Sebenarnya tak ada yang cukup istimewa dalam hal mengelola keuangan, hampir semua orang -wanita maupun pria- pasti mampu mengelola keuangan. Karena mereka juga mengelola keuangan masing-masing, mungkin yang berbeda adalah tanggung jawab yang lebih berat dipikul oleh seorang bendahara.
Menjadi bendahara sebuah organisasi sudah saya alami beberapa tahun sebelumnya, yaitu pada persekutuan kampus tahun 2001-2003. Keadaan yang saya alami di kampus dan di gereja tak jauh berbeda. Suka yang saya alami lebih sedikit dibandingkan duka yang ada. Sukanya yah mungkin tugas saya lebih sedikit dibandingkan teman-teman yang lainnya (padahal gak juga sih). Nah dukanya adalah ketika saya harus mencari sumber "mata pencaharian". Jujur saja hal itu lebih sulit dibandingkan hal-hal lain yang berhubungan dengan kegiatan pelayanan, karena aslinya saya orangnya 'tidak enak-an', jadi saya paling gak enak kalau beberapa kali di tolak orang trus masih harus datang lagi ke orang itu, bukan karena saya kesal terhadap orang itu tapi saya orangnya gak enak-an ama orang itu. Tapi hal ini tidak terlalu menganggu saya saat masih menjadi bendahara di kampus karena sumber keuangannya sudah lebih pasti dibandingkan di NHS.
Misalkan saja untuk semua dana kegiatan kecil seperti kebaktian, persekutuan doa masuk ke dalam anggaran per semester yang kami ajukan ke senat. Dan pasti nilai yang kami ajukan, delapan puluh persennya pasti kami peroleh. Nah dana itu beda lagi dengan dana Program-program besar atau hal-hal yang insindentil seperti adanya undangan retreat dari perkantas, pasti kami peroleh lebih dari lima puluh persen dari yang kami ajukan. Saya ingat sekali dana-dana itu dibagi menjadi tiga. Dana Paket A untuk kegiatan rutin, Dana Paket B untuk kegiatan besar yang juga rutin dan Dana Paket C untuk hal-hal yang insidentil. Memang saya sungguh beruntung menjadi Bendahara yang sumber keuangannya sudah diatur secara profesioanal. Apalagi kami punya alumni-alumni yang setia memberikan persembahan kasihnya tiap bulan, untuk menanggulangi pengeluaran-pengeluaran yang lain seperti menutupi kekurangan biaya 50% dari kegiatan luar tadi. Yang paling berat adalah kebalikan dengan di Naposobulung HKBP Semper ("NHS"), panitia kegiatan besar selalu kekurangan dana. Disitulah keuangan yang cukup baik untuk kegiatan rutin terkuras untuk kegiatan besar. Selain itu yah paling tugas saya adalah mengepres pengeluaran-penegeluaran per seksi biar tidak terlalu bengkak, dan terlalu manja karena semuanya selalu disetujui.
Nah hal ini sangat berbeda dengan di NHS, sumber keuangan dari gereja menurut saya terlalu kecil, apalagi sering sekali kita mendapat surat dari pihak ketiga yang memaksa saya untuk mengesampingkan pengeluaran harian yang seharusnya saya penuhi. Apalagi keadaan sekarang teman-teman kita diluar pengurus yang sudah tidak aktif lagi sepertinya sudah enggan memberikan persembahan kasihnya kepada pengurus. Untuk bergabung dengan kita saja sudah enggan apalagi memberikan persembahan kasihnya (kok bisa yah ini terjadi), mereka lebih bisa memberikan pada acara-acara besar yang biasanya lebih terlihat kegunaannya dan waktunya yang temporer. Yah wajar saja kalau saya hanya bisa berharap pada pengurus dan surplus kepanitian. Nah ini duka yang berikutnya karena saya harus menelan ludah pahit dikarenakan pengurus tidak mendukung hal ini, mungkin mereka berpikir kalau mereka sudah lelah tenaga tapi juga harus meluangkan keuangannya (ini hanya asumsi tanpa bukti). Yah tapi satu yang mereka tidak pikirkan bahwa keadaan sekarang berbeda dengan keadaan dulu. Dulu kakak-kakak kita masih memberikan perhatian kepada naposobulung tapi kini mereka lebih fokus kepada hal-hal lain (bukan pernikahan loh). Hal inilah yang sering membuat saya kesal dan menangis, bahkan kalau saya pada titik kekesalan saya berkata pada diri saya sendiri 'ugh kalau saya sudah bekerja, saya gak akan meminta kepada mereka'. Memang kedengarannya tidak baik tapi yah ini karena kekesalan yang menumpuk. Sampai saat ini yang dengan sukacita dan rajin memberikan perhatiannya kepada keuangan kita adalah kalau pengurusnya A dan B, kedua orang ini tidak perlu diminta tapi selalu ingat memberikan. Sementara pengurus yang lain harus diminta udah gitu masih aja ditolak (bingung gue 20 rb sebulan aja kok susah). Diluar pengurus hanya C dan D, sisanya ehm gak bisa diharapkan, apalagi yang namanya E dan F..
Nah udah berapa tuh dukanya, lalu yang berikutnya adalah kalau ada teman yang masih curiga dengan keuangan yang saya kelola, jelas-jelas setiap bulannya selalu ada laporan keuangan yang muncul pada mading, kok masih curiga yah (busyet). Itu juga saya alami di kepengurusan kampus, karena keuangan yang saya kelola selalu jutaan rupiah (sementara pada NHS, tak pernah lebih dari angka ratusan ribu rupiah, bahkan defisit) dan tak ada sarana seperti mading untuk melihat laporan keuangan paling hanya pada rapat pleno.
Itu tadi sekedar curahan hati saya yang hingga saat ini menjadi duka saya setiap hari. Lalu sekarang kita beralih kepada laporan keuangan. Bagaimana menyusun laporan keuangan? Beruntung peraturan di Indonesia telah mengatur dengan jelas apa dan bagaimana laporan sebuah organisasi nirlaba (tidak mencari laba), dalam hal ini gereja juga termasuk.
Standart Akuntansi Keuangan (SAK) adalah standart laporan keuangan di Indonesia. Standart ini dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) yang telah berdiri dan diakui keberadaannya di Indonesia sejak tahun 1957. Tujuan standart-standart ini di buat adalah untuk menyeragamkan laporan keuangan yang ada di Indonesia Sehingga memudahkan pihak intern dalam hal ini pembuat laporan karena mereka mempunyai acuan dan juga memudahkan pihak ketiga (pemegang saham, khalayak umum) untuk mengerti membaca sebuah laporan keuangan. Mengapa ini penting bagi pihak ketiga? Karena dari laporan keuangan kita dapat mengetahui keadaan perusahaan. Dapat menilai kinerja manager yang akhirnya menentukan apakah perusahaan tersebut dapat bertahan.
Mengenai laporan keuangan organisasi nirlaba diatur dalam standarnya yang ke 45 dari 55 standart yang ada. PSAK no 45 tentang laporan keuangan organisasi nirlaba baru ada setelah standart yang baru diterbitkan yaitu sejak tahun 1999. Jadi hingga tahun 1999 tidak acuan yang jelas mengenai laporan keuangan organisasi nirlaba. Hal-hal berikut masih baru dan masih banyak orang yang belum mengenalnya.
Seperti yang kita ketahui organisasi nirlaba adalah organisasi yang bergerak dibidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mencari laba. Sehingga sebuah organisasi dikatakan nirlaba harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. bergerak dibidang sosial, keagamaan dan kemanusian;
2. sumber daya entitas (modal) berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan pembayaran kembali (laba);
3. menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba;
4. tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis.
Laporan keuangan organisasi bisnis terdiri atas: neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan ekuitas pemilik dan catatan atas laporan keuangan.
Neraca adalah daftar yang menggambarkan aktiva (harta kekayaan), kewajiban dan modal yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat tertentu (akhir tahun). Laporan Laba Rugi adalah suatu ikhtisar pendapatan dan pengeluaran/beban dari suatu entitas pada suatu jangka tertentu.
Laporan Ekuitas Pemilik menyajikan ikhtisar perubahan yang terjadi dalam ekuitas pemilik pada suatu entitas untuk suatu jangka waktu tertentu.
Laporan arus kas menggambarkan jumlah kas masuk -penerimaan kas dan jumlah kas keluar -pembayaran atau pengeluaran kas dalam suatu periode tertentu.
Catatan atas laporan keuangan adalah catatan-catatan yang menyertai semua laporan keuangan diatas.
Sementara pada laporan keuangan organisasi nirlaba terdiri atas laporan posisi keuangan. laporan aktivitas, laporan arus kas, serta catatan atas laporan keuangan. Laporan Posisi Keuangan adalah seperti neraca yang menyajikan daftar aktiva, kewajiban dan aktiva bersih. Namun pada organisasi nirlaba tidak dikenal akun modal karena organisasi nirlaba tidak mempunyai pemilik. Sumbangan yang masuk diakui sebagai aktiva bersih. Laporan aktivitas adalah laporan yang menggambarkan bagaiamana aktiva bersih didapat dan bagaimana mengelolanya.
Laporan arus kas pengertiannya sama dengan laporan pada organisasi bisnis. Begitu juga untuk catatan atas laporan keuangan.
Saya dapat mengerti jika anda tidak bisa dengan mudah memahami hal-hal diatas karena saya pun harus berkuliah lima tahun baru dapat memahaminya dengan jelas. Dan rasanya juga sulit saya jabarkan lebih lanjut karena hanya akan memaksa saya membuat SKRIPSI ke Dua tapi anda tidak mengerti. Jadi sebaiknya anda bergelut dulu dengan masalah-masalah akuntansi.
Lalu pertanyaan berikutnya apakah mungkin saya melakukannya? Laporan keuangan adalah laporan formal tentang keuangan yang diterbitkan setiap akhir periode (tahun). Jika saya harus melaporkan seperti acuan yang diatas maka yang akan terjadi adalah laporan keuangan saya akan banyak (berlembar-lembar). Dan mungkin akan menimbulkan banyak pertanyaan bagi orang awam. Jadi apakah saya mungkin melakukannya? Mungkin saja apabila:
1. Saya punya cukup waktu untuk membuat laporan sebegitu kompleks. Laporan keuangan seharusnya juga mencantumkan laporan keuangan program besar, hal ini membuat semakin kompleks yang harus saya lakukan.
2. Tidak dilakukan tahun ini tapi untuk laporan keuangan yang merupakan bagian pertanggung jawaban pengurus.
Tidak mungkin apabila:
1. Saya tidak mampu menganalisa semuanya.
2. Harus dipaksakan tahun ini juga.
Demikian ulasan dan pandangan saya.
(Penulis adalah Eva Manurung, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2006)
Menjadi bendahara sebuah organisasi sudah saya alami beberapa tahun sebelumnya, yaitu pada persekutuan kampus tahun 2001-2003. Keadaan yang saya alami di kampus dan di gereja tak jauh berbeda. Suka yang saya alami lebih sedikit dibandingkan duka yang ada. Sukanya yah mungkin tugas saya lebih sedikit dibandingkan teman-teman yang lainnya (padahal gak juga sih). Nah dukanya adalah ketika saya harus mencari sumber "mata pencaharian". Jujur saja hal itu lebih sulit dibandingkan hal-hal lain yang berhubungan dengan kegiatan pelayanan, karena aslinya saya orangnya 'tidak enak-an', jadi saya paling gak enak kalau beberapa kali di tolak orang trus masih harus datang lagi ke orang itu, bukan karena saya kesal terhadap orang itu tapi saya orangnya gak enak-an ama orang itu. Tapi hal ini tidak terlalu menganggu saya saat masih menjadi bendahara di kampus karena sumber keuangannya sudah lebih pasti dibandingkan di NHS.
Misalkan saja untuk semua dana kegiatan kecil seperti kebaktian, persekutuan doa masuk ke dalam anggaran per semester yang kami ajukan ke senat. Dan pasti nilai yang kami ajukan, delapan puluh persennya pasti kami peroleh. Nah dana itu beda lagi dengan dana Program-program besar atau hal-hal yang insindentil seperti adanya undangan retreat dari perkantas, pasti kami peroleh lebih dari lima puluh persen dari yang kami ajukan. Saya ingat sekali dana-dana itu dibagi menjadi tiga. Dana Paket A untuk kegiatan rutin, Dana Paket B untuk kegiatan besar yang juga rutin dan Dana Paket C untuk hal-hal yang insidentil. Memang saya sungguh beruntung menjadi Bendahara yang sumber keuangannya sudah diatur secara profesioanal. Apalagi kami punya alumni-alumni yang setia memberikan persembahan kasihnya tiap bulan, untuk menanggulangi pengeluaran-pengeluaran yang lain seperti menutupi kekurangan biaya 50% dari kegiatan luar tadi. Yang paling berat adalah kebalikan dengan di Naposobulung HKBP Semper ("NHS"), panitia kegiatan besar selalu kekurangan dana. Disitulah keuangan yang cukup baik untuk kegiatan rutin terkuras untuk kegiatan besar. Selain itu yah paling tugas saya adalah mengepres pengeluaran-penegeluaran per seksi biar tidak terlalu bengkak, dan terlalu manja karena semuanya selalu disetujui.
Nah hal ini sangat berbeda dengan di NHS, sumber keuangan dari gereja menurut saya terlalu kecil, apalagi sering sekali kita mendapat surat dari pihak ketiga yang memaksa saya untuk mengesampingkan pengeluaran harian yang seharusnya saya penuhi. Apalagi keadaan sekarang teman-teman kita diluar pengurus yang sudah tidak aktif lagi sepertinya sudah enggan memberikan persembahan kasihnya kepada pengurus. Untuk bergabung dengan kita saja sudah enggan apalagi memberikan persembahan kasihnya (kok bisa yah ini terjadi), mereka lebih bisa memberikan pada acara-acara besar yang biasanya lebih terlihat kegunaannya dan waktunya yang temporer. Yah wajar saja kalau saya hanya bisa berharap pada pengurus dan surplus kepanitian. Nah ini duka yang berikutnya karena saya harus menelan ludah pahit dikarenakan pengurus tidak mendukung hal ini, mungkin mereka berpikir kalau mereka sudah lelah tenaga tapi juga harus meluangkan keuangannya (ini hanya asumsi tanpa bukti). Yah tapi satu yang mereka tidak pikirkan bahwa keadaan sekarang berbeda dengan keadaan dulu. Dulu kakak-kakak kita masih memberikan perhatian kepada naposobulung tapi kini mereka lebih fokus kepada hal-hal lain (bukan pernikahan loh). Hal inilah yang sering membuat saya kesal dan menangis, bahkan kalau saya pada titik kekesalan saya berkata pada diri saya sendiri 'ugh kalau saya sudah bekerja, saya gak akan meminta kepada mereka'. Memang kedengarannya tidak baik tapi yah ini karena kekesalan yang menumpuk. Sampai saat ini yang dengan sukacita dan rajin memberikan perhatiannya kepada keuangan kita adalah kalau pengurusnya A dan B, kedua orang ini tidak perlu diminta tapi selalu ingat memberikan. Sementara pengurus yang lain harus diminta udah gitu masih aja ditolak (bingung gue 20 rb sebulan aja kok susah). Diluar pengurus hanya C dan D, sisanya ehm gak bisa diharapkan, apalagi yang namanya E dan F..
Nah udah berapa tuh dukanya, lalu yang berikutnya adalah kalau ada teman yang masih curiga dengan keuangan yang saya kelola, jelas-jelas setiap bulannya selalu ada laporan keuangan yang muncul pada mading, kok masih curiga yah (busyet). Itu juga saya alami di kepengurusan kampus, karena keuangan yang saya kelola selalu jutaan rupiah (sementara pada NHS, tak pernah lebih dari angka ratusan ribu rupiah, bahkan defisit) dan tak ada sarana seperti mading untuk melihat laporan keuangan paling hanya pada rapat pleno.
Itu tadi sekedar curahan hati saya yang hingga saat ini menjadi duka saya setiap hari. Lalu sekarang kita beralih kepada laporan keuangan. Bagaimana menyusun laporan keuangan? Beruntung peraturan di Indonesia telah mengatur dengan jelas apa dan bagaimana laporan sebuah organisasi nirlaba (tidak mencari laba), dalam hal ini gereja juga termasuk.
Standart Akuntansi Keuangan (SAK) adalah standart laporan keuangan di Indonesia. Standart ini dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) yang telah berdiri dan diakui keberadaannya di Indonesia sejak tahun 1957. Tujuan standart-standart ini di buat adalah untuk menyeragamkan laporan keuangan yang ada di Indonesia Sehingga memudahkan pihak intern dalam hal ini pembuat laporan karena mereka mempunyai acuan dan juga memudahkan pihak ketiga (pemegang saham, khalayak umum) untuk mengerti membaca sebuah laporan keuangan. Mengapa ini penting bagi pihak ketiga? Karena dari laporan keuangan kita dapat mengetahui keadaan perusahaan. Dapat menilai kinerja manager yang akhirnya menentukan apakah perusahaan tersebut dapat bertahan.
Mengenai laporan keuangan organisasi nirlaba diatur dalam standarnya yang ke 45 dari 55 standart yang ada. PSAK no 45 tentang laporan keuangan organisasi nirlaba baru ada setelah standart yang baru diterbitkan yaitu sejak tahun 1999. Jadi hingga tahun 1999 tidak acuan yang jelas mengenai laporan keuangan organisasi nirlaba. Hal-hal berikut masih baru dan masih banyak orang yang belum mengenalnya.
Seperti yang kita ketahui organisasi nirlaba adalah organisasi yang bergerak dibidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mencari laba. Sehingga sebuah organisasi dikatakan nirlaba harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. bergerak dibidang sosial, keagamaan dan kemanusian;
2. sumber daya entitas (modal) berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan pembayaran kembali (laba);
3. menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba;
4. tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis.
Laporan keuangan organisasi bisnis terdiri atas: neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan ekuitas pemilik dan catatan atas laporan keuangan.
Neraca adalah daftar yang menggambarkan aktiva (harta kekayaan), kewajiban dan modal yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat tertentu (akhir tahun). Laporan Laba Rugi adalah suatu ikhtisar pendapatan dan pengeluaran/beban dari suatu entitas pada suatu jangka tertentu.
Laporan Ekuitas Pemilik menyajikan ikhtisar perubahan yang terjadi dalam ekuitas pemilik pada suatu entitas untuk suatu jangka waktu tertentu.
Laporan arus kas menggambarkan jumlah kas masuk -penerimaan kas dan jumlah kas keluar -pembayaran atau pengeluaran kas dalam suatu periode tertentu.
Catatan atas laporan keuangan adalah catatan-catatan yang menyertai semua laporan keuangan diatas.
Sementara pada laporan keuangan organisasi nirlaba terdiri atas laporan posisi keuangan. laporan aktivitas, laporan arus kas, serta catatan atas laporan keuangan. Laporan Posisi Keuangan adalah seperti neraca yang menyajikan daftar aktiva, kewajiban dan aktiva bersih. Namun pada organisasi nirlaba tidak dikenal akun modal karena organisasi nirlaba tidak mempunyai pemilik. Sumbangan yang masuk diakui sebagai aktiva bersih. Laporan aktivitas adalah laporan yang menggambarkan bagaiamana aktiva bersih didapat dan bagaimana mengelolanya.
Laporan arus kas pengertiannya sama dengan laporan pada organisasi bisnis. Begitu juga untuk catatan atas laporan keuangan.
Saya dapat mengerti jika anda tidak bisa dengan mudah memahami hal-hal diatas karena saya pun harus berkuliah lima tahun baru dapat memahaminya dengan jelas. Dan rasanya juga sulit saya jabarkan lebih lanjut karena hanya akan memaksa saya membuat SKRIPSI ke Dua tapi anda tidak mengerti. Jadi sebaiknya anda bergelut dulu dengan masalah-masalah akuntansi.
Lalu pertanyaan berikutnya apakah mungkin saya melakukannya? Laporan keuangan adalah laporan formal tentang keuangan yang diterbitkan setiap akhir periode (tahun). Jika saya harus melaporkan seperti acuan yang diatas maka yang akan terjadi adalah laporan keuangan saya akan banyak (berlembar-lembar). Dan mungkin akan menimbulkan banyak pertanyaan bagi orang awam. Jadi apakah saya mungkin melakukannya? Mungkin saja apabila:
1. Saya punya cukup waktu untuk membuat laporan sebegitu kompleks. Laporan keuangan seharusnya juga mencantumkan laporan keuangan program besar, hal ini membuat semakin kompleks yang harus saya lakukan.
2. Tidak dilakukan tahun ini tapi untuk laporan keuangan yang merupakan bagian pertanggung jawaban pengurus.
Tidak mungkin apabila:
1. Saya tidak mampu menganalisa semuanya.
2. Harus dipaksakan tahun ini juga.
Demikian ulasan dan pandangan saya.
(Penulis adalah Eva Manurung, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2006)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar