Jumat, 17 Desember 2010

ARTIKEL: BUSANA PENGANTIN KRISTUS

Pengantar
Dalam bukunya yang berjudul “Dress for success” Jhon Molloy menunjukkan pentingnya peran pakaian dalam menunjang kesuksesan, khususnya para sekretaris. Dia mengatakan, jika anda ingin sukses berdadanlah sesuai dengan selera pimpinan anda. Pernyataan itu mengisyaratkan pentingnya memperhatikan pakaian dalam menjalankan tugas. Kalau dalam konteks pekerjaan sehari-hari begitu diperhatikan soal pakaian, dalam konteks kekristenan (hubungan kita dengan Tuhan) juga tidak kalah pentingnya. Untuk itulah redaksi Narhasem mengangkat topic “Youth Fashion”, dengan tujuan setiap orang Kristen, khususnya kaum muda memahami bagaimana dia tampil dan apa saja yang menjadi hal penting untuk dikenakan sebagai bukti pengikut Kristus.
Dalam tulisan ini perhatian kita terfokus pada busana “pengantin Allah” dalam arti kiasan yang akan menggambarkan bagaimana “penampilan seorang Kristen” yang dinakamakan “pengantin Allah”. Karena itu kita harus sadar siapakah kita di hadapan Tuhan. Kesadaran seperti ini akan memampukan kita menjalankan fungsi sebagaimana mestinya dan inklud di dalamnya bagaimana “pakaian”yang seharusnya kita kenakan.

Orang Kristen /Jemaat adalah “pengantin” Tuhan
Gambaran hubungan umat dengan Tuhan dalam Alkitab memiliki banyak segi, dan masing-masing memiliki makna sesuai dengan konteks nas yang menggambarkan hal tersebut. Di dalam Perjanjian Lama, gambaran hubungan umat dengan Allah secara khusus dan khas dilukiskan dalam kitab Nabi Hosea. Keluarga Hosea sebagai gambaran bagaimana dinamika hubungan Allah dengan umat Israel. Di dalam hubungan tersebut terjadi penghianatan, namun Tuhan tetap menunggu dan menghendaki pemulihan hubungan “suami-istri” tersebut berlangsung dalam kesetiaan dan kejujuran.(Hosea 1-2) Di dalam kitab Kidung Agung dengan syair yang indah juga digambarkan hubungan Tuhan dengan umatnya, yang dikiaskan dengan mempelai laki-laki dan perempuan yang saling puji-memuji (Kidung Agung 1-4)
Di dalam Perjanjian Baru, khususnya surat Paulus ke Jemaat Efesus ( Ef.5:29-33)menggambarkan betapa indah dan besar rahasia hubungan Kristus dengan umatNya, seperti hubungan suami dan istri. Kristus akan merawat jemaatNya seperti merawat diriNya sendiri. Menjadi mempelai bagi Kristus tidak berbicara mengenai seberapa besar keberadaan, kedudukan, jabatan, maupun prestasi kita dalam dunia ini, tetapi berbicara mengenai seberapa besar dan dalamnya kita hidup dalam kebenaran yang Tuhan inginkan untuk kita hidupi dalam dunia ini.
Di dalam kitab Wahyu kiasan untuk Jemaat juga digambarkan sebagai Pengantin Perempuan. Hal ini pertama-tama terdapat di dalam Wahyu 19:7-8, dihubungkan dengan Perjamuan kawin anak Domba. Jemaat Allah sejati ditampilkan sebagai seorang perempuan yang mengenakan gaun pengantin putih bersih. Sementara Babel ditampilkan sebagai seorang pengantin yang memakai pakaian indah saja. Maksud kiasan ini mau membandingkan yang salah dan yang benar. Selanjutnya dalam Wahyu 21:9 gambaran Jemaat sebagai pengantin Kristus dihubungkan dengan Yerusalem yang sorgawi, dengan penampilannya yang memakai permata-permata yang berkilauan.

