Rabu, 25 Agustus 2010

RENUNGAN: JEBAKAN DAN JALAN HIDUP ORANG KRISTEN (Kolose 2:6-10)

Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus, setiap orang pasti tahu dan mungkin pernah memainkan sebuah permainan (game) yang disebut dengan “Ular Tangga”. Permainan itu berupa susunan dari rangkaian anak tangga yang berisi peluang dan tantangan (jebakan) yang dapat mempercepat langkah untuk mencapai tempat terakhir dan/atau memperlambat untuk mencapai tempat terakhir. Dalam permainan itu, peluang dan tantangan (jebakan) dihadirkan sedemikian rupa untuk mempercepat atau memperlambat mencapai tempat terakhir agar memenangkan permainan itu. Untuk itu, setiap pemain harus terampil dalam mengocok bola dadunya untuk memperoleh angka yang diinginkan agar dapat menghindari jebakan-jebakan untuk mencapai tempat terakhir.
Permainan “Ular Tangga” adalah salah satu dari sekian banyak permainan yang tidak sulit kita temukan. Dalam setiap ponsel (handphone) dan komputer juga kita temukan berbagai permainan (games) yang memiliki banyak peluang dan tantangan (jebakan) yang membuat permainan itu menjadi menarik dan yang membutuhkan keseriusan kita untuk memenangkan permainan-permainan yang ada. Bahkan tidak sedikit orang menghabiskan banyak waktu untuk memainkan sebuah permainan yang terdapat di ponsel atau komputernya.
Bila dalam berbagai permainan (games) kita menemukan peluang dan jebakan, maka dalam kehidupan yang kita jalani di dunia ini terdapat juga berbagai peluang dan jebakan agar kita dapat memenangkan setiap pergumulan yang kita hadapi. Sama seperti dalam sebuah permainan, terdapat berbagai peluang yang menolong kita untuk kemenangan atau berbagai jebakan yang memperlambat kita mencapai kemenangan, demikian juga halnya dalam kehidupan kita. Namun, yang menjadi masalah adalah bagaimana kita menyikapi setiap peluang dan jebakan yang kita hadapi dalam kehidupan ini agar kita dapat memenangkannya.
Sikap kita dalam menghadapi setiap peluang dan jebakan dalam kehidupan ini tentunya tidak semata-mata didasari oleh pengetahuan dan keterampilan duniawi yang kita miliki, tetapi terutama disadari oleh pengetahuan dan keterampilan yang bersumber dari pengenalan dan hubungan kita dengan Allah di dalam Yesus Kristus Tuhan kita. Sikap kita hendaknya semata-mata mencerminkan keberadaan kita yang adalah manusia Allah atau umat Allah. Dalam menghadapi setiap peluang dan tantangan (jebakan), sebagai manusia atau umat Allah, kita tidak hanya semata-mata berjuang untuk memenangkan sebuah “permainan” dalam kehidupan ini tetapi juga menunjukkan kehadiran kita sebagai saksi-saksi Allah bagi orang-orang di sekitar kita. Ini berarti bahwa kualitas hidup kita hendaknya juga menjadi kesaksian hidup bagi orang-orang di sekitar kita. Singkatnya, berbagai jebakan-jebakan yang terbentang di dalam perjalanan kita hendaknya kita pahami sebagai tantangan dan hambatan yang positif (bukan negatif) agar kita dapat memenangkan berbagai pergumulan dalam hidup dan kehidupan ini.
Saudara-saudara yang terkasih dalam Tuhan Yesus, berbagai jebakan yang kita hadapi dalam kehidupan ini dapat dikategorikan dalam tiga hal: pertama, jebakan karena ajaran-ajaran sesat, filsafat-filsafat yang kosong dan palsu menurut ajaran-ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia (manifestasi dari kuasa-kuasa iblis) yang menggoda dan membawa kita pada kebinasaan; kedua, jebakan karena ulah atau perbuatan orang lain; dan ketiga, jebakan karena kelalaian dan kesalahan kita sendiri. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang terluput dari berbagai jebakan, entah disadarinya atau tidak disadarinya. tersebut. Barangkali setiap orang pernah secara bersamaan menghadapi ketiga jebakan itu dalam seluruh hidupnya. Dapat kita bayangkan, bagaiman situasi seseorang yang menghadapi ketiga jebakan itu secara bersamaan dalam kehidupannya.
Jemaat Kristen di Kolose, yang menjadi alamat surat rasul Paulus, sedang diperhadapkan dengan ajaran-ajaran sesat yang hendak mengarahkan anggota jemaat untuk meninggalkan kebenaran ajaran Kristus. Dalam suratnya ini, rasul Paulus lebih menekankan nasihat-nasihatnya kepada orang Kristen non Yahudi, yang sering kali menjadi sasaran empuk bagi ajaran yang menyesatkan mereka. Mereka memberi tempat utama kepada kuasa-kuasa dari dunia roh, sehingga peluang untuk menempatkan Kristus dalam posisi yang sebenarnya semakin tersisih. Hal itu bisa kita baca dalam Kolose 2:18, yang berbicara tentang orang-orang yang berpura-pura merendahkan hati dan beribadah kepada malaikat. Paulus dengan tegas mengatakan adalah kesalahan besar bila orang Kristen terpengaruh oleh ajaran seperti itu. Dengan tegas Paulus berkata, “hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia ...” (Kol. 2:8). Sesungguhnya, mereka sebagai orang Kristen yang telah menerima Kristus harus bertahan dalam hidup bersama Dia. Kendati demikian ternyata terdapat banyak anggota jemaat yang melihat kembali ke belakang, pada perilaku yang gelap sebelum kekristenan. Mereka telah terperangkap oleh jerat para pengajar sesat dengan pengajarannya yang kosong tersebut.
Memang, sebelum menerima Kristus tentu saja mereka terlibat dalam pola hidup yang duniawi, penuh dengan penyembahan kepada roh-roh, dirajai roh perkelahian, persundalan atau nafsu duniawi yang membinasakan. Akan tetapi, setelah menerima Kristus, praktik-praktik lama itu seharusnya sudah berhenti! Yesus yang diterima sebagai Tuhan dan Juruselamat, seharusnya telah mengubah segala pola hidup dan cara pandang mereka. Setelah mereka menerima Kristus, segala kecemaran dan dosa-dosa mereka telah mati di dalam kematian Kristus, dan bangkit di dalam kebangkitan-Nya. Lebih tegas Paulus mengatakan, “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaran dan oleh karena itu disunat lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita” (Kol. 2:13).
Lalu, timbul pertanyaan dalam benak kita, mengapa orang yang telah menerima Kristus masih tetap hidup dalam praktik-praktik/kebiasaan-kebiasaan manusia lama (duniawi)? Mengapa orang yang telah beriman kepada Kristus masih tetap menuruti ajaran-ajaran duniawi yang menyesatkan dan membinasakan itu?
Saudara-saudara yang terkasih, tak dapat kita pungkiri bahwa selama kita hidup di dalam dunia ini, kita akan selalu menghadapi godaan untuk menuruti ajaran-ajaran dunawi yang sesat dan godaan untuk kembali pada kebiasaan-kebiasaan manusia lama. Dalam menyikapi berbagai godaan yang hendak membawa kita pada pola hidup duniawi dan pada kehidupan yang menyesatkan, maka rasul Paulus dengan tegas mengingatkan jemaat Kristen di Kolose dan termasuk kita: “Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu, hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu berlimpah dengan syukur” (Kol. 2: 6-8).
Melalui nasihat tersebut, Paulus hendak mengatakan kepada jemaat Kristen Kolose dan termasuk kita bahwa apa yang harus diperbuat oleh umat yang percaya ialah berlaku konsekuen dan konsisten terhadap apa yang yang telah diimani. Perkataan “Di dalam Kristus” bagi jemaat haruslah berarti “berjalan menurut Dia” (lih. Ef. 4:17; 1 Kor. 4:17; Rom 6:11, dsb). Beriman berarti hidup dalam ketaatan. Iman adalah hidup. Ini berarti, iman dan perbuatan tidak dapat dipisahkan. Dengan tidak adanya perbuatan maka iman itu adalah sesuatu yang mati. Perbuatan, itulah gerakan iman. Di dalam perbutan, manusia mempraktikkan iman di dalam hidup. Dengan tidak adanya perbuatan maka iman tidak lain dari pada angan-angan yang mati atau teori yang sia-sia. Iman yang benar ialah berperilaku di dalam Kristus, hidup di dalam persekutuan dengan Dia. Di dalam iman maka segenap kehidupan kita dikuasai oleh Kristus. Dia-lah yang memerintah dan mengendalikan manusia. Demikianlah iman membuktikan kesungguhannya. Bila Kristus menjadi Tuhan kita, maka Dia-lah juga Tuhan segenap hidup kita dan segenap perbuatan kita. Dengan kata lain, hidup yang taat kepada Kristus ialah konsekuensi dari pengakuan iman kita bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia.
Dalam nasihat tersebut, rasul Paulus menggambarkan hubungan antara orang beriman dengan Kristus. Setiap orang beriman atau umat percaya digambarkan sebagai sebuah pohon yang tumbuh di tanah yang subur. Semakin akar pohon tumbuh mendalam, semakin kuat dan kokoh pohon tersebut. Selanjutnya, setiap orang beriman atau umat percaya digambarkan sebagai sebuah bangunan yang dibangun oleh seorang tukang bangun yang pandai, yang dapat mendirikan sebuah bangunan yang kuat dan kokoh. Demikianlah setiap orang beriman dan jemaat harus dibangun oleh-Nya, sehingga menjadi satu rumah, bait Allah (lih. 1 Petr 2:5).
Ini berarti bahwa setiap orang beriman dan jemaat hendaknya terus-menerus diteguhkan, dikokohkan di dalam iman kepada Kristus. Iman akan semakin mendapat dasar yang kuat-teguh dan tak tergoyahkan. Jemaat tidak usah membuang sesuatu dari pada Injil yang telah diberitakan Kristus adalah laksana tanah yang subur, tempat orang beriman (jemaat) dapat berakar laksana sebuah pohon. Semakin mendalam akarnya semakin pohon itu kuat. Dengan kiasan lain, rasul Paulus menggambarkan orang beriman (jemaat) laksana bangunan rumah yang teguh dan kokoh yang dibangun oleh tukang bangunan yang pandai (Kristus).
Saudara-saudara yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus, Sebagaimana rasul Paulus menasihat jemaat Kristen di Kolose agar tetap hidup di dalam Kristus (berakar di dalam Kristus, dibangun di atas Dia, bertumbuh teguh di dalam iman dan hati yang penuh melimpah dengan syukur) dalam menghadapi dan mengatasi berbagai jebakan dalam bentuk ajaran-ajaran sesat pada masa itu, demikian juga dengan kita pada masa kini. Situasi kita pada masa kini pasti lebih berat dari tantangan yang dihadapi jemaat Kristen di Kolose pada masa itu. Kita makin hari dicekcoki dengan hal-hal baru yang mungkin menawan hati. Kemajuan teknologi sering pula membuat manusia sombong dan kehilangan pegangan hidup, banyaknya janji-janji “orang-orang pintar” telah memerangkap kita dengan falsafahnya yang penuh kebohongan. Untuk mendapatkan kesuksesan yang diimpikan, sering manusia meminjam tangan Iblis, seperti merampas, korupsi, berbohong dan sebagainya.
Inilah saatnya berpaling kepada jalan yang benar, bahwa Tuhan yang mengasihi kita, yang memelihara dan memenuhi segala kebutuhan hidup kita, tidak menginginkan kita diperbudak oleh kuasa-kuasa dunia ini. Sekali kita meminjam tangan Iblis, sulit bagi kita untuk kembali meraih tangan Tuhan. Genggaman Iblis itu memberikan kenyamanan sementara, yang pada akhirnya menggiring kita pada kehancuran. Untuk itulah rasul Paulus mengatakan, jangan goyah dan jangan tertawan oleh filsafat kosong yang bisa membuai kehidupan kita untuk meninggalkan Tuhan. Setialah senantiasa kepada Tuhan. Amin.

(Penulis adalam Pdt. Elisa Tambunan, M.Th., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Maret 2010)

Tidak ada komentar: