Selasa, 17 November 2009

ARTIKEL: SINAMOT, RELEVENKAH DENGAN IMAN KRISTEN?

Pengertian Sinamot atau tuhor (uang mahar pernikahan) sebagian orang berpendapat itu suatu transaksi dari pihak Laki-laki kepada pihak perempuan tetapi harus diartikan sebagai biaya (cost) yang diperlukan untuk menciptakan sukacita bersama dalam mewujudkan suatu pesta pernikahan, dan sampai saat ini masih berlangsung bagi kalangan orang Batak bahkan juga suku lainpun masih berlaku juga hal demikian dalam meminang seorang putrinya yang sedang dilamar untuk menuju kepelaminan seperti bagi etnis Jawa Asok tukon (Asok=setor, kayak:arisan, Tukon=uang beli, kata dasar tuku=beli) ((baca: marhata Sinamot)).
Bagi etnis Batak pelaksanaan yang Marhata Sinamot Artinya: Pihak kerabat pria (dalam jumlah yang terbatas) datang bermufakat pada rumah kerabat wanita untuk membicarakan marhata sinamot, membicarakan masalah uang jujur (tuhor) kepada pihak perempuan, sebelum menerima pemberkatan pernikahan. Kesan penulis seolah-olah pihak laki-laki mau membeli si-perempuan itu dan boleh saja pihak lelaki memperlakukan semena-mena, seolah-olah sudah menjadi hak sepenuhnya, namun yang harus kita ingat bukan semata-mata hanya itu tetapi kita menunjukkan kasih sayang yang mendalam yang akan dibuktikan dalam suasana kedua bela pihak. Disanalah dibicarakan secara mendetiil rancangan pesta pernikahan yang akan disepakati bersama. Tetapi jika penulis mengamati ada beberapa kejadian dikalangan etnis Batak baik orang miskin dan kaya, baik Awam atau Rohaniawan tidak terlaksana pernikahannya karena dilatarbelakangi uang sinamotnya yang tidak dengan banyak jumlahnya (dang godang sinamotna manang tuhorna), tidak terpenuhi sesuai dengan target (keinginan) yang diharapkan oleh pihak Perempuan. Bahayanya seolah sinamotlah ukuran segala-galanya sehingga bisa terhambat sesuatu pernikahan gara-gara tidak dengan jumlah uang besar. Maka akibatnya nanti angkatan muda akan bisa lari mencari dan memilih gadis dan pria dari suku-suku yang lain gara-gara sinamot yang tidak bisa dibayarnya, mungkin karena alasan ekonomi, sikon yang terjadi, dll. Tetapi ke depan bagaimana membangun kehidupan rumah tangga mereka agar menjadi rumah tangga yang saling mengasihi dan takut akan Tuhan serta teladan dalam masyarakat banyak ini sebenarnya yang menajadi prioritas kita bersama.
Menyimak pengalaman nyata Abraham berkaitan dengan konteks sinamot bahwa pada masa Abraham menyuruh Eliezer-pembantunya untuk meminang seorang perempuan ke Mesopotamia ternyata disana Eliezer sudah membawa membawa unta, membawa berbagai-bagai barang, dan sarana yang dibawanya itulah dapat menemukan Ribka untuk menjadi istri Ishak semuanya itu dapat dilaksanakan karena sudah penuh doa dan mendengar petunjuk Tuhan juga. Kesimpulannya adalah disaat dia mau menuruti perintah bahwa Tuhan sudah menyediakan istri Ishak, pembantunya dapat melakukan itu tentu tidak lepas mengandalkan kekuatan Tuhan, setelah perempuan itu memberi minum unta-untanya lalu Elieser mengambil dan mengeluarkan anting-anting emas yang setengah syikal beratnya, dan sepasang gelang tangan yang sepuluh syikal beratnya dan dipasangkan kepada Ribka (Kejadian 24 22 ff). Memang tidak dijelaskan secara eksplisit bahwa itulah uang maharnya (sinamotnya) tetapi secara implisit dapat kita katakan bahwa benar-benar dengan adanya pemberian itu membuatnya sangat bersukacaita dan bersyukur kepada Tuhan dan melaporkan keadaan itu kepada orangtuanya. Ribka terhadap permintaan Eliezer hambanya Abraham. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa itu sudah merupakan rencana Tuhan bagi kehidupan Ribka menjadi istri Ishak. Penulis mengatakan bahwa uang mahar (sinamot) sudah ada sejak dulu tetapi ada banyak bentuk yang dilakukan mereka masing-masing sesuai dengan kebiasaan mereka yang berlangsung sampai menuju ke jenjang pernikahan (baca: pesta adat).
Dalam kajian yang dituliskan oleh Pdt. Daniel T.A. Harahap Dahulu yang disebut adat Batak adalah segala sesuatu konsep, nilai, ide, hasil karya dan kegiatan orang Batak (menanam padi, membangun rumah, membuka kampung baru, berperang, mengikat perjanjian antar marga dll). Dalam perkembangan terakhir makna adat telah mengalami proses depolitisasi dan domestikasi. Kini adat Batak direduksi atau diminimalisasi menjadi sekedar ritus domestik (rumah tangga): ritus pernikahan, kelahiran dan kematian. Apa akibatnya? Peranan dalihan na tolu menjadi sangat dominan atau menonjol walaupun pada prakteknya kurang berpengaruh kepada kehidupan ekonomi dan politik komunitas Kristen-Batak itu sendiri. Sebab itu tantangan bagi kita sekarang adalah mencari dan menemukan hakikat atau esensi adat Batak itu sendiri agar tidak larut dan hanyut dalam ritus atau seremoni konsumtif belaka.
Memang pada saat sekarang ini dalam setiap pelaksanaan namarhata sinamot seringkali terjadi ketegangan, perbedaan pendapat walaupun jarang yang menimbulkan konflik, (jarang bukan berarti tidak pernah). Kenapa hal ini bisa terjadi? Banyak hal yang dapat menimbulkannya antara lain, kemajemukan, asal dan etnis dalam suatu daerah, defusi marhata sinamot yaitu misalnya karena perkawinan berlainan suku, pengaruh era globalisasi dan lain-lain. Untuk menghindarkan ketegangan dan beda pendapat kita harus mengetahui dan semufakat bahagian dilaksanakan dalam namarhata sinamamot; Pertama: saling menerima. Kedua: jangan memaksakan kehendak. Ketiga: harus diikat persaudarahan yang sedang dibangun. Keempat: bukan uang segala-galanya tetapi harapan kita bagi mereka bagaimana agar rencana pernikahan mereka dapat mewujudkan kedamaian dalam hidup rumahtangga mereka. Ingat: Adat adalah aturan yang ditetapkan oleh Tuhan Pencipta, yang harus dituruti sepanjang hari dan tampak dalam kehidupan (Simanjuntak, 1966) betul! tetapi dalam membentuk suatu rumah tangga harus dapat menunjukkan pengorbanan dalam berbagai hal. Selalu mengutamakan permufakatan untuk mencari solusi yang terbaik demi terwujudnya suatu rumah tangga yang saling mengasihi. Selalu ditonjolkan seperti ungkapan falsafah Batak yang di bawah ini:
Aek godang tu aek laut
Dos ni roha do sibahen na saut, artinya
Kesamaan pendapat untuk jadi dilaksanakan
Nangkok si puti tuat si deak
a i na ummuli ima tapareak, artinya
Sesuatu yang lebih baik itulah yang dilaksanakan

Sikap Gereja
Ada juga kemungkinan kelompok yang menolak jika dilaksanakan namarhata sinamot dalam menuju kejenjang pernikahan ini adalah sebahagian dari kelompok agama Kristen sekte kharismatik dan juga kelompok agama Kristen Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA) dan mungkin individu-individu pada gereja suku yang menolak pelaksanaannya. Menurut kelompok ini kesan mereka seolah-olah karena diukur uang maharnya mereka melangsungkan pernikahan itu bukan lagi karena hidup saling mengasihi. Oleh karena itu sinamot itu bukan hanya sebagai transaksi (tawar menawar) dengan menghargai dengan sejumlah materi atau suatu aktivitas sosial yang berdiri sendiri tetapi terkait dengan suatu penghargaan terhadap mereka dan diwujudkan dengan bentuk pemberian semata.
Gereja HKBP memiliki anggota yang mayoritas Batak (minimal sampai saat ini). Anggota HKBP karena itu juga dalam hidupnya menerima pelaksanaan namarhata sinamot dan nilai sinamot itu sebagai wujud tanda kasih dan kebersamaan untuk menuju suatu tahap pernikahan. Gereja HKBP menerima prinsip sinamot dan menurut penulis masih relevan dalam segi iman Kristen, karena disanalah dibuktikan harus dihargai keluarga pihak perempuan dengan perkataan dan perbuatan. Seperti yang kita tahu bahwa iman itu harus disertai perbuatan. Iman tanpa perbuatan adalah buta (tidak ada apa-apanya). Tetapi yang menjadi PR (Pekerjaan Rumah) kita bersama adalah janganlah gara-gara sinamot dengan jumlah besar tidak jadi pernikahan mereka. Jika itu mungkin ”sekedar” sesuai dengan kemampuan mereka harus disyukuri masing-masing dan diterima apa adanya. Disaat dua sejoli sudah saling memadu dan saling mencintai, disinilah posisi dan peranan pihak keluarga membantu agar terwujud dengan baik rencana pernikahan mereka.

Penutup
“Seandainya” ada sisi negatif dari pelaksanaan sinamot tetapi masih lebih banyak sisi positifnya. Oleh karena itulah masih banyak (mayoritas) etnis Batak Toba membuat adanya dulu sinamot disaat mau menikahkan putrinya. Sinamot yang dilaksanakan pada saat sekarang adalah berlandaskan kepada ajaran agama yang diterangi oleh Firman Tuhan. Dengan demikian sinamot merupakan media perwujudnyataan “kasih” seperti yang diajarkan oleh Tuhan Allah. Sesudah agama Kristen dianut mayoritas etnis Batak Toba. Mari beriman dan berbuat. Sinamot adalah media untuk menunjukkan kasih kepada pihak perempuan, dan pengorbanan akan ada jika sudah saling mengasihi. Sinamot bukan segala-galanya tetapi cinta kasih dari Tuhan itulah yang utama dan terutama. Siapapun jangan takut mangoli/muli termasuk penulis he...he..nyidir nieh.... karena sinamot/uang/tuhor semua bisa diatur dalam permufakatan bersama, disana yang sangat penting bagaimana kasih pengorbanan Tuhan yang sedang kita nyatakan bersama baik sekarang dan ke depan terhadap orang lain. Mari kita mulai sekarang juga. Horas. Maulite.

(Penulis adalah Pdt. Haposan Sianturi, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi November 2008)

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Berurusan dengan pernikahan pasti berbicara tentang sinamot/mahar. Masalahnya calon istri saya tuh pendidikan S3 pekerjaannya bagus juga, dari keluarga yang berada/kelas tinggi pula. Mau berapa ratus juta atau milyar kali ya sinamot/maharnya. Pusing mikirkan pernikahan, tapi sudah terlanjur memberi harapan kepada anak gadis orang, mau gak mau harus dijalani, kenapa sih sinamot/mahar sampai ratusan juta mengikuti pendidikan & taraf hidup ^^

ginsal mengatakan...

Masih banyak perempuan yg bisa dipinang tanpa diukur oleh uang ..mengapa harus kita pakasakan klo itu membuat kita terlilit utang