“Setelah lewat sepuluh hari, ternyata perawakan mereka lebih baik dan mereka kelihatan lebih gemuk dari pada semua orang muda yang telah makan dari santapan raja.” (Daniel 1:15)
TIDAK ada keraguan bahwa keberadaan yang sehat secara jasmani (sebetulnya juga secara rohani) merupakan pemberian Allah yang patut kita syukuri dan kita jaga. Allah juga tentunya, menghendaki kita memiliki tubuh yang sehat dalam arti mampu bertahan menghadapi serangan aneka jenis penyakit dan sekaligus mampu melakukan aktivitas kita sebagaimana seharusnya. Mungkin yang jadi soal adalah justru tingkat keperdulian kita terhadap soal kesehatan ini, mulai dari pola hidup dan pola makan, sampai kepada upaya ekstra yang diperlukan semisal pemeriksaan kesehatan secara rutin atau rencana anggaran untuk tindakan pengobatan atau pencegahan datangnya penyakit.
Kesehatan adalah Kebutuhan Sampingan?
Persoalan tentang kesehatan baru muncul jika ada yang sakit. Sepanjang masih aman, dalam arti tidak ada keluhan terhadap penyakit, tidak akan terdengar persoalan tentang kesehatan. Selama tidak ada serangan penyakit atau selama dalam keluarga kita tidak ada yang tertimpa penyakit maka kita tidak perlu memusingkan soal kesehatan kita. Bagi kita yang tempat bekerjanya juga ikut memberikan jaminan kesehatan (memperhatikan kebutuhan pengobatan) di satu sisi tidak perlu mengkhawatirkan lagi tentang kesehatan. Lebih berat justru bagi kita yang tempat bekerjanya tidak memberikan santunan berobat. Hal itu baru dirasakan ketika penyakit atau petaka benar-benar datang.
Soal kesehatan lebih luas dari soal memikirkan dana kalau penyakit atau petaka tiba. Soal kesehatan adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebutuhan manusia secara utuh. Piramid lima kebutuhan manusia dari Maslow memang tidak mencantumkan kesehatan. Maslow hanya mencantumkan ‘kebutuhan fisik’ yang asosiasinya mungkin terhadap kebutuhan akan pangan. Namun demikian, senyatanya, kebutuhan akan keberadaan yang sehat adalah termasuk (entah tersirat entah tidak) pada bagian yang pokok.
Itulah juga yang kita yakini sebagai sikap kristiani. Yesus sendiri mengumpamakan diriNya sebagai tabib. Dalam pelayananNya kepada orang banyak Ia menyembuhkan banyak penyakit. Pemisahan penyakit fisik dan penyakit dosa tidak penting bagiNya. Yang terlebih penting adalah misi penyembuhan dan pemulihan umat manusia. Dengan demikian keberadaan yang sehat merupakan bagian dari misi kerajaan Allah yang telah dimulai oleh Yesus.
Manusia adalah Jiwa yang Bertubuh atau Tubuh yang Berjiwa
Semboyan Mensana in Corporesano, dari pengertian hurufiahnya seakan menekankan hubungan searah yaitu pengaruh dari keberadaan psikis terhadap keberadaan secara biologis. Pada kenyataannya kita melihat bahwa aspek psikis dan biologis dari manusia memiliki hubungan yang timbal balik. Dan, itulah juga yang hendak kita tekankan dalam pendekatan kita.
Manusia adalah makhluk yang utuh. Keselamatan dari Allah juga kita yakini, hendak membawa keselamatan yang utuh. Itulah sebabnya dewasa ini makin dikumandangkan pelayanan yang menyeluruh (Holistic Ministry) di mana termasuk di dalamnya pelayanan kesehatan (Healing Ministry). Kita masih mengingat bagaimana pada awal perkembangan kekristenan di tanah Batak para pekabar Injil juga memperhatikan pelayanan kesehatan dengan cara mengadakan pengobatan, mendirikan pos-pos pengobatan sampai dengan rumah sakit.
Orientasi hidup kekal tidak berarti menafikan kehidupan semasa masih di dunia. Orang percaya memandang hidup kekal sebagai tujuan utama dari kehidupannya pada masa kini. Dengan mengingat janji hidup kekal, orang percaya menata hidupnya pada masa ini sebagai kesempatan untuk memancarkan kehidupan yang telah dibaharui. Kehidupan yang telah dibaharui dengan semangat pemulihan ciptaan telah dimulai. Cara-cara hidup lama yang jauh dari rencana Allah harus ditinggalkan.
Sekarang adalah saatnya bagi orang percaya untuk menampakkan hidup yang telah diperlengkapi dengan semangat pemulihan dan penyembuhan. Orang percaya terpanggil untuk membawa kesembuhan bagi kerusakan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Kesembuhan yang dimaksud mencakup segala jenis penyakit dan kerusakan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Orang percaya ikut terpanggil untuk menghadirkan kembali suasana Taman Eden.
Menuju Kesembuhan Dunia
Panggilan untuk membawa kesembuhan kepada dunia ini juga menjadi tema besar dari Sidang gereja tingkat dunia beberapa tahun lalu yang diambil dari Wahyu 22:2: “…Untuk Menyembuhkan Bangsa-bangsa!” Dengan tema itu, gereja-gereja di seluruh dunia diserukan agar mengobarkan kembali semangat penyembuhan yang telah Yesus mulai pada pelayananNya di tengah-tengah orang banyak.
Masa heroik Yesus yang menyentuh hati sanubari masyarakat harus kita lanjutkan. Ketergerakan hati Yesus melihat orang yang timpang dan buta, keaktipan Yesus untuk keluar dari Bait Suci untuk menyusuri tepi pantai, menaiki perahu dan mendaki lereng bukit, dan kerelaan Yesus untuk bertamu ke rumah-rumah harus kembali bergema. Namun, makna terdalam dari keteladanan itu bukan perulangan sensasi mujizat penyembuhan yang mencengangkan banyak orang. Bukan menghadirkan kembali mujizat Yesus terhadap orang buta dan tuli, bukan mengulang kembali memberi makan ribuan orang dengan modal beberapa potong roti, juga, bukan memaksakan agar orang percaya berada di perahu atau di tepi pantai atau di lereng bukit.
Yang menjadi kata kunci adalah ketergerakan hati dan keperdulian. Bumi kita dipenuhi dengan rintihan dan keluhan anak manusia akan penyembuhan dan pemulihan. Bumi kita dihuni baik oleh orang-orang yang beruntung maupun juga orang-orang yang kurang beruntung. Terdapat sebagian orang-orang (dan bangsa-bangsa) yang memiliki keadaan yang lebih baik dalam arti berkelimpahan dari segi materi, teknologi, sumber daya, peradaban, dst. Sebaliknya terdapat pula orang-orang (dan bangsa-bangsa) yang kurang beruntung dalam arti tertinggal dari segi materi, ilmu pengetahuan dan teknologi, ketrampilan, sumber daya, dst.
Panggilan kepada bangsa-bangsa yang besar untuk melirik bangsa-bangsa yang membutuhkan uluran tangan. Panggilan kepada gereja-gereja yang besar untuk melirik gereja-gereja kecil dan lemah yang membutuhkan uluran tangan. Panggilan kepada warga jemaat yang lebih beruntung untuk menoleh kepada sesama warga jemaat yang sedang membutuhkan perhatian dan uluran tangan. Dan…panggilan kepada segenap orang percaya untuk menampakkan sikap hidup yang perduli dan tulus kepada sesama ciptaan tanpa pamrih.
Dengan semangat penyembuhan dunia, orang percaya akan selalu ikut secara aktip berbuat bagi dirinya maupun orang lain. Panggilan untuk penyembuhan dunia membuat orang percaya semakin kreatip untuk berbuat, dalam kaitan ini, mewujudkan dunia yang sehat yang dihuni oleh manusia yang sehat. Menyehatkan dunia adalah sebuah pekerjaan besar dan merupakan Mission Impossible bagi manusia tetapi telah dimulai oleh Yesus Sang Tabib yang Agung!
Gereja yang Mencanangkan Hidup Sehat
Di tingkat jemaat, kita memiliki unit pelayanan yang kita sebut Seksi Kesehatan (yang bersama-sama dengan Seksi Kemasyarakatan, Seksi Pendidikan, dan Seksi Diakoni Sosial berada dalam Dewan Diakonia). Sejauh ini yang pernah dilakukan adalah mengadakan pengobatan gratis. Meski kegiatan itu bersifat kuratip, kita tetap bersyukur juga. Kita tentunya dapat pula mengembangkan pelayanan di bidang ini dengan berbagai cara pula. Misalnya, tindakan yang bersifat preventip, mengadakan kegiatan gerak jalan massal atau membuat penyuluhan tentang pola hidup sehat atau tentang penyuluhan tentang gizi. Namun yang utama bukanlah: asalkan ada program, sudah cukuplah!
Kita hendak meraih sesuatu yang lebih dari sekadar membuat program di lingkungan Seksi Kesehatan. Kita, misalnya, ingin membuat pola hidup sehat sebagai bagian dari gaya hidup sebagaimana panggilan untuk ikut serta dalam pelayanan penyembuhan dunia merupakan bagian dari Misi Agung Sang Tabib!
Hidup yang sehat adalah anugerah Allah! Mari kita sambut dan pelihara!
(Penulis adalah Pdt. Maurixon Silitonga, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar