Rabu, 22 Desember 2010

ARTIKEL: MEMAHAMI PERUMPAMAAN YESUS

Farisi Dalam Diri Kita
Pada suatu hari Tuhan masuk ke dalam surga. Ia heran karena banyak orang di sana sementara ketika Dia mengintip neraka keadaannya sepi.”Ini tidak boleh terjadi! Untuk apa neraka dibuat jika tidak ditempati?”
Dia lalu memanggil malaikat Gabriel supaya menyuruh semua orang menghadap takhta-Nya. Sesudah semua berkumpul, Tuhan memerintahkan Gabriel untuk membaca Dasa Titah.
Selesai hukum pertama dibacakan, Tuhan berkata, “Siapa yang melanggar hukum ini, sekarang juga pergi ke neraka!”. Sejumlah orang pergi dengan sedih. Demikian juga sesudah hukum kedua, ketiga, sampai ke enam dibacakan, penghuni surga sudah berkurang separuh. Giliran hukum ketujuh dibacakan surga menjadi sepi. Semua telah pindah ke neraka kecuali satu orang tua, gemuk dan botak serta hitam pula.
Tuhan tidak menghendaki hal ini. Dia lalu memerintahkan semua orang yang di neraka untuk kembali. Hal ini membuat orang tua tadi menjadi marah. “Ini tidak adil! Mengapa dulu Tuhan tidak mengatakan hal ini? Kalau saja kutahu, saya sudah . . . .”

Apakah Perumpamaan Itu?
Perumpamaan adalah alat yang digunakan untuk mempermudah orang lain memahami sebuah maksud atau konsep atau ide.
Perumpamaan itu seumpama pembanding. Ia kita taruh berdampingan dengan apa yang hendak kita sampaikan supaya dengan itu orang dapat terbantu untuk memahami apa yang kita maksudkan. Itulah arti kata parabole (perumpamaan dalam bahasa Yunani) yang sering kita temukan dalam pengajaran Yesus untuk mengajarkan sebuah kebenaran.
Sebenarnya kita juga sering menggunakan perumpamaan kalau kita sedang berdiskusi atau beradu argumentasi dengan teman kita. Ketika kita mengatakan “begini loh contohnya” atau “gimana ya supaya lo bisa ngerti”, maka sebenarnya kita sedang berbicara tentang perumpamaan juga.
Dalam cerita teks di atas diberikan sebuah contoh (Dari A. de Mello SJ, Burung Berkicau, Cipta Loka Caraka, halaman 148). Apa yang mau dijelaskan contoh tersebut?
Contoh tersebut dengan gaya karikatural mencoba berbicara tentang orang Farisi, bagaimana mereka merasa benar dan sombong serta menutup pintu bagi pertobatan atau keselamatan orang lain. Contoh itu bisa menjadi sindiran bagi kita yang mempunyai pola pandang yang sama. Ketika kita merasa bangga dengan moralitas yang kita miliki dan dengan itu seperti memandang rendah orang lain maka kita telah jatuh ke dalam sikap seorang Farisi.

Yesus dan Perumpamaan
Dalam pengajaran-Nya, Yesus sering menggunakan perumpamaan. Hal itu dimaksudkan supaya pendengar-Nya dapat memahami pengajaran-Nya dengan lebih mudah.
Ingatlah bahwa apa yang hendak diajarkan oleh Yesus adalah tentang Kerajaan Allah serta karya penyelamatan yang Allah lakukan.
Seorang manusia dengan segala kelemahan dan keterbatasannya akan sulit sekali (bahkan mungkin mustahil) memahami sesuatu yang jauh lebih besar dari dirinya. Sadar akan hal itu, Yesus menggunakan perumpamaan dalam pengajaran-Nya. Lihatlah bagaimana Dia mengajar tentang Kerajaan Sorga dalam Matius 13: 24-30. Pengajaran-Nya dimulai dengan kalimat: “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama . . . .”. Demikian juga pada perikop-perikop berikutnya.
Kebiasaan Yesus ini adalah sebuah pengajaran tersendiri bagi siapa saja yang terpanggil menjadi pengkhotbah, penceramah, pendamping remaja dan naposo bulung serta guru sekolah minggu. Buat apa mengajar jika pendengar tidak mengerti. Supaya pendengar terbantu, maka menggunakan perumpamaan atau ilustrasi adalah hal yang bijaksana.

Studi Kasus 1
Lukas 12:13-21, Orang Kaya yang Bodoh.
Perikop ini bercerita tentang seseorang yang berselisih dengan saudaranya mengenai harta warisan. Barangkali ia merasa diperlakukan tidak adil atau hak-haknya tidak dipenuhi. Karena itu ia meminta jasa baik Tuhan Yesus agar menasihati saudaranya itu.
Untuk itu Yesus berumpama.
Apa yang mau diajarkan?
Yesus hendak mengatakan supaya pengikut-pengikut-Nya tidak berorientasi kepada uang, materi, harta kekayaan saja. Sepanjang itu masih dilakukan, ia akan terlibat dalam perselisihan, permusuhan, bahkan yang paling celaka, ia lupa mempersiapkan hal terpenting dalam hidupnya: keselamatan! Orang tidak akan membawa materi apa pun ke dalam kehidupan yang kekal itu. Karena itu mengapa orang hanya mementingkan materi seperti yang dilakukan orang-orang dari dunia ini?
Simaklah ucapan Yesus sebagai tekanan dalam perumpamaan itu (ayat 20), “Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?
Dengan perumpamaan ini pendengar diharapkan akan lebih mudah menangkap apa yang dimaksudkan oleh Yesus. Sekarang ini misalnya, ketika orientasi kita terpaku hanya kepada materi, kekayaan, bagaimana hidup senang jika memiliki banyak uang dan karena itu cepatlah selesaikan kuliah supaya bisa segera mencari uang, dst dst, maka akan sulit merubah mindset seperti itu. Membaca perumpamaan Yesus ini diharapkan akan membuat kita tiba pada satu kesimpulan, “Benar juga yah . . . kalau kita sesudah capek-capek kuliah, bekerja, mengejar materi, materi, materi dan melupakan kehidupan kekal, padahal sesudah semuanya itu terkumpul langsung game over apalagi yang tersisa . . .?

Studi Kasus 2
Mat 18: 23-35, Perumpamaan tentang Pengampunan.
Perikop ini bercerita tentang seseorang yang diampuni hutangnya ( debt bisa juga berarti dosa/kesalahan) sebesar 10.000 talenta (uang dalam jumlah yang sangat besar, setara dengan kira-kira 10.000 (talenta) x 6.000 (dinar. 1 talenta = 6000 dinar) x 50.000 rupiah (1 dinar = upah kerja sehari di Indonesia sekarang ini) = 3 trilyun rupiah. Tetapi ketika ia bertemu dengan orang yang berhutang padanya sebesar 100 dinar (setara dengan 5 juta rupiah), ia bertindak dengan begitu kejamnya. Dengan kejamnya, ia menangkap, mencekik dan menjebloskan orang itu ke dalam penjara.
Apa yang mau diajarkan?
Perumpamaan itu disampaikan Yesus untuk menjawab pertanyaan Petrus, “Sampai berapa kali kita harus mengampuni orang lain? Tujuh kali?”. Maka Yesus menjawab, “Tujuh puluh kali tujuh kali!”. Ini bukan sekadar 490 kali, tetapi sebenarnya tidak terbatas.
Yesus mengajar kita pengikut-Nya supaya tidak hanya mampu untuk mengampuni, tetapi harus hidup dalam pengampunan! Janganlah kesalahan kecil dari seorang teman kita diingat-ingat tetapi pengampunan luar biasa yang dilakukan Yesus di kayu salib terhadap dosa-dosa kita tidak berbekas sama sekali.

Penutup
Memahami perumpamaan Yesus memang tidak selalu mudah. Beruntung bahwa perumpamaan tentang penabur dalam Matius 13 masih diterangkan secara rinci. Ada perumpamaan yang jika tidak hati-hati dibaca dan dipahami akan berbahaya karena bertentangan dengan nilai-nilai yang kita pelihara. Contohnya adalah Lukas 16: 1-9, Bendahara yang Tidak Jujur. Pertanyaan yang spontan keluar dari mulut kita seusai membaca perumpamaan itu ialah, “Apa bener . . . yang seperti itu boleh dilakuin?
Ada juga, memang, perumpamaan yang dibuat sedemikian rupa supaya tertutup bagi orang yang tidak mau menerimanya, atau orang-orang durhaka. Markus 4: 11, 12 berkata, "Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, supaya: Sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun."
Yesus tidak memaksudkan hal seperti itu bagi kita. Ia menggunakan perumpamaan supaya kita terbantu memahami ajaran-Nya dan mempercayai-Nya. Buku-buku ilmu tafsir dapat membantu untuk memahami perumpamaan Yesus dengan baik. Tetapi di atas segalanya, rahasia untuk memahami perumpamaan Yesus adalah dengan tidak pernah memisahkan Yesus dengan perumpamaan-Nya. Perumpamaan Yesus hanya dapat dipahami jika kita menerima Dia, karena di dalam Dia lah Kerajaan Allah hadir di dunia ini.

(Penulis adalah Pdt. Bilman Simanungkalit, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi April 2008)

Tidak ada komentar: