Komunikasi Itu Penting Banget!
Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Komunikasi penting untuk menyampaikan maksud, tujuan, atau informasi apapun kepada pihak lain baik lewat kata-kata maupun lewat gerakan tubuh (seperti yang biasa dilakukan oleh orang bisu). Sebelum saya menuliskan lebih lanjut mengenai pentingnya komunikasi ini, saya tertarik untuk membagikan cerita yang secara tidak sengaja saya baca dari salah satu situs rohani. Ini murni bukan cerita saya, saya hanya menulis kembali (lebih tepatnya meng-copy paste ) cerita dari situs tersebut untuk dibagikan kepada pembaca sekalian. Enjoy!
Dikisahkan, disebuh gedung pertemuan yang amat megah, seorang pejabat senior istana sedang menyelenggarakan pesta ulang tahun perkawinannya yang ke-50. Peringatan kawin emas itu ramai didatangi oleh tamu-tamu penting seperti para bangsawan, pejabat istana, pedagang besar serta seniman-seniman terpandang dari seluruh pelosok negeri. Bahkan kerabat serta kolega dari kerajaan-kerajaan tetangga juga hadir. Pesta ulang tahun perkawinan pun berlangsung dengan megah dan sangat meriah.
Setelah berbagai macam hiburan ditampilkan, sampailah pada puncak acara, yaitu jamuan makan malam yang sangat mewah. Sebelum menikmati kamuan tersebut, seluruh hadirin mengikuti prosesi penyerahan hidangan istimewa dari sang pejabat istana kepada istri tercinta. Hidangan itu tak lain adalah sepotong ikan emas yang diletakkan di sebuah piring besar yang mahal. Ikan emas itu dimasak langsung oleh koki kerajaan yang sangat terkenal.
“Hadirin sekalian, ikan emas ini bukanlah ikan yang mahal. Tetapi, inilah ikan kegemaran kami berdua, sejak kami menikah dan masih belum punya apa-apa, sampai kemudian di usia perkawinan kami yang ke-50 serta dengan segala keberhasilan ini. Ikan emas ini tetap menjadi simbol kedekatan, kemesraan, kehangatan, dan cinta kasih kami yang abadi,” kata sang pejabat senior dalam pidato singkatnya.
Lalu, tibalah detik-detik yang istimewa yang mana seluruh hadirin tampak khidmat menyimak prosesi tersebut. Pejabat senior istana mengambil piring, lalu memotong bagian kepala dan ekor ikan emas. Dengan senyum mesra dan penuh kelembutan, ia berikan piring berisikan potongan kepala dan ekor ikan emas tadi kepada isterinya. Ketika tangan sang isteri menerima piring itu, serentak hadirin bertepuk tangan dengan meriah sekali. Untuk beberapa saat, mereka tampak ikut terbawa oleh suasana romantis, penuh kebahagiaan, dan mengharukan tersebut.
Namun suasana tiba-tiba jadi hening dan senyap. Samar-samar terdengar isak tangis si isteri pejabat senior. Sesaat kemudian, isak tangis itu meledak dan memecah kesunyian gedung pesta. Para tamu yang ikut tertawa bahagia mendadak jadi diam menunggu apa gerangan yang bakal terjadi. Sang pejabat tampak kikuk dan kebingungan. Lalu ia mendekati isterinya dan bertanya “Mengapa engkau menangis, isteriku?”
Setelah tangisan reda, sang isteri menjelaskan “Suamiku…sudah 50 tahun usia pernikahan kita. Selama itu, aku telah dengan melayani dalam duka dan suka tanpa pernah mengeluh. Demi kasihku kepadamu, aku telah rela selalu makan kepala dan ekor ikan emas selama 50 tahun ini. Tapi sungguh tak kusangka, di hari istimewa ini engkau masih saja memberiku bagian yang sama. Ketahuilah suamiku, itulah bagian yang paling tidak aku sukai.” tutur sang isteri.
Pejabat senior terdiam dan terpana sesaat. Lalu dengan mata berkaca-kaca pula, ia berkata kepada isterinya,” Isteriku yang tercinta…50 tahun yang lalu saat aku masih miskin, kau bersedia menjadi isteriku. Aku sungguh-sungguh bahagia dan sangat mencintaimu. Sejak itu aku bersumpah pada diriku sendiri, bahwa seumur hidup aku akan bekerja keras, membahagiakanmu, membalas cinta kasih dan pengorbananmu.”
Sambil mengusap air matanya, pejabat senior itu melanjutkan, “Demi Tuhan, setiap makan ikan emas, bagian yang paling aku sukai adalah kepala dan ekornya. Tapi sejak kita menikah, aku rela menyantap bagian tubuh ikan emas itu. Semua kulakukan demi sumpahku untuk memberikan yang paling berharga buatmu.”
Sang pejabat terdiam sejenak, lalu ia melanjutkan lagi “Walaupun telah hidup bersama selama 50 tahun dan selalu saling mencintai, ternyata kita tidak cukup saling memahami. Maafkan saya, hingga detik ini belum tahu bagaimana cara membuatmu bahagia.” Akhirnya, sang pejabat memeluk isterinya dengan erat. Tamu-tamu terhormat pun tersentuh hatinya melihat keharuan tadi dan mereka kemudian bersulang untuk menghormati kedua pasangan tersebut.
Bagaimana pendapat anda? Cerita diatas menggelikan, mengharukan sekaligus mengesankan bukan? Tapi coba kita rimang-rimangi dan kita renungkan, jangan-jangan kita juga sering melakukan kesalahan yang sama seperti si Pejabat atau istrinya itu. Karena sudah dekat, kita merasa bisa membaca pikiran orang lain dan merasa bahwa orang lain mengerti kita seutuhnya tanpa mengkomunikasikan apa harapan, pergumulan, rasa marah, rasa jengkel, atau apapun yang jika dipendam-pendam sebenarnya justru melahirkan konflik. Itu sebabnya, dalam bidang apapun komunikasi itu sangat penting.
Pentingnya Komunikasi Dalam Pelayanan, Keluarga Dan Hubungan Lawan Jenis
Bagi kita kaum muda, pelayanan, keluarga maupun hubungan dengan lawan jenis adalah penting. Hanya mungkin prioritasnya yang berbeda-beda. Oleh karena itu ketiganya harus bisa sejalan dan saling mendukung. Seorang muda yang mulai melayani, baik di gereja, di kampus maupun di kantor harus bisa membagi waktu juga dengan keluarga maupun dengan pasangannya. Semuanya harus seimbang agar tidak ada sisi yang terlalu berat atau terlalu ringan sehingga terjadi ketimpangan.
Apa jadinya jika seorang muda, begitu aktif di pelayanan, namun tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan keluarganya? Bukankah ia bisa menjadi batu sandungan bagi orang lain yang melihatnya aktif dalam pelayanan? Saya pernah mendengar, bahwa jika ingin melayani bereskan dulu hubungan dengan yang di dalam, baru kita keluar. Jika hubungan kita dengan anggota keluarga masih kacau, mari kita perbaiki terlebih dahulu. Kita komunikasikan secara baik-baik apa yang menjadi pengacau hubungan kita, lalu kita perbaiki dan selesaikan. Begitu juga dengan pasangan. Jika pasangan tidak terlalu mendukung kita untuk aktif dalam pelayanan di gereja karena waktu malam minggu jadi tidak bisa digunakan untuk kencan misalnya, jangan buru-buru minta putus atau keluar dari pelayanan. Namun, coba komunikasikan (diskusikan) dan ajak pasangan untuk ikut dalam kegiatan pemuda/i yang ada di gereja. Siapa tahu pasangan anda tertarik?
Sekarang yang menjadi pertanyaan, bagaimanakah bentuk komunikasi yang baik? Sejujurnya, saya pribadi masih belajar dan terus belajar mengenai komunikasi yang baik dan benar dengan semua orang. Karena memang komunikasi itu bukanlah sekedar teori yang bisa dihapalkan, namun perlu dipraktekkan dan diperbaiki secara terus-menerus. Tapi setidaknya, saya akan coba bagikan apa yang pernah saya alami dan saya pelajari mengenai komunikasi yang baik.
1. Saling Menghargai
Rasa saling menghargai begitu penting dalam berkomunikasi dengan pihak lain. Coba lihat betapa kesal dan marahnya ayah/ibu ketika mereka menasihati kita, kita malah melawan dan memberi jawaban-jawaban (ngedumel). Bukannya mendengarkan dulu, baru melakukan pembelaan ketika mereka sudah selesai berbicara. Bandingkan ketika mereka menasihati kita, kita mendengarkan dengan mimik yang baik dan tidak melawan mereka.
2. Menjadi Pendengar yang baik
Mendengar sepertinya memang bukanlah kegiatan yang terlalu menyenangkan. Namun mendengar sangat penting ketika berkomunikasi dengan orang lain. Karena dengan mendengar kita belajar bersabar, belajar menumbuhkan rasa empati, bahkan secara tidak langsung ketika ada orang yang sedang sedih dan ingin berbagi cerita, dengan mendengarkannya kita sudah menghiburnya, tanpa harus berkata-kata.
Beberapa kali saya perhatikan dalam sekumpulan orang yang sedang berbicara-bicara (bedakan dengan ngegosip yah), misalnya ketika satu orang mencoba bercerita tentang pengalamannya yang luar biasa, yang lain akan nimbrung dengan cerita yang hampir sama, kemudian yang lain lagi akan mencoba memotong cerita temannya karena sudah tidak sabar menceritakan pengalaman yang sama atau lebih wah. Masing-masing orang ingin didengarkan. Sedikit sekali orang yang mau hanya sekedar mendengar dan memberikan apresiasi lebih kepada temannya yang pertama kali bercerita. Saya sendiri juga terkadang seperti itu, secara tidak langsung sudah membatasi diri untuk mendengar dan lebih sering ingin di dengar.
3. Empati
Empati atau kemampuan merasakan apa yang dirasakan pihak lain juga penting dalam komunikasi. Syarat utama dari sikap empati adalah kemampuan untuk mendengar dan mengerti orang lain, sebelum didengar dan dimengerti orang lain. Empati adalah suatu sikap yang bisa membantu kita untuk bisa menjadi pendengar yang baik.
Betapa plog-nya saya, ketika saya bercerita tentang nilai-nilai saya yang anjlok kepada teman saya, dia menghibur, menyemangati dan memeluk saya dan bukannya menghakimi saya dengan kalimat-kalimat negatif. Dalam hal ini teman saya itu sudah menanamkan sikap empati di dirinya.
4. Berbicara dengan baik dan jelas
Informasi yang jelas yang disampaikan lewat cara berbicara yang baik akan sangat membantu dalam berkomunikasi. Jika informasi yang disampaikan tidak jelas dan bisa bermakna ambigu, bisa menyebabkan salah paham, penyelesaian masalah yang salah atau bahkan keputusan yang salah.
5. Jujur
jujur merupakan sikap apa adanya, tidak berbohong, iklas dan tulus. Sikap ini sangat penting untuk dipupuk dalam komunikasi. Masih ingat cerita diatas kan? Mereka saling jujur setelah berpuluh-puluh tahun lamanya yang artinya, mereka memendam suatu perasaan tak enak satu sama lain selama bertahun-tahun. Oleh karena itu Jujurlah.
6. Sabar
Sabar adalah tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati). Ketika salah satu pihak sedang emosi, pihak lain sebaiknya diam dan mendengar. Jangan ikut tersulut emosi, karena orang emosi biasanya kata-katanya kurang terkontrol dan dikuasai daging. Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia (Efesus 4:29).
Komunikasi memang kita lakukan setiap hari, tapi sering kali juga kita tidak mampu untuk melakukannya dengan baik. Oleh karena itu kita perlu melatih diri setiap hari agar semakin hari semakin baik dalam berkomunikasi. Jika sedang bermasalah dengan orang tua, adik, atau kakak selesaikanlah dengan komunikasi yang baik. Berbicara dan jujurlah kepada mereka, namun tetap dengan perkataan yang lembut dan jelas. Jika orang tua kurang menyukai cara pelayanan kita, komunikasikan juga agar jelas apa yang membuat mereka tidak senang. Jangan-jangan orang tua kita merasa kurang diperhatikan.
Atau jika sang pacar sedang ngambek karena kurang perhatian, padahal kita sedang sibuk kuliah, kerja, membantu orangtua atau pelayanan, coba berikan pengertian. Tidak dengan emosi tapi dengan rasa empati, kesabaran dan kejujuran. Komunikasi dan hubungan yang baik dengan keluarga dan pasangan, akan sangat membantu kita untuk lebih baik lagi dalam melayani-Nya, baik dalam pelayanan di pekerjaan, kuliah, kerja ataupun lingkungan (sosial). Akhir kata, “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (Kolose 3:23)” God Bless Us..
Referensi:
http://www.klinikrohani.com/2009/01/50-tahun-salah-paham.html
(Penulis adalah Gloria Nathalina Limbong, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Februari 2010)
Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Komunikasi penting untuk menyampaikan maksud, tujuan, atau informasi apapun kepada pihak lain baik lewat kata-kata maupun lewat gerakan tubuh (seperti yang biasa dilakukan oleh orang bisu). Sebelum saya menuliskan lebih lanjut mengenai pentingnya komunikasi ini, saya tertarik untuk membagikan cerita yang secara tidak sengaja saya baca dari salah satu situs rohani. Ini murni bukan cerita saya, saya hanya menulis kembali (lebih tepatnya meng-copy paste ) cerita dari situs tersebut untuk dibagikan kepada pembaca sekalian. Enjoy!
Dikisahkan, disebuh gedung pertemuan yang amat megah, seorang pejabat senior istana sedang menyelenggarakan pesta ulang tahun perkawinannya yang ke-50. Peringatan kawin emas itu ramai didatangi oleh tamu-tamu penting seperti para bangsawan, pejabat istana, pedagang besar serta seniman-seniman terpandang dari seluruh pelosok negeri. Bahkan kerabat serta kolega dari kerajaan-kerajaan tetangga juga hadir. Pesta ulang tahun perkawinan pun berlangsung dengan megah dan sangat meriah.
Setelah berbagai macam hiburan ditampilkan, sampailah pada puncak acara, yaitu jamuan makan malam yang sangat mewah. Sebelum menikmati kamuan tersebut, seluruh hadirin mengikuti prosesi penyerahan hidangan istimewa dari sang pejabat istana kepada istri tercinta. Hidangan itu tak lain adalah sepotong ikan emas yang diletakkan di sebuah piring besar yang mahal. Ikan emas itu dimasak langsung oleh koki kerajaan yang sangat terkenal.
“Hadirin sekalian, ikan emas ini bukanlah ikan yang mahal. Tetapi, inilah ikan kegemaran kami berdua, sejak kami menikah dan masih belum punya apa-apa, sampai kemudian di usia perkawinan kami yang ke-50 serta dengan segala keberhasilan ini. Ikan emas ini tetap menjadi simbol kedekatan, kemesraan, kehangatan, dan cinta kasih kami yang abadi,” kata sang pejabat senior dalam pidato singkatnya.
Lalu, tibalah detik-detik yang istimewa yang mana seluruh hadirin tampak khidmat menyimak prosesi tersebut. Pejabat senior istana mengambil piring, lalu memotong bagian kepala dan ekor ikan emas. Dengan senyum mesra dan penuh kelembutan, ia berikan piring berisikan potongan kepala dan ekor ikan emas tadi kepada isterinya. Ketika tangan sang isteri menerima piring itu, serentak hadirin bertepuk tangan dengan meriah sekali. Untuk beberapa saat, mereka tampak ikut terbawa oleh suasana romantis, penuh kebahagiaan, dan mengharukan tersebut.
Namun suasana tiba-tiba jadi hening dan senyap. Samar-samar terdengar isak tangis si isteri pejabat senior. Sesaat kemudian, isak tangis itu meledak dan memecah kesunyian gedung pesta. Para tamu yang ikut tertawa bahagia mendadak jadi diam menunggu apa gerangan yang bakal terjadi. Sang pejabat tampak kikuk dan kebingungan. Lalu ia mendekati isterinya dan bertanya “Mengapa engkau menangis, isteriku?”
Setelah tangisan reda, sang isteri menjelaskan “Suamiku…sudah 50 tahun usia pernikahan kita. Selama itu, aku telah dengan melayani dalam duka dan suka tanpa pernah mengeluh. Demi kasihku kepadamu, aku telah rela selalu makan kepala dan ekor ikan emas selama 50 tahun ini. Tapi sungguh tak kusangka, di hari istimewa ini engkau masih saja memberiku bagian yang sama. Ketahuilah suamiku, itulah bagian yang paling tidak aku sukai.” tutur sang isteri.
Pejabat senior terdiam dan terpana sesaat. Lalu dengan mata berkaca-kaca pula, ia berkata kepada isterinya,” Isteriku yang tercinta…50 tahun yang lalu saat aku masih miskin, kau bersedia menjadi isteriku. Aku sungguh-sungguh bahagia dan sangat mencintaimu. Sejak itu aku bersumpah pada diriku sendiri, bahwa seumur hidup aku akan bekerja keras, membahagiakanmu, membalas cinta kasih dan pengorbananmu.”
Sambil mengusap air matanya, pejabat senior itu melanjutkan, “Demi Tuhan, setiap makan ikan emas, bagian yang paling aku sukai adalah kepala dan ekornya. Tapi sejak kita menikah, aku rela menyantap bagian tubuh ikan emas itu. Semua kulakukan demi sumpahku untuk memberikan yang paling berharga buatmu.”
Sang pejabat terdiam sejenak, lalu ia melanjutkan lagi “Walaupun telah hidup bersama selama 50 tahun dan selalu saling mencintai, ternyata kita tidak cukup saling memahami. Maafkan saya, hingga detik ini belum tahu bagaimana cara membuatmu bahagia.” Akhirnya, sang pejabat memeluk isterinya dengan erat. Tamu-tamu terhormat pun tersentuh hatinya melihat keharuan tadi dan mereka kemudian bersulang untuk menghormati kedua pasangan tersebut.
Bagaimana pendapat anda? Cerita diatas menggelikan, mengharukan sekaligus mengesankan bukan? Tapi coba kita rimang-rimangi dan kita renungkan, jangan-jangan kita juga sering melakukan kesalahan yang sama seperti si Pejabat atau istrinya itu. Karena sudah dekat, kita merasa bisa membaca pikiran orang lain dan merasa bahwa orang lain mengerti kita seutuhnya tanpa mengkomunikasikan apa harapan, pergumulan, rasa marah, rasa jengkel, atau apapun yang jika dipendam-pendam sebenarnya justru melahirkan konflik. Itu sebabnya, dalam bidang apapun komunikasi itu sangat penting.
Pentingnya Komunikasi Dalam Pelayanan, Keluarga Dan Hubungan Lawan Jenis
Bagi kita kaum muda, pelayanan, keluarga maupun hubungan dengan lawan jenis adalah penting. Hanya mungkin prioritasnya yang berbeda-beda. Oleh karena itu ketiganya harus bisa sejalan dan saling mendukung. Seorang muda yang mulai melayani, baik di gereja, di kampus maupun di kantor harus bisa membagi waktu juga dengan keluarga maupun dengan pasangannya. Semuanya harus seimbang agar tidak ada sisi yang terlalu berat atau terlalu ringan sehingga terjadi ketimpangan.
Apa jadinya jika seorang muda, begitu aktif di pelayanan, namun tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan keluarganya? Bukankah ia bisa menjadi batu sandungan bagi orang lain yang melihatnya aktif dalam pelayanan? Saya pernah mendengar, bahwa jika ingin melayani bereskan dulu hubungan dengan yang di dalam, baru kita keluar. Jika hubungan kita dengan anggota keluarga masih kacau, mari kita perbaiki terlebih dahulu. Kita komunikasikan secara baik-baik apa yang menjadi pengacau hubungan kita, lalu kita perbaiki dan selesaikan. Begitu juga dengan pasangan. Jika pasangan tidak terlalu mendukung kita untuk aktif dalam pelayanan di gereja karena waktu malam minggu jadi tidak bisa digunakan untuk kencan misalnya, jangan buru-buru minta putus atau keluar dari pelayanan. Namun, coba komunikasikan (diskusikan) dan ajak pasangan untuk ikut dalam kegiatan pemuda/i yang ada di gereja. Siapa tahu pasangan anda tertarik?
Sekarang yang menjadi pertanyaan, bagaimanakah bentuk komunikasi yang baik? Sejujurnya, saya pribadi masih belajar dan terus belajar mengenai komunikasi yang baik dan benar dengan semua orang. Karena memang komunikasi itu bukanlah sekedar teori yang bisa dihapalkan, namun perlu dipraktekkan dan diperbaiki secara terus-menerus. Tapi setidaknya, saya akan coba bagikan apa yang pernah saya alami dan saya pelajari mengenai komunikasi yang baik.
1. Saling Menghargai
Rasa saling menghargai begitu penting dalam berkomunikasi dengan pihak lain. Coba lihat betapa kesal dan marahnya ayah/ibu ketika mereka menasihati kita, kita malah melawan dan memberi jawaban-jawaban (ngedumel). Bukannya mendengarkan dulu, baru melakukan pembelaan ketika mereka sudah selesai berbicara. Bandingkan ketika mereka menasihati kita, kita mendengarkan dengan mimik yang baik dan tidak melawan mereka.
2. Menjadi Pendengar yang baik
Mendengar sepertinya memang bukanlah kegiatan yang terlalu menyenangkan. Namun mendengar sangat penting ketika berkomunikasi dengan orang lain. Karena dengan mendengar kita belajar bersabar, belajar menumbuhkan rasa empati, bahkan secara tidak langsung ketika ada orang yang sedang sedih dan ingin berbagi cerita, dengan mendengarkannya kita sudah menghiburnya, tanpa harus berkata-kata.
Beberapa kali saya perhatikan dalam sekumpulan orang yang sedang berbicara-bicara (bedakan dengan ngegosip yah), misalnya ketika satu orang mencoba bercerita tentang pengalamannya yang luar biasa, yang lain akan nimbrung dengan cerita yang hampir sama, kemudian yang lain lagi akan mencoba memotong cerita temannya karena sudah tidak sabar menceritakan pengalaman yang sama atau lebih wah. Masing-masing orang ingin didengarkan. Sedikit sekali orang yang mau hanya sekedar mendengar dan memberikan apresiasi lebih kepada temannya yang pertama kali bercerita. Saya sendiri juga terkadang seperti itu, secara tidak langsung sudah membatasi diri untuk mendengar dan lebih sering ingin di dengar.
3. Empati
Empati atau kemampuan merasakan apa yang dirasakan pihak lain juga penting dalam komunikasi. Syarat utama dari sikap empati adalah kemampuan untuk mendengar dan mengerti orang lain, sebelum didengar dan dimengerti orang lain. Empati adalah suatu sikap yang bisa membantu kita untuk bisa menjadi pendengar yang baik.
Betapa plog-nya saya, ketika saya bercerita tentang nilai-nilai saya yang anjlok kepada teman saya, dia menghibur, menyemangati dan memeluk saya dan bukannya menghakimi saya dengan kalimat-kalimat negatif. Dalam hal ini teman saya itu sudah menanamkan sikap empati di dirinya.
4. Berbicara dengan baik dan jelas
Informasi yang jelas yang disampaikan lewat cara berbicara yang baik akan sangat membantu dalam berkomunikasi. Jika informasi yang disampaikan tidak jelas dan bisa bermakna ambigu, bisa menyebabkan salah paham, penyelesaian masalah yang salah atau bahkan keputusan yang salah.
5. Jujur
jujur merupakan sikap apa adanya, tidak berbohong, iklas dan tulus. Sikap ini sangat penting untuk dipupuk dalam komunikasi. Masih ingat cerita diatas kan? Mereka saling jujur setelah berpuluh-puluh tahun lamanya yang artinya, mereka memendam suatu perasaan tak enak satu sama lain selama bertahun-tahun. Oleh karena itu Jujurlah.
6. Sabar
Sabar adalah tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati). Ketika salah satu pihak sedang emosi, pihak lain sebaiknya diam dan mendengar. Jangan ikut tersulut emosi, karena orang emosi biasanya kata-katanya kurang terkontrol dan dikuasai daging. Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia (Efesus 4:29).
Komunikasi memang kita lakukan setiap hari, tapi sering kali juga kita tidak mampu untuk melakukannya dengan baik. Oleh karena itu kita perlu melatih diri setiap hari agar semakin hari semakin baik dalam berkomunikasi. Jika sedang bermasalah dengan orang tua, adik, atau kakak selesaikanlah dengan komunikasi yang baik. Berbicara dan jujurlah kepada mereka, namun tetap dengan perkataan yang lembut dan jelas. Jika orang tua kurang menyukai cara pelayanan kita, komunikasikan juga agar jelas apa yang membuat mereka tidak senang. Jangan-jangan orang tua kita merasa kurang diperhatikan.
Atau jika sang pacar sedang ngambek karena kurang perhatian, padahal kita sedang sibuk kuliah, kerja, membantu orangtua atau pelayanan, coba berikan pengertian. Tidak dengan emosi tapi dengan rasa empati, kesabaran dan kejujuran. Komunikasi dan hubungan yang baik dengan keluarga dan pasangan, akan sangat membantu kita untuk lebih baik lagi dalam melayani-Nya, baik dalam pelayanan di pekerjaan, kuliah, kerja ataupun lingkungan (sosial). Akhir kata, “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (Kolose 3:23)” God Bless Us..
Referensi:
http://www.klinikrohani.com/2009/01/50-tahun-salah-paham.html
(Penulis adalah Gloria Nathalina Limbong, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Februari 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar