Sabtu, 24 Desember 2011

ARTIKEL: KEMATIAN DAN KEBANGKITAN MENURUT IMAN KRISTEN

Kematian dan Kebangkitan Menurut Iman Kristen
Makna dan maksud peringatan Orang yang menginggal Dulia Dalam Kalender Gerejawi HKBP

1. Pendahuluan
Saudara Uly br. Panjaitan meminta saya untuk menulis sebuah tema menyangkut kematian terutama dalam hubungannya dengan peringatan tentang orang yang meninggal dunia. Hal ini juga dikaitkan sehubungan dengan semakin mendekatnya Kalender Gerejawi kita – HKBP - ke Minggu-minggu akhir, yakni Ujung Taon Parhuriaon sekaligus dirangkai dengan Parningotan Di Angka Na Monding. Hal ini dimaksudkan untuk mengisi rubrik di Majalah NARHASEM yang diterbitkan oleh Naposobulung dan Remaja HKBP Resort Semper, Jakarta.
Sebagai bentuk dukungan moral dan spiritual terhadap kemajuan penerbitan Majalah NARHASEM ini, Penulis menyanggupi untuk menuliskan pokok yang dimintakan oleh pengelolanya dengan formulasi judul sebagaimana dibuatkan di atas: Kematian dan Kebangkitan Menurut Iman Kristen.

2. Teologia Kematian
Secara umum baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru kematian dipandang sebagai sesuatu peristiwa yang mengakhiri kehidupan dari dalam dunia ini, yakni yang “memisahkan” jiwa (roh atau tondi) dari dalam tubuh . Kalau kita berbicara tentang ‘kematian’, maka kita harus membedakan antara ‘kematian jasmani’ dengan ‘kematian rohani’. Kedua bentuk kematian ini sama-sama berbahaya terhadap manusia meskipun pada kenyataannya kematian jasmanilah yang paling ditakuti oleh manusia. Sesungguhnya – menurut iman Kristen - kematian rohanilah yang seharusnya paling ditakuti oleh manusia sedangkan kematian jasmani hanya awal menuju kehidupan yang kekal. Untuk jelasnya mari kita ikuti uraian berikut ini:
I. Kematian Jasmani
Menurut Alkitab kematian adalah hasil atau akibat dari dosa manusia. Dalam Kejadian 2:17 Allah telah mengingatkan manusia (Adam) bahwa pada hari engkau memakannya maka engkau mati. Demikian juga Rasul Paulus mengingatkan kita bahwa oleh seorang manusia maka dosa memasuki dunia ini, dan oleh karena itu juga dosa melahirkan kematian (Rom 5:12), dan upah dosa adalah maut (Roma 6:23)
(1) Dalam Perjanjian Lama
Agama Jahudi tua sangat sedikit memberi perhatian dan pengajaran terhadap kematian fisik ini, tetapi menerima kematian itu sebagai bagian dari hidup; selain itu agama Jahudi tua juga sangat kurang memberi perhatian terhadap hidup di balik kematian. Agama Jahudi tua mempercayai bahwa apabila jiwa (roh=tondi) telah keluar dari dalam tubuh maka ia akan pergi ke Sheol atau Hades (Maz.88:12; 86:13; Amsal 15:24). Kematian dipandang sebagai akibat dosa sebagaimana kita temukan dalam Kejadian 3:19, 22.
Kemudian dalam perkembangan agama Jahudi selanjutnya, misalnya pada saat penulisan Kitab Daniel sekitar tahun 350 BC sudah mulai ada keyakinan orang Jahudi terhadap kebangkitan orang mati dan seterusnya kemudian ada pengadilan atas semua perbuatan ketika masih hidup dahulu dan upah perbuatan baik. Sebelum masa Hesekiel dan Daniel ada sedikit kepercayaan akan adanya kehidupan yang kekal bagi perseorangan. Namun secara umum orang Israel dari generasi ke generasi berikutnya mempercayai adanya hidup yang kekal. Misalnya dalam Hosea 6:1-3 yang kedengarnya bersifat pribadi tetapi sudah menunjuk kepada keseluruhan orang Israel. Hal itu dilatarbelakngi pemikiran bahwa manusia itu adalah makhluk hidup, dan bukan jiwa yang mengalami inkarnasi sebagai mana dalam filsafat Gerika dan agama Hindu.
(2) Dalam Perjanjian Baru. Kematian selalu disangkut-pautkan dengan kuasa dosa sebagaimana tertulis dalam Roma 5:12 “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa”. Kematian adalah suatu kuasa yang sangat dimusuhi oleh segenap manusia. Kematian adalah kuasa iblis yang dikalahkan oleh Tuhan Yesus ketika Dia mati dan bangkit kembali dari kuburNya. Paulus berulangkali menyatakan: Siapa saja yang percaya kepada kematian dan kebangkitanNya maka kematian itu tidak lagi menjadi kuasa yang mengerikan dan yang merusak baginya (Rom 6-9 dan 1 Kor 15). Memang manusia akan mati secara fisik, tetapi secara rohani orang percaya akan memperoleh kehidupan yang kekal dari balik kematian itu. Oleh karena itu baik kematian ataupun kehidupan tidak akan dapat meniadakan kita dari tangan Allah.
b. Mati sekali hidup dua kali atau mati dua kali hidup sekali.
Orang Kristen yang mati secara jasmani tetapi beriman kepada Kristus Yesus hanya akan berpisah dengan sanak keluarga, tetapi akan mengharapkan hidup yang kekal di balik kematiannya. Mereka hanya akan “mati sekali tetapi hidup dua kali” .
(1) Kematian Rohani
Berita tentang kematian pertama sekali kita dengar di Taman Eden dalam Kejadian 2:17 “tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati" . Kenyataannya , Adam dan Hawa memakan buah pohon yang dilarang Allah untuk dimakan, dan mereka tidak mati secara jasmani. Lalu apa yang terjadi buat mereka? Apakah Firman Tuhan meleset? Atau mungkin ……berbohong?
Tentu tidak! Kematian pasti terjadi. Tetapi kematian yang dimaksudkan di sini adalah kematian rohani yang mencakup beberapa fenomena yang sangat buruk bagi kehidupan manusia, yakni:
 Pengusiran Adam / Hawa dari Taman Eden. Adam dan Hawa yang ditempatkan Allah di Eden pada jaman in illo tempore (sebelum kejatuhan ke dalam dosa) adalah berada dalam suasana keemasan, penuh kebahagiaan, tidak ada ratapan, keluhan, tanpa sukacita. Sejak saat itu manusia harus hidup menderita sebab berikutnya akan terjadi hukuman Allah
 Putusnya hubungan manusia dengan Allah. Orang yang tidak memliki hubungan dengan Allah adalah orang yang sudah mati. Yesus pernah menegor orang Jahudi dan mengumpamakan mereka dengan kuburan yang dikapur, karena meskipun mereka hidup tetapi sesungguhnya sudah mati karena mereka tidak hidup di dalam iman (Matius Matius 23:27 “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih,..”
 Kematian yang kekal. Manusia tidak lama ikut mewarisi kehidupan yang kekal yang disediakan oleh Allah. Dan untuk kehidupan yang kekal inilah nantinya Yesus datang ke dunia merajut kembali hidup yang kekal yang telah dirusak oleh dosa manusia
Orang yang hidup dalam dosa atau kita sebut “mati secara rohani”, nanti ketika ia mati jasmani akan mengalami “hidup sekali tetapi mati dua kali” yakni mati pada waktu kehidupannya berakhir dan mati karena tidak mendapat kehidupan yang kekal di sorga.

2. Kebangkitan Orang Mati Menurut Alkitab
a. Perjanjian Lama sudah mengajarkan pengharapan akan kebangkitan orang mati. Bagi orang-orang PL maut adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari, tidak dapat ditiadakan. Tiap orang akan mengalami kematian. Dalam Maz.88:11, Tuhan Allah tidak akan membuat orang tidak bisa mati (bd. Pengkhotbah 9:5, 7, 9 yang mengatakan bahwa orang hidup tahu bahwa ia akan mati kelak. Maut dipandang sebagai pemutusan, yang tampak memisahkan orang dari pada segala hubungannya. Manusia kembali kepada debu (Maz.90:3). Bahkan, maut dipandang sebagai suatu hukuman Allah terhadap dosa. Maka Musa mengatakan bahwa karena murka Tuhan, manusia binasa (Maz. 90:7).
Pemahaman inilah yang menjadikan manusia takut terhadap kematian. Mereka berharap jangan sampai mati pada pertengahan umurnya (Maz. 102:24,25), dan mereka yakin bahwa umur orang jahat disingkatkan (Amsal 10:27). Orang-orang mati memandang bahwa kematian berarti turun atau memasuki ‘syeul’ (yang diterjemahkan dengan alam ‘barzach’) yaitu alam maut, atau dunia maut, tempat orang mati, tempat yang dikuasai oleh maut, yang letaknya dipandang di dalam tanah (1 Sam 2:6; Yes 7:11; 28:18). Yang memasuki tempat ini bukan hanya orang jahat, tetapi juga orang beriman (Jakub : Kej.37:35 di sini diterjemahkan dengan ‘ke kubur’).
b. Perjanjian Baru.
Dalam PB keyakinan akan kebangkitan orang mati itu makin jelas, hal itu disebabkan karena karya Tuhan Yesus Kristus. Dalam Yoh. 11:25 Tuhan Yesus berkata: “Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati…..”. Kata-kata ini menunjukkan bahwa Kristus sendirilah kebangkitan dan hidup itu. Ia bukan hanya bangkit dari maut dan kemudian hidup; Ia bukan hanya membangkitkan dan menghidupkan orang mati (mis: Lazarus, putri Jairus dan pemuda dari kota Nain). Tetapi firman itu memberi arti bahwa kebangkitan dan hidup memiliki dasar dan akar serta memanifestasi dalam diri Yesus Kristus. Keduanya, kebangkitan dan hidup berada di bawah kuasaNya: Ia-lah Penghulu hayat (Kis Ras. 3:15; Batak : ‘partogi tu hangoluan’).
Oleh hakekat diriNya yang demikian maka kebangkitan adalah pusat segala sesuatu dan menguasai segala sesuatu (1 Kor. 15:12-34). Dengan kebangkitanNya, Kristus melenyapkan maut dan melahirkan hidup yang tiada berkesudahan (2 Tim 1:10). Kebangkitan Yesus bukan sesuatu hal yang berdiri sendiri tanpa hubungan dengan apapun. Yang bangkit itu adalah Kepala Gereja; dan Gereja itu adalah tubuhNya sendiri. Jika Kepala bangkit, tentu tidak hanya sebagian-sebagian, tubuh dan anggota-anggota tubuh lainnya juga akan mengikut Kepalanya. Kristuslah yang sulung dari kebangkitan itu, dan akan diikuti yang lain (Kol 1:18; Wahyu 1:5). Itu sebabnya Paulus berkata: “Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya” (1 Kor. 15:23). Jadi Allah yang sudah membangkitkan Tuhan Yesus Kristus dari antara orang mati, juga akan membangkitkan orang beriman dengan kuasaNya (1 Kor 6:14; 2 Kor 4:14). Jadi kebangkitan orang beriman pada akhir jaman ini kepada hidup yang kekal adalah suatu kenyataan yang tidak bisa diragu-ragukan, sebab Kristus sudah bangkit dari antara orang mati.
c. Tubuh Rohani Orang Yang Dibangkitkan. Dalam 1 Kor 15:44 disebut bahwa orang beriman yang sudah dibangkitkan dari antara orang mati itu akan mendapat tubuh rohani. Di sana disebutkan : “Yang ditaburkan adalah tubuh alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah. Jika ada tubuh alamiah, maka ada pula tubuh rohaniah”.
Pada 1 Kor 15:45 manusia pertama yaitu Adam adalah nyawa hidup sedang Adam Kedua (terakhir) yakni Yesus Kristus adalah roh yang menghidupkan. Itu sebabnya, semua orang yang percaya padaNya (Adam kedua itu!) akan mendapat kehidupan baru dari padaNya. Dalam 1 Kor 2:14 orang duniawi tidak menerima barang yang daripada Roh Allah. Yang dimaksudkan di sini ‘orang duniawi’ adalah orang yang keadaannya menurut kodratnya, yang hanya memiliki hidup, tetapi tidak punya kuasa menghidupkan. Sedangkan orang rohaniah adalah orang yang hidupnya punya pertalian dengan Pemberi hidup itu oleh Roh Kudus; orang yang hidupnya menjadi tempat kediaman dari pada Roh Kudus, menjadi rumah rohani (1 Petr. 2:5), yang hidupnya dikuasai oleh Roh Kudus.
Kelak orang beriman akan dikaruniai tubuh yang rohani, yakni tubuh yang memiliki kekuatan dan daya dari Roh Kudus secara sempaurna. Dalam Rom 8:11 kehidupan kembali tubuh kita yang fana ini dihubungkan dengan Roh Kudus yang sudah berada di dalam diri orang beriman. Sebab di sana disebutkan bahwa jika Roh Dia, yang membangkitkan Yesus dari antara orang mati itu diam di dalam diri kita, maka Ia itu, yang membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuh kita yang fana ini.
Bagaimana perubahan dari ‘tubuh yang fana’ kepada ‘tubuh yang baru’ ini tidak pernah diterangkan dengan jelas. Orang beriman akan menjadi serupa dengan gambar AnakNya (Rom 8:29). Untuk membuatnya serupa dengan tubuh Anak itu adalah pekerjaan Roh Kudus yang tidak mungkin kita pahami. Demikianlah kelak pada hari kebangkitan orang-orang beriman akan dijadikan serupa dengan hidupNya; tubuh kita yang fana akan diubahkan seperti tubuhNya yang sudah dimuliakan
Jadi, keselamatan itu nantinya bukan hanya pada nyawa orang beriman. Artinya bukan hanya ‘aku’nya atau ‘bathinnya' orang beriman; bukan juga hanya tubuh atau hidup lahiriahnya. Tetapi seluruh hidupnya manusia itu, atau manusia seutuhnya, lahir dan juga bathin, tubuh dan jiwanya. Keduanya, jasmani dan rohaniah dimasukkan ke dalam harapan keselamatan yang sempurna

3. Makna Peringatan Orang yang meninggal Dunia
Gereja HKBP masih terus mempertahankan satu tradisi lama yang disebut dengan “Parningotan Di Angka Na Monding” yang di-Indonesiakan dengan “Peringatan Orang Meninggal”. Kita tidak tahu kapan mulai tradisi ini di HKBP, diperkirakan sudah sejak awal dilakukan acara khusus ini di dalam kalender gerejawi HKBP. Salah satu dari 52 minggu-minggu dalam satu tahun diperuntukkan mengingat orang yang meninggal. Pada acara ini semua nama-nama warga jemaat yang meninggal selama masa kurun waktu 52 minggu yang lalu (mulai dari Minggu Ujung Taon Parhurian yang lalu hingga Ujung Taon pada tahun berjalan ini) dibacakan, dan keluarga-keluarga yang mereka tinggalkan - yang pasti masih dalam keadaan berduka - didoakan secara khusus agar terhibur.
Mungkin akan muncul pertanyaan, terutama dari kalangan warga jemaat yang masih muda (bahkan warga jemaat yang sudah tua pun belum tentu sudah précis memahami hal ini!), apa arti, makna dan tujuan acara ini dilakukan oleh pihak gereja? Bukankah dengan demikian perasaan pilu dan duka nestapa akan dibangkitkan kembali bagi keluarga yang ditinggalkan apalagi dengan menyebut nama-nama serta hari/tanggal wafat mereka, dan kemudian ada di antara keluarga yang menangis meraung-raung dalam acara itu?
Konfessi (Pernyataan Iman) HKBP yang dirumuskan pada Tahun 1951 Pasal 16 TENTANG PERINGATAN ORANG MENINGGAL menyatakan demikian:
Kita percaya dan menyaksikan:
Manusia telah tentu satu kali mati dan kemudian daripada itu datang hukuman (Ibr 9: 27). Mereka itu akan berhenti dari kelelahannya (Wahyu 14: 53). Dan Yesus Kristuslah Tuhan dari orang-orang yang mati dan yang hidup. Dalam kita mengadakan peringatan kepada orang yang mati, kita mengingat pula akhir kita sendiri dan menguatkan pengharapan kita pada persekutuan orang-orang percaya, yang menetapkan hati kita di dalam pergumulan hidup ini (Wahyu 7: 9 – 17)
Dengan ajaran ini kita menolak dan melawan ajaran animisme yang mengatakan: Roh-roh dari orang-orang mati masih dapat bergaul dengan manusia. Demikian pula ajaran yang mengatakan: Roh dari yang mati tinggal di kuburnya. Juga kita tolak ajaran dari Gereja Katholik Roma yang mengajarkan tentang api ujian (vagevuur) yang harus dialami seberapa lama untuk membersihkan roh orang mati, sebelum tiba kepada hidup yang kekal dan orang dapat melakukan missa untuk orang mati dan memdoakan orang mati itu supaya lebih cepat terlepas dari api itu.
Demikian pula doa kepada roh dari orang-orang kudus dan yang mengharapkan bahwa kekuatan dan kekudusan orang itu dapat turun dari kuburan, pakaian, barang atau tulang-tulangnya (relikwi).
Dari rumusan Konfessi HKBP di atas jelas bagi kita bahwa tujuan peringatan orang meninggal dulia ini bukanlah seperti yang dikatakan oleh pepatah orang Batak: “parigatrigat bulung gaol pasigatsigat hinalungun parungkarrungkar sidangolon”. Artinya bukan untuk membangkit-bangkitkan rasa duka cita yang mendalam buat keluarga yang ditinggalkan. Tetapi inti dari pada peringatan ini hendaklah menuju kepada kemenangan orang percaya atas maut dan kematian. Yesus Kristus telah mengalahkan kematian ketika Ia bangkit, dan kebangkitanNya menjadi buah sulung atas kebangkitan orang percaya. Lengkapnya demikian pernyatan kitab 1 Kor. 15:20+23 “20 Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. 23 Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya”.
Perlu dijelaskan, meskipun nama-nama orang yang meninggal tahun itu dibacakan, sesungguhnya bukan nama-nama mereka itu yang menjadi tekanan; bukan mengingat pribadi-pribadi masing-masing orang yang meninggal dunia tadi yang lebih penting. Tetapi untuk mengingatkan kita akan hari kematian kita semua manusia kelak. Siapapun di antara kita yang masih hidup sekarang akan pasti mengalami kematian itu, sebab kematian itu adalah ‘jodoh’ kita semua. Semua kita sedang menunggu giliran alias ‘antri’ memenuhi panggilan kematian itu. Itu sebabnya ada ungkapan Latin yang mengatakan MEMENTOMORI artinya “Ingatlah akan hari kematianmu!”. Jangan lupa bahwa saya dan saudara semua pasti akan dijemput oleh kematian itu. Itu sebabnya harus sudah mempersiapkan diri sebelum kematian itu sungguh-sungguh nyata terjadi bagi hidup kita. Dan untuk itu pulalah Acara Peringatan Orang Yang Meninggal Dunia” terus dilanjutkan oleh tradisi gereja HKBP agar warganya tetap ingat dan peduli akan saat-saat kematiannya kelak. Dan apabila hal itu sungguh terjadi, tidak putus asa, tidak mengutuki Tuhan. Tentu keluarga yang ditinggal oleh orang mati itu pasti akan menangis dan bersedih; rasa pilu akan ‘memukul’ juga, tetapi bukan lagi seperti dukacita seorang yang tidak percaya, tetapi duka cita seorang yang punya pengharapan bahwa kelak orang yang mati dalam nama Tuhan Yesus itu akan berkumpul di Sorga bersama sekalian orang-orang tebusanNya.

4. Renungan Untuk Memperkuat Iman
Kenyataanya kita selalu menakuti kematian. Itu wajar sebab kematian itu akan mengakhiri segala sesuatuanya tentang hidup manusia itu. Namun yang tidak wajar adalah apabila kita secara berlebihan menakuti kematian itu. Adalah merupakan ketakutan yang berlebihan terhadap kematian itu apabila masih selalu kita ucapkan “santabi jabu on…..nunga monding si Anu!”. Kita ‘marsantabi’ terhadap kematian, apa itu wajar? Yang benar aja, kan?. Mungkin dalam hati kita, kematian tidak akan terjadi lagi kepada penghuni rumah ini apabila kita marsantabi (?) Atau, kematian tidak lagi ‘marah’ kepada kita apabila kita sudah ‘menghormatinya’? Tidak! Kematian akan datang juga meskipun berulang kali kita marsantabi kepada kematian itu. Kematian tidak akan dapat ditunda-tunda – termasuk oleh kemajuan teknologi manapun di dunia ini - apabila Tuhan sudah menghendakinya. Atau sebaliknya kematian tidak akan dapat menjemput manusia meskipun manusia itu menghendakinya terjadi dalam hidupnya. Itu sebabnya banyak orang yang berusaha membunuh dirinya dengan minum racun atau melompat dari tempat tinggi tidak mati-mati, karena bukan di sana kuncinya. Mati-hidupnya kita tetap berada di tangan Tuhan. Kita syukurilah kehidupan yang masih ada pada kita ini. Dan bila Tuhan masih mengijinkan kita hidup hingga hari ini, Tuhan menghendaki agar kita berbuah, bermakna, berarti buat orang lain, gereja dan bangsa kita. Syalom!

(Penulis adalah Pdt. Rudolf Pasaribu, S.Th., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Nopember 2009)

Rabu, 30 November 2011

ARTIKEL: SINAMOT, ACUAN MATERIIL HARGA DIRI

Banyak anak muda Batak sekarang ini, terutama yang sedang persiapan membangun rumah tangga baru, dipusingkan dengan serba serbi paradaton yang harus mereka ikuti dalam pernikahan, salah satunya adalah Sinamot. Fakta membuktikan ada pernikahan yang tertunda, bahkan tidak jadi dilangsungkan, karena Sinamot yang tidak disepakati. Bagi orang yang tidak memahami adat Batak memang jadi terlihat aneh, karena dianggap hal yang tidak relevan lagi di jaman modern seperti sekarang ini. Tapi bagi kita yang memang sudah dilahirkan sebagai orang Batak, maka mencoba memahaminya menjadi penting, agar kita tidak salah jalan dan tidak cepat-cepat menyimpulkan. Apa sih sesungguhnya Sinamot itu?

Esensi Sinamot
Dari pengalaman dan hasil observasi penulis, setidaknya ada tiga hal yang menjadi esensi dari Sinamot.
Pertama, Sinamot adalah tanda “penghormatan” keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan. Sebagian dari kita mungkin mengikuti berita di media massa tentang bagaimana keluarga Joy Tobing yang “merasa” sangat dihina dengan kiriman sekantung daging dari pihak keluarga pria yang katanya adalah Sinamot. Ingat, bahwa selain bentuk dan nilainya, maka proses yang harus berlangsung untuk disepakatinya Sinamot juga harus disepakati dan dilakukan dengan benar dan dengan tata cara yang diakui secara adat Batak. Oleh karena itu, berdasarkan konsep “suhi ni ampang na opat” (empat unsur utama dalam pernikahan secara adat Batak) keberadaan “Tulang” (saudara laki-laki ibu) juga diikutsertakan dan menjadi bagian penting dalam proses pernikahan itu.
Kedua, Sinamot adalah “bukti” atas komitmen terjadinya pernikahan secara adat. Artinya bukti atas janji pernikahan. Dalam adat Batak pernikahan bukan hanya menikahkan dua orang laki-laki dan perempuan, tapi juga “menikahkan” dua keluarga besar. Oleh karena itu keluarga besar masing-masing calon pengantin juga harus mengetahui, melihat dan menyepakati bukti itu. Karena pada akhirnya yang berkomitmen untuk terjadinya pernikahan adalah kedua keluarga besar itu. Artinya bahwa yang berkomitmen untuk mengikatkan diri satu sama lain adalah marga-marga yang terkait di dalamnya yang diwakili oleh kedua keluarga besar itu. Itulah makanya orang non-Batak seringkali terkagum-kagum kalau melihat jumlah yang datang saat pernikahan orang Batak. Sampai-sampai saat ini seringkali harus dilakukan dua acara terpisah, yaitu acara pernikahan secara adat dan acara resepsi yang mengundang rekan-rekan yang Non-Batak. Karena kalau disatukan akan menyulitkan pihak gedung untuk menampung. Menampung orang yang datang, dan menampung mobil-mobil yang harus parkir.
Ketiga, Sinamot adalah “kesepakatan” atau perjanjian. Hukum adat mengakui adanya kesepakatan secara lisan. Dengan demikian ucapan yang keluar dari mulut seseorang sudah dianggap sebagai ikatan. Berbeda dengan hukum modern yang dilakukan secara tertulis. Demikian juga dengan janji pernikahan. Dengan dibuktikan melalui Sinamot, maka pernikahan itu menjadi terikat secara adat, dan selanjutnya menjadi ikatan perjanjian di antara kedua belah pihak.

Keluhuran Nilai Sinamot Terdegradasi
Namun yang repotnya, ketiga esensi di atas akhir-akhir ini telah mengalami degradasi. Baik karena kurangnya pemahaman keluarga besar calon mempelai tentang proses berlangsungnya Sinamot, juga karena pemahaman yang salah dari banyak orang Batak sekarang ini yang menganggap Adat Batak itu kepanjangan dari cara-cara animisme atau dinamisme belaka. Lalu semakin banyak keluarga batak yang mulai terkooptasi oleh nilai-nilai materialisme dan hedonisme. Sehingga bagi mereka lebih penting nilai rupiahnya, daripada esensi penghormatannya. Lebih penting tingginya nilai Sinamot, daripada esensi dari komitmen pernikahan antara dua keluarga besar. Banyak orang berlomba-lomba untuk menaikkan besarnya Sinamot, supaya dilihat lebih hebat, lebih tinggi derajatnya dari keluarga yang Sinamot nya lebih rendah. Jadi sebenarnya sekarang ini ada faktor kompetisi harga diri orang Batak dalam Sinamot. Harga diri orang Batak saat ini seringkali diukur dari berapa besar Sinamot nya, bukan dari proses bagaimana Sinamot itu dilakukan secara benar dari perspektif keabsahan adatnya. Sinamot sekarang ini seringkali mengorbankan masa depan keluarga yang baru. Karena banyak keluarga yang melangsungkan pernikahan adat Batak secara jor-joran menaikkan Sinamot dan berpesta besar-besaran meskipun harus mengutang sana sini, dan menjual beberapa aset penting dari keluarga. Lalu selesai acara pasangan yang baru ini tidak memiliki “modal” yang cukup untuk memulai hidupnya. Akhirnya yang terjadi adalah si keluarga baru ini harus terseok-seok.
Situasi inilah yang akhirnya menjadi beban anak-anak muda Batak sekarang ini untuk memutuskan menikah, karena persepsi orang Batak yang terlanjur salah terhadap Sinamot. Pasangan muda yang akan menikah selalu “dihantui” oleh pertanyaan dari anggota keluarga: “berapa Sinamot mu”. Bukan lagi pertanyaan seputar bagaimana persiapan mental mu, sudah berapa kali mengikuti bimbingan pra nikah di gereja, atau bagaimana rencana kalian setelah menikah. Keagungan nilai pernikahan mulai digusur oleh seberapa besar acara yang akan dibuat. Seberapa banyak tamu yang akan diundang. Acara pernikahan Batak sekarang ini mulai bergeser dari yang tadinya perikatan dua keluarga dalam adat Batak, ke arah penyelamatan muka keluarga dengan Sinamot yang sebesar mungkin. Sinamot sudah mulai bergeser dari penghormatan antar keluarga besar menjadi sekedar transaksional semata. Sinamot seringkali akhirnya direduksi menjadi sekedar jual beli belaka.

Lalu Bagaimana?
Pertanyaan ini akhirnya harus dikembalikan kepada kita orang Batak. Sebab orang Batak memang terkenal dengan percaya dirinya yang tinggi. Bahkan seringkali tidak sadar akhirnya sampai pada ego yang tinggi. Kita harus jujur dengan itu. Semua maunya jadi raja. Ai sian bontian do au nunga raja...begitu kata kita. Sebetulnya tidak ada yang salah dengan percaya diri yang tinggi. Tapi ketika itu sudah menyentuh ego yang membabi buta demi sekadar harga diri, sebaiknya kita mulai slowing down. Anak-anak muda harus berani bilang ke keluarga besar bahwa mempersiapkan kehidupan setelah menikah jauh lebih penting dari sekadar acara pernikahan sehari. Adat penting, Sinamot penting. Tetapi jangan sampai nilai-nilainya digeser menjadi pemuasan ego keluarga semata. Anak-anak muda Batak saat ini harus berani meluruskan cara pandang orang tua yang terhalusinasi oleh kepentingan harga diri sesaat. Kembalikanlah adat pada tempat dan nilai-nilai yang sesungguhnya. Besar kecilnya acara adat sesungguhnya bukan diukur dari jumlah uang yang digelontorkan, tetapi kelengkapan seluruh proses yang telah dilewati dengan benar dan kebesaran hati para anggota keluarga yang terlibat. Kebesaran hati untuk menerima apa yang ada, tidak berlebihan, dan tidak perlu mengorbankan masa depan keluarga muda yang baru meniti kehidupan rumah tangganya.

(Penulis adalah St. Mangara Sidabutar, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi November 2011)

Kamis, 27 Oktober 2011

RENUNGAN: DASAR KEHIDUPAN YANG HARMONIS ADALAH MENGASIHI (ROMA 12:9-12)

Paulus adalah salah seorang yang dipakai Allah sebagai Rasul untuk mengabarkan kabar baik kepada orang-orang di zaman itu. Kabar baik tentang Kristus, sekaligus pengajaran Firman dalam bentuk, misalnya nasihat. Pada dasarnya, perikop ini menjabarkan ayat 1-2 di pasal awal, yaitu berupa nasihat yang diberikan Paulus kepada semua anggota jemaat. Ay. 9-12 adalah nasihat yang disampaikan tentang pergaulan dengan orang-orang Kristen dan mengenai pergaulan dengan orang-orang non Kristen, ay.14-21. Keduanya tetap berdasar atas nilai atau unsur “ Kasih dan Perbuatan”.ay. 9 “Hendaklah kasih itu jangan berpura-pura hindarilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. Kata “pura-pura” artinya main sandiwara atau lebih dekat kepada bersikap munafik., “Jauhilah” artinya = menjijikkan bahkan lebih kuat Dari pada menjauhi bahkan membenci kejahatan. “Lakukanlah atau lebih tepat berpeganglah”
Kalimat ini adalah satu bagian yang sangat sejajar dalam maknanya. Makna kasih yang hendak ditunjukkan dalam nats ini adalah menunjuk kasih yang nyata (berbuat). Keberadaan kasih itu yang sebenarnya dan bukan yang setengah-setengah dalam konsep dan perbuatan atas dasar kasih dan perbuatan, hendak menunjukkan bahwa Kasih itu tidaklah merupakan suatu konsep tetapi nyata dalam perbuatan….artinya, didalam kasih tidak ada kejahatan sebab dalam kasih ada kebencian (pada kejahatan) dan selalu berpihak (berpegang dan melakukan) pada yang baik. Kata kasih yang dimaksudkan dalam hal ini adalah AGAPE, yaitu Kasih Allah yang telah dicurahkanNya, dalam hati kita manusia oleh Roh Kudus. Hal ini menyatakan juga bahwa Kasih yang dimaksudkan sangat bertolak belakang dengan kepurapuraan, kasih yang diharapkan dapat ditunjukkan secara nyata dan mampu memancar dalam perbuatan kita. Dalam bentuk kasih diperlukan adalah sebuah komitmen. Oleh karena itu kasih tidak ada gunanya tanpa perwujudan atau tindakan yang nyata.
Ay. 10 “ Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat”.
Kata kasih kembali lagi diungkapkan dalam ayat ini. Kasih dalam hal ini diarahkan bagi terwujudnya kasih dalam ruang lingkup persaudaraan (sesama orang Kristen). Kasih menjadi unsur utama atau dasar bagi kehidupan serta dalam hidup persekutuan bersama. Kasih dan penghormatan adalah dua hal yang berbeda. Penghormatan belum tentu mengandung kasih, tetapi di dalam kasih terkandung unsur penghormatan atau rasa hormat (sebagai sesama). Kasih itu membawa manusia kepada kerendahan hati untuk dapat hidup saling menghormati satu dengan yang lain. Kata kasih yang diperdengarkan dalam kata aslinya berarti cinta yang mesra. Apapun yang menjadi ceritanya adalah bahwa kasih itu perlu diwujud nyatakan dalam hubungan sebagai saudara ( sesama Kristen atau non Kristen). Disini yang hendak dikatakan adalah supaya orang-orang Kristen mampu menempatkan kasih Allah itu dalam hubungannya dengan sesama dengan menghormati satu dengan yang lainnya.
Ay. 11 “ Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala- nyala dan layanilah Tuhan”.
Kerajinan adalah salah satu bagian yang menjadi sisi kehidupan manusia . Setiap orang Kristen memerlukannya. Kitab suci selalu mengajak agar kerajinan manusia jangan mengendor. Ini ditemukan dalam Tuhan Yesus sendiri. Kerajinan adalah bagian hidup yang perlu dihidupkan sehingga menghasilkan suatu gerakan yang hebat. Semangat manusia kapan sajapun dapat mengendor dengan berjalanya waktu. Tetapi disini, hendaklah roh manusia itu menyala-nyala, mendidih atau berkobar-kobar supaya kerajinan itu hidup. Sebab, roh manusia hanya dapat memiliki kerajinan, semangat dan gerakan oleh pengaruh Roh Kudus. Ia adalah roh yang berkuasa atas roh manusia. Dalam hal ini, manusia hendaknyalah mengarahkan rohnya dalam kesungguhan dan ketaatannya pada Kuasa Roh. dengan begitu roh akan dimampukan hidup dan melayani Allah.
Ay.12. “ Bersukacitalah dalam Pengharapan , sabarlah dalam kesesakan dan bertekunlah dalam doa”.
• Pengharapan adalah salah satu sikap hidup orang percaya. Pengharapan yang dimaksud bukanlah agar kita bahagia, agar kita sehat, berbudi dan agar kita berumur panjang. Yang dimaksud adalah pengharapan akan kedatangan dunia yang baru, akan kebangkitan dan kehidupan bersama Kristus.
• Kata kesesakan dalam bahasa aslinya berarti kesengsaraan.. Kesengsaraan yang dimaksud adalah” kesengsaraan orang – orang percaya” yang melakukan kehendak Allah. Sebab kesengsaraan itu tidak terpisahkan dari kehidupan orang percaya (Yoh. 16:33), kesengsaraan yang dimaksud adalah karena melakukan kehendakNya.
• Kata bertekun “ Secara khusus di dalam doa”. Bila demikian , bukan hanya sekedar berdoa tetapi juga menuntut ketekunan didalamnya, karena doa dalam ketekunan menjadikan komunikasi kita dengan Allah tidak terputus.
Alkitab adalah buku berisikan Firman Allah yang mengatur kehidupan umat. Allah menghendaki hidup yang sesuai dengan kehendakNya, baik yang hidup pada masa lampau maupun jaman sekarang. Allah adalah sumber segala hidup dan Dia sendiri adalah Kasih. Jemaat didalam nats ini, memiliki sebuah PERINTAH UTAMA yaitu “ untuk hidup dalam kasih”. Di dalam kasih, dalam persaudaraan, keharmonisan dan penghormatan yang mereka mimpikan akan terwujud. Bila demikian, kehidupan umat saat ini tentu kembali di pertanyakan. Apa perintah utama dalam hidup kita sekarang ini bila dilihat dari tantangan dan perkembangan jaman. Disisi lain apa makna hidup kita sebagai jemaat bila di perhadapkan dengan segala realitas- realitas pada masa kini.Memang pengikut Kristus selalu diperhadapkan dengan banyak perkara.(“Banyak perkara yang tak dapat kita mengerti , mengapakah harus terjadi.. di dalam kehidupan ini.... Satu perkara yang kita simpan dalam hati tiada satupun kan terjadi, tanpa Allah perduli. Allah mengerti,.. Allah perduli segala persoalan yang kita hadapi tak akan pernah dibiarkannya kita bergumul sendiri sebab Allah mengerti.”) tetapi apakah perkara itu membuat kita kalah dan tidak menyatakan kasih yang sesungguhnya di dalam kehidupan kita? saudara-saudaraku Kekasih dalam Kristus Yesus:
Secara khusus 150 tahun HKBP, Allah yang kita kenal mengerti tentang persoalan kita, Allah yang kita kenal mengetahui apapun yang menjadi beban kita namun hendaklah dalam semua itu kita saling menguatkan serta mengasihi karena itu adalah buah dalam persaudaraan menurut Alkitab. Di mana kita sekarang ini menempatkan alkitab sebagai aturan hidup bersama, Allah yang dulu menyatakan Kasih dan kebenaranNya untuk membawa orang Batak mengenal Firman Tuhan tetap ada sekarang bekerja dan melihat hidup kita. Allah mau kehidupan Jemaat HKBP dalam usia 150 hendaknya saling mengasihi, tetap bertumbuh seturut dengan Firmanya dan mari kita menjalin kasih sebagaimana Yesus mengasihi kita sampai saat ini. Amin

(Penulis adalah Pdt. L. br. Simanjuntak, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Oktober 2011)

Kamis, 29 September 2011

ARTIKEL; PELUANG JEMAAT UNTUK MENJABAT KEPALA BIDANG DIAKONIA, MARTURIA, KOINONIA DI TINGKAT DISTRIK HKBP

Menurut Aturan Peraturan HKBP 2002 yang baru, pucuk pimpinan HKBP di tingkat Distrik adalah Praeses yang dibantu dengan Kepala Bidang Diakonia, Kepala Bidang Kononia dan Kepala Bidang Marturia. Maksud tujuan serta tugas Kepala Bidang sudah jelas diatur dalam AP HKBP. Jabatan Kepala Bidang di tingkat Distrik HKBP sudah berlangsung 7 tahun, yaitu 4 tahun pada periode 2004-2008 dan 3 tahun pada periode 2008-2012. Di tingkat Huria atau Gereja HKBP seluruh Indonesia saat ini, Ketua Dewan Diakonia, Dewan Marturia, Dewan Kononia sudah dijabat oleh jemaat HKBP. Di Distrik Jakarta sudah ada Dewan Diakonia, Dewan Kononia dan Dewan Marturia tingkat Distrik. Dewan inipun sudah dijabat oleh para jemaat HKBP. Dewan tingkat Distrik sudah banyak membantu program para Kepala Bidang.

Bagaimana Pula Dengan Kegiatan Kepala Bidang Diakonia, Marturia, Kononia Tingkat Distrik Yang Dijabat Oleh Para Pendeta?
Pengalaman Penulis dan hasil pengamatan selama 7 tahun mengikuti kegiatan HKBP di Distrik Medan Aceh adalah sebagai berikut? Para Kepala Bidang aktif membantu Praeses menyelesaikan permasalahan yang ada di Jemaat maupun Resort di Distrik Medan Aceh, antara lain permasalahan yang terjadi di Gereja HKBP Banda Aceh dll. Para Kepala Bidang aktif membantu Praeses mengurusi keuangan Distrik dimana sering juga secara langsung mengumpulkan kontribusi / kewajiban jemaat / resort yang ada di Distrik . Para Kepala Bidang aktif membantu Distrik melakukan verifikasi keuangan Resort. Para Kepala Bidang aktif membantu Praeses dalam Sinode Distrik dan dalam kepanitiaan di tingkat Distrik seperti Panitia Paskah, Panitia Pembangunan dll. Para Kepala Bidang aktif berkotbah bila ada undangan dari Jemaat atau Resort., ataupun mewakili Praeses. Seluruh kegiatan diatas adalah dibidang ibadah dan manajemen Distrik. Penulis belum melihat kegiatan yang menonjol di bidang Diakonia, Marturia dan Kononia sesuai tugas masing masing dari para Kepala Bidang tersebut.

Usulan Kegiatan Yang Seharusnya Dilakukan Kepala Bidang Distrik
Di Distrik Medan Aceh terdapat 1 universitas milik HKBP yaitu Universitas HKBP Nomensen, dan ada 27 sekolah milik HKBP yang dikelola langsung oleh Gereja HKBP setempat. Sekolah yang menonjol antara lain Sekolah HKBP di HKBP Padang Bulan Medan dan Sekolah HKBP di Gereja HKBP Sidorame Medan. Sekolah HKBP lainnya sepertinya megap megap. Sekolah HKBP di Gereja HKBP Sei Putih dan Gereja HKBP di HKBP Sei Agul sudah lama tutup. Selanjutnya di Distrik Medan Aceh juga sudah terdapat beberapa koperasi HKBP, Credit Union HKBP dan klinik HKBP. Semua berjalan sendiri sendiri didampingi oleh Badan Pengelola atau gereja HKBP setempat. Para Praeses diusulkan membuat Dewan Diakonia, Dewan Marturia, Dewan Kononia di tingkat Distrik, serta membuat Majelis Pendidikan, Majelis Kesehatan, Majelis Pemberdayaan Ekonomi dan badan badan lainnya di tingkat Distrik. Praeses melalui para Kepala Bidang agar membuat Rapat koordinasi se Distrik untuk para dewan diakonia, kononia ,marturia tiap gereja. Kegiatan tersebut bisa dilakukan secara sub wilayah /regional di Distrik. Praeses melalui Kepala Bidang Diakonia bisa melakukan rapat koordinasi bidang pendidkian untuk Para Kepala Sekolah HKBP, Yayasan Pendidikan HKBP yang ada di seluruh Distrik. Demikian juga membuat rapat koordinasi bidang pemberdayaan ekonomi dengan seluruh pengelola koperasi HKBP dan Credit Union HKBP yang ada di Distrik. Praeses melalui Kepala Bidang Kononia bisa melakukan rapat koordinasi bidang kepemudaan dengan seluruh Pengurus NHKBP dan PPND yang ada di Distrik. Keberadaan PPND (Naposobulung Distrik) secara AP HKBP 2002 tidak ada lagi, tetapi secara real mereka masih eksis. Diusulkan agar PPND diajak kerja sama untuk pengembangan kegiatan kepemudaan di tingkat Distrik. Kegiatan donor darah yang dilakukan Panitia Jubileum 150 tahun HKBP akan lebih berhasil untuk menjangkau seluruh jemaat , bila naposo bulung (PPND dan NHKBP) dilibatkan sebagai panitia donor darah.

Usulan Jemaat HKBP Menjabat Kepala Bidang di Distrik
Kepala Bidang Diakonia, Martuira, Kononia selama ini adalah pendeta yang ditempatkan oleh Kantor Pusat. Mereka sering berganti karena mutasi atau pindah. Fasilitas yang disediakan dan operasional yang harus dibiayai oleh kantor Distrik antara lain Perumahan, transportasi.
Diusulkan Kepala Bidang di tingkat Distrik bisa dijabat oleh jemaat yang ada di Distrik dan yang bukan Pendeta. Sehingga dapat lebih pasti kerjanya, karena tidak mutasi. Pembiayaan akan lebih efisien karena bila dijabat oleh Jemaat di Distrik, mereka umumnya sudah punya rumah sendiri dan kendaraan sendiri. Saat ini di tingkat jemaat dan gereja, dewan Diakonia, Marturia, Kononia dijabat oleh jemaat maupun parhalado (sintua). Tentunya Kepala Bidang Distrik juga bisa dijabat Jemaat maupun parhalado sintua. Pekerjaan Kepala Bidang di tingkat distrik adalah pekerjaan teknis bukan pekerjaan partohonan di bidang tata ibadah. Sehingga seorang jemaat yang profesional di bidangnya dan mempunyai kemampuan manajemen tentu bisa dipilih sebagai Kepala Bidang.

Pembentukan Jabatan Wakil Praeses Bidang Diakonia, Wakil Praeses Bidang Marturia, Wakil Praeses Bidang Kononia
Jabatan Kepala Bidang akan lebih effektif apabila diganti nama menjadi jabatan Wakil Praeses Bidang Diakonia, Wakil Praeses Bidang Marturia, Wakil Praeses Bidang Kononia.
Keberadaan Jabatan Kepala Bidang merupakan unsur pucuk pimpinan HKBP di tingkat Distrik, bila ingin diganti nama dengan jabatan Wakil Praeses Bidang Diakonia, Wakil Praeses Bidang Marturia dan Wakil Praeses Bidang Kononia, tentulah harus mempunyai payung hukum didalam Aturan Peraturan HKBP dan mejadi Program HKBP yang ditetapkan sebagai Keputusan Sinode Godang 2012. Kita harapkan nantinya para Kepala Bidang akan menjadi maksimal kerjanya dan kegiatan Distrik HKBP akan semakin berkembang.

(Penulis adalah Ir. Raya Timbul Manurung M.Sc., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi September 2011)

Rabu, 28 September 2011

RENUNGAN: BERIMAN DAN BERHIKMAT

“Ketika seluruh orang Israel mendengar keputusan hukum yang diberikan raja, maka takutlah mereka kepada raja, sebab mereka melihat, bahwa hikmat dari pada Allah ada dalam hatinya untuk melakukan keadilan.”
(1 Raja 3:8)

Bahwa kita perlu beriman tidak ada yang ragu-ragu! Tapi, apakah kita butuh hikmat? Ini bisa diwacanakan. Kita tidak perlu wacana. Yang kita butuhkan adalah ketegasan. Yang pasti: kita juga butuh hikmat! Yesus juga menganjurkan dalam Matius 10:16, tapi dalam Alkitab terjemahan LAI diterjemahkan dengan kata ‘cerdik’ dari akar kata yang sama dengan ‘bijak’ atau ‘berhikmat’ yaitu kata: phronimoi. Senada dengan itu dalam nas sejajar juga ada seruan Tuhan untuk ‘berhati-hati’ (Markus 13:13) dan ‘waspada’ (Lukas 12:1) semuanya dalam konteks masa kritis dari perwujudan Kerajaan Allah.
Dalam konteks itu, ambil bagian dalam Kerajaan Allah tidak berarti menjalani kehidupan dengan tenang-tenang saja. Hidup akan selalu mulus, tidak akan ada tantangan yang berarti, kita boleh nyenyak tidur dan lahap makan…bukan itu jenis kehidupan yang sedang kita jalani. Sebaliknya, hidup menyambut Kerajaan Allah, apa lagi sampai ikut dipakai Tuhan untuk meluaskan Kerajaan Allah, tentunya akan berhadapan dengan tantangan-tantangan yang tidak mudah. Tidak mudah, tapi bukan berarti mustahil untuk dihadapi oleh karena kekuatan dari orang percaya adalah Allah yang berkenan melayakkan kita (yang sebelumnya tidak layak!). Justru di sini kita butuh hikmat, yaitu ketika kita mewujudkan kehidupan yang mendapat dukungan dan penyertaan Allah.

Apakah yang Dimaksud dengan Hikmat?
Salomo merupakan ikon hikmat dalam dunia Perjanjian Lama bahkan Alkitab secara keseluruhan. Yesus juga ada menyinggung hikmat Salomo yang amat kesohor itu. Bukanlah tanpa alasan kalau kata hikmat melekat pada namanya. Oleh hikmat, Salomo dapat memimpin umatnya dengan penuh ketentraman. Ia dikenal tidak hanya oleh kalangan umat tapi juga sampai keluar kerajaannya.
Satu contoh hikmat Salomo yang sangat spektakuler adalah ketika ia mengadili dua orang ibu yang berebut anak yang hidup. Direnungkan dari pojok awam, cara Salomo dalam mengambil keputusan amat mengesankan. Perintahnya untuk memenggal kedua anak yang hidup ternyata menimbulkan dua reaksi yang berbeda dari kedua ibu. Ternyata reaksi itu menentukan siapa ibu yang sesungguhnya.
Tapi hikmat tidak hanya terbatas kepada kearifan dalam menimbang sebuah perkara atau dalam mengambil keputusan. Hikmat pada masa Raja itu juga mencakup ketrampilannya dalam membuahkan karya seni berupa tiga ribu amsal, seribu lebih nyanyian, sajak tentang pohon, percakapan hewan (1 Raja 4:32) dan teka-teki (1 Raja 10:1-2).
Dibandingkan dengan dunia Timur Dekat kuno, pada jaman itu, ternyata ‘Hikmat’ telah menjadi sebuah istilah teknis untuk aneka pengetahuan yang berguna bagi manusia. Sebagai pengetahuan yang berguna bagi manusia, hikmat ini telah melembaga. Ada bahan ajar yang diturun-alihkan (lisan maupun tulisan), ada guru dan murid, ada tempat-tempat pengajaran (semula di lingkungan istana tapi kemudian juga di tempat-tempat yang resmi dan ditujukan bagi masyarakat secara umum baik untuk menjadi calon pekerja di istana maupun bagi yang mau bekerja bagi tuan-tuan tanah). Memang ada juga hikmat rakyat yang pemakaiannya untuk tujuan hiburan (bandingkan nyanyian rakyat, berbalas pantun, pesta orang muda, pesta panen, dll). Dengan singkat, hikmat pada masa itu dapat kita sebut sebagai lembaga pengajaran masyarakat kuno yang utamanya ditujukan bagi kalangan istana dan bangsawan. Tapi ada pula hikmat yang berkembang di kalangan rakyat baik yang mengandung nasihat maupun yang sifatnya hiburan.
Di tengah-tengah interaksi semacam itu, bukan tidak mungkin pengajaran agama di lingkungan penganut Yahwisme (agama Perjanjian Lama) juga ada mengikuti tatacara pengajaran sebagaimana dikenal di dunia masyarakat secara umum. Demikianlah selanjutnya kita dapat melihat di dalam kitab Amsal aneka contoh hikmat (lihat Amsal 1:1-6). Ada hikmat yang memberi tuntunan bagi orang muda agar dalam kehidupannya berhasil. Ada yang mengandung nasihat agar tegas melawan kebodohan: jerat dosa amoral, kemalasan, dll. Namun, hikmat Israel tetap memiliki sesuatu yang khas. Bagi umat Israel hikmat dimengerti sebagai karunia Allah. Itu sebabnya yang menjadi semboyan dari hikmat adalah: Takut akan Allah (Amsal 1:7). Pada masa ini hikmat dapat kita bandingkan dengan ilmu pengetahuan praktis (terapan) berupa tuntunan moral, tuntunan bagi orang muda yang ingin hidupnya berhasil, dan tuntunan agar menjadi bijak dalam arti tidak hanya hidup sekadar untuk mengisi perut dan mencari untung, tapi hidup yang terhormat, berkecukupan, bahkan mengalami pertolongan Tuhan oleh karena cara hidup yang sejalan dengan tuntutan hukum Tuhan.

Hukum Taurat saja Cukup?
Umat Israel sebetulnya telah memiliki Hukum Tuhan yang dikenal dengan nama Hukum Taurat Allah. Yang dimaksud dengan hukum Taurat Allah bukan hanya Dasa Titah (Dekalog Etis). Masih ada lagi yang disebut dengan Dekalog Kultis (aturan tentang penyembahan). Selain itu juga ada sejumlah ketetapan yang mengatur tata social, misalnya jika ada konflik, jika ada orang miskin, dst. Namun ternyata dibutuhkan tata kehidupan lain yang tidak diatur dalam Hukum Taurat. Ada sebuah kebutuhan yaitu pegangan hidup yang tidak diatur dalam Hukum Taurat tapi secara praktek mereka pakai. Termasuk di dalamnya pengalaman praktis yang telah mereka hidupi sebagai pelajaran hidup, baik yang mereka peroleh sebelum mengenal hukum Taurat maupun pelajaran hidup yang diperoleh ketika Hukum Taurat telah mereka terima di gunung Sinai. Seperti telah disebutkan di atas, hikmat yang dimaksud dapat meliputi pengalaman dalam pergaulan, pengalaman dalam menunaikan pekerjaan, pengalaman dalam keluarga, pengalaman dengan keluarga istana maupun dengan masyarakat secara umum. Bahkan, hikmat dapat pula berarti, pengalaman-pengalaman dalam medan kehidupan setelah Hukum Taurat mereka kenal.
Selanjutnya ada kebutuhan hikmat yang baru yaitu ketika mereka hancur sebagai kerajaan yang berdaulat pada tahun 587 sebelum Masehi. Tidak bisa tidak, kehidupan harus diteruskan. Mereka tidak bisa melupakan begitu saja masa kejayaan sebagai Monarkhi-Teokrasi. Betapapun pahitnya, mereka harus menerima. Sambil memetik makna secara konseptual, pada waktu yang sama mereka harus menjalani kehidupan praktis. Dalam kondisi seperti itu mereka membutuhkan kearifan yang baru. Dengan hancurnya bait suci dan tatanan yang telah ada, mereka dikondisikan untuk memulai sesuatu corak keberagamaan yang baru, pada waktu yang sama juga corak hikmat yang baru. Tapi tetap harus dalam kerangka Taurat yang ada. Tidak boleh melenceng dari Hukum Tuhan yang ada yaitu: Hukum Taurat! Ini pun disebut Hikmat juga! Dengan demikian kita melihat bahwa Hikmat memenuhkan apa yang masih kurang. Hukum Taurat yang diterima melalui Musa di gunung Sinai memuat sejumlah norma hidup yang meliputi aturan ibadah dan keagamaan dan tata sosial. Toh, masih dibutuhkan pegangan-pegangan hidup dalam corak yang lain semisal pelajaran dari pengalaman. Ada pelajaran yang berharga yang dapat dipetik dari orang kecerobohan orang. Hal itu sebaiknya jangan dicontoh. Ada pula pelajaran berharga dari orang-orang yang rajin. Itu sebaiknya ditiru. Bila perlu mencontoh dari hewan, nggak apa-apa!

Dulu Taurat sekarang Iman
Pada masa Perjanjian Baru, fungsi Iman tampaknya disejajarkan dengan fungsi Taurat. Sebagaimana Taurat dibutuhkan dalam kehidupan umat pilihan pada masa Perjanjian Lama, maka demikianlah pula pada masa Perjanjian Baru fungsi itu diambil alih oleh fungsi Iman. Kepatuhan terhadap Taurat akan mendatangkan keselamatan dan berkat. Itu dulu! Sekarang: hanya dengan beriman saja.keselamatan telah menjadi milik kita. Dari pojok ini kita mengatakan bahwa ada benarnya jika dikatakan bahwa norma iman amat penting dalam komunitas Perjanjian yang Baru. Namun demikian fungsi iman tidak cukup secara sempit dilihat hanya sebagai ganti melakukan Hukum Taurat.
Pertama-tama, dalam masa Perjanjian Lama juga dibutuhkan iman. Yaitu iman yang membuat Abraham menaruh harapan kepada sebuah masa depan. Begitu pula iman yang membuat keturunan Yakub menantikan sebuah masa depan di tanah yang baru. Masih juga terlihat, bagimana peran iman pada masa umat Israel ketika menghadapi banyak bahaya musuh, apalagi setelah kejatuhan Yerusalem. Jadi iman adalah sesuatu yang memang tidak dapat lekang dari umat pilihan baik pada masa Perjanjian Lama maupun masa Perjanjian Baru.
Yang membuat iman pada masa Perjanjian Baru lebih khas adalah oleh karena umat Allah telah tiba pada titik yang amat signifikan. Rencana agung Allah yang telah dicoba diberitahukan dan dinubuatkan sebelumnya kini menemui penggenapan! Apa yang dinubuatkan kita telah digenapi. Apa yang ditunggu telah tiba. Masa penyelamatan umat pilihan telah tiba. Lalu sasaran penyelamatan dalam jaman yang baru ini juga tidak dibatasi kepada sebuah etnis saja, tapi meliputi bangsa-bangsa (baca: segala bangsa!) Iman sebagai dasar yang amat menentukan dalam komunitas umat pilihan adalah prasyarat mutlak. Namun perlu pula ditegaskan bahwa iman yang dimaksud bukan sebagai penyebab dari keselamatan tapi sebagai katup pembukaan diri dari manusia untuk dimasuki oleh anugerah Tuhan. Tidak beriman berarti tidak mau membuka pintu hati bagi pengampunan maupun penyelamatan Allah yang telah Allah kerjakan di Golgata!
Seterusnya pembukaan hati itu perlu diikuti oleh keteguhan dan ketekunan. Inilah yang tampaknya sulit untuk dipertahankan pada jaman ini. Pada umumnya setiap orang terbuka kepada hal-hal yang baru. Namun apakah hal-hal yang baru itu kemudian menjadi bagian yang menetap dari kehidupannya, ini adalah pertanyaan ikutan yang harus yang harus dikumandangkan.
Kuatnya iman dalam arti tidak goyah, baik oleh penganiayaan maupun oleh godaan hidup duniawi, dst adalah kunci kebertahanan dalam Kerajaan Allah. Iman menjadi kunci kemenangan dalam menghadapi pelbagai tantangan kehidupan. Lalu dari sini kita melihat hubungannya dengan kebutuhan akan hikmat!

Beriman dan Berhikmat!
Hikmat adalah kecakapan hidup, demikian dalam Perjanjian Lama. Pada masa kini kata hikmat mungkin lebih tepat diterjemahkan dengan kecerdasan. Semula kecerdasan yang paling dikejar adalah kecerdasan intelektual. Pada masa kini telah dikembangkan bahwa selain cerdas secara intelektual, dibutuhkan pula jenis kecerdasan yang lain yaitu: kecerdasan emosional (oleh agamawan ditambah dan dirangkum dengan kecerdasan spiritual!).
Cerdas secara intelektual berarti memaksimalkan logika. Manusia memiliki kemampuan berpikir yang amat mengagumkan. Kemampuan berpikir rata-rata manusia lebih daripada yang dapat dibayangkan oleh siapapun. Orang dengan tingkat kecerdasan intelektual yang pas-pasan ternyata mampu mengingat sebuah ensiklopedi (bayangkan!). Tapi itu bisa tidak maksimal jika ia juga tidak cerdas secara emosional. Kapasitas intelektual mesti ditopang oleh keberadaan emosional yang stabil. Tidak hanya stabil, tapi menimbulkan enerji yang luar biasa. Kecerdasan emosional dapat dilihat dari semangat yang kuat tapi tidak rapuh jika berhadapan dengan tantangan. Sepertinya untuk masa kita ini, kita bisa menemukan orang-orang yang tangguh secara iman. Mereka adalah orang-orang yang tidak tergoda oleh harta duniawi. Tidak bergeming mesti diolok-olok. Tidak gonta-ganti agama dan gereja meski dianiaya. Tetap rajin sembahyang mesti rejekinya tetap pas-pasan. Tidak jatuh kepada dosa amoral (jatuh kepada perbuatan asusila) dan dosa kriminal (jatuh kepada tindak kejahatan). Mereka adalah orang-orang yang tangguh dan militant. (Bahkan rohaniwan belum tentu seperti itu!)
Namun tampaknya mereka juga butuh hikmat baru. Yaitu hikmat yang membuat mereka tidak kehilangan rasa humor. Hikmat yang membuat mereka dengan lincah menempatkan diri kepada segala situasi tanpa harus kehilangan jatidiri. Ini dia yang sulit. Bagaimana kita dapat hidup dimanapun tanpa harus larut, tapi tetap menunjukkan nilai yang berbeda.
Mungkin itu beda-beda tipis dengan permisif kepada segala nilai. Bunglon. Kepada kejahatan. Kepada penindasan, ya: asal bukan saya! Kepada pelaku kejahatan kita bilang tidak apa-apa! Kepada orang yang hidup di dalam kemunafikan kita bungkam. Mungkin ada sejumlah alasan. Mulai dari takut orangnya tersinggung. Takut nanti kita tidak ditemani. Takut nanti kita dinilai tidak setia kawan…Begitukah?
Tampaknya untuk area di sini kita betul-betul diajak mikir. Harus ada beda antara, di satu sisi: mampu menempatkan diri secara luwes dan lincah dalam menerapkan norma-norma hidup beriman dengan di sisi yang lain: tidak punya sikap terhadap nilai-nilai yang ada seolah-oleh segala sesuatu adalah boleh! Itulah hikmat: kita tahu apa yang patut yang tidak. Kita tahu apa yang harus dilakukan pada saat yang tepat! Berarti hikmat yang benar butuh penerangan Allah, tapi juga dibarengi oleh tekad untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah pada segala keadaan. Di manapun dan kapanpun, taat dan hormat pada Allah serta kasih terhadap sesama!

(Penulis adalah Pdt. Maurixon Silitonga, M.Th., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi April 2010)

Jumat, 23 September 2011

ARTIKEL: JUBILEUM HKBP DI TINGKAT RESSORT HKBP SEMPER

Pendahuluan
Hari ini tanggal 4 September 2011 juga bertepatan dengan terbitnya buletin ini, HKBP Ressort Semper melaksanakan perayaan 150 tahun HKBP di tingkat Ressort sesuai dengan Program yang telah ada dari Kantor Pusat bahwa pelaksanaan Jubelium 150 tahun HKBP dilaksanakan tingkat Nasional, Regional, Ressort dan Pagaran atau Huria. Untuk menyongsong Perayaan Jubileum 150 tahun HKBP tanggal 7 Oktober 2011 nanti.

I. Pengertian Dan Dasar Berjubileum
A. Pengertian Jubileum
Jubileum berasal dari kata Heber atau Hebrew atau Ibrani yaitu Yovel yang berarti domba jantan. Hubungannya yaitu pada tahun 50 sesudah bangsa Israel meninggalkan Mesir mereka merayakan hal itu sebagai tahun ucapan syukur kepada Tuhan dengan meniup terompet dari tanduk domba jantan. Berarti mereka bergembira ria mengucapkan puji syukur kepada Tuhan atas anugerah yang mereka terima.
Jubileum yang biasa orang Batak laksanakan berdasar pada hari-hari bahagia seperti hari jadi ( kelahiran) , hari ulang tahun perkawinan, hari ulang tahun pengabdian. Kebiasaan ini diadopsi menurut tradisi Belanda atau Jerman dengan kelipatan 25 tahun misalnya umur 25 tahun disebut jubileum perak (biasanya untuk perkawinan dari umur berdirinya suatu gereja). Jubileum sere (emas) untuk umur 50 tahun dan jubileum intan atau berlian untuk umur 75 tahun. Biasanya yang dilaksanakan di Angkola dimana seorang orangtua atau ompung berumur 75 tahun maka anak-anak dan cucu dari seluruh penjuru mata angin berkumpul dikampung mengadakan horja 3 hari 3 malam dan memberi hadiah tongkat yang berkepala gading sekarang kepala tongkat diganti emas untuk ompung tersebut. Sekarang perayaan atau pesta hanya satu hari tanpa horja (ulaon sadari kata orang Batak di Jakarta). Tetapi untuk tradisi Inggris umur 75 tahun diganti dengan 60 tahun disebut Diamond jubilee. Ulang tahun atau Jubileum setelah lewat 75 tahun, tidak ada lagi nama benda atau batu berharga cukup langsung pada umur tahunnya saja seperti Jubileum 150 tahun HKBP sekarang ini. Dan apakah ada pesta diluar kelipatan 25 tahun bisa disebut pesta parolop olopon contoh: kalau kita lihat Almanak HKBP tahun 2004 halaman 446 ditulis dengan ragu-ragu 6 Juli 1980 jubileum (parolop olopon) 40 taon HKBP manjujung Baringinna tetapi pada Almanak HKBP tahun 2010 hal 452 ditulis dengan tegas disebutkan 6 Juli 1980. Parolop olopon 40 taon HKBP manjujung baringinna dan hanya pada tanggal itulah satu-satunya yang mencantumkan pesta Parolopolopon yang dilaksanakan atau ditulis dalam Almanak HKBP tersebut.
Ada beberapa pengertian atas jubileum 150 tahun HKBP tersebut sebagai berikut;
1. Tahun jubel adalah tahun pembebasan dimana orang atau bangsa Batak 150 tahun yang lalu telah mulai bebas dari cengkraman kekuasaan kegelapan dunia dan menerima terang Jesus Kristus dengan dibaptisnya Pagar menjadi Simon Petrus Siregar dan Main menjadi Jakobus Tampubolon Pohan di Parausorat Sipirok pada tanggal 15 Maret 1861 sesuai dengan Taft Register HKBP Bungabondar dengan nomor urut 1 karena Simon Petrus Siregar adalah anak dari Raja Bungabondar sedangkan Jakobus Tampubolon Pohan kelahiran Tarutung tinggal di Barus. Sebagai catatan menurut tradisi gereja hari pertama pembaptisan adalah tanggal hari lahir gereja dan tradisi ini juga yang kita terapkan dalam menentukan hari jadi HKBP Semper Ressort Semper Jakarta yaitu tanggal 15 Desember 1974.
2. Tahun jubel ini juga merupakan tahun ucapan syukur kita kepada Tuhan atas anugerahnya dimana pada tanggal 15 Maret 1861 yang dibaptis oleh zendeling Gustav Van Asselt di Parausorat hanya dua orang tetapi sesudah 150 tahun yang dibaptis sudah 5 juta orang belum lagi termasuk dari gereja-gereja yang dipajae atau dimandirikan dengan resmi, dan gereja-gereja yang memandirikan diri sendiri alias memisahkan diri dari HKBP tentunya dengan segala macam alasan.
3. Tahun jubel ini juga menjadi tahun mawas diri dan mengevaluasi diri bagaimana kehidupan bergereja kita sekarang ini diantara gereja-gereja tetangga yang sedemikian kuat berusaha menarik jemaat kita untuk bersama mereka dengan segala macam fasilitas pelayanan yang wah dan menggiurkan.
4. Tahun jubel ini juga menjadi renungan bagi kita untuk berbuat sesuatu dimana setiap tahun jubileum HKBP selalu meninggalkan bekas berupa apapun yang di wariskan untuk generasi penerus berupa gedung gereja, gedung sekolah dasar, menengah dan atas, rumah sakit, perguruan tinggi dan panti asuhan.
B. Dasar penetapan tahun jubileum.
Dasar penetapan tahun jubileum tersebut adalah perintah Tuhan kepada bangsa Israel sesudah mereka keluar dari perbudakan oleh bangsa Mesir saat tiba di gunung Sinai menuju tanah perjanjian yaitu Tanah Kanaan yang penuh dengan air susu dan madu. Menurut Alkitab (Perjanjian Lama) yang menjadi dasar jubileum tertulis dalam Imamat 25:1-55 dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Perihal aturan pelaksanaan pada tahun jubel tertulis pada ayat 1:7.
2. Perihal tahun ucapan syukur tertulis dalam ayat 8:13.
3. Perihal penebusan tanah tertera pada ayat 14:28.
4. Perihal penebusan rumah tertera pada ayat 29-34.
5. Dan perlakuan terhadap orang miskin tertulis dalam ayat 33-55.
Perhitungan tahun adalah 7x7+1 tahun= 50 tahun

II. HKBP Telah Beberapa Kali Berjubileum
Seperti telah dikemukakan dimuka bahwa HKBP sudah beberapa kali melaksanakan jubileum kelipatan 25 tahun sebagai berikut:
1. Jubileum 50 tahun HKBP (namanya masih zending Barmen atau Pardonganon Mission Batak dan baru namanya resmi HKBP sejak tanggal 11 Juni 1931 saat telah diundangkan sebagai badan hukum (recht person) dengan persetujuan pemerintah Belanda, Jubileum pertama itu dilaksanakan pada 7 Oktober 1911 yang dipusatkan di Bungabondar, Sipirok mencakup daerah Pahae, Sipirok dan Padang Bolak Harangan (saat itu zending Batak dibagi 2 ke Ephorusanya dimana untuk daerah Sipirok, Pahae dan Padang Bolak Harangan Ephorusnya adalah Johann Christian Schutz berkedudukan di Bungabondar dan untuk daerah Tapanuli Utara Ephorusnya adalah I.L.Nomensen berkedudukan di Tarutung dan Sigumpar). Pada jubileum 50 tahun itu juga hadir Direktur RMG dari Jerman yaitu Speaker. Bersamaan dan pada jubileum tersebut juga diadakan pesta Parolopolopan 40 tahun Ephorus Johann Christian Schutz bekerja di Angkola 1868-1911 setelah dikurangi dengan cuti ke Eropah 3 tahun. Pesta diadakan secara meriah selama 3 hari mulai tanggal 5 sampai 7 Oktober 1911 dengan dihadiri jemaat dari Pahae, Sipirok dan Padangbolak Harangan. Kehadiran Direktur RMG Speaker pada jubileum tersebut merupakan daya tarik sendiri bagi jemaat.
2. Perayaan jubileum 75 tahun HKBP dipusatkan di Sipirok dan dilaksanakan tanggal 5 sampai 7 Oktober 1936 yang dilaksanakan secara besar-besaran lengkap dengan horja dengan memotong 2 ekor kerbau setiap hari,10 ekor kambing dan puluhan ayam. Jubileum itu dihadiri oleh banyak pendeta Jerman dan Ephorus HKBP yang baru terpilih DR.F.Verwiebe. Pesta itu juga banyak dihadiri raja-raja dari Angkola dan Sipirok juga undangan dari gereja-gereja Menonit di Mandailing. Kebaktian dilaksanakan ditiga tempat yaitu di gereja HKBP Sipirok, ditanah lapang (lapangan bola atau dekat Pesanggerahan Sipirok dan di Balairung Pasar Sipirok. Kebaktian ditiga tempat itu dihadiri ribuan orang membuat tempat itu penuh sesak. Mereka ingin mendengar khotbah oleh Ephorus DR.F.Verwiebe di 3 tempat tersebut. Sebelum acara kebaktian di gereja HKBP Sipirok terlebih dahulu Ephorus F. Verwiebe meresmikan monumen atau tugu dan prasasti jubileum 75 tahun HKBP dan menyerahkan tugu itu kepada Kepala kuria (Raja) Sipirok. Kepala kuria (Raja) Sipirok Patuan Tigor Soangkupon Siregar dalam sambutannya saat menerima penyerahan monumen atau tugu tersebut berkata: Dengan segala senang hati saya menerima monumen ini meskipun saya seorang penganut agama Islam, tetapi saya mengaku bahwa agama Kristen itu baik dan membawa keselamatan batin dan jiwa, tubuh dan roh di dunia dan akhirat. Beliau juga mengucap terimakasih atas jasa-jasa para zendeling karena anak buahnya banyak yang memeluk agama Kristen. Beliau juga berjanji akan memelihara dan menjaga monumen itu atas tanggungan kas Kuria Sipirok sendiri. Monumen itu berada didepan kanan gereja HKBP Sipirok. Sebagai catatan tanah pargodungan gereja HKBP yang sangat luas yang terdiri dari gereja, pekarangan gereja, tugu atau monumen jubileum 75 tahun HKBP, 2 unit sekolah Rakyat yaitu SR Sipirok 3 dan SR Sipirok 4 dengan tanah yang luas yang terdiri dari masing-masing 6 kelas rumah pendeta, rumah guru huria,rumah sakit (sekarang RSUD Sipirok). Tanah itu sendiri adalah tanah pemberian Kepala Kuria Sipirok kepada zendeling J.C.Klammer tahun 1861. Salah satu orang pertama yang dibaptis oleh zendeling J.C.Klammer di Sipirok pada tanggal 25 Desember 1865 adalah anak dari Kepala Kuria Sipirok bernama Thomas Siregar (17 tahun) Thomas Siregar ini juga guru zending pertama keluaran Sikola Tinggi Topas Parausorat Angkatan I tahun 1868-1870. Beliau di Sipirok lebih dikenal dengan Gelarnya Mangaraja Naposo dan isterinya Ambe Cornelia boru Nasution ( putri Batak pertama yang bisa membaca huruf Latin pada tahun 1870) makam keduanya ada dalam komplek gereja HKBP Sipirok.
Selama pesta, penginapan untuk para tamu disediakan pada rumah-rumah penduduk Sipirok baik yang beragama Kristen maupun yang beragama Islam. Semuanya penduduk Sipirok sangat senang menjadi tuan rumah jubileum tersebut dengan semboyan: sabara sabustak, salumpat saindege. Tapakna do rantosna, rim ni tahi do gogona songon siala sampagul raptu ginjang raptu toru. Mereka benar-benar melaksanakan toleransi beragama yang tinggi termasuk juga yang menyediakan makanan semua bekerja sama dengan baik.
3. Jubileum 100 tahun HKBP pada tanggal 7 Oktober 1861 dipusatkan di dua tempat yaitu di Sipirok untuk wilayah Tapanuli Selatan dan di Pearaja Tarutung untuk wilayah Tapanuli Utara. Sedangkan diluar itu dilaksanakan sendiri seperti Medan dan Jakarta. Pada jubileum 100 tahun tersebut Ephorus HKBP DR (HC) Justin Sihombing berkenan hadir memberikan jamita Nadenggan (khotbah) dan mendapat sambutan yang meriah. Setelah selesai kebaktian, banyak orang antri mau bersalaman dengan Ephorus Justin Sihombing. Dan pada waktu bersalaman itu mereka seolah olah sudah lama berkenalan dan berhubungan baik. Ternyata Ephorus Justin Sihombing bukan orang asing bagi masyarakat Sipirok sebab pada tahun 1925 berarti 36 tahun yang lalu Ephorus Justin Sihombing sudah menjadi Evangelis di Luat Sipirok mengunjungi Sipirok, Bungabondar, Arse, Lancat, Sipogu dan Saipar Dolok Hole. Beliau juga mengunjungi Baringin, Padang Matinggi, Parausorat, Hutaraja, Situmba, Janjimauli sampai ke Padangsidempuan. Beliau mengunjungi kampung-kampung tersebut naik kuda, jalan kaki, dan kalau ke Padangsidempuan naik sado. Dan beliau dalam kunjungan tersebut menginap di rumah-rumah jemaat. Itulah sebabnya hubungannya sedemikian baik dan akrab. Pada saat jubileum 100 tahun HKBP di Sipirok yang menjadi pendeta Ressort adalah pendeta Walden Hasugian (terakhir aktip di Dewan Marturia Jakarta). Beliau saya kenal tahun 1862 dan terakhir bertemu saat sama-sama Pelatihan Pekabaran Injil di Jl. Raya Puncak, Bogor bulan Januari 2008 beliau berumur 75 tahun. Pada saat itulah gereja HKBP Sipirok diberi nama Gereja Jubileum HKBP Sipirok oleh Ephorus HKBP Justin Sihombing karena di HKBP Sipirok sudah 2 kali dipusatkan Jubileum HKBP. Menurut pendeta Walden Hasugian pesta dihadiri banyak orang dan tamu-tamu baik dalam maupun gereja di Luar Negeri. Sebagai catatan penulis juga aktip menjadi anggota koor pada saat jubileum 100 tahun HKBP di Jakarta yang dipusatkan di Senayan Sport Hall (gedung Olahraga Bulutangkis Senayan) lagunya adalah Haleluya na bolon di pimpin oleh E.L.Pohan dan musik pengiring kebaktian adalah musik tiup terompet, dari HKBP Menteng Lama, Halimun.
4. Jubileum 125 tahun HKBP dipusatkan di Sipoholon Tarutung, Medan dan Jakarta pada 7 Oktober 1986 Pesta Jubileum tersebut dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia Suharto dan Ibu Tien Suharto dan belasan menteri dan Pejabat Tinggi Negara, Duta Besar Negara sahabat. Acara penyambutan kepada Presiden Republik Indonesia dan rombongan dilaksanakan secara meriah yang langsung diliput oleh TVRI dan disiarkan langsung secara Nasional dan juga diliput oleh banyak media cetak baik dalam maupun Luar Negeri. Di Jakarta juga diadakan Pesta Perayaan Jubileum 125 tahun HKBP yang dipusatkan di Senayan Main Stadium (Stadion Utama Senayan) untuk daerah Jakarta dan Pulau Jawa, Kalimantan, Sumatera Selatan dan Indonesia Bagian Timur. Jemaat HKBP Semper dibawah bendera Ressort Tg. Priok Timur ikut berperan aktip dalam perayaan tersebut dimana Kamaruli Pohan Siahaan/br Sitohang, B. Sirait/br Hutajulu, A. Sarumpaet/br Panjaitan, SB Pasaribu/br Sidabutar, W. Sirait/br Sitorus dibawah pimpinan pendeta Salamat Simatupang BA.STh dan keluarga ikut berdefile di Stadion Utama Senayan berpakaian Angkola dengan baju batik jubileum 125 tahun HKBP, berpeci hitam dan menyandang dileher kain sarung yang dilipat. Pada saat rombongan HKBP Semper melalui panggung kehormatan, applaus dari penonton menggemuruh gegap gempita dengan sorak sorai sambil berdiri memberi penghormatan. Keruan saja para ibu-ibu yang berpakaian kebaya dan dengan sepatu hak tinggi menjadi groggi dimana tadinya tangan dengan saputangan melambai kepada penonton sekarang diam saja dan sibuk sendiri. Untung pendeta Salamat Simatupang BA.STh dengan sabar menenangkan para ibu-ibu tersebut. Sewaktu penulis mempertanyakan mengapa kita berpakaian adat Angkola, pendeta Salamat Simatupang BA.STh menjawab dengan tenang: agar orang mengingat kembali akan tempat lahir HKBP. Dan betulkan, imbuhnya lagi dengan berpakaian Angkola tadi applaus penonton sedemikian meriah dan itulah jawabannya. Hebat juga amang pendeta itu, bravo amang pendeta! HKBP sudah melupakan tempat lahirnya kata ja Amaran orang Bahal Imbalo Siborong borong, kelahiran Hutaraja yang sejak doli doli sudah jadi Sintua disana meneruskan tradisi bapak dan ompungnya yang jadi Sintua semasa doli doli juga (belum berkeluarga).
5. Perayaan jubileum 150 tahun HKBP tanggal 7 Oktober 2011 dilaksanakan per wilayah sebagai berikut:
a. Wilayah I mencakup Silindung, Tobasa, Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Sumatera Barat dilaksanakan di Tarutung.
b. Wilayah II Medan- Aceh, Simalungun, Asahan Labuhan Batu dan Rantau Prapat dilaksanakan di Medan.
c. Wilayah III Riau dan Riau kepulauan dilaksanakan Pekan Baru.
d. Wilayah IV Indonesia bagian Timur dipusatkan di Surabaya.
e. Wilayah V Kalimantan dipusatkan di Pontianak.
f. Tingkat Nasional dilaksanakan di Jakarta
Pesta perayaan jubileum 150 tahun HKBP dilaksanakan baik di Huria Pagaran, Ressort, Distrik dan Nasional. Khusus untuk Gereja HKBP Semper Ressort Semper dilaksanakan semeriah mungkin dengan all out kata Ketua Umum Pesta, bapak Mara Karma Samosir Pakpahan yang tanpa lelah berusaha dengan sekuat tenaga, pemikiran dan kemampuan yang ada untuk mensukseskan pesta itu. Ini pertaruhan harga diri tulang katanya pada saat diskusi pada hari Minggu sore tanggal 28 Agustus 2011 memang beliau berkata begitu karena, baik Uluan ni Huria pendeta Belhemrimen Sitompul, pendeta Luspida br Simanjuntak (pendeta diperbantukan), parhalado dan panitia berusaha siang malam sesuai kebutuhan untuk mensukseskan pesta jubileum ini. Sumber Dana diharapkan dari penjualan kupon, tampi-tampi dari setiap lunggu (9 lunggu) dan Seksi Lansia, RHKBP, NHKBP, Parompuan, Ama dan Mantan Naposobulung HKBP Semper. Juga dari donatur perlunggu, bunga semat, lelang berupa barang, hasil tortor Sikola Minggu dan NRHKBP Semper dan 2x mandurung tujolo pada kebaktian Minggu untuk jubileum 150 tahun HKBP. Untuk menyongsong pesta tersebut pada hari Senin tanggal 29 Agustus 2011 baik parhalado, NRHKBP Semper, Punguan Parompuan, Panitia dan lainnya ikut berpatisipasi dalam bersih-bersih dilingkungan gereja dari pagi sampai sore. Mensukseskan Perayaan Pesta Jubileum 125 tahun HKBP tingkat Ressort Semper Jakarta sudah menjadi semboyan mereka.

III. Jadilah Pelaku Sejarah
Jadilah pelaku sejarah dan jangan hanya jadi penonton saja sesuai kemampuan, tenaga dan pemikiran itulah semboyan penulis dan selalu penulis terapkan dalam hidup bergereja. Suksesnya pesta tersebut akan tergantung kepada kita semua jemaat HKBP Semper. Panitia, Parhalado, kedua pendeta HKBP Semper sudah berusaha sekuat tenaga dan kemampuan yang ada agar perayaan tersebut succes tanpa cela. Sekarang tinggal kita jemaat HKBP Semper harus bahu membahu untuk mensukseskan pesta tersebut dan menjadi pelaku sejarah aktip . Bagi kami golongan Lansia berarti inilah kesempatan terakhir untuk menghadiri pesta jubileum HKBP dan itulah sebabnya Punguan (seksi) Lansia HKBP Semper dalam usia yang sudah senja sambil memandang langit saat senja “ di na ro sibalik hunik i” sesuai dengan Ende koor Punguan Lansia pada pesta tersebut dengan judul : Namasihol do rohangku”. Hayo kaum muda jangan kalah semangat dengan semangat golongan Lansia HKBP Semper. Ikut serta dan berbuat sesuatu dalam pesta tersebut berarti kita sudah ikut menjadi pelaku sejarah. Sekarang HKBP adalah menjadi gereja suku yang paling besar didunia dan penulis selalu menyebut dengan HKBP nabolon i dengan perkiraan data jumlah jemaat ± 5 juta orang, jumlah pendeta ± 1500 orang. Menurut Almanak HKBP tahun 2011 jumlah Ressort = 814, Persiapan Ressort 14, Huria = 3.190 Gereja, Pos Pelayanan 87 buah dan Pos Pekabaran Injil = 25 buah. Gereja-gereja ini tersebar mulai dari Sipirok, Tarutung, Sigumpar, Medan, Jakarta, Jayapura, Singapura sampai ke New York diujung ni portibi on. Juga sudah banyak gereja-gereja yang dipajae dimandirikan dengan resmi atau memandirikan diri sendiri dengan memisahkan diri (karena adanya perbedaan-perbedaan atau hal-hal tertentu lainnya tetapi sekarang sudah satu wadah dalam PGI daerah atau Nasional). Hanya sangat disayangkan bahwa gereja-gereja baik HKBP maupun gereja-gereja yang berasal dari HKBP sudah lupa pada tempat lahirnya HKBP seperti apa yang penulis tulis dalam Buletin Narhasem Edisi Oktober 2004 “Parausorat Sipirok Betlehemnya HKBP yang dilupakan” memang benar-benar sudah dilupakan. Penulis jadi ingat saat mengunjungi gereja HKBP Sipirok pada tanggal 29 Desember 2010 dan bertemu dengan pendeta Ressort Sipirok pendeta Leritio Panjaitan STh didampingi Amang Simanjuntak dirumahnya dalam “pargodungan gereja yang megah dan luas di Sipirok” beliau berkata bahwa walaupun HKBP lahir di Sipirok ini tetapi pesta jubileum 150 tahun HKBP di Sipirok hanya dilaksanakan tingkat Ressort dan pagaran saja, dan Pagaran saja katanya. Penulis langsung menimpali “memang lahir di kota tepatnya kampung kecil di Parausorat, Sipirok tetapi sekarang sudah berkembang dari Parausorat hingga keujung dunia di Amerika Serikat sana. Benar juga apa yang dikatakan Ephorus Emeritus HKBP DR.J.R.Hutahuruk dalam salah satu pertemuan penulis beberapa tahun yang lalu akan “nasib” Parausorat Sipirok tersebut. Beliau berkata bahwa Parausorat Sipirok sudah diserahkan HKBP pada Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA) dahulu HKBP-A maka sebaiknya “tulang” membicarakannya dengan GKPA katanya dengan bijaksana dengan penuh kewibawaan. Pada hari Senin tanggal 29 Maret 2010 penulis menghadap Ephorus dan Sekjend GKPA mengemukakan hal Parausorat tersebut dan menyampaikan bahwa jubileum 150 tahun ini adalah moment yang tepat untuk membuat tanda disana sekaligus mengingatkan orang akan kebesaran nama Parausorat itu. Dan benar Tuhan mengabulkan harapan dalam bentuk lain dimana pada tanggal 8-10 Juli 2011 penulis pulang kampung dan ikut menjadi saksi sejarah dalam Perayaan 150 tahun Kekristenan di Luat Angkola di Parausorat Sipirok sekaligus peletakan batu pertama monumen 150 tahun Kekristenan di Luat Angkola di tempat dulu zendeling Gustav Van Asselt membaptis Pagar yaitu Simon Petrus Siregar dan Main yaitu Jakobus Tampubolon Pohan pada tanggal 15 Maret 1861. Disamping membuat monumen, GKPA juga membuat Parausorat menjadi tempat wisata Rohani dan digunung Tor Nangge diatas Parausorat akan dibuat tempat disamping monument tersebut sudah tersedia. Tetapi disamping monumen tersebut penulis masih berusaha agar ditempat itu juga dibuatkan tugu dan prasasti ditempat mana dahulu dicapai kesepakatan antara 4 zendeling Belanda dan Jerman yaitu zendeling Gustav Van Asselt, zendeling Friederich Wilhelm Betz, zendeling J.C.Klammer dan zendeling Heine pada tanggal 7 Oktober 1861 saat “marsagi ulaon penginjilan di Tanah Batak” dengan Nats pembimbing Mika 4:2. Dan itu sudah dibicarakan dengan beberapa orang dan mendapat respon positip. Hanya GKPA yang belum dihubungi sebagai pemilik tanah dan daerah tersebut. Tuhan akan memberi jalan untuk itu.

Penutup
Penulis belum mengetahui apa peran dari HKBP Semper Ressort Semper pada peringatan Jubileum 150 tahun HKBP tingkat Nasional pada 7 Oktober 2011 yang akan datang, apakah ada peran aktip atau hanya peran serta dalam bentuk Dana saja. Untuk itu penulis belum mengetahuinya secara resmi. Walaupun begitu mari kita semua ikut
berpartisipasi aktip membawa panji-panji Kristus dalam jubileum 150 tahun HKBP tersebut. Sebagai penutup tulisan ini penulis ingat lagu wajib dalam perpeloncoan tahun 1962 berupa volksong (lagu rakyat) dari Sipirok dengan sedikit perubahan sebagai berikut:
Sai salamat ma HKBP nabolon i
Tubu di Napa ni Sibualbuali
Sian Sipirok tu Siantar, Padang Panjang, New York
Sai salamat ma HKBP nabolon i.
Selamat berjubileum 150 tahun HKBP nabolon i sai horas ma sude Uluan dan parhalado, baik tingkat Kantor Pusat, Distrik, Ressort, Pagaran dan juga semua jemaat.
Tuhan beserta kita semuanya, Amin dan Horas.

(Penulis adalah St. Kamaruli Pohan Siahaan, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi September 2011)

Senin, 22 Agustus 2011

ARTIKEL: BERAGAM PERMAINAN PADA HUT KEMERDEKAAN RI

Pendahuluan
Selaku calon singer seperti biasa saya hadir di saat latihan. Akan tetapi, latihan yang hanya dihadiri oleh saya sendiri menjadi pertemuan yang memanggil saya untuk menulis di edisi bulan ini. Mulanya pelatihan yang saya hadiri diubah menjadi sharing pengalaman masing-masing, terasa menarik pengalaman yang diutarakan oleh kakak pelatih (juga salah satu pengurus Team Buletin Narhasem). Saya pun mengusulkan untuk menyusun pengalaman tersebut menjadi sebuah buku dan di-iyakan. Akan tetapi mengenai keterbatasan waktu luang yang dimiliki menjadikan ia sedikit terpikir panjang mengenai usul saya. Spontan saya langsung mengajukan diri untuk membantu. Akhirnya, saya pun disarankan untuk menulis pada edisi ini, begitu mendengar judulnya, hati saya ragu untuk menerima. Apalagi, pengalaman menulis yang sama sekali tidak pernah disorot membuat saya minder. Tapi, tidak ada salahnya untuk mencoba, mumpung ditawarkan dan setelah dipikir-pikir judul ini tidak terlalu sulit dan semoga bermanfaat bagi jemaat gereja. Aneka Permainan dalam aneka Kesempatan
Jelas, setiap dirayakan HUT Kemerdekaan RI, tidak tertingal acara – acara meriah yang senantiasa memberikan hiburan, menumbuhkan sportifitas, serta mempererat persatuan Anak Bangsa. Seperti:

1. Lomba Makan Kerupuk
Lomba makan kerupuk adalah, lomba yang memancing ketangkasan peserta, untuk menghabiskan kerupuk dalam ketentuan waktu yang diatur sedemikian rupa. Perlombaan ini memiliki cara unik dalam memainkannya, yakni: Kerupuk yang akan dijadikan alat lomba, harus diikat pada seutas tali, yang digantungkan pada bambu (atau semacamnya). Saat perlombaan berlangsung, tangan para peserta harus berada dibelakang pinggang. Agar mengantisipasi adanya kecurangan. Diperbolehkan memakan kerupuk adalah setelah diberikan aba – aba dari pemandu permainan, seperti suara pluit, hitungan ketiga, hentakan kata “MULAI” dsb.
Sedikit makna lomba memakan kerupuk yang didapatkan. Adalah rasa sportifitas yang menemani setiap peserta, dengan usaha total para pengikut lomba, juga terpancingnya semangat untuk “melewati tantangan” yang ada.

2. Lomba Membawa Kelereng Pada Sendok
Cara bermainnya yaitu membawa kelereng dengan sendok dimulut dipasang terbalik, gagangnya yang digigit sementara ujung sendok sebagai tempat untuk menyimpan kelereng. Biasanya ada jarak tertentu agar peserta jalan dan melewatinya. Para peserta harus berjalan dengan hati-hati dan kelereng tetap di dalam sendoknya. Agar kelereng tidak keluar, maka seluruh tubuh kita harus kompak, bekerja bersamaan, jagalah kesadaran agar kelereng tidak jatuh, tubuh harus mengikuti gerak dan kesadaran, biasanya pada tahap ini kita fokus pada satu hal saja dan mengabaikan yang lainnya. Apabila kita lengah melepas kesadaran yang kompak secara keseluruhan maka biasanya kelereng akan jatuh, dan tentunya kita akan kalah.

3. Lomba Tarik Tambang
Pertandingan yang melibatkan dua regu, dengan 5 atau lebih peserta. Dua regu bertanding dari dua sisi berlawanan dan semua peserta memegang erat sebuah tali tambang. Di tengah-tengah terdapat pembatas berupa garis. Masing-masing regu berupaya menarik tali tambang sekuat mungkin agar regu yang berlawanan melewati garis pembatas. Regu yang tertarik melewati garis pembatas dinyatakan kalah. Maka dari itu, dibutuhkan semangat kekompakan, untuk memperjuangkan kemenangan disetiap tangan regu.

4. Lomba Panjat Pinang
Lomba yang mungkin menjadi sorotan masyarakat dan jarang di jumpai. Yang memperlombakan, pohon pinang yang tinggi dan batangnya dilumuri pelumas disiapkan oleh panitia perlombaan. Di penghujung pohon tersebut, disiapkan berbagai hadiah menarik. Para peserta berlomba untuk mendapatkan hadiah-hadiah tersebut dengan cara memanjat batang pohon. Oleh karena batang pohon tersebut licin (karena telah diberi pelumas), para pemanjat batang pohon sering kali jatuh. Akal dan kerja sama para peserta untuk memanjat batang pohon inilah yang biasanya berhasil mengatasi licinnya batang pohon, dan menjadi atraksi menarik bagi para penonton. Yang penulis ketahui, sejarah panjat pinang, berasal dari zaman penjajahan Belanda dulu. Lomba panjat pinang diadakan oleh orang Belanda jika sedang mengadakan acara besar seperti hajatan, pernikahan, dan lain-lain. Yang mengikuti lomba ini adalah orang-orang pribumi. Hadiah yang diperebutkan biasanya bahan makanan seperti keju, gula, serta pakaian seperti kemeja, maklum karena dikalangan pribumi barang-barang seperti ini termasuk mewah. sementara orang pribumi bersusah payah untuk memperebutkan hadiah, para orang-orang Belanda menonton sambil tertawa. Tata cara permainan ini belum berubah sejak dulu.

5. Lomba Balap Karung
Balap karung merupakan salah satu lomba tradisional yang populer pada Hari Kemerdekaan Indonesia. Sejumlah peserta diwajibkan memasukkan bagian bawah badannya ke dalam karung kemudian berlomba sampai ke garis akhir. Meskipun sering mendapat kritikan karena dianggap memacu semangat persaingan yang tidak sehat dan sebagai kegiatan hura-hura, balap karung tetap banyak ditemui, seperti juga lomba panjat pinang, tarik tambang, dan makan kerupuk.Lomba balap karung juga diapresiasi oleh pendatang dari luar negeri dengan langsung terlibat dalam perlombaan ini.

6. Lomba Mencabuti Koin
Lomba ini sering kali terlihat di lingkungan sekolah. Lomba yang membutuhkan keberanian dalam melaksanakannya. Koin yang ditancapkan satu per satu pada buah pepaya mengkal (atau semacamnya) lalu dilumuri dengan oli ditambah lagi serbuk arang.
Para peserta lomba mengambil koin yang melekat erat menggunakan ujung bibir mereka. Tentunya, tangan peserta lomba pun harus ada di belakang pinggang, agar tidak terjadi kecurangan dan kerugian.

7. Lomba Joget Balon
Peranan lomba ini, biasanya selalu diadakan di akhir acara. Peserta memerlukan pasangan untuk melakukan lomba ini. Didasarkan karena lomba ini meletakkan balon di kening para pasangan lomba dan diapit. Saat tersetel musik yang disedaikan panitia lomba, para peserta diharuskan berjoget semeriah mungkin. Membutuhkan konsentrasi, keseimbangan dan kekompakan (3K), agar balon tetap bertahan dan tidak jatuh. Bila terjatuh akan mengalami kekalahan.

Pemuda Dan Remaja Gereja Dalam Memeriahkan HUT Kemerdekaan RI
Semenjak saya tinggal di sini, sudah dua kali perayaan HUT Kemerdekaan RI terlewat begitu saja. Pertama, saya disibukkan urusan sekolah yang juga menyambut dan memeriahkan. Selama dua hari. Selaku anggota OSIS baru, dengan tim saya, kami dipercayakan untuk menyusun acara, hal itu menyita waktu dan tenaga. Hingga akhirnya saya hanya dapat menikmati kepanitiaan saja. Kedua, saya tidak mengikutinya karena urusan dari gereja yang mengadakan Bible Camp Pelajar Sidi, tepat sehari sebelum Perayaan, yang membuat saya tidak dapat menolak untuk ikut, karena keluarga saya mengikutinya. Apa lagi, pilihan untuk tinggal, membuat saya seorang diri di rumah.
Yang ingin saya utarakan adalah bagaimana cara Jemaat Gereja, khususnya bagi pemuda dan remaja, mengaplikasikan HUT Kemerdekaan RI dalam lingkungan Gereja? Sepanjang waktu berlalu, belum pernah saya rasakan adanya acara yang aplikatif tersebut, berikut pengecualiannya, di Gereja ini. Atas saran seseorang, saya diminta untuk menulisnya di sini. Mungkin kendala utamanya adalah waktu, menurut saya. Tapi, tidak salah bukan, bila dicoba dan lagi akan meningkatkan rasa kebersamaan antar Jemaat Gereja. Dengan mengadakan lomba seperti lomba makan kerupuk, tarik tambang, balap karung dan lain-lain yang menumbuhkan tingkat kebersamaan dan uji sportifitas. Bila masih terlalu duniawi, tapat ditambahkan beberapa lomba yang berhubungan dengan Gereja.

Penutup
Tentu di setiap permainan/perlombaan ada cerita kalah dan menang. Saya pun pernah merasakannya. Hingga ada salah seorang teman saya yang berinisiatif. Mengikuti setiap lomba yang ada, dan selalu gagal. Akhirnya, ia menemukan lomba yang tepat, tepat untuk mempublikasikan talenta miliknya.
Pada kesimpulan akhir, setiap perlombaan yang ada bukan hanya bertujuan untuk memeriahkan dan menyambut HUT Kemerdekaan RI saja, melainkan memberi bibit positif bagi diri kita. Yang akan turut meneruskan semangat Bangsa, melalui muda-mudi seperti kita ini.

(Penulis adalah Melati Silitonga, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2010)

Sabtu, 20 Agustus 2011

ARTIKEL: SEKILAS URAIAN PENGGUNAAN SARANA DAN FASILITAS GEREJA SECARA TERORGANISIR DALAM PELAYANAN GEREJA

Tidak dapat dipungkiri, dalam pelayanan –termasuk pelayanan di gereja- tidak pernah lepas dari penggunaan sarana dan fasilitas gereja. Sebelum berbicara lebih jauh, perlu dipersepsikan dulu apa yang dimaksud sarana dan fasilitas gereja tersebut? Yang dimaksud sarana dan fasilitas gereja dalam tulisan ini adalah alat-alat yang dimiliki gereja baik berupa barang yang bersifat bergerak -seperti alat musik, meja, kursi, papan tulis, komputer, slide proyektor, buku, dan sebagainya- atau juga berupa barang yang tidak bergerak seperti ruangan/tempat pertemuan. Adanya sarana dan fasilitas yang memadai/mencukupi dalam pelayanan sedikit banyak pasti memiliki pengaruh terhadap efektifitas pelayanan tersebut. Hampir tidak mungkin gereja dapat memiliki tim musik yang handal kalau di gerejanya belum memiliki alat musik, juga tidak mungkin gereja dapat memberikan pencerdasan keilmuan dogma gereja/kristen secara maksimal jikalau tidak tersedia bahan bacaan yang disediakan bagi jemaatnya misal adanya perpustakaan gereja, buletin dan sebagainya. Namun perlu digarisbawahi bahwa pengaruh keberadaan sarana dan fasilitas dalam pelayanan gereja dapat memiliki pengaruh terhadap efektifitas pelayanan gereja adalah jikalau semua unsur/elemen gereja memanfaatkan sarana itu dengan sebaik-baiknya. Sebagus apapun sarana dan fasilitas gereja namun jikalau majelis atau jemaat tidak memanfaatkan fasilitas dan sarana tersebut dengan sebaik-baiknya maka keberadaan sarana dan fasilitas tersebut akan menjadi tidak memiliki pengaruh (hambar) dalam pelayanan gereja.
Bagaimana seharusnya sikap awal setiap majelis dan jemaat terhadap sarana dan fasilitas gereja? Tentunya diharapkan setiap majelis dan jemaat dapat menganggap sarana dan fasilitas tersebut adalah milik mereka secara bersama. Perasaan memiliki terhadap sarana dan fasilitas gereja diharapkan membuat majelis dan jemaat gereja secara bersama merawat dan mempergunakan sarana dan fasilitas tersebut secara maksimal. Perasaan memiliki bersama juga dapat diartikan penggunaan sarana dan failitas gereja tersebut dapat dilakukan secara terorganisir, dengan kata lain jangan sampai ada kediktatoran dalam penggunaan sarana dan fasilitas gereja. Kediktatoran dalam penggunaan sarana dan fasilitas gereja terjadi karena ada satu unsur atau elemen gereja yang merasa lebih berkepentingan, lebih penting kegiatan pelayanannya ataupun lebih berkuasa di gereja dibanding unsur atau elemen gereja yang lainnya, misal: punguan naposobulung merasa lebih penting daripada punguan sekolah minggu sehingga kalau punguan naposobulung hendak mempergunakan sarana dan fasilitas gereja yang seharusnya pada saat itu dipergunakan punguan sekolah minggu maka tanpa perlu permisi terhadap punguan sekolah minggu maka punguan sekolah minggu harus “minggir” (mengalah secara tidak sukarela). Jikalau suasana kediktatoran penggunaan sarana dan fasilitas gereja terus terjadi, maka tujuan adanya sarana dan fasilitas gereja yang dapat dijadikan pengaruh baik dalam pelayanan gereja, justru berbalik menjadi memiliki pengaruh buruk dalam pelayanan gereja. Jangan anggap remeh masalah ini, pengalaman menyatakan tidak sedikit majelis atau jemaat yang “sakit hati” karena merasa dizalimi dalam penggunaan sarana dan fasilitas gereja.
Sepengetahuan penulis, biasanya sarana dan fasilitas gereja yang tidak lain adalah aset gereja itu dikelola ada yang bersifat khusus maupun yang bersifat umum. Bersifat khusus artinya penggunaan sarana dan fasilitas gereja tersebut telah diserahkan sepenuhnya kepada unsur atau elemen tertentu, misal alat musik bisa diserahkan kepada misalnya kepada tim musik, bisa juga sekolah minggu, dan sebagainya. Namun bukan berarti unsur atau elemen gereja selain tim musik tidak dapat mempergunakan alat musik, sepanjang seijin yang diberi hak untuk menggunakan maka bisa saja unsur atau elemen gereja lain mempergunakan. Sedangkan bersifat umum adalah penggunaan sarana dan fasilitas gereja tersebut tidak diserahkan kepada elemen atau unsur gereja tertentu melainkan tetap dikelola oleh bagian perlengkapan umum gereja. Umumnya yang sering menimbulkan masalah adalah penggunaan sarana dan fasilitas gereja yang bersifat umum. Masalah timbul karena ada tumpang tindih atau tabrakan antar elemen atau unsur gereja dalam mempergunakan sarana dan fasilitas gereja tersebut. Penulis sendiri sewaktu masih terlibat dalam pelayanan naposo di HKBP Semper tidak sedikit mengalami kejadian tumpang tindih ini, misalnya ketika latihan untuk mempersiapkan natal, tidak sedikit naposo harus berbenturan dengan kegiatan sekolah minggu atau juga kegiatan rapat-rapat gereja. Kita tidak dapat membiarkan masalah ini terus terjadi, harus ada solusi untuk mencegah masalah ini terjadi. Diharapkan dengan solusi itu, maka keharmonisan internal gereja tetap dapat terjaga.
Bagaimana caranya mensiasati atau mengorganisir agar sarana dan fasilitas gereja dapat dimaanfatkan secara maksimal dan terorganisir (tidak tumpang tindih/bertabrakan penggunaannya)? Tentunya adalah adanya pengorganisasian dalam bentuk aturan yang dibuat untuk penggunaan sarana dan fasilitas gereja tersebut. Aturan ini dibuat bukan untuk penghias saja melainkan diterapkan, dihormati oleh setiap elemen dan unsur gereja tanpa memandang siapa dia, apakah majelis atau jemaat, orangtua atau bukan orangtua, dan sebagainya. Intinya, tak boleh ada yang merasa lebih berkuasa dibanding aturan yang telah disepakati tersebut. Lalu, siapa yang harus membuat aturan? Siapa saja yang menjadi unsur atau elemen gereja bisa membuat aturan tersebut yang penting disepakati oleh seluruh elemen dan unsur gereja, tapi menurut penulis yang tepat membuat aturan adalah bidang perlengkapan umum gereja karena bidang perlengkapan umum gereja bertanggungjawab terhadap pengorganisasian fasilitas dan sarana gereja.
Apa saja kira-kira isi aturan tersebut? Kembali lagi itu terserah masing-masing gereja, tapi jikalau penulis mengusulkan maka aturan itu harus mencakup sarana dan fasilitas gereja yang bersifat khusus dan umum. Untuk yang bersifat khusus, misalnya dibuat aturan bahwa setiap sarana dan fasilitas gereja harus dilaporkan keadaannya secara berkala kepada bidang perlengkapan umum gereja, juga diatur mengenai bagaimana pemeliharaan sarana dan fasilitas gereja yang bersifat khusus tersebut: apakah sepenuhnya menjadi tanggung jawab si pengguna alat atau juga menjadi tanggung jawab bidang perlengkapan gereja, dan sebagainya. Sedangkan yang bersifat umum, misalnya untuk penggunaan ruangan gereja dibuat aturan dan jadwal untuk penggunaan ruangan gereja.
Menurut Penulis, Di HKBP Semper seharusnya telah ada sejak dahulu karena keterbatasan ruangan gereja di HKBP Semper. Penulis tidak tahu apakah sekarang telah ada jadwal pemakaian ruangan gereja di HKBP Semper atau belum, namun setahu penulis di beberapa gereja HKBP lain telah ada yang menggunakan jadwal pemakaian ruangan gereja, bahkan jadwal pemakaian ruangan gereja termasuk waktunya tersebut dinyatakan juga dalam warta jemaat sehingga semua orang mengetahui dan terikat terhadap pemakaian ruangan gereja. Juga harus diatur bahwa pemakaian ruangan gereja harus sesuai dengan kepentingan gereja, dalam artian kegiatan pelayanan gereja harus lebih diutamakan, tidak boleh ruangan gereja dipakai untuk kegiatan pribadi majelis atau jemaat tertentu apalagi dipergunakan untuk kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan pelayanan dan misi gereja.
Selain aturan jadwal pemakaian ruangan gereja, harus diatur juga tanggungjawab penggunaan ruangan gereja, misal merapihkan kembali ruangan gereja yang dibersihkan. Tak jarang di HKBP Semper ada unsur atau elemen gereja yang menggunakan ruangan gereja tanpa merapihkannya, papan tulis atau whiteboard dibiarkan di ruangan gereja, kertas-kertas dibiarkan tergeletak di meja atau di kantung kursi, gelas-gelas kotor dan botol minuman dibiarkan saja dan sebagainya. Banyak dari kita berfikir nanti Koster gereja saja yang merapihkan atau membersihkan, cara berfikir seperti ini tidak benar, tidak mungkin tanggung jawab merapihkan sekaligus membersihkan dibebankan hanya kepada seorang Koster gereja. Sebagai jemaat Kristus, kita juga punya tanggungjawab memelihara gereja yang merupakan tempat kita beribadah kepada Tuhan. Tanggungjawab memelihara rumah Tuhan adalah tanggung jawab mulia karena kita melakukannya untuk Tuhan, bukan suatu pekerjaan hina sehingga kita merasa tidak pantas untuk melakukannya.
Demikian uraian singkat ini. Semoga penggunaan sarana dan fasilitas gereja kita lebih terorganisir dan tertib di hari ke depan. Amin.

(Penulis adalah Benny Manurung, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juli 2011)

Jumat, 05 Agustus 2011

RENUNGAN: BERJIWA DAN BERTUBUH SEHAT

“Setelah lewat sepuluh hari, ternyata perawakan mereka lebih baik dan mereka kelihatan lebih gemuk dari pada semua orang muda yang telah makan dari santapan raja.” (Daniel 1:15)

TIDAK ada keraguan bahwa keberadaan yang sehat secara jasmani (sebetulnya juga secara rohani) merupakan pemberian Allah yang patut kita syukuri dan kita jaga. Allah juga tentunya, menghendaki kita memiliki tubuh yang sehat dalam arti mampu bertahan menghadapi serangan aneka jenis penyakit dan sekaligus mampu melakukan aktivitas kita sebagaimana seharusnya. Mungkin yang jadi soal adalah justru tingkat keperdulian kita terhadap soal kesehatan ini, mulai dari pola hidup dan pola makan, sampai kepada upaya ekstra yang diperlukan semisal pemeriksaan kesehatan secara rutin atau rencana anggaran untuk tindakan pengobatan atau pencegahan datangnya penyakit.

Kesehatan adalah Kebutuhan Sampingan?
Persoalan tentang kesehatan baru muncul jika ada yang sakit. Sepanjang masih aman, dalam arti tidak ada keluhan terhadap penyakit, tidak akan terdengar persoalan tentang kesehatan. Selama tidak ada serangan penyakit atau selama dalam keluarga kita tidak ada yang tertimpa penyakit maka kita tidak perlu memusingkan soal kesehatan kita. Bagi kita yang tempat bekerjanya juga ikut memberikan jaminan kesehatan (memperhatikan kebutuhan pengobatan) di satu sisi tidak perlu mengkhawatirkan lagi tentang kesehatan. Lebih berat justru bagi kita yang tempat bekerjanya tidak memberikan santunan berobat. Hal itu baru dirasakan ketika penyakit atau petaka benar-benar datang.
Soal kesehatan lebih luas dari soal memikirkan dana kalau penyakit atau petaka tiba. Soal kesehatan adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebutuhan manusia secara utuh. Piramid lima kebutuhan manusia dari Maslow memang tidak mencantumkan kesehatan. Maslow hanya mencantumkan ‘kebutuhan fisik’ yang asosiasinya mungkin terhadap kebutuhan akan pangan. Namun demikian, senyatanya, kebutuhan akan keberadaan yang sehat adalah termasuk (entah tersirat entah tidak) pada bagian yang pokok.
Itulah juga yang kita yakini sebagai sikap kristiani. Yesus sendiri mengumpamakan diriNya sebagai tabib. Dalam pelayananNya kepada orang banyak Ia menyembuhkan banyak penyakit. Pemisahan penyakit fisik dan penyakit dosa tidak penting bagiNya. Yang terlebih penting adalah misi penyembuhan dan pemulihan umat manusia. Dengan demikian keberadaan yang sehat merupakan bagian dari misi kerajaan Allah yang telah dimulai oleh Yesus.

Manusia adalah Jiwa yang Bertubuh atau Tubuh yang Berjiwa
Semboyan Mensana in Corporesano, dari pengertian hurufiahnya seakan menekankan hubungan searah yaitu pengaruh dari keberadaan psikis terhadap keberadaan secara biologis. Pada kenyataannya kita melihat bahwa aspek psikis dan biologis dari manusia memiliki hubungan yang timbal balik. Dan, itulah juga yang hendak kita tekankan dalam pendekatan kita.
Manusia adalah makhluk yang utuh. Keselamatan dari Allah juga kita yakini, hendak membawa keselamatan yang utuh. Itulah sebabnya dewasa ini makin dikumandangkan pelayanan yang menyeluruh (Holistic Ministry) di mana termasuk di dalamnya pelayanan kesehatan (Healing Ministry). Kita masih mengingat bagaimana pada awal perkembangan kekristenan di tanah Batak para pekabar Injil juga memperhatikan pelayanan kesehatan dengan cara mengadakan pengobatan, mendirikan pos-pos pengobatan sampai dengan rumah sakit.
Orientasi hidup kekal tidak berarti menafikan kehidupan semasa masih di dunia. Orang percaya memandang hidup kekal sebagai tujuan utama dari kehidupannya pada masa kini. Dengan mengingat janji hidup kekal, orang percaya menata hidupnya pada masa ini sebagai kesempatan untuk memancarkan kehidupan yang telah dibaharui. Kehidupan yang telah dibaharui dengan semangat pemulihan ciptaan telah dimulai. Cara-cara hidup lama yang jauh dari rencana Allah harus ditinggalkan.
Sekarang adalah saatnya bagi orang percaya untuk menampakkan hidup yang telah diperlengkapi dengan semangat pemulihan dan penyembuhan. Orang percaya terpanggil untuk membawa kesembuhan bagi kerusakan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Kesembuhan yang dimaksud mencakup segala jenis penyakit dan kerusakan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Orang percaya ikut terpanggil untuk menghadirkan kembali suasana Taman Eden.

Menuju Kesembuhan Dunia
Panggilan untuk membawa kesembuhan kepada dunia ini juga menjadi tema besar dari Sidang gereja tingkat dunia beberapa tahun lalu yang diambil dari Wahyu 22:2: “…Untuk Menyembuhkan Bangsa-bangsa!” Dengan tema itu, gereja-gereja di seluruh dunia diserukan agar mengobarkan kembali semangat penyembuhan yang telah Yesus mulai pada pelayananNya di tengah-tengah orang banyak.
Masa heroik Yesus yang menyentuh hati sanubari masyarakat harus kita lanjutkan. Ketergerakan hati Yesus melihat orang yang timpang dan buta, keaktipan Yesus untuk keluar dari Bait Suci untuk menyusuri tepi pantai, menaiki perahu dan mendaki lereng bukit, dan kerelaan Yesus untuk bertamu ke rumah-rumah harus kembali bergema. Namun, makna terdalam dari keteladanan itu bukan perulangan sensasi mujizat penyembuhan yang mencengangkan banyak orang. Bukan menghadirkan kembali mujizat Yesus terhadap orang buta dan tuli, bukan mengulang kembali memberi makan ribuan orang dengan modal beberapa potong roti, juga, bukan memaksakan agar orang percaya berada di perahu atau di tepi pantai atau di lereng bukit.
Yang menjadi kata kunci adalah ketergerakan hati dan keperdulian. Bumi kita dipenuhi dengan rintihan dan keluhan anak manusia akan penyembuhan dan pemulihan. Bumi kita dihuni baik oleh orang-orang yang beruntung maupun juga orang-orang yang kurang beruntung. Terdapat sebagian orang-orang (dan bangsa-bangsa) yang memiliki keadaan yang lebih baik dalam arti berkelimpahan dari segi materi, teknologi, sumber daya, peradaban, dst. Sebaliknya terdapat pula orang-orang (dan bangsa-bangsa) yang kurang beruntung dalam arti tertinggal dari segi materi, ilmu pengetahuan dan teknologi, ketrampilan, sumber daya, dst.
Panggilan kepada bangsa-bangsa yang besar untuk melirik bangsa-bangsa yang membutuhkan uluran tangan. Panggilan kepada gereja-gereja yang besar untuk melirik gereja-gereja kecil dan lemah yang membutuhkan uluran tangan. Panggilan kepada warga jemaat yang lebih beruntung untuk menoleh kepada sesama warga jemaat yang sedang membutuhkan perhatian dan uluran tangan. Dan…panggilan kepada segenap orang percaya untuk menampakkan sikap hidup yang perduli dan tulus kepada sesama ciptaan tanpa pamrih.
Dengan semangat penyembuhan dunia, orang percaya akan selalu ikut secara aktip berbuat bagi dirinya maupun orang lain. Panggilan untuk penyembuhan dunia membuat orang percaya semakin kreatip untuk berbuat, dalam kaitan ini, mewujudkan dunia yang sehat yang dihuni oleh manusia yang sehat. Menyehatkan dunia adalah sebuah pekerjaan besar dan merupakan Mission Impossible bagi manusia tetapi telah dimulai oleh Yesus Sang Tabib yang Agung!

Gereja yang Mencanangkan Hidup Sehat
Di tingkat jemaat, kita memiliki unit pelayanan yang kita sebut Seksi Kesehatan (yang bersama-sama dengan Seksi Kemasyarakatan, Seksi Pendidikan, dan Seksi Diakoni Sosial berada dalam Dewan Diakonia). Sejauh ini yang pernah dilakukan adalah mengadakan pengobatan gratis. Meski kegiatan itu bersifat kuratip, kita tetap bersyukur juga. Kita tentunya dapat pula mengembangkan pelayanan di bidang ini dengan berbagai cara pula. Misalnya, tindakan yang bersifat preventip, mengadakan kegiatan gerak jalan massal atau membuat penyuluhan tentang pola hidup sehat atau tentang penyuluhan tentang gizi. Namun yang utama bukanlah: asalkan ada program, sudah cukuplah!
Kita hendak meraih sesuatu yang lebih dari sekadar membuat program di lingkungan Seksi Kesehatan. Kita, misalnya, ingin membuat pola hidup sehat sebagai bagian dari gaya hidup sebagaimana panggilan untuk ikut serta dalam pelayanan penyembuhan dunia merupakan bagian dari Misi Agung Sang Tabib!
Hidup yang sehat adalah anugerah Allah! Mari kita sambut dan pelihara!

(Penulis adalah Pdt. Maurixon Silitonga, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2010)