Pakaian Pengantin Tuhan
Buku Ende HKBP No. 31:2 menggambarkan pakaian yang layak bagi Tuhan,
“Songon dia paheanku mandapothon Debata? Unduk serep ni rohangku ido abit na tama. Dung adong na songon i tau ma au di Tuhanki”
Mengacu kepada syair lagu tersebut, ada dua hal yang ditekankan menjadi pakaian orang Kristen yang dikehendaki Tuhan yakni: ketaatan kepada Tuhan dan kerendahan hati. Syair lagu ini mengindikasikan adanya kecenderungan masyarakat mempersoalkan pakaian dalam arti pisik yang melekat pada tubuh seseorang dalam hubungannya dengan ibadah kepada Tuhan. Oleh keterbatasan kemampuan untuk memenuhi jenis dan mode pakaian yang dianggap layak untuk dipakai ke gereja, akhirnya seseorang itu mengurungkan niatnya untuk beribadah kepada Tuhan. Tanpa menyepelekan jenis dan bentuk pakaian yang umumnya dipakai ke gereja, lagu ini mengingatkan orang Kristen agar tidak hanya memperhatikan pakaian secara fisik, pakaian dalam arti sikap tidak kalah pentingnya.
Oleh karena itu marilah kita menanggalkan cara hidup yang lama seperti kita menanggalkan baju yang sudah tua, kenakanlah pakaian yang baru sebagai bukti bahwa kita telah hidup baru di dalam Kristus (bnd. 2 Kor.5:17)
1. Hidup dalam kebenaran dan kesucian
Di dalam Epesus 4:24 rasul Paulus mengatakan kepada orang Kristen agar mengenakan manusia baru yang di dalamnya terdapat kebenaran dan kesucian. Paulus melihat bahwa hidup di luar Kristus, ada 3 yang mengerikan, yakni: pertama, seseorang tidak sadar bahwa dirinya berdosa. Hal ini terjadi karena hatinya yang telah membatu.Kedua,manusia tidak kenal malu dan tidak punya sopan santun.Ketiga,tergantung pada hawa nafsu dan tidak perduli kepada orang lain. Hidup dalam kebenaran, berarti Kristus yang menjadi ukuran, sebab Kristus-lah kebenaran itu sendiri (Yoh.14:6) Dengan bercermin kepada Kristus, ada dua konsekuensinya:pertama, kita akan senantiasa dapat melihat keberdosaan kita yang menyebabkan kita seharusnya menjadi seteru Allah. Tetapi di dalam Kristus yang adalah pembenaran kita, Ia melayakkan kita sebagai anak Allah dengan mengampuni dan menyucikan kita dari dosa dengan darah-Nya. Artinya, kita akan menjadi orang-orang yang tau diri dan senantiasa mawas diri terhadap segala macam godaan dan hasutan iblis untuk merusak “pakaian” kita. Hidup suci bukan berarti kita dapat menyucikan diri kita sendiri, melainkan Kristus yang menyucikan diri kita dan menyatakan kita tahir/suci. Maka yang kedua,adalah hidup beda dengan dunia. Dalam istilah yang lain Paulus mengatakan:” Jangan menjadi serupa dengan dunia”(Roma 12:1-2) Dengan kata lain kualitas hidup orang Kristen memiliki nilai plus dibandingkan dengan yang lain. Seluruh hidupnya dipersembahkan untuk Tuhan. Artinya, pekerjaan yang ditekuni sehari-hari merupakan sarana bagi dirinya untuk menunjukkan penyerahan dirinya secara total kepada Allah. Kesadaran ini akan memotifasi diri kita untuk bekerja, belajar, mencari nafkah dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab, sehingga berkat Tuhan akan memungkinkan kualitas hasilnya juga baik.

2. Mengenakan Perlengkapan senjata Allah
Orang Kristen di dunia tidak hanya berhadapan dengan situasi kehidupan yang normal-normal saja. Tetapi sebagaimana digambarkan Paulus, akan berhadapan dengan kuasa-kuasa gelap yang melayang-layang di udara. Untuk itu orang Kristen perlu memiliki “pakaian” yang siap pakai untuk situasi seperti itu, agar dapat berdiri teguh dan kuat.
Ikat pinggang kebenaran. Orang Kristen akan bebas bergerak dan tidak ragu-ragu, karena kebenaran Kristus ada di dalam dirinya dan menjadi patokan dalam hidupnya
Bajuzirah keadilan. Baju zirah ini adalah sebagai penangkal serangan yang menimpa, seperti anak panah. Keadilan berarti hidup dalam hubungan yang benar dengan Allah dan sesame manusia. Jika kita hidup sedemikian rupa menurut kebenaran Tuhan, itu akan menangkis tuduhan yang dilontarkan terhadap kita. Tutur kata saja tidak dapat menahan tuduhan yang dilontarkan atas diri kita, tetapi kehidupan yang sungguh baik akan mampu menangkis tuduhan itu.
Kasut kaki: kerelaan memberitakan Injil. Orang Kristen yang memakai kasut ini, senantiasa membawa kabar sukacita, menyebarkan kasih di tengah perselisihan, menyebarkan damai di tengah peperangan, membawa terang di tengah kegelapan, membawa penghiburan di tengah dukacita, membawa pembebasan di tengah penindasan dan perbudakan.
Perisai Iman akan memampukan kita menghadapi cobaan yang diibaratkan seperti anak panah. Iman kepada Kristus itulah perisai. Berjalan berdampingan dengan Kristus, kita akan diselamatkan dari setiap pencobaan
Ketopong Keselamatan. Keselamatan yang diberikan Kristus kepada kita akan meyakinkan kita terhadap pengampunan-Nya, sekaligus menguatkan kita untuk melawan dosa/mengalahkan hawa nafsu jahat
Pedang roh, Firman Allah. Firman Allah menjadi senjata kita untuk menahan serangan dosa dan bekal mengalahkan dunia.
Doa. Inilah menurut Paulus senjata yang terbesar. Hidup tanpa doa ibarat lampu tanpa minyak, maka doa merupakan “nafas iman”

Kesimpulan
Orang Kristen merupakan pengantin Kristus. Untuk itu hendaklah masing-masing mengevaluasi dirinya apakah pakaiannya sesuai dengan jati dirinya sebagai pengantin Kristus? Marilah kita memperhatikan bagaimana seharusnya kita hidup, sebab melalui sikap, tutur kata dan perbuatan kita, orang lain dapat membaca siapakah kita sebenarnya (bnd. 2 Kor.3:2-3) Berdandanlah dengan baik sesuai dengan kehendak sang Mempelai yaitu Kristus. Solideo Glori

(Penulis adalah Pdt. Daniel Napitupulu, M.Min., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Desember 2010)

Tidak ada komentar: