Kamis, 02 September 2010

ARTIKEL: REDUPNYA SPRITUALITAS KASIH

Pengantar
Kita hanya dekat dengan orang yang kita sukai.
Dan seringkali kita menghindari orang yang tidak kita sukai.
Pada hal dari dialah kita akan mengenal sudut pandang yang baru” dan “Jangan pernah merobohkan pagar tanpa mengetahui mengapa didirikan, Jangan pernah mengabaikan tuntutan kebaikan tanpa mengetahui kuburukan yang kemudian kita dapat”
.

Ungkapan di atas sengaja penulis kutip dari seorang motivator Mario Teguh, yang mengantar kita memahami realitas “Redupnya Spritualitas Kasih” dalam kehidupan kita saat ini, yang sekaligus menjadi judul dan tema tulisan ini. Seperti itulah kehidupan banyak orang saat ini.
Kalau kita melihat kehidupan sekarang tidak banyak orang lagi yang mau interaktif menanggapi situasi sosial yang ada dihadapannya apa lagi ditempat yang lain. Semua orang sibuk mengejar jabatan, glamour, dan gengsi. Tercerai berai tidak ada pengayoman, tidak ada rasa aman. Memiliki iman tetapi hanya disimpan di dalam hati saja. Iman yang tidak memiliki perwujudan konkret, Iman yang mati, menjalani kehidupan rohaniah yang rasanya tawar, diam dan tidak berkembang. Seperti air tawar dingin tanpa warna tanpa sukacita beku dan kaku. Bergerak tetapi tidak beranjak. Hiruk pikuk dan ramai tetapi tanpa makna.

Redupnya Spritualitas Kasih
Akhir-akhir ini banyak keluhan, kekhawatiran, kecemasan. Sulitnya membangun gereja, gedung-gedung gereja dihancurkan. Orang-orang Kristen hanya bisa melakukan kebaktian rumah tangga dengan tanpa suara, menyanyi juga tanpa suara. Orang-orang Kristen ditekan, digeser, didiskriminasikan diperlakukan sebagai warganegara kelas dua atau kelas tiga. Kita bertanya: kalau sekarang saja sudah begini, bagaimana nanti? Pada satu pihak, mendengar dan melihat semua itu, Anda tentu marah, geram, tidak bisa dimengerti, tidak bisa menerima. Bukan saja oleh karena kita ini orang Kristen, tetapi terutama oleh karena kita percaya betul dengan Pancasila. "Gelar elite menjadi predikat, menyebut orang-orang pilihan, golongan kelas atas, kaum terkemuka, pejabat. Ternyata itu hanyalah sekedar nama, pertikaian dan tindak kekerasan tidak pernah serius dihentikan, HKBP Filadelfia Res Duren Jaya Tambun Kab.Bekasi di segel oleh Pemkab Bekasi. HKBP Sibuhuan Kec.Barumun Padang Lawas tidak diijinkan beribadah, begitu juga satu gereja HKBP Sarolangon Jambi, HKBP di Dumai dan di Cinere. Para elit sibuk bertengkar soal jabatan dan pembagian proyek." Ini membuktikan Spritualitas Kasih kita telah redup.
Menurut K.Prient, Kamus Latin-Indonesia. Spritualitas berasal dari kata latin “spiritus” yang artinya antara lain: roh, jiwa, sukma, nafas hidup, ilham, kesadaran diri, kebesaran hati, keberanian, sikap dan perasaan. Istilah spritualitas dapat dilihat mengacu pada sikap hidup yang erat kaitannya dengan pengenalan dan kesadaran diri yang bersumber pada roh sebagai nafas hidup. Jadi istilah spritualitas mencakup pengenalan hidup dan pengenalan diri. Mark A McIntosh dalam bukunya, Christology from Within mengatakan Roh Kudus itu diutus oleh Tuhan sendiri, bahkan Roh Kudus itu adalah Tuhan itu sendiri. Roh Kudus itu adalah Roh Allah, Roh Kudus itulah yang menguasai kita. Bukan kita yang mengatur Roh Kudus, tetapi Roh Kudus itu yang mengatur kita. Bukan Roh Kudus yang memenuhi kehendak dan keinginan kita, tetapi kitalah yang harus menaati apa yang dikehendaki oleh Roh Kudus. Orang yang dikuasi Roh Kudus, Ia harus membuktikan melalui tutur katanya, sikap hidupnya, tingkah lakunya.

Spritualitas Kasih yang Menyala
Ioanes Rakhmat dalam sebuah tulisannya berjudul Spritualitas Yesus dari Nazaret mengatakan, Berbicara mengenai spritualitas dalam kekristenan adalah intensitas dan kedalaman hubungan seseorang dengan Roh Yesus Kristus atau Roh Kudus yang menjadi landasan dan pembentukan jati diri yang dinampakan dalam sikap dan perilaku yang terus menerus, kehidupan yang dijalaninya memungkinkan untuk menemukan makna asasi dalam hidupnya, menjadi bingkai dalam menjalani hidup yang bisa mendatangkan pembaharuan dalam hidupnya.
Jadi bagi orang Kristen, makna hakiki dan jati diri adalah menemukan Roh. Pada waktu Yesus hidup kawasan roh yang menjadi pusat hidup-Nya yang membentuk jati diri-Nya sebagai kawasan Allah. Itulah yang membuat spritualitas Yesus sebagai “Spritualitas Kerajaan Allah”. Hubungan spritualitasnya yang mendalam adalah Allah yang dipangil-Nya sebagai Bapa yang sedang menjalankan kekuasaan-Nya dan bentuk hakikinya adalah ketika Yesus mendemonstrasikan kekuasaan pemerintahan Allah di dalam karya dan perkataan-Nya yang terus menerus dihayati. Dampak penghayatan-Nya pada tatanan sosial masyarakat-Nya pada akhirnya membawa-Nya pada kematian. Spritualitas yang seperti inilah yang tidak hadir lagi dalam kehidupan kekristenan saat ini, yang hanya mengunggulkan spritualitas yang mengawang, tidak bersentuhan dan bahkan melarikan diri dari realitas sosial.
Pencobaan Yesus di padang gurun (Mark.1:12-13; Mat.4:1-11; Luk.4:1-13) menunjukkan perjuangan spritualitas Yesus, yang lebih dari pergumulan batiniah Yesus sendiri, ketika memulai visi dan panggilan hidup-Nya. Ia berada di padang gurun empat puluh hari lamanya, di cobai iblis. Ketika Ia dibaptis oleh Yohanes, Dia telah memasuki dunia Roh, Ia melihat langit terkoyak dan Roh seperti merpati turun ke atas-Nya. Dalam rangkaian ini semua menunjukkan Yesus mempunyai hubungan yang kuat dengan kuasa Roh yang memberi-Nya pengelihatan-pengelihatan dan kuasa, yang di cari dan diterima-Nya dari Roh melalui ujian-ujian fisik dan batiniah yang berat di padang gurun. Kalau kita baca di Luk.10:17-18, Iblis pun takluk akan Dia.
Dalam spritualitas-Nya, Yesus juga terbenam dalam doa yang sangat mendalam dan berlangsung lama bisa beerjam-jam bahkan sampai semalam suntuk (Mark.6:46; 9:2; Mat.14:13; Luk.6:12). Ia memelihara hubungan-Nya dengan Allah yang sangat akrab dan mendalam dalam kawasan Roh. Bukan karena daftar pokok doa yang panjang dalam bentuk permintaan dan permohonan. Dalam suatu kesempatan, Yesus bersama tiga murid-Nya (Petrus, Yohanes dan Yakobus) dikisahkan berdoa dalam kontemplasi (Luk.9:29-29). Di saat Ia berdoa, Yesus berubah rupa dan pakainnya menjadi sangat putih berkilau dan murid-murid-Nya melihat Elia dan Musa bersama-Nya, bercakap-cakap dengan-Nya. Dalam hal ini Yesus berhubungan langsung dengan alam Roh. Pada diri-Nya bertemulah dua dunia, Dia menjadi perantara dua dunia. Diri-Nya memancarkan cahaya kehadiran Ilahi yang menyelimutinya dan menggentarkan orang (Mark.1:22).
Dengan memiliki hubungan dengan Roh Allah yang berwibawa dan berkuasa itu juga yang ditunjukkan-Nya di dunia ini, bahwa Kerajaan Allah sedang berhadapan dengan kuasa setan. Yesus mendemonstrasikan bahwa Allah kini memerintah melawan musuh Allah yakni setan. Dan spritualitas kerajaan Allah yang dihayati Yesus, membuat-nya berhadapan dengan kuasa anti-Allah, menimbulkan dampak sosial politik dalam tatanan masyarakat di zaman-Nya, yaitu orang-orang Yahudi yang memiliki pemahaman sendiri yang baku.
Yesus melakukan perlawanan tanpa kekerasan senjata, tetapi Dia memberi ucapan-ucapan dalam bentuk cerita dan perumpamaan tentang Kerajaan Allah serta tindakan-tindakan simbolisnya. Tetapi walaupun bukan perlawanan dengan kekerasan semuanya itu membawa-Nya pada kematian di kayu salib, karena penguasa Roma juga melihat kemapaman politik bisa terganggu apabila Yesus terus dibiarkan menyampaikan kisah-kisah-Nya mengenai Kerajaan Allah. Yesus pernah mengatakan,”…sesungguhnya Kerajaan Allah itu ada di antara kamu (Luk.17:21b). Kerajaan itu ada di tengah rakyat yang najis dan paling menderita karena penjajahan Roma dan sistem puritas yang dipertahankan kalangan elit imamat aristocrat Yahudi. Tindakan Yesus membangun dan memasuki persekutuan dan persaudaraan dengan orang-orang najis dan marjinal dan makan bersama-sama mereka tanpa memakai meja. Sehingga terbentuk suatu komunitas yang anggota-anggotanya setara, egaliter adalah perwujudan dari keyakinan dan pewartaan-Nya bahkan Kerajan Allah adalah kerajaan yang merobohkan hierarki sosial relegius yang dipertahankan dalam sitem puritas.

Refleksi
“Spritualitas Kasih ditandai dengan kehidupan doa, bersikap dan memandang seluruh kehidupan dalam perspektif hubungan dengan Allah-yang mendorong dan melahirkan tindakan. Tindakan yang didorong oleh ketaatan yang penuh kepada Allah dan kasih kepada sesama manusia. Spritualitas yang memiliki kasih menilai manusia dari apa yang ada di dalam hati. Bukan kulit tetapi isi. Membenci semboyan-semboyan yang kosong tanpa arti, membenci seremoni-seremoni tanpa isi, membenci sikap yang mengutamakan prestise dan bukan prestasi yang ingin disenangi lalu menghianati hati nurani. Spritualitas yang memiliki kasih menyadari sepenuhnya agama bukan hanya dipercayai tetapi untuk dialami, kita tidak cukup mempercayai Kristus, kita harus mengalami Kristus. Makna kasih harus dikembalikan lagi kepada jati diri ajaran Yesus Kristus yang murni dan asli. Kebanyakan orang Kristen cuma bersibuk diri untuk memperbesar dan memperkuat kelompoknya, serta memperbesar kekayaan dan pengaruhnya. Pengikut Kristus telah kehilangan kridibilitasnya, karena tidak berbuat apa-apa dalam memperjuangkan kepentingan rakyat melawan kekuasaan yang tidak adil.

(Penulis adalah Pdt. Maruasas S.P. Nainggolan S.Si., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Maret 2010)

Tidak ada komentar: