1. Pengantar
Bisa dibilang, teman merupakan kebutuhan mutlak bagi kita. Tanpa teman, dunia akan terasa sepi. Hari-hari kita lebih banyak dihabiskan bersama teman sebaya. Ketika di sekolah, ngerumpi, menyalurkan hobi, bahkan ikut kebaktian, pasti bersama teman. Bersama teman-teman, kita akan merasakan dunia ini indah: bisa bercanda sesukanya dengan mereka; saat kita sakit kedatangan mereka yang berisik dapat membangkitkan harapan dan keceriaan, bahkan membangkitkan semangat untuk hidup. Atau di saat kita ada masalah, mereka mau mendengarkan curhat kita. Karena itulah pada hakikatnya kita musti bergaul dengan sesama. Persoalannya bagaimana kita kalau berteman (bergaul)? Sebab kalau salah, pertemenan (gaul) bisa menghambat perkembangan diri kita termasuk pelajaran, bahkan bisa menghancurkan hidup kita. Lantas bagaimana menyiasatinya? Inilah yang akan kita percakapkan pada topik ini.
2. Dasar-dasar Berteman (Bergaul)
Pertanyaan yang mungkin sering eloo lontarkan “mengapa kita berteman/bergaul? Apa dasarnya? Kita pertama-tama bertolak dari Alkitab gitulo.. Kalau kita baca kitab Kejadian pasal pertama dan kedua, jelas ditunjukkan bahwa manusia diciptakan bukan untuk menyendiri atau memisahkan diri dari dunia sekitar. Manusia diciptakan untuk “bertemen” dengan sesamanya, dan memelihara ciptaan Tuhan dengan penuh tanggungjawab. Jadi Tuhan tidak seneng kalo kita menyendiri atau menjauhkan diri dari dunia sekitar kita. Dengan berteman/bergaul kita dapat mengasihi sesama (dan sebaliknya), dan yang paling utama pertemenan merupakan bagian dari pribadi kita sebagai manusia.
- Aku ingin punya sahabat. Sahabat adalah orang yang spesial di hati. Bersamanya kita bukan cuma berbagi suka, tapi juga bisa curhat sambil berurai air mata saat patah hati. Dia atau mereka adalah yang punya care pada kita, sekaligus mau mendukung kita. Kalau begitu: jangan gegabah menentukan sahabat, jangan cuma melihatnya secara fisik dan sikapnya yang terlihat baik. Jalanilah pertemanan dengan sesama, dan pelan-pelan kamu akan menemukan orang-orang yang punya kesamaan, entah itu hobi, pola hidup, atau cara pandang. Setelah itu bolehlah mulai untuk sobatan lebih dekat lagi.
- Harus seiman? Nilai-nilai dalam pergaulan itu universal. Jadi siapa saja bisa kita jadikan teman. Malah dengan memiliki teman yang tidak seiman, kita akan kaya pengalaman.
- Belajar untuk saling mengerti. Dengan berteman kita akan berhadapan dengan temen yang kadang-kadang di antara kita terjadi perbedaan pandangan, dan masing-masing juga tentu punya kelemahan. Di sinilah perlunya pergaulan agar masing-masing dapat belajar untuk saling mengerti.
3. Berbagai Masalah Dan Alternatif Solusi Dalam Berteman (Bergaul)
Dalam pelaksanaannya, bergaul enggak selalu mulus. Kita menemui benturan-benturan dalam bersahabat atau berteman. Berikut ini akan kita lihat beberapa masalah yang bisa terjadi dalam berteman:
- Haruskah tampil beda dari teman?
Bagaimana perasaanmu kalau suatu hari kamu berpakaian seragam ke sekolah padahal semua kawanmu berpakaian bebas? Tentu saja canggung, kamu canggung dan malu kalau berbeda dengan kawan-kawanmu. Kamu ingin kelihatan sama seperti mereka. Itu namanya konformitas yaitu penyamaan diri dengan kelompok. Perasaan ini timbul karena kebutuhan untuk merasa terhisap kepada teman-teman.
Konformitas yang paling mencolok adalah dalam hal penampilan. Kamu kurang senang kalau terlalu berbeda dari kawan-kawanmu dalam hal potongan rambut, mode pakaian, sepatu, tas dsb. Gitu juga dalam hal bahasa, kamu kan punya “kamus prokem”? yang punya istilah bokap, nyokap, doi,boxy, dll. Keinginanmu untuk mengikuti apa yang jadi mode di antara kawan-kawanmu, okay dapat dipahami. Namun itu tidak berarti mengorbankan kepribadianmu. Misalnya, kamu sudah berpendapat tidak mau menjadi perokok. Motivasimu jelas: merokok merugikan kesehatan. Lalu kamu berada di tengah-tengah kawan-kawanmu yang sedang merokok, dan kamu menolak ajakan mereka. Dan mereka mengejek: ah pengecut, anak kemaren, kuno, anak mammi dll. Demikian juga dengan perilaku yang lain: misalnya ugal-ugalan, tawuran. Kalau kamu menolak, mungkin kamu akan kehilangan kawan, tetapi kalau kamu menyerah, kamu akan kehilangan kepribadian. Mana lebih susah dicari? Di sinilah pentingnya pengendalian diri, sebab orang yang tidak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya (lih. Ams. 25:28)
- Ihh, temanku itu suka bohong
Kalau temen sampai bohong, pada dasarnya yang bermasalah itu dia, dan yang akan menanggung resiko kebohongan di hadapan Tuhan adalah dia sendiri. Kita mungkin rugi sedikit karena kebohongannya. Makanya menghadapi yang begini, jangan dengan emosi. Justru kita harus punya dasar kasih, supaya dia bisa memiliki kejujuran. Dia juga dapat menjadi baik dan kita juga seneng bersamanya. Untuk itu, kamu perlu: cari momen yang bagus untuk bicara dari hati ke hati, dan berterus teranglah bahwa kita lebih menyukai kejujuran; dan jangan lupa doakan dia supaya hatinya tergerak untuk berubah.
- Uhh, dia sering ingkar janji
Dalam berteman pasti sering ada kebersamaan. Dalam memupuk kebersamaan itu, kita sering membuat janji. Entah itu janjian untuk ketemu, janjian untuk melakukan sesuatu atau yang lain. Kenyataannya adakalanya kita menemui teman yang mengingkari janji. Sebelum kita menjadi sebel, perlu: memahami (tanyakan)alasannya, bersedia memaafkan, dengan demikian kita bebas dari rasa dendam, ingatkan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama, dan daoakan dia agar Tuhan mengubahkan dia meninggalkan kebiasaannya yang kurang baik itu.
- Soal cinta/pacaran
Soal cinta ini bisa bikin kamu hepi, tapi juga bisa memusingkan kepala. Bahkan kalau enggak terkontrol bisa menjebak kamu jatuh dalam kepahitan hidup. Pertanyaan yang sering diutarakan: “haruskah seiman”? Dengan dalih sudah saling cocok, atau ingin membawa orang lain bertobat, banyak yang memutuskan pacaran dengan orang yang tidak seiman. Ini semua masuk akal, tetapi argumen ini sering amblas ketika seseorang dengan pacarnya sudah menjalaninya. Ada yang menjadi malas ke tempat ibadah masing-masing, atau malah terpengaruh dengan pasangannya. Makanya jalan yang terbaik adalah mencari orang yang seiman. Keuntungannya, antara lain: (1) Bisa bertumbuh bareng. Banyak pemuda yang jadi bersemangat dalam membina imannya karena ada pacar. Tentunya ini bukan hal yang mutlak untuk semua orang. (2) Meminimalkan konflik. Ya, kamu bebas berdiskusi apa saja tanpa takut tersandung masalah yang sensitif karena perbedaan agama. Sebab, salah satu potensi konflik adalah soal ini. Konsentrasimu dapat dialihkan untuk menghadapi konflik-konflik yang berkaitan dengan perbedaan pribadi.
4. Penutup
Remaja belasan seperti kamu-kamu ini pasti seneng-senengnya gaul. Punya temen banyak bikin hidup lebih hidup. Tapi bukan berarti nggak ada masalah juga, sih! Bila kamu salah menyikapi, bisa terjerumus sendiri. So, kita butuh arah yang jelas dalam menjalani hidup ini. Karena itu baiklah disimak apa yang dikatakan pemazmur berikut ini: “Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih?Dengan menjaganya sesuai firman-Mu.(Mzm. 119:9)
(Penulis adalah Pdt. Daniel Napitupulu, M.Min., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi September 2005)
Bisa dibilang, teman merupakan kebutuhan mutlak bagi kita. Tanpa teman, dunia akan terasa sepi. Hari-hari kita lebih banyak dihabiskan bersama teman sebaya. Ketika di sekolah, ngerumpi, menyalurkan hobi, bahkan ikut kebaktian, pasti bersama teman. Bersama teman-teman, kita akan merasakan dunia ini indah: bisa bercanda sesukanya dengan mereka; saat kita sakit kedatangan mereka yang berisik dapat membangkitkan harapan dan keceriaan, bahkan membangkitkan semangat untuk hidup. Atau di saat kita ada masalah, mereka mau mendengarkan curhat kita. Karena itulah pada hakikatnya kita musti bergaul dengan sesama. Persoalannya bagaimana kita kalau berteman (bergaul)? Sebab kalau salah, pertemenan (gaul) bisa menghambat perkembangan diri kita termasuk pelajaran, bahkan bisa menghancurkan hidup kita. Lantas bagaimana menyiasatinya? Inilah yang akan kita percakapkan pada topik ini.
2. Dasar-dasar Berteman (Bergaul)
Pertanyaan yang mungkin sering eloo lontarkan “mengapa kita berteman/bergaul? Apa dasarnya? Kita pertama-tama bertolak dari Alkitab gitulo.. Kalau kita baca kitab Kejadian pasal pertama dan kedua, jelas ditunjukkan bahwa manusia diciptakan bukan untuk menyendiri atau memisahkan diri dari dunia sekitar. Manusia diciptakan untuk “bertemen” dengan sesamanya, dan memelihara ciptaan Tuhan dengan penuh tanggungjawab. Jadi Tuhan tidak seneng kalo kita menyendiri atau menjauhkan diri dari dunia sekitar kita. Dengan berteman/bergaul kita dapat mengasihi sesama (dan sebaliknya), dan yang paling utama pertemenan merupakan bagian dari pribadi kita sebagai manusia.
- Aku ingin punya sahabat. Sahabat adalah orang yang spesial di hati. Bersamanya kita bukan cuma berbagi suka, tapi juga bisa curhat sambil berurai air mata saat patah hati. Dia atau mereka adalah yang punya care pada kita, sekaligus mau mendukung kita. Kalau begitu: jangan gegabah menentukan sahabat, jangan cuma melihatnya secara fisik dan sikapnya yang terlihat baik. Jalanilah pertemanan dengan sesama, dan pelan-pelan kamu akan menemukan orang-orang yang punya kesamaan, entah itu hobi, pola hidup, atau cara pandang. Setelah itu bolehlah mulai untuk sobatan lebih dekat lagi.
- Harus seiman? Nilai-nilai dalam pergaulan itu universal. Jadi siapa saja bisa kita jadikan teman. Malah dengan memiliki teman yang tidak seiman, kita akan kaya pengalaman.
- Belajar untuk saling mengerti. Dengan berteman kita akan berhadapan dengan temen yang kadang-kadang di antara kita terjadi perbedaan pandangan, dan masing-masing juga tentu punya kelemahan. Di sinilah perlunya pergaulan agar masing-masing dapat belajar untuk saling mengerti.
3. Berbagai Masalah Dan Alternatif Solusi Dalam Berteman (Bergaul)
Dalam pelaksanaannya, bergaul enggak selalu mulus. Kita menemui benturan-benturan dalam bersahabat atau berteman. Berikut ini akan kita lihat beberapa masalah yang bisa terjadi dalam berteman:
- Haruskah tampil beda dari teman?
Bagaimana perasaanmu kalau suatu hari kamu berpakaian seragam ke sekolah padahal semua kawanmu berpakaian bebas? Tentu saja canggung, kamu canggung dan malu kalau berbeda dengan kawan-kawanmu. Kamu ingin kelihatan sama seperti mereka. Itu namanya konformitas yaitu penyamaan diri dengan kelompok. Perasaan ini timbul karena kebutuhan untuk merasa terhisap kepada teman-teman.
Konformitas yang paling mencolok adalah dalam hal penampilan. Kamu kurang senang kalau terlalu berbeda dari kawan-kawanmu dalam hal potongan rambut, mode pakaian, sepatu, tas dsb. Gitu juga dalam hal bahasa, kamu kan punya “kamus prokem”? yang punya istilah bokap, nyokap, doi,boxy, dll. Keinginanmu untuk mengikuti apa yang jadi mode di antara kawan-kawanmu, okay dapat dipahami. Namun itu tidak berarti mengorbankan kepribadianmu. Misalnya, kamu sudah berpendapat tidak mau menjadi perokok. Motivasimu jelas: merokok merugikan kesehatan. Lalu kamu berada di tengah-tengah kawan-kawanmu yang sedang merokok, dan kamu menolak ajakan mereka. Dan mereka mengejek: ah pengecut, anak kemaren, kuno, anak mammi dll. Demikian juga dengan perilaku yang lain: misalnya ugal-ugalan, tawuran. Kalau kamu menolak, mungkin kamu akan kehilangan kawan, tetapi kalau kamu menyerah, kamu akan kehilangan kepribadian. Mana lebih susah dicari? Di sinilah pentingnya pengendalian diri, sebab orang yang tidak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya (lih. Ams. 25:28)
- Ihh, temanku itu suka bohong
Kalau temen sampai bohong, pada dasarnya yang bermasalah itu dia, dan yang akan menanggung resiko kebohongan di hadapan Tuhan adalah dia sendiri. Kita mungkin rugi sedikit karena kebohongannya. Makanya menghadapi yang begini, jangan dengan emosi. Justru kita harus punya dasar kasih, supaya dia bisa memiliki kejujuran. Dia juga dapat menjadi baik dan kita juga seneng bersamanya. Untuk itu, kamu perlu: cari momen yang bagus untuk bicara dari hati ke hati, dan berterus teranglah bahwa kita lebih menyukai kejujuran; dan jangan lupa doakan dia supaya hatinya tergerak untuk berubah.
- Uhh, dia sering ingkar janji
Dalam berteman pasti sering ada kebersamaan. Dalam memupuk kebersamaan itu, kita sering membuat janji. Entah itu janjian untuk ketemu, janjian untuk melakukan sesuatu atau yang lain. Kenyataannya adakalanya kita menemui teman yang mengingkari janji. Sebelum kita menjadi sebel, perlu: memahami (tanyakan)alasannya, bersedia memaafkan, dengan demikian kita bebas dari rasa dendam, ingatkan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama, dan daoakan dia agar Tuhan mengubahkan dia meninggalkan kebiasaannya yang kurang baik itu.
- Soal cinta/pacaran
Soal cinta ini bisa bikin kamu hepi, tapi juga bisa memusingkan kepala. Bahkan kalau enggak terkontrol bisa menjebak kamu jatuh dalam kepahitan hidup. Pertanyaan yang sering diutarakan: “haruskah seiman”? Dengan dalih sudah saling cocok, atau ingin membawa orang lain bertobat, banyak yang memutuskan pacaran dengan orang yang tidak seiman. Ini semua masuk akal, tetapi argumen ini sering amblas ketika seseorang dengan pacarnya sudah menjalaninya. Ada yang menjadi malas ke tempat ibadah masing-masing, atau malah terpengaruh dengan pasangannya. Makanya jalan yang terbaik adalah mencari orang yang seiman. Keuntungannya, antara lain: (1) Bisa bertumbuh bareng. Banyak pemuda yang jadi bersemangat dalam membina imannya karena ada pacar. Tentunya ini bukan hal yang mutlak untuk semua orang. (2) Meminimalkan konflik. Ya, kamu bebas berdiskusi apa saja tanpa takut tersandung masalah yang sensitif karena perbedaan agama. Sebab, salah satu potensi konflik adalah soal ini. Konsentrasimu dapat dialihkan untuk menghadapi konflik-konflik yang berkaitan dengan perbedaan pribadi.
4. Penutup
Remaja belasan seperti kamu-kamu ini pasti seneng-senengnya gaul. Punya temen banyak bikin hidup lebih hidup. Tapi bukan berarti nggak ada masalah juga, sih! Bila kamu salah menyikapi, bisa terjerumus sendiri. So, kita butuh arah yang jelas dalam menjalani hidup ini. Karena itu baiklah disimak apa yang dikatakan pemazmur berikut ini: “Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih?Dengan menjaganya sesuai firman-Mu.(Mzm. 119:9)
(Penulis adalah Pdt. Daniel Napitupulu, M.Min., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi September 2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar