Kamis, 24 September 2009

ARTIKEL: BEDA PENDAPAT, BAGAIMANA SIKAPKU?

Tentu kita masih ingat berita di televisi yang menyiarkan peristiwa bertengkarnya para wakil rakyat saat mereka mengadakan rapat. Pertengkaran tersebut bahkan membuat kita terpana dan dalam hati kita berkata “Kok bisa ya?” atau kita berkomentar “Aduh, bikin malu aja nih.” Komentar tersebut tercetus karena kita mengira sebagai wakil rakyat yang kebanyakan berasal dari kaum intelektual pastinya mereka akan memberikan teladan bagi seluruh rakyat tentang bagaimana sikap yang yang harus dilakukan saat mengambil keputusan secara bersama-sama.
Sebenarnya kasus pertengkaran yang dialami oleh para wakil rakyat tersebut pasti pernah kita alami, hanya tidak terekspos karena kita memang bukan dari golongan pemerintahan atau public figure. Pertengkaran dapat terjadi dalam keluarga, dalam lingkungan kerja, dalam bertetangga atau bermasyarakat dan juga dalam suatu organisasi. Pertengkaran juga tidak mengenal usia dan generasi.
Pemicu pertengkaran itu sendiri adalah perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat tidak dapat dihindari karena sebagai makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan orang lain, kemungkinan terjadinya perbedaan pendapat atau friksi akan selalu ada, hanya saja sebagai anak Tuhan kita harus menyikapinya dengan bijak.

I. Mengapa Berbeda Pendapat?
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena manusia diberikan kelebihan dibanding ciptaan Tuhan lainnya. Selain akal budi yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya, manusia juga diberikan kebebasan dalam menentukan pilihannya.
Kebebasan dan akal budi yang dikaruniakan Tuhan membuat tiap individu manusia memiliki hak asasi untuk mengeluarkan pendapat secara bebas berdasarkan akal budi yang menurutnya benar. Jadi kebebasan berfikir akan menentukan kebebasan berpendapat. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat karena tiap individu ingin menonjolkan pendapatnya.
Berikut ini faktor-faktor yang menentukan perbedaan pendapat :
1. Perbedaan Usia
Tidak dapat dipungkiri bila hubungan antara anak dan orang tua pasti pernah diwarnai dengan perbedaan pendapat. Orangtua merasa pendapatnya benar karena merasa lebih tua dan telah memiliki pengalaman yang lebih banyak, sedangkan sang anak merasa orangtuanya konservatif atau tidak mengikuti perkembangan zaman sehingga tidak mau mendukung keinginannya.
2. Perbedaan Latar Belakang Pendidikan
Latar belakang pendidikan umumnya menentukan cara berpikir dan cara seseorang dalam mengambil keputusan sehingga perbedaan latar belakang pendidikan juga menjadi salah satu faktor terjadinya perbedaan pendapat.
3. Perbedaan Kepentingan
Beberapa individu dengan kepentingan yang berbeda tentu saja akan memiliki pendapat yang berbeda. Faktor ini memiliki kecenderungan negatif karena pada umumnya tiap individu akan mempertahankan pendapatnya agar kepentingannya dapat terlaksana.
4. Perbedaan Tradisi atau Budaya
Norma dan tradisi yang berbeda-beda pada suatu wilayah dapat membuat seseorang memiliki cara pandang yang berbeda terhadap suatu masalah. Hal tersebut disebabkan norma dan tradisi yang ada telah menjadi pola pikir (mindsetting) orang yang berada di wilayah tersebut.

II. Bagaimana Mengatasi Beda Pendapat?
”Perbedaan itu warna kehidupan.” Slogan ini benar adanya karena berbeda pendapat bukanlah tanda permusuhan. Beda pendapat adalah wahana saling melengkapi. Kita butuh pendapat yang berbeda supaya wawasan kita bertambah, serta bisa mengukur pendapat kita benar atau tidaknya. Jadi berbeda pendapat adalah suatu hal yang wajar. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana sikap kita menghadapi perbedaan tersebut agar tidak menimbulkan api permusuhan sehingga tidak akan terjadi perpecahan.
Dalam suratnya Paulus sendiri juga pernah mengingatkan jemaat di Korintus agar seia sekata sehingga tidak terjadi perpecahan diantara mereka (I Kor 1:10). Negara kita yang tercinta ini pun menganjurkan seluruh rakyat agar mencapai kata mufakat saat mengambil keputusan daripada menggunakan cara pengambilan suara terbanyak
Dalam menghadapi perbedaan pendapat, kita harus dapat mengendalikan diri. Bukan hal yang mudah memang, bahkan seorang filsuf Cina bernama Lao Tsu pernah mengatakan ”Menundukkan orang lain membutuhkan tenaga. Menundukkan diri kita sendiri membutuhkan kekuatan.” Ternyata lebih mudah bagi kita untuk menundukkan orang lain daripada menundukkan diri sendiri.
Seperti yang telah kita ketahui, salah satu anugerah Tuhan kepada manusia adalah kesadaran diri (self awareness). Dengan adanya kesadaran diri ini membuat manusia mengetahui seluruh perasaan dan emosinya, salah satunya adalah kapan kita berada pada kondisi marah.
Hal ini berarti kita memiliki kekuatan untuk mengendalikan diri. Namun, seringkali kita lupa diri sehingga lepas kendali atas emosi, perasaan dan keberadaan diri kita. Oleh karena itu agar dapat mengendalikan dan menguasai diri, kita harus senantiasa membuka kesadaran diri kita dengan upaya memasuki alam bawah sadar.
Kalau kita tahu kita sedang marah, maka langkah berikutnya adalah mencoba mengelola amarah tersebut. Kunci mengelola amarah ada pada kemampuan untuk mengendalikan diri. Kemampuan ini disebut dengan kecerdasan emosi. Komponen kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali emosi diri, mengendalikan emosi diri dan memotivasi diri.
Mengalahkan dan mengendalikan diri sendiri bukanlah suatu peristiwa , tetapi sebuah kebiasaan dan kedisiplinan yang harus kita lakukan setiap hari. Artinya, butuh suatu proses dan waktu agar kita mampu mengendalikan diri setiap kali ada perbedaan pendapat.
Karena kita telah mengetahui bahwa untuk mengendalikan diri sulit untuk dilakukan maka kita harus memohon pimpinan Tuhan agar Roh KudusNya yang menjaga dan menyertai hati kita. Selain itu, kunci sukses dalam mengendalikan diri adalah kerendahan hati. Dengan kerendahan hati, kita akan selalu merasa orang lain lebih penting daripada kita serta kita akan menerima perbedaan apapun dengan pikiran yang positif dan lapang dada. Hal ini sudah ditekankan juga dalam Efesus 4:2 ”Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.”

III. Kesimpulan
Perbedaan pendapat sebagai suatu hal yang wajar harus dapat disikapi dengan bijak agar tidak terjadi perpecahan. Dengan kesadaran diri yang telah dianugerahkan Tuhan, dapat diketahui emosi dan perasaan kita. Jadi, sesungguhnya kita memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosi tersebut. Akan tetapi, mintalah pimpinan Tuhan agar diberikan kekuatan untuk mengendalikannya karena Tuhanlah yang memiliki hati dan hidup kita. Punya Dialah kita dan segala perkara dapat kita tanggung di dalam Dia.

(Penulis adalah Lusyana, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi September 2007)

Tidak ada komentar: