakat sekitar.
4. Dengan berpartisipasi dalam masyarakat maka kita juga bisa memotivasi masyarakat untuk berbuat lebih banyak lagi sesuai kemampuan baik pemikiran maupun materi yang ada.
5. Membangun hubungan baik harus secara terus menerus dan keluarga kita juga harus menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik dimata masyarakat. Berikan contoh yang baik sehingga masyarakat mengikuti contoh yang baik tersebut. Karena untuk menjadi terang ditengah masyarakat sekitar tidak harus selalu dengan materi yang melimpah tetapi tergantung dari bagaimana partisipasi kita didalam hidup bermasyarakat yang maju ini. Kalau anda telah melaksanakan proses ini maka anda telah diterima oleh masyarakat sekitar dimana anda berdomisili dan sebagai hasilnya anda akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat baik dalam suka maupun dalam keadaan kesulitan.

Penutup
Dalam kondisi Negara sesuai dengan dampak perekonomian global yang semakin sulit maupun perekonomian setiap keluarga yang semakin berat maka kita harus pintar-pintar dalam mengatur ekonomi keluarga. Berpartisipasi sesuai dengan kemampuan yang ada adalah menjadi contoh yang baik ditengah mayarakat. Hindari perbuatan tercela dan menyinggung perasaan orang lain dan jadilah kita menjadi panutan. Kedamaian dan kesejahteraan berkeluarga, bertetangga, bergereja dan bermasyarakat diperlukan kesabaran,
Kebijakan dan pengorbanan, Untuk itu berbuatlah sesuatu pada masyarakat sekitar karena Kota juga adalah bagian dari masyarakat tersebut. Berbuat baik ditengah masyarakat yang majemuk berarti anda telah melaksanakan Pekabaran Injil / marsending. Melaksanakan sebagian dari program Marturia karena melaksanakan Pekabaran Injil tidak harus berangkat kepulau Rupat kepada orang-orang Akit untuk membuat mereka menjadi pengikut Jesus tetapi menyampaikan Amanat Agung agar orang mengenal Jesus dari perbuatan para pengikutnya. Untuk itu anda harus lebih mantap lagi bahwa Mahatma Gandhi abad ke-21 ini pasti tidak akan terjadi lagi. Yakin saja Tuhan pasti selalu bersama kita hari ini dan selanjutnya. Amin dan Horas.

(Penulis adalah Kamaruli Pohan Siahaan, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2009)

Jumat, 06 November 2009

ARTIKEL: HKBP MENYONGSONG ULTAH 150 TAHUN

Luapan sukacita dalam mensyukuri bertambahnya usia senantiasa menjadi moment yang tidak terlupakan. Ucapan selamat yang disertai dengan doa dan harapan membuat semakin sempurna rasa kebahagiaan. Tekad untuk meraih masa depan yang lebih baik dirasakan semakin membara karena adanya dukungan dari banyak orang yang mengasihi.
Sesuai dengan Rencana Strategis HKBP (Renstra), yang menjadikan tahun 2010 sebagai tahun Sekretariat HKBP dan merupakan tahun Pra Jubelium 150 tahun HKBP pada 7 Oktober 2011, ucapan “SELAMAT ULANG TAHUN 150 TAHUN HKBP” akan terdengar diberikan banyak orang, Gereja maupun lembaga-lembaga pendidikan untuk sukacita besar ini. Persiapan untuk menyambut perayaan ulang tahun tersebut tentunya sudah dilakukan HKBP jauh-jauh hari sebelumnya. Sebagai Gereja yang besar dan tertua di Indonesia, pertambahan usia akan selalu mengajak HKBP untuk mengingat sejarah berdirinya yang penuh dengan perjuangan dan usaha-usaha untuk menjadikan HKBP sebagai lembaga keagamaan yang dapat mewujudkan kasih Allah sehingga dunia sekitar menjadi diberkati.
Secara khusus dalam menjalankan misi dan visi pelayanan HKBP, dalam Rapat Pendeta HKBP, 3-7 Agustus 2009 yang mengangkat tema “Hendaklah kamu murah hati seperti Bapamu murah hati” (Lukas 6:36) dan Sub Tema “Pendeta HKBP terpanggil meningkatkan kebersamaan terhadap sesama Partohonan dan memberdayakan anggota jemaat menjadi berkat di tengah Gereja, masyarakat, dan bangsa pada Era Global”, tersirat suatu hasrat agar HKBP tetap eksis dalam menyikapi perubahan zaman di arus globalisasi. Itu akan dapat terlaksana dengan adanya kesatuan pandangan (komitmen) para pendeta/pelayan HKBP sebagai perangkat utama dalam mewujudkan tujuan kehadiran HKBP di dunia. Arus globalisasi yang membuat terjadinya perubahan-perubahan secara radikal dan tidak terbatas telah mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku, budaya bahkan peradaban dunia secara drastis. Perubahan-perubahan mendasar dalam aspek kehidupan menuntut para Pendeta HKBP dapat berperan sebagai “pemberi jalan keluar” atas semua persoalan yang dihadapi jemaat. Perubahan ini menantang para pendeta HKBP untuk membenahi diri dalam misi pelayanannya agar tidak larut dalam ritus peribadahan tetapi siap memasuki, mendampingi, menyikapi, serta menguatkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan jemaat.
Keberadaan HKBP di tengah-tengah dunia yang berubah begitu cepat dan dibarengi dengan munculnya persoalan-persoalan zaman telah menghadirkan suatu pertanyaan besar “perubahan apakah yang dibawa HKBP (pendeta)” untuk keadaan dunia yang lebih baik? Bagaimanakah pelayanan HKBP dilakukan sejalan dengan arus globalisasi ? HKBP harus menggumulinya dan menyikapinya dalam “terang Firman Allah” dan dipahami dengan pendekatan kontekstual. Arus globalisasi telah membuat HKBP tidak sekedar merenungkan situasi zaman yang terus berubah tetapi menjadi tantangan bagi para pendeta HKBP dalam konteks berKoinonia, berMarturia dan Berdiakonia. Memberdayakan jemaat dengan mengembangkan segala potensi yang ada adalah kekuatan besar pelayanan para pendeta HKBP dalam menghadapi perubahan-perubahan zaman akibat era globalisai. Artinya jemaatpun harus disadarkan atas realitas yang terjadi dan menolong mereka dalam memberikan solusi. Tentunya dalam pemberdayaan jemaat ini harus mengacu pada Karya Penyelamatan Allah dalam relasi dinamis dengan konteks kehidupan yaitu kedatangan Kerajaan Allah di dunia.
Dalam pelayanannya, HKBP harus mampu menemukan integritas pelayanan sebagai saksi Kristus yakni yang mampu menterjemahkan kabar keselamatan dalam realitas dan tantangan global. Membangun komunitas jemaat sebagai kekuatan spiritualitas, menumbuhkan semangat penginjilan dan tanggung jawab dalam diri jemaat ditiap sektor kehidupan, serta memperjuangkan kaum miskin, tersingkir, tertindas sebagai tindakan keberpihakan Gereja (Lukas :18-19). Ini juga yang dilakukan Tuhan Yesus semasa hidupNya, memperjuangkan hak-hak orang-orang yang tersingkirkan dan terabaikan oleh dunia. Pelayanan Tuhan Yesus tidak hanya bersifat ke dalam (internal) yaitu yang hanya memperhatikan umatNya (Israel) tetapi juga bersifat keluar (eksternal) yaitu bagi bangsa-bangsa lain sehingga karya keselamatan bisa dimiliki oleh semua orang.
Sebagaimana realitas arus global yang memaksa dan membuka pengaktualisasian pelayanan yang sesungguhnya membuat HKBP dalam menyongsong 150 tahun kehadirannya di dunia harus segera memperlengkapi diri menjadi Gereja yang peduli dan siap untuk melayani ditengah-tengah perubahan yang ada. Kesatuan komitmen para pelayan (Pendeta, Guru, Diakones, Bibelvrow) dan kekuatan komunitas jemaat yang didasarkan atas panggilan Allah sebagai “garam dan terang dunia” akan memampukan HKBP melakukan banyak hal yang berguna bagi kemanusiaan dan menjadi hormat kemuliaan bagi Tuhan Yesus Kristus, Amen !

(Penulis adalah Pdt. Linda Christine Lumbantobing, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Oktober 2009)