Kamis, 16 Desember 2010

ARTIKEL: ORANG BATAK DAN RITUAL AKHIR TAHUN

1. Identitas Batak
R.W Liddle menyatakan, bahwa sebelum abad ke-20 di Sumatera bagian utara tidak terdapat kelompok etnis sebagai satuan sosial yang koheren. Menurutnya sampai abad ke-19, interaksi sosial di daerah itu hanya terbatas pada hubungan antar individu, antar kelompok kekerabatan, atau antar kampung. Dan hampir tidak ada kesadaran untuk menjadi bagian dari satuan-satuan sosial dan politik yang lebih besar. Pendapat lain mengemukakan, bahwa munculnya kesadaran mengenai sebuah keluarga besar Batak baru terjadi pada zaman kolonial. Dalam disertasinya J. Pardede mengemukakan bahwa istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" diciptakan oleh pihak asing. Sebaliknya, Siti Omas Manurung, seorang Toba istri dari putra pendeta Batak menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua orang baik Karo maupun Simalungun mengakui dirinya sebagai Batak, dan Belandalah yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok tersebut. Sebuah mitos yang memiliki berbagai macam versi menyatakan, bahwa Pusuk Bukit, salah satu puncak di barat Danau Toba, adalah tempat "kelahiran" bangsa Batak. Selain itu mitos-mitos tersebut juga menyatakan bahwa nenek moyang orang Batak berasal dari Samosir.
Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai macam marga, sebagian disebabkan karena adanya migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang tradisi Karo dilakukan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan transkripsi dua naskah setempat, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting. Menurut Pusatak Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat Karo. Hal ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera akibat serangan pasukan Minangkabau yang datang pada abad ke-14 untuk menguasai Barus.
Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah terma kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli, Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah Karo, Pakpak, Toba, Simalungun, Mandailing, dan Angkola.
Sebagian besar orang Batak menganut agama Kristen dan sebagian lagi beragama Islam. Tetapi ada pula yang menganut agama Malim (pengikutnya biasa disebut dengan Parmalim) dan juga penganut kepercayaan animisme (disebut Pelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.

2. Orang Batak dan Ritualnya
Seiring dengan kepercayaan mereka masing-masing disaat memasuki pergantian akhir tahun mulai malam tiga puluh satu sampai tanggal, 01 setiap awal tahun, menurut pengamantan penulis ada banyak kita jumpai kolaborasi seremonial yang diprakarsai secara pribadi atau kelompok, baik sebagai suku batak atau suku yang lain, baik bangsa Indonesia atau bangsa lain, mereka melakukan acara dipergantian tahun. Tetapi saya lebih membatasi diri untuk membahas suku Batak dan Ritualnya diakhir Tahun, hal ini sesuai dengan permohonan saudari Uli Panjaitan melalui SMS yang disampaikan di awal bulan Nopember 2010.

Bagi orang Batak suasana akhir tahun memiliki arti tersendiri, pertama: moment penting untuk mensyukuri (manghamauliatehon) kepada Tuhan atas berkat karuniaNya yang menyertai mereka dari awal dan akhir Tahun yang sedang kita jalani. Kedua: Kesempatan bagi suku Batak mengevaluasi (mangarujiruji) selama perjalanan satu tahun. Ketiga: Kesempatan: bermaaf-maafan antara anak terhadap orangtua, antara suami istri, antara yang lebih tua kepada yang lebih muda, dll, keempat: Kesempatan bermohon (mangido) agar disertai Tuhan menapaki tahun baru. Semua ini dilakukan dalam bentuk acara khusus seperti lebih dulu diawali makan bersama (resepsi) atau ibadah akhir tahun, adanya suatu pertemuan. Namun tidak sedikit orang Batak menyempatkan waktunya reatreat ke suatu tempat untuk refreshing dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Semuanya itu sah-sah saja sepanjang dalam koridor yang baik janganlah konsumerisme, tetapi harus hemat-isme, lebih baik buka hatimu bersedekah bagi orang-orang yang membutuhkan uluran tangan daripada hanya menghambur-hamburkan materi untuk dirimu sendiri.

3. Akhir Tahun Sebagai Perenungan Untuk Memasuki Awal Tahun Baru
Saudaraku! hanya dalam hitungan jam kita semua akan meninggalkan tahun 2010 dan memasuki tahun baru 2011, bagi HKBP adalah tahun Yobel dimana HKBP genap berjubelium 150 tahun. Setelah I.L Nomemmsen berhasil menginjili suku Batak. Semua orang (mungkin juga termasuk anda dan saya) sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk merayakan pergantian tahun ini dengan ibadah sesuai dengan iman percayanya, tetapi ada juga yang meniup terompet bersama keluarga di rumah masing-masing. Bahkan ada sebagian orang yang telah mempersiapkan liburan akhir tahun dari jauh-jauh hari sebelumnya, baik itu liburan di dalam negeri maupun yang mau melancong ke negeri orang. Semua tempat hiburan dan hotel-hotel berbintang sampai penginapan melati dipastikan akan kebanjiran pengunjung yang ingin merayakan pergantian tahun. Bagitu juga dengan pesta yang diadakan mulai dari pesta kembang api dan terompet yang berlimpah dengan jamuan serta hidangan yang serba mewah.
Memang tidak ada yang salah dengan berbagai macam tingkah polah orang dalam menyambut dan merayakan pergantian tahun selam itu tidak mengganggu dan merugikan orang lain. Tetapi ada baiknya kita merenung lagi, apakah memang harus dengan perayaan seperti yang selama ini kita lakukan untuk menyambut tahun baru ? Karena hakekatnya menyambut pergantian tahun adalah untuk introspeksi diri, melihat kembali apakah selama setahun ini kita telah melakukan sesuatu yang berarti baik itu untuk diri sendiri maupun untuk orang banyak. Apakah kehidupan kita sudah lebih baik dari tahun sebelumnya baik itu yang menyangkut kehidupan dunia maupun akhirat. Karena dalam tekad manusia yang memiliki visi, bahwa :
“hari ini lebih baik dari hari kemaren, itulah tanda orang yang beruntung”
“hari ini sama dengan hari kemaren, itulah tanda orang yang merugi”
“hari ini lebih jelek dari hari kemaren, itulah tanda orang yang celaka”
Termasuk dalam golongan yang manakah kita ?
Maka alangkah baiknya di akhir tahun ini mempersiapkan diri kita untuk menyambut tahun baru, kembali merenung dan mawas diri tentang apa yang telah kita lakukan dan perbuat selama setahun ini serta mempersiapkan segala sesuatunya untuk berbuat yang lebih baik di tahun depan. Jangan sampai kita termasuk kedalam golongan orang yang “celaka” tapi kita orang yanghidup dalam karunia Tuhan (Sola Gratia).
Sebelum mengakhiri tulisan ini, ijinkan penulis member kontribusi untuk rekan Remaja dan pemuda; banggalah sebagai orang batak, jangan gadaikan margamu karena berbagai kepentingan. Ingat akhir tahun adalah suatu kesempatan untuk mengkaji ulang, apakah sudah maksimal kamu berbuat yang seturut dengan kehendak Tuhan? Jangan tunda-tunda melakukan pekerjaanmu. Lakukanlah…! Lupakanlah dan berdamailah masa lalumu…diakhir tahun ini kembalikan semangatmu, singsingkan lenganmu untuk membangun dirimu, bangsa dan gereja kita. Penulis mohon maaf bila ada tutur kataku yang tidak berkenan.
Kutipan firman Tuhan untuk menggugah iman percaya kita: dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. (Epesus 4: 24), sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa (Yohanes 15: 5c). Selamat menyambut tahun baru. Shalom.

(Penulis adalah Pdt. Haposan Sianturi, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Desember 2010)

Tidak ada komentar: