Dalam cerita peristiwa di Sinai, Tuhan Allah memberikan Dasa Titah (Ibrani = aseret devarim) kepada bangsa Israel (Kel 20:2-17; Ul 5:6-21). Dasa Titah itu dipahatkan Allah sendiri dalam dua buah loh batu. Dasa Titah itu merupakan ringkasan yang sederhana tetapi menyeluruh tentang ketentuan-ketentuan hakiki hubungan perjanjian dan membatasi tingkah laku yang sesuai dengan keanggotaan umat Allah. Salah satu isi dari Dasa Titah itu adalah tentang menghormati orang tua, bahkan dikatakan agar engkau beroleh kebahagiaan dan lanjut umurmu di bumi yang diberikan Allah kepadamu.
Dasa Titah itu bukan saja diberikan kepada bangsa Israel waktu itu, tetapi Dasa Titah itu juga sampai kepada kita saat ini, dan berlaku sampai selama-lamanya. Inilah kelebihan dari Titah dan firman Allah, berlaku dahulu, sekarang (masa kini) dan rnasa yang akan datang. Tinggal yang menjadi pertanyaan, bagaimana kita menghayati Titah atau firman Allah itu.
Banyak orang yang kurang memahami makna dari Titah ke-5 tersebut. Mereka menyangka bahwa orangtua adalah hanya sebatas orang tuanya sendiri, padahal yang dimaksud dengan orangtua itu adalah termasuk orang yang lebih tua dari kita, bukan hanya orangtua kita sendiri saja. Tambahan lagi, menghormati orangtua sering diartikan dengan sebatas memberikan sesuatu (benda/hadiah) kepada mereka. Dan hal yang lebih konyol lagi, tentang pemujaan kepada leluhur. Pemujaan kepada leluhur bagi orang Batak merupakan nilai tertinggi, yang dilakukan dengan segala macama upacara dan tata cara. Misalnya dalam pembangunan tugu yang dianggap sebagai penghormatan kepada leluhur. Alasan-alasan yang dibuat untuk pembangunan tugu tersebut adalah sesuai dengan Titah ke-5. Di samping itu juga dipakai ayat-ayat Alkitab sebagai alasan untuk pembangunan tugu, antara lain Kejadian 25.7-11 : Tentang Abraham yang dikuburkan Ishak dan Ismael di gua Makhapela; Kejadian 49 . 29 . Pesan Yakub kepada anak-anaknya supaya dikuburkan di sisi nenek moyangnya; Kejadian 50 : 25 : Pesan Yusuf kepada saudara-saudaranya agar dikuburkan di sisi nenek moyangnya dengan membawa tulang belulangnya dari Mesir ke Kanaan. Ditambah dengan peribahasa Batak yang mengatakan : "Tinaba hau toras bahen sopo tu balian, na burju marnatoras ingkon dapotan parsaulian". Artinya barang siapa yang baik dan hormat kepada orang tuanya akan mendapat kesejahteraan. Tapi semua hal itu dipahami oleh sebagian orang (terutama orang Batak) dengan membuat tugu-tugu (kuburan) orang tua mereka dengan kemewahan yang luar biasa, juga acara-acara pesta pada waktu kematian. Suatu hal yang sepertinya kontroversial, dalam acara kematian terlihat tari-tarian (tortor) dengan musik yang sungguh menggegerkan.
Melihat beberapa persoalan diatas, maka perlu dicermati agar kita jangan salah mengartikan Titah ke-5 itu, bagaimana sebaiknya kita memahami terlebih melakukannya dalam kehidupan kita sebagai umat percaya.
1. Menghormati Orang tua.
Sebagaimana dikatakan bahwa yang harus dihormati bukan hanya sebatas orangtua kita sendiri, tetapi juga termasuk orang-orang yang lebih tua dari kita. Kewajiban yang diarahkan disini adalah bagaimana menjaga keharmonisan hubungan dengan sesama, bahkan kalau kita bandingkan dengan etika Perjanjian Baru, justru dikatakan supaya saling menghormati. Sebab saling menghormati merupakan dasar tata tertib sosial dan damai sejahtera. Bukan itu saja, menghormati juga berarti mengasihi. Hormat bukan berarti takut tanpa alasan, justru hormat adalah didorong oleh rasa kasih dan ucapan terima kasih yang mendalam, dan sebagi wujud dari rasa rendah hati.
2. Menghormati orang hidup, bukan orang mati.
Dalam pengertian Yahudi, siapa yang menghormati orangtuanya pasti akan memelihara mereka pada umur tuanya. Tapi sering tanpa sadar, orang justru menghormati orang tua yang sudah mati. Sebagai contoh, ada seorang anak yang merantau dan dia berhasil di perantauan, katakanlah dia menjadi orang yang terkenal dan kaya raya. Tapi dia tidak pernah ingat kepada orangtuanya dan saudara-saudaranya yang ditinggalkannya di tanah kelahirannya. Mengirim surat ataupun menelpon pun tidak pernah, apalagi pulang ke kampungnya. Suatu saat dia mendapat kabar bahwa ayahnya telah meninggal dunia, dia pun pulang ke kampungnya. Karena dia termasuk orang yang terpandang dan kaya raya, dia membuat pesta besar-besaran pada acara kematian ayahnya tersebut, bahkan dia membuat kuburan untuk orang tuanya dengan biaya ratusan juta. Inilah pemahaman yang kurang benar, semasa hidupnya sang ayah tinggal di rumah yang atapnya bocor, sempit dan pengap. Tapi giliran ayahnya sudah mati dibuatkan rumah yang mewah. Dan ada lagi beberapa hal yang mungkin perlu kita cermati, soal kebiasaan orang batak, misalnya dalam hal memberikan "sulang-sulang" atau memberikan makanan kepada orangtua. Ketika hal itu dilakukan justru yang 'makan' enak adalah anak-anaknya, sebab orangtua yang sudah lanjut usia itu tidak bisa lagi memakan makanan yang diberikan anak-anaknya. Semasa orangtuanya sehat, sebiji kue pun tidak pernah diberikan, giliran sudah tua dan sakit-sakitan diberikan "sangsang' atau daging kerbau, coba kita bayangkan bagaimana orangtua tersebut memakannya? Baiklah kita mengingat orangtua kita setiap saat, terlebih pada masa hidupnya, bukan soal banyak ataupun besarnya yang kita berikan, tapi perhatian itulah yang diharapkan orangtua kita.
3. Tugu hidup, bukan tugu mati.
Sebagaimana dikatakan tadi, bukan tugu atau kuburan yang mahal sebagai tanda penghormatan kita kepada orangtua. Sungguh sangat disayangkan, jika masih terjadi lagi persaingan-persaingan yang kurang beralasan, supaya marganya lebih hebat dilihat orang misalnya, ada beberapa marga yang membuat tugunya sampai bermilyaran, ada yang membangun tugu leluhurnya (moyangnya) di tanah berhektar-hektar. Padahal orangtua dan sanak-keluarganya di daerah itu hidup dalam serba kekurangan. Adalagi orang yang sampai-sampai berhutang banyak hanya untuk membuat kuburan yang mewah. Kuburan megah dan mewah dengan lampu di sana sini, tapi disebelahnya rumah tempat tinggal yang hampir ambruk dengan hanya diterangi lampu teplok (dian). Orang-orang kota sibuk dengan pesta-pesta dan acara pengumpulan dana hanya untuk membangun tugu leluhur mereka, padahal semua itu hanyalah benda mati belaka. Tambahan lagi, kebiasaan "bona taon" yang sering dilakukan sampai-sampai menghabiskan biaya ratusan juta hanya untuk kegembiraan sehari, padahal keluarga atau kampungnya sangat membutuhkan bantuan. Alangkah baiknya tugu mati itu diubah menjadi tugu hidup. Dana untuk membangun tugu mati dibuat untuk tugu hidup, seperti pembangunan sekolah-sekolah, jalan-jalan, air minum, gereja, pertanian, dsb.
4. Jauhkan kesombongan dan takhayul.
Kesombongan dan takhayul inilah mungkin penyebab dari kejadian-kejadian di atas. Sering memang hasutan-hasutan menggoda orang melakukan hal-hal yang kurang tepat. Contohnya dalam peristiwa kematian, harus dibuat musik (gondang) untuk menghargai orang tua yang sudah mati, tambahan lagi supaya orang ramai-ramai datang untuk mendengarkan musik (gondang) tersebut. Harus memotong kerbau, karena yang mati itu sudah "saur matua" (tidak ada lagi beban tanggungannya). Acara harus dibuat sedemikian meriahnya supaya kelihatan kalau keturunan (pinompar) dari orangtua yang mati tersebut adalah orang-orang yang sukses dan berada. Bukankah hal-hal yang demikian adalah kesombongan? Terkadang juga sungguh sangat menyedihkan, banyak orang menghadapi kematian dari orangtuanya sampai-sampai harus berhutang. Sudah ditimpa kemalangan, juga ditimpa hutang. Tanpa sadar memang kita melihat orang-orang dalam acara kematian asyik dengan tarian (tortor) mereka dan makan ramai-ramai. Alasan-alasan turut berduka cita, penghiburan dan berbagai macam alasan sering diberikan untuk membenarkan perilaku tersebut! Tambahan lagi pakaian-pakaian mewah dan pakaian-pakaian seragam pada waktu kematian menambah persoalan yang membingungkan.
5. Berilah yang patut (Markus 7 :10 -13)
Allah sungguh sangat menginginkan kita menghormati dan mengasihi orangtua kita. Sering kita salah mengartikan bahwa hormat dan mengasihi Allah dapat dilakukan dengan mengabaikan orangtua kita. Memang benar bahwa menghormati dan mengasihi Allah adalah yang utama dari segalanya. Namun kita harus ingat, bahwa menghormati dan mengasihi Allah itu juga adalah perwujud-nyataan dari hormat dan kasih kita terhadap orangtua. Jika kita membaca 1 Yoh 4:20, dikatakan bagaimana mungkin kita benar menghormati dan mengasihi Allah yang tidak kelihatan itu, sedangkan orangtua yang disekitar kita sendiri tidak kita hormati dan kasihi, itu namanya pendusta! Kita harus berhati-hati dengan ajaran-ajaran atau pun dogma-dogma yang memakai nama gereja atau kekristenan yang mengajarkan pentingnya 'persekutuan gereja' diatas segala-galanya. Tidak perlu menuruti orangtua, yang penting teman satu persekutuan; orang tua dianggap sebagai orang berdosa yang belum hidup baru sehingga tidak perlu didengar nasehatnya; perpuluhan lebih penting daripada menolong orang tua yang kekurangan. Kita harus ingat ketika Yesus berkata : "apa yang kamu lakukan terhadap anak kecil ini, sama dengan apa yang kamu perbuat kepadaKu". Kebaikan yang kita lakukan terhadap sesama kita sama dengan kebaikan yang kita lakukan terhadap Allah. Itulah perwujud-nyataan iman yang benar, bagaimana kita merefleksikan iman itu dalam hidup kita.
Dari beberapa keterangan di atas, kita perlu menyadari betapa pentingnya untuk menghormati orangtua kita. Dan penghormatan itu diberikan bukanlah pada saat kematiannya, tetapi semasa hidupnya. Inilah hukum kasih yang diperintahkan Allah kepada kita, bagaimana kita mengasihi sesama kita (orang tua kita). Menghormati dan mengasihi orangtua akan mendatangkan berkat berkelimpahan dari Tuhan Allah.
(Penulis adalah Pdt. M.R. Situmorang, S.Th., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Oktober 2005)
2 komentar:
Kenapa anda selalu mengaikan sesuatu dengan adat istiadat orang batak? Apakah anda tau adat itu ada untuk membawa manusia kepada kebaikan juga, supaya anda tidak menikahi saudara perempuan anda, suapaya anda tidak ingin bersetubuh dengan istri/suami saudara anda??? Itu di buat demi kebaikan orang batak, salahkah orang kalau bisa membuat yang terbaik kepada leluhurnya?? Mungkin dulunya dia tidak ada harta waktu ortu masih hidup, anda terlalu picik berpikir, sebaiknya jangan kaitkan dengan sesuatu suku.
Pro Anonim: Tidak ada salahnya jikalau penulis mengaitkan hukum taurat ke V dengan aplikasi adat istiadat orang Batak dalam penghormatan orang tua... Dalam tulisan ini tidak ada pernyataan penulis yang menyatakan semua adat batak itu salah... tapi harus diakui ada beberapa hal bagian adat batak yang salah diaplikasikan oleh sebagian orang Batak, contohnya ya menghormati orang tua dengan cara menghamburkan2 harta utk leluhurnya, bukankah lebih baik harta itu dipergunakan utk membantu keturunan dari leluhurnya, itu tentu suatu penghormatan terhadap orang tua khan?...Tuhan memberkati
Posting Komentar