Sabtu, 20 Agustus 2011

ARTIKEL: SEKILAS URAIAN PENGGUNAAN SARANA DAN FASILITAS GEREJA SECARA TERORGANISIR DALAM PELAYANAN GEREJA

Tidak dapat dipungkiri, dalam pelayanan –termasuk pelayanan di gereja- tidak pernah lepas dari penggunaan sarana dan fasilitas gereja. Sebelum berbicara lebih jauh, perlu dipersepsikan dulu apa yang dimaksud sarana dan fasilitas gereja tersebut? Yang dimaksud sarana dan fasilitas gereja dalam tulisan ini adalah alat-alat yang dimiliki gereja baik berupa barang yang bersifat bergerak -seperti alat musik, meja, kursi, papan tulis, komputer, slide proyektor, buku, dan sebagainya- atau juga berupa barang yang tidak bergerak seperti ruangan/tempat pertemuan. Adanya sarana dan fasilitas yang memadai/mencukupi dalam pelayanan sedikit banyak pasti memiliki pengaruh terhadap efektifitas pelayanan tersebut. Hampir tidak mungkin gereja dapat memiliki tim musik yang handal kalau di gerejanya belum memiliki alat musik, juga tidak mungkin gereja dapat memberikan pencerdasan keilmuan dogma gereja/kristen secara maksimal jikalau tidak tersedia bahan bacaan yang disediakan bagi jemaatnya misal adanya perpustakaan gereja, buletin dan sebagainya. Namun perlu digarisbawahi bahwa pengaruh keberadaan sarana dan fasilitas dalam pelayanan gereja dapat memiliki pengaruh terhadap efektifitas pelayanan gereja adalah jikalau semua unsur/elemen gereja memanfaatkan sarana itu dengan sebaik-baiknya. Sebagus apapun sarana dan fasilitas gereja namun jikalau majelis atau jemaat tidak memanfaatkan fasilitas dan sarana tersebut dengan sebaik-baiknya maka keberadaan sarana dan fasilitas tersebut akan menjadi tidak memiliki pengaruh (hambar) dalam pelayanan gereja.
Bagaimana seharusnya sikap awal setiap majelis dan jemaat terhadap sarana dan fasilitas gereja? Tentunya diharapkan setiap majelis dan jemaat dapat menganggap sarana dan fasilitas tersebut adalah milik mereka secara bersama. Perasaan memiliki terhadap sarana dan fasilitas gereja diharapkan membuat majelis dan jemaat gereja secara bersama merawat dan mempergunakan sarana dan fasilitas tersebut secara maksimal. Perasaan memiliki bersama juga dapat diartikan penggunaan sarana dan failitas gereja tersebut dapat dilakukan secara terorganisir, dengan kata lain jangan sampai ada kediktatoran dalam penggunaan sarana dan fasilitas gereja. Kediktatoran dalam penggunaan sarana dan fasilitas gereja terjadi karena ada satu unsur atau elemen gereja yang merasa lebih berkepentingan, lebih penting kegiatan pelayanannya ataupun lebih berkuasa di gereja dibanding unsur atau elemen gereja yang lainnya, misal: punguan naposobulung merasa lebih penting daripada punguan sekolah minggu sehingga kalau punguan naposobulung hendak mempergunakan sarana dan fasilitas gereja yang seharusnya pada saat itu dipergunakan punguan sekolah minggu maka tanpa perlu permisi terhadap punguan sekolah minggu maka punguan sekolah minggu harus “minggir” (mengalah secara tidak sukarela). Jikalau suasana kediktatoran penggunaan sarana dan fasilitas gereja terus terjadi, maka tujuan adanya sarana dan fasilitas gereja yang dapat dijadikan pengaruh baik dalam pelayanan gereja, justru berbalik menjadi memiliki pengaruh buruk dalam pelayanan gereja. Jangan anggap remeh masalah ini, pengalaman menyatakan tidak sedikit majelis atau jemaat yang “sakit hati” karena merasa dizalimi dalam penggunaan sarana dan fasilitas gereja.
Sepengetahuan penulis, biasanya sarana dan fasilitas gereja yang tidak lain adalah aset gereja itu dikelola ada yang bersifat khusus maupun yang bersifat umum. Bersifat khusus artinya penggunaan sarana dan fasilitas gereja tersebut telah diserahkan sepenuhnya kepada unsur atau elemen tertentu, misal alat musik bisa diserahkan kepada misalnya kepada tim musik, bisa juga sekolah minggu, dan sebagainya. Namun bukan berarti unsur atau elemen gereja selain tim musik tidak dapat mempergunakan alat musik, sepanjang seijin yang diberi hak untuk menggunakan maka bisa saja unsur atau elemen gereja lain mempergunakan. Sedangkan bersifat umum adalah penggunaan sarana dan fasilitas gereja tersebut tidak diserahkan kepada elemen atau unsur gereja tertentu melainkan tetap dikelola oleh bagian perlengkapan umum gereja. Umumnya yang sering menimbulkan masalah adalah penggunaan sarana dan fasilitas gereja yang bersifat umum. Masalah timbul karena ada tumpang tindih atau tabrakan antar elemen atau unsur gereja dalam mempergunakan sarana dan fasilitas gereja tersebut. Penulis sendiri sewaktu masih terlibat dalam pelayanan naposo di HKBP Semper tidak sedikit mengalami kejadian tumpang tindih ini, misalnya ketika latihan untuk mempersiapkan natal, tidak sedikit naposo harus berbenturan dengan kegiatan sekolah minggu atau juga kegiatan rapat-rapat gereja. Kita tidak dapat membiarkan masalah ini terus terjadi, harus ada solusi untuk mencegah masalah ini terjadi. Diharapkan dengan solusi itu, maka keharmonisan internal gereja tetap dapat terjaga.
Bagaimana caranya mensiasati atau mengorganisir agar sarana dan fasilitas gereja dapat dimaanfatkan secara maksimal dan terorganisir (tidak tumpang tindih/bertabrakan penggunaannya)? Tentunya adalah adanya pengorganisasian dalam bentuk aturan yang dibuat untuk penggunaan sarana dan fasilitas gereja tersebut. Aturan ini dibuat bukan untuk penghias saja melainkan diterapkan, dihormati oleh setiap elemen dan unsur gereja tanpa memandang siapa dia, apakah majelis atau jemaat, orangtua atau bukan orangtua, dan sebagainya. Intinya, tak boleh ada yang merasa lebih berkuasa dibanding aturan yang telah disepakati tersebut. Lalu, siapa yang harus membuat aturan? Siapa saja yang menjadi unsur atau elemen gereja bisa membuat aturan tersebut yang penting disepakati oleh seluruh elemen dan unsur gereja, tapi menurut penulis yang tepat membuat aturan adalah bidang perlengkapan umum gereja karena bidang perlengkapan umum gereja bertanggungjawab terhadap pengorganisasian fasilitas dan sarana gereja.
Apa saja kira-kira isi aturan tersebut? Kembali lagi itu terserah masing-masing gereja, tapi jikalau penulis mengusulkan maka aturan itu harus mencakup sarana dan fasilitas gereja yang bersifat khusus dan umum. Untuk yang bersifat khusus, misalnya dibuat aturan bahwa setiap sarana dan fasilitas gereja harus dilaporkan keadaannya secara berkala kepada bidang perlengkapan umum gereja, juga diatur mengenai bagaimana pemeliharaan sarana dan fasilitas gereja yang bersifat khusus tersebut: apakah sepenuhnya menjadi tanggung jawab si pengguna alat atau juga menjadi tanggung jawab bidang perlengkapan gereja, dan sebagainya. Sedangkan yang bersifat umum, misalnya untuk penggunaan ruangan gereja dibuat aturan dan jadwal untuk penggunaan ruangan gereja.
Menurut Penulis, Di HKBP Semper seharusnya telah ada sejak dahulu karena keterbatasan ruangan gereja di HKBP Semper. Penulis tidak tahu apakah sekarang telah ada jadwal pemakaian ruangan gereja di HKBP Semper atau belum, namun setahu penulis di beberapa gereja HKBP lain telah ada yang menggunakan jadwal pemakaian ruangan gereja, bahkan jadwal pemakaian ruangan gereja termasuk waktunya tersebut dinyatakan juga dalam warta jemaat sehingga semua orang mengetahui dan terikat terhadap pemakaian ruangan gereja. Juga harus diatur bahwa pemakaian ruangan gereja harus sesuai dengan kepentingan gereja, dalam artian kegiatan pelayanan gereja harus lebih diutamakan, tidak boleh ruangan gereja dipakai untuk kegiatan pribadi majelis atau jemaat tertentu apalagi dipergunakan untuk kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan pelayanan dan misi gereja.
Selain aturan jadwal pemakaian ruangan gereja, harus diatur juga tanggungjawab penggunaan ruangan gereja, misal merapihkan kembali ruangan gereja yang dibersihkan. Tak jarang di HKBP Semper ada unsur atau elemen gereja yang menggunakan ruangan gereja tanpa merapihkannya, papan tulis atau whiteboard dibiarkan di ruangan gereja, kertas-kertas dibiarkan tergeletak di meja atau di kantung kursi, gelas-gelas kotor dan botol minuman dibiarkan saja dan sebagainya. Banyak dari kita berfikir nanti Koster gereja saja yang merapihkan atau membersihkan, cara berfikir seperti ini tidak benar, tidak mungkin tanggung jawab merapihkan sekaligus membersihkan dibebankan hanya kepada seorang Koster gereja. Sebagai jemaat Kristus, kita juga punya tanggungjawab memelihara gereja yang merupakan tempat kita beribadah kepada Tuhan. Tanggungjawab memelihara rumah Tuhan adalah tanggung jawab mulia karena kita melakukannya untuk Tuhan, bukan suatu pekerjaan hina sehingga kita merasa tidak pantas untuk melakukannya.
Demikian uraian singkat ini. Semoga penggunaan sarana dan fasilitas gereja kita lebih terorganisir dan tertib di hari ke depan. Amin.

(Penulis adalah Benny Manurung, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juli 2011)

Tidak ada komentar: