Pendahuluan
Selaku calon singer seperti biasa saya hadir di saat latihan. Akan tetapi, latihan yang hanya dihadiri oleh saya sendiri menjadi pertemuan yang memanggil saya untuk menulis di edisi bulan ini. Mulanya pelatihan yang saya hadiri diubah menjadi sharing pengalaman masing-masing, terasa menarik pengalaman yang diutarakan oleh kakak pelatih (juga salah satu pengurus Team Buletin Narhasem). Saya pun mengusulkan untuk menyusun pengalaman tersebut menjadi sebuah buku dan di-iyakan. Akan tetapi mengenai keterbatasan waktu luang yang dimiliki menjadikan ia sedikit terpikir panjang mengenai usul saya. Spontan saya langsung mengajukan diri untuk membantu. Akhirnya, saya pun disarankan untuk menulis pada edisi ini, begitu mendengar judulnya, hati saya ragu untuk menerima. Apalagi, pengalaman menulis yang sama sekali tidak pernah disorot membuat saya minder. Tapi, tidak ada salahnya untuk mencoba, mumpung ditawarkan dan setelah dipikir-pikir judul ini tidak terlalu sulit dan semoga bermanfaat bagi jemaat gereja. Aneka Permainan dalam aneka Kesempatan
Jelas, setiap dirayakan HUT Kemerdekaan RI, tidak tertingal acara – acara meriah yang senantiasa memberikan hiburan, menumbuhkan sportifitas, serta mempererat persatuan Anak Bangsa. Seperti:
1. Lomba Makan Kerupuk
Lomba makan kerupuk adalah, lomba yang memancing ketangkasan peserta, untuk menghabiskan kerupuk dalam ketentuan waktu yang diatur sedemikian rupa. Perlombaan ini memiliki cara unik dalam memainkannya, yakni: Kerupuk yang akan dijadikan alat lomba, harus diikat pada seutas tali, yang digantungkan pada bambu (atau semacamnya). Saat perlombaan berlangsung, tangan para peserta harus berada dibelakang pinggang. Agar mengantisipasi adanya kecurangan. Diperbolehkan memakan kerupuk adalah setelah diberikan aba – aba dari pemandu permainan, seperti suara pluit, hitungan ketiga, hentakan kata “MULAI” dsb.
Sedikit makna lomba memakan kerupuk yang didapatkan. Adalah rasa sportifitas yang menemani setiap peserta, dengan usaha total para pengikut lomba, juga terpancingnya semangat untuk “melewati tantangan” yang ada.
2. Lomba Membawa Kelereng Pada Sendok
Cara bermainnya yaitu membawa kelereng dengan sendok dimulut dipasang terbalik, gagangnya yang digigit sementara ujung sendok sebagai tempat untuk menyimpan kelereng. Biasanya ada jarak tertentu agar peserta jalan dan melewatinya. Para peserta harus berjalan dengan hati-hati dan kelereng tetap di dalam sendoknya. Agar kelereng tidak keluar, maka seluruh tubuh kita harus kompak, bekerja bersamaan, jagalah kesadaran agar kelereng tidak jatuh, tubuh harus mengikuti gerak dan kesadaran, biasanya pada tahap ini kita fokus pada satu hal saja dan mengabaikan yang lainnya. Apabila kita lengah melepas kesadaran yang kompak secara keseluruhan maka biasanya kelereng akan jatuh, dan tentunya kita akan kalah.
3. Lomba Tarik Tambang
Pertandingan yang melibatkan dua regu, dengan 5 atau lebih peserta. Dua regu bertanding dari dua sisi berlawanan dan semua peserta memegang erat sebuah tali tambang. Di tengah-tengah terdapat pembatas berupa garis. Masing-masing regu berupaya menarik tali tambang sekuat mungkin agar regu yang berlawanan melewati garis pembatas. Regu yang tertarik melewati garis pembatas dinyatakan kalah. Maka dari itu, dibutuhkan semangat kekompakan, untuk memperjuangkan kemenangan disetiap tangan regu.
4. Lomba Panjat Pinang
Lomba yang mungkin menjadi sorotan masyarakat dan jarang di jumpai. Yang memperlombakan, pohon pinang yang tinggi dan batangnya dilumuri pelumas disiapkan oleh panitia perlombaan. Di penghujung pohon tersebut, disiapkan berbagai hadiah menarik. Para peserta berlomba untuk mendapatkan hadiah-hadiah tersebut dengan cara memanjat batang pohon. Oleh karena batang pohon tersebut licin (karena telah diberi pelumas), para pemanjat batang pohon sering kali jatuh. Akal dan kerja sama para peserta untuk memanjat batang pohon inilah yang biasanya berhasil mengatasi licinnya batang pohon, dan menjadi atraksi menarik bagi para penonton. Yang penulis ketahui, sejarah panjat pinang, berasal dari zaman penjajahan Belanda dulu. Lomba panjat pinang diadakan oleh orang Belanda jika sedang mengadakan acara besar seperti hajatan, pernikahan, dan lain-lain. Yang mengikuti lomba ini adalah orang-orang pribumi. Hadiah yang diperebutkan biasanya bahan makanan seperti keju, gula, serta pakaian seperti kemeja, maklum karena dikalangan pribumi barang-barang seperti ini termasuk mewah. sementara orang pribumi bersusah payah untuk memperebutkan hadiah, para orang-orang Belanda menonton sambil tertawa. Tata cara permainan ini belum berubah sejak dulu.
5. Lomba Balap Karung
Balap karung merupakan salah satu lomba tradisional yang populer pada Hari Kemerdekaan Indonesia. Sejumlah peserta diwajibkan memasukkan bagian bawah badannya ke dalam karung kemudian berlomba sampai ke garis akhir. Meskipun sering mendapat kritikan karena dianggap memacu semangat persaingan yang tidak sehat dan sebagai kegiatan hura-hura, balap karung tetap banyak ditemui, seperti juga lomba panjat pinang, tarik tambang, dan makan kerupuk.Lomba balap karung juga diapresiasi oleh pendatang dari luar negeri dengan langsung terlibat dalam perlombaan ini.
6. Lomba Mencabuti Koin
Lomba ini sering kali terlihat di lingkungan sekolah. Lomba yang membutuhkan keberanian dalam melaksanakannya. Koin yang ditancapkan satu per satu pada buah pepaya mengkal (atau semacamnya) lalu dilumuri dengan oli ditambah lagi serbuk arang.
Para peserta lomba mengambil koin yang melekat erat menggunakan ujung bibir mereka. Tentunya, tangan peserta lomba pun harus ada di belakang pinggang, agar tidak terjadi kecurangan dan kerugian.
7. Lomba Joget Balon
Peranan lomba ini, biasanya selalu diadakan di akhir acara. Peserta memerlukan pasangan untuk melakukan lomba ini. Didasarkan karena lomba ini meletakkan balon di kening para pasangan lomba dan diapit. Saat tersetel musik yang disedaikan panitia lomba, para peserta diharuskan berjoget semeriah mungkin. Membutuhkan konsentrasi, keseimbangan dan kekompakan (3K), agar balon tetap bertahan dan tidak jatuh. Bila terjatuh akan mengalami kekalahan.
Pemuda Dan Remaja Gereja Dalam Memeriahkan HUT Kemerdekaan RI
Semenjak saya tinggal di sini, sudah dua kali perayaan HUT Kemerdekaan RI terlewat begitu saja. Pertama, saya disibukkan urusan sekolah yang juga menyambut dan memeriahkan. Selama dua hari. Selaku anggota OSIS baru, dengan tim saya, kami dipercayakan untuk menyusun acara, hal itu menyita waktu dan tenaga. Hingga akhirnya saya hanya dapat menikmati kepanitiaan saja. Kedua, saya tidak mengikutinya karena urusan dari gereja yang mengadakan Bible Camp Pelajar Sidi, tepat sehari sebelum Perayaan, yang membuat saya tidak dapat menolak untuk ikut, karena keluarga saya mengikutinya. Apa lagi, pilihan untuk tinggal, membuat saya seorang diri di rumah.
Yang ingin saya utarakan adalah bagaimana cara Jemaat Gereja, khususnya bagi pemuda dan remaja, mengaplikasikan HUT Kemerdekaan RI dalam lingkungan Gereja? Sepanjang waktu berlalu, belum pernah saya rasakan adanya acara yang aplikatif tersebut, berikut pengecualiannya, di Gereja ini. Atas saran seseorang, saya diminta untuk menulisnya di sini. Mungkin kendala utamanya adalah waktu, menurut saya. Tapi, tidak salah bukan, bila dicoba dan lagi akan meningkatkan rasa kebersamaan antar Jemaat Gereja. Dengan mengadakan lomba seperti lomba makan kerupuk, tarik tambang, balap karung dan lain-lain yang menumbuhkan tingkat kebersamaan dan uji sportifitas. Bila masih terlalu duniawi, tapat ditambahkan beberapa lomba yang berhubungan dengan Gereja.
Penutup
Tentu di setiap permainan/perlombaan ada cerita kalah dan menang. Saya pun pernah merasakannya. Hingga ada salah seorang teman saya yang berinisiatif. Mengikuti setiap lomba yang ada, dan selalu gagal. Akhirnya, ia menemukan lomba yang tepat, tepat untuk mempublikasikan talenta miliknya.
Pada kesimpulan akhir, setiap perlombaan yang ada bukan hanya bertujuan untuk memeriahkan dan menyambut HUT Kemerdekaan RI saja, melainkan memberi bibit positif bagi diri kita. Yang akan turut meneruskan semangat Bangsa, melalui muda-mudi seperti kita ini.
(Penulis adalah Melati Silitonga, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2010)
Selaku calon singer seperti biasa saya hadir di saat latihan. Akan tetapi, latihan yang hanya dihadiri oleh saya sendiri menjadi pertemuan yang memanggil saya untuk menulis di edisi bulan ini. Mulanya pelatihan yang saya hadiri diubah menjadi sharing pengalaman masing-masing, terasa menarik pengalaman yang diutarakan oleh kakak pelatih (juga salah satu pengurus Team Buletin Narhasem). Saya pun mengusulkan untuk menyusun pengalaman tersebut menjadi sebuah buku dan di-iyakan. Akan tetapi mengenai keterbatasan waktu luang yang dimiliki menjadikan ia sedikit terpikir panjang mengenai usul saya. Spontan saya langsung mengajukan diri untuk membantu. Akhirnya, saya pun disarankan untuk menulis pada edisi ini, begitu mendengar judulnya, hati saya ragu untuk menerima. Apalagi, pengalaman menulis yang sama sekali tidak pernah disorot membuat saya minder. Tapi, tidak ada salahnya untuk mencoba, mumpung ditawarkan dan setelah dipikir-pikir judul ini tidak terlalu sulit dan semoga bermanfaat bagi jemaat gereja. Aneka Permainan dalam aneka Kesempatan
Jelas, setiap dirayakan HUT Kemerdekaan RI, tidak tertingal acara – acara meriah yang senantiasa memberikan hiburan, menumbuhkan sportifitas, serta mempererat persatuan Anak Bangsa. Seperti:
1. Lomba Makan Kerupuk
Lomba makan kerupuk adalah, lomba yang memancing ketangkasan peserta, untuk menghabiskan kerupuk dalam ketentuan waktu yang diatur sedemikian rupa. Perlombaan ini memiliki cara unik dalam memainkannya, yakni: Kerupuk yang akan dijadikan alat lomba, harus diikat pada seutas tali, yang digantungkan pada bambu (atau semacamnya). Saat perlombaan berlangsung, tangan para peserta harus berada dibelakang pinggang. Agar mengantisipasi adanya kecurangan. Diperbolehkan memakan kerupuk adalah setelah diberikan aba – aba dari pemandu permainan, seperti suara pluit, hitungan ketiga, hentakan kata “MULAI” dsb.
Sedikit makna lomba memakan kerupuk yang didapatkan. Adalah rasa sportifitas yang menemani setiap peserta, dengan usaha total para pengikut lomba, juga terpancingnya semangat untuk “melewati tantangan” yang ada.
2. Lomba Membawa Kelereng Pada Sendok
Cara bermainnya yaitu membawa kelereng dengan sendok dimulut dipasang terbalik, gagangnya yang digigit sementara ujung sendok sebagai tempat untuk menyimpan kelereng. Biasanya ada jarak tertentu agar peserta jalan dan melewatinya. Para peserta harus berjalan dengan hati-hati dan kelereng tetap di dalam sendoknya. Agar kelereng tidak keluar, maka seluruh tubuh kita harus kompak, bekerja bersamaan, jagalah kesadaran agar kelereng tidak jatuh, tubuh harus mengikuti gerak dan kesadaran, biasanya pada tahap ini kita fokus pada satu hal saja dan mengabaikan yang lainnya. Apabila kita lengah melepas kesadaran yang kompak secara keseluruhan maka biasanya kelereng akan jatuh, dan tentunya kita akan kalah.
3. Lomba Tarik Tambang
Pertandingan yang melibatkan dua regu, dengan 5 atau lebih peserta. Dua regu bertanding dari dua sisi berlawanan dan semua peserta memegang erat sebuah tali tambang. Di tengah-tengah terdapat pembatas berupa garis. Masing-masing regu berupaya menarik tali tambang sekuat mungkin agar regu yang berlawanan melewati garis pembatas. Regu yang tertarik melewati garis pembatas dinyatakan kalah. Maka dari itu, dibutuhkan semangat kekompakan, untuk memperjuangkan kemenangan disetiap tangan regu.
4. Lomba Panjat Pinang
Lomba yang mungkin menjadi sorotan masyarakat dan jarang di jumpai. Yang memperlombakan, pohon pinang yang tinggi dan batangnya dilumuri pelumas disiapkan oleh panitia perlombaan. Di penghujung pohon tersebut, disiapkan berbagai hadiah menarik. Para peserta berlomba untuk mendapatkan hadiah-hadiah tersebut dengan cara memanjat batang pohon. Oleh karena batang pohon tersebut licin (karena telah diberi pelumas), para pemanjat batang pohon sering kali jatuh. Akal dan kerja sama para peserta untuk memanjat batang pohon inilah yang biasanya berhasil mengatasi licinnya batang pohon, dan menjadi atraksi menarik bagi para penonton. Yang penulis ketahui, sejarah panjat pinang, berasal dari zaman penjajahan Belanda dulu. Lomba panjat pinang diadakan oleh orang Belanda jika sedang mengadakan acara besar seperti hajatan, pernikahan, dan lain-lain. Yang mengikuti lomba ini adalah orang-orang pribumi. Hadiah yang diperebutkan biasanya bahan makanan seperti keju, gula, serta pakaian seperti kemeja, maklum karena dikalangan pribumi barang-barang seperti ini termasuk mewah. sementara orang pribumi bersusah payah untuk memperebutkan hadiah, para orang-orang Belanda menonton sambil tertawa. Tata cara permainan ini belum berubah sejak dulu.
5. Lomba Balap Karung
Balap karung merupakan salah satu lomba tradisional yang populer pada Hari Kemerdekaan Indonesia. Sejumlah peserta diwajibkan memasukkan bagian bawah badannya ke dalam karung kemudian berlomba sampai ke garis akhir. Meskipun sering mendapat kritikan karena dianggap memacu semangat persaingan yang tidak sehat dan sebagai kegiatan hura-hura, balap karung tetap banyak ditemui, seperti juga lomba panjat pinang, tarik tambang, dan makan kerupuk.Lomba balap karung juga diapresiasi oleh pendatang dari luar negeri dengan langsung terlibat dalam perlombaan ini.
6. Lomba Mencabuti Koin
Lomba ini sering kali terlihat di lingkungan sekolah. Lomba yang membutuhkan keberanian dalam melaksanakannya. Koin yang ditancapkan satu per satu pada buah pepaya mengkal (atau semacamnya) lalu dilumuri dengan oli ditambah lagi serbuk arang.
Para peserta lomba mengambil koin yang melekat erat menggunakan ujung bibir mereka. Tentunya, tangan peserta lomba pun harus ada di belakang pinggang, agar tidak terjadi kecurangan dan kerugian.
7. Lomba Joget Balon
Peranan lomba ini, biasanya selalu diadakan di akhir acara. Peserta memerlukan pasangan untuk melakukan lomba ini. Didasarkan karena lomba ini meletakkan balon di kening para pasangan lomba dan diapit. Saat tersetel musik yang disedaikan panitia lomba, para peserta diharuskan berjoget semeriah mungkin. Membutuhkan konsentrasi, keseimbangan dan kekompakan (3K), agar balon tetap bertahan dan tidak jatuh. Bila terjatuh akan mengalami kekalahan.
Pemuda Dan Remaja Gereja Dalam Memeriahkan HUT Kemerdekaan RI
Semenjak saya tinggal di sini, sudah dua kali perayaan HUT Kemerdekaan RI terlewat begitu saja. Pertama, saya disibukkan urusan sekolah yang juga menyambut dan memeriahkan. Selama dua hari. Selaku anggota OSIS baru, dengan tim saya, kami dipercayakan untuk menyusun acara, hal itu menyita waktu dan tenaga. Hingga akhirnya saya hanya dapat menikmati kepanitiaan saja. Kedua, saya tidak mengikutinya karena urusan dari gereja yang mengadakan Bible Camp Pelajar Sidi, tepat sehari sebelum Perayaan, yang membuat saya tidak dapat menolak untuk ikut, karena keluarga saya mengikutinya. Apa lagi, pilihan untuk tinggal, membuat saya seorang diri di rumah.
Yang ingin saya utarakan adalah bagaimana cara Jemaat Gereja, khususnya bagi pemuda dan remaja, mengaplikasikan HUT Kemerdekaan RI dalam lingkungan Gereja? Sepanjang waktu berlalu, belum pernah saya rasakan adanya acara yang aplikatif tersebut, berikut pengecualiannya, di Gereja ini. Atas saran seseorang, saya diminta untuk menulisnya di sini. Mungkin kendala utamanya adalah waktu, menurut saya. Tapi, tidak salah bukan, bila dicoba dan lagi akan meningkatkan rasa kebersamaan antar Jemaat Gereja. Dengan mengadakan lomba seperti lomba makan kerupuk, tarik tambang, balap karung dan lain-lain yang menumbuhkan tingkat kebersamaan dan uji sportifitas. Bila masih terlalu duniawi, tapat ditambahkan beberapa lomba yang berhubungan dengan Gereja.
Penutup
Tentu di setiap permainan/perlombaan ada cerita kalah dan menang. Saya pun pernah merasakannya. Hingga ada salah seorang teman saya yang berinisiatif. Mengikuti setiap lomba yang ada, dan selalu gagal. Akhirnya, ia menemukan lomba yang tepat, tepat untuk mempublikasikan talenta miliknya.
Pada kesimpulan akhir, setiap perlombaan yang ada bukan hanya bertujuan untuk memeriahkan dan menyambut HUT Kemerdekaan RI saja, melainkan memberi bibit positif bagi diri kita. Yang akan turut meneruskan semangat Bangsa, melalui muda-mudi seperti kita ini.
(Penulis adalah Melati Silitonga, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar