Rabu, 02 Februari 2011

ARTIKEL: KEUANGAN DI GEREJA

Sering kita menjumpai beberapa pertanyaan dan pernyataan ketika berbicara tentang keuangan di gereja. Pertanyaan dan pernyataan itu antara lain: Siapa yang mengelola keuangan di gereja? Kemana uang gereja diperuntukkan? Darimana uang di gereja di dapatkan? Sehingga oleh pertanyaan dan pernyataan itu muncul berbagai macam pikiran dan pendapat. Ada yang mengatakan bahwa gereja tidak perlu terlalu memikirkan uang, sehingga ketika seorang pelayan (baca: pendeta) berbicara mengenai keuangan dituduh menjadi "mata duitan” dan ketika seorang petugas kebaktian menerima 'transport” dianggap tidak etis, Ada juga anggapan bahwa mengenai keuangan sepertinya tugas dan tanggung jawab dari majelis, sehingga kadangkala majelis mengganggap soal keluar masuk uang di gereja menjadi 'haknya', Ada pula gereja yang tidak mengikutsertakan pendetanya memikirkan soal keuangan, yang penting pendeta tersebut konsentrasi dan benar-benar memikirkan soal pelayanan yang menyangkut kerohanian saja.
Harus diakui, keuangan di gereja adalah pokok yang sangat sulit dan bukanlah merupakan pokok bahasan yang paling disukai di kalangan gereja dan orang Kristen, Namun keuangan di gareja juga merupakan salah satu pokok-pokok yang paling penting, Sebab keuangan juga merupakan soal pemberian, di mana salah satu pokok ajaran dari kekristenan adalah soal "memberi", Memang bisa saja memberi itu bukan hanya berkisar soal uang, bisa juga tenaga, pikiran waktu dan lain sebagainya. Tapi dalam hal ini kita mau berbicara secara khusus menyangkut keuangan.
Kita menghadapi kenyataan bahwa kita mempunyai krisis keuangan di gereja, dan kita seringkali juga menjadi korban kampanye curang organisasi-organisasi Kristen yang berusaha untuk mendapatkan uang Kristen kita. Sebagai seorang Kristen yang sudah bertahun-tahun terdaftar dalam sebuah keanggotaan gereja, mungkin anda salah seorang yang menjadi bulan-bulanan untuk dimintai sumbangan, Berbagai macam cara dan usaha pun sering kita lihat dan dengar dari orang-orang dan kalangan tertentu yang mungkin memakai nama kekristenan berbicara dan mengumpulkan uang. Mulai dari buku-buku, sovenir-souvenir, barang-barang yang dianggap suci, lambang-lambang kekristenan, lagu-lagu rohani dan banyak lagi, sering dijadikan alat dan sarana untuk mengumpulkan uang.
Bujuk rayu, bahkan manipulasi dan tipu muslihat-pun sadar tanpa sadar sudah terjadi di kalangan keagamaan atau barangkali gereja juga sudah ikut-ikutan? Dan kita bisa lihat sebagai perbandingan di negara kita, bahwa ternyata dari semua departemen yang ada di Indonesia, ternyata di departemen agama-lah yang paling banyak terjadi 'korupsi’, Kita juga perlu mengingat, bahwa salah satu persoalan munculnya aliran protestan pada zaman Reformasi Gereja adalah karena masalah uang.
Sebagai pendeta, saya pernah mendengar arahan-arahan, membaca buku-buku dan melihat kenyataan langsung bahwa banyak cara-cara ‘licik' yang menurut saya tidak sesuai dengan tuntutan alkitab untuk mendapatkan uang di gereja, Kambing hitam perkunjungan jemaat, potret-potret kemiskinan, berita-berita penginjilan, ucapan-ucapan selamat, sering dijadikan topeng untuk meraup keuangan. Bahkan belakangan ini, pendeta atau majelis pun menjadi sasaran penipuan uang, Dengan cara telepon gelap yang mengatakan ada yang mau menyumbang pembangunan gereja, tapi sebelum uang dicairkan, terlebih dahulu mentransfer uang sejumlah tertentu, Tapi uang sudah ditransfer, namun bantuan tak kunjung datang.
Tambahan lagi, ada gereja-gereja tertentu dan bahkan pelayan-pelayannya yang berpihak kepada orang-orang kaya, Sehingga di dalam gereja (meskipun tidak semua) sepertinya orang-orang kayalah yang menetapkan aturan-aturan di gereja. John Murray mengatakan, "Mungkin hanya sedikit kelemahan yang merusak ketulusan gereja bila dibandingkan dengan kelemahan lebih memihak orang-orang kaya, Gereja telah berkompromi dengan kejahatan-kejahatan orang-orang kaya itu, sebab takut kehilangan sumbangan mereka, Suara gereja telah dibungkam oleh karena menghormati orang-orang, dan disiplin teleh dikorbankan karena takluk kepada pengaruh keduniawian. Ada lagi gereja-gereja tertentu yang merasa persepuluhan sangatlah penting untuk menggerakkan anggota-anggota jemaatnya untuk memberikan sebagaimana mestinya. Walaupun persepuluhan itu tidak diajarakan dalam Perjanjian Baru, tambahan lagi zaman sekarang ini kekaburan akan jumlah persepuluhan membuat kebingungan yang besar. Sepersepuluh dari gaji pokok atau semua penghasilan? Penekanan persepuluhan itu sangat penting dirasakan gereja tersebut, sebab jika tidak demikian, mereka takut kas gereja menjadi minus. Melihat berbagai macam masalah-masalah yang nyata dan tidak nyata terjadi di kalangan orang Kristen pun gereja dewasa ini, perlu kita memperhatikan beberapa hal tentang uang di gereja, bagaimana memberi dan mengelola uang tersebut? Sehingga tidak lagi terjadi cara-cara yang kurang baik dan manipulasi masalah keuangan di gereja.

1. Rencana Dan Anggaran (Luk 14 : 28 - 30)
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa dalam setiap program dan rencana dalam suatu perkumpulan dan organisasi untuk melakukan suatu kegiatan, tidak terlepas dari anggaran dan biaya yang dibutuhkan. Itu sebabnya Yesus sendiri pun berkata bahwa dalam Lukas 14:28-30 tentang soal membuat anggaran biaya, supaya progam rencana dan pekerjaan itu dapat terealisasi dengan baik. Dalam gereja pun ini sangat diperlukan. Program dan rencana itu harus benar-benar dipertimbangkan dan dirancangkan sesuai dengan anggaran. Artinya, supaya program itu dapat terlaksana dengan baik, di samping tidak terjadi keragu-raguan dan ketakutan akan anggaran, Tambahan lagi, agar jangan ada istilah "melihat keadaan" atau "melihat apa yang terjadi" ("mamereng na tupa disi", kata orang Batak). Sering memang kita menghadapi kenyataan bahwa gereja atau pun kumpulan anggota jemaat sering membuat program dadakan, sehingga timbul berbagai macam persoalan. Penolakan program dan proposal oleh Majelis, kegiatan yang asal-asalan, dana yang tidak cukup, manipulasi anggaran, dan banyak lagi kejadian akibat dari program dadakan tersebut Secara khusus di gereja HKBP, sebagian besar sering terjadi "manipulasi dana" dalam proposal oleh beberapa kumpulan atau kategorial, Merasa anggaran biaya dan proposal yang diajukan hanya 50% yang akan disetujui oleh Majelis, anggota kategorial pun membuat 'proposal bayangan', Artinya, dana yang sebenarnya dibutuhkan hanya 5 juta, supaya dana tercapai, maka dibuat 'proposal bayangan'. Dibuatlah kebutuhan yang macam-macam, sehingga mencapai 10 juta, sehingga ketika proposal hanya disetujui 50%, tidak ada persoalan, karena memang dana sebenarnya yang dibutuhkan hanyalah 5 juta. Tambahan lagi, karena anggaran yang dibutuhkan cukup banyak karena adanya program dadakan, terjadilah kegiatan pengumpulan dana yang aneh-aneh. Lelang-lelang di gereja yang berbau penodongan (pemaksaan), bazar-bazar yang mengaburkan arti bazar, penjualan makanan oleh kaum ibu dan muda-mudi, kertas-kertas undangan dengan nilai-nilai tertentu, kupon-kupon dengan iming-iming door prize, kunjungan-kunjungan team kepada donateur-donateur, dan lain sebagainya. Memang benar, kita tidak membatasi kuasa Tuhan dan orang-orang atau anggota jemaat yang tergerak untuk memberikan dana atau uang secara dadakan kepada gereja, Namun perlu diingatkan, bahwa supaya tidak terjadi kesemberautan dan kekacauan bahkan tidak terlaksananya program, untuk itulah perlunya rencana program dan anggaran tersebut yang dapat dibuat secara terperinci sedikitnya sekali dalam setahun.

2. Diakonia
Berbicara mengenai Tri Tugas Panggilan Gereja (Koinonia, Marturia, Diakonia), memang tidak dapat dipungkiri bahwa diakonia sangat membutuhkan dana (uang) yang banyak, Sebab di satu sisi, pelayanan yang efektif adalah pelayanan yang menyentuh dan dapat dirasakan secara nyata dan langsung, Sebagai contoh, seorang pengkhotbah yang memberitakan Injil di kolong jembatan dengan berkhotbah secara menggebu-gebu dan luar biasa selama satu jam tidak begitu di dengar dan diperhatikan orang, Tetapi ketika pengkhotbah itu datang ke kolong jembatan dengan membawa beberapa bungkus nasi campur, orang akan datang berkerumun dan berebutan untuk mendapatkan nasi tersebut, Dan memang berbicara soal diakonia di gereja bukanlah berbicara soal keuntungan ataupun pemasukan untuk gereja. Tapi diakonia adalah benar-benar pelayanan dan kerugian bahkan pengeluaran bagi gereja, Untuk itulah perlu pengertian yang jelas bagi gereja dan anggota jemaatnya supaya bersama-sama memberikan perhatian dan bantuan bagi progam pelaksanaan diakonia di gereja.

3. Kerelaan Dan Sukacita Memberi, Bukan Paksaan (2 Kor 9 : 7)
Menyadari pentingnya dana (uang) di gereja, untuk itulah perlunya kesadaran yang sangat bagi anggota jemaat untuk memperhatikan dan memberikan bantuan, Namun hal yang harus dicamkan dan diingat, bahwa memberi bagi gereja hendaklah jangan karena paksaan atau pun bujukan-bujukan, Tapi biarlah pemberian itu didorong oleh keyakinan dan kerelaan bahwa apa yang dimiliki adalah berkat dari Tuhan. Dan berkat itu juga dipergunakan sebagai berkat bagi orang lain. Janganlah kiranya kita memberi supaya dikenal orang, supaya dipuji-puji, supaya dihormati, Tapi biarlah kita memberi oleh karena dorongan iman dan keyakinan sebagaimana pemahaman tentang berkat ; 1. General Grace (berkat umum = hujan, oksigen, matahari, dsb, yang diberikan kepada semua orang, yang baik dan yang jahat) 2. Special Grace (berkat spesial= yang diberikan bagi orang-orang tertentu), Mungkin kitalah orang tertentu itu, karena tidak semua orang punya uang banyak, tidak semua orang punya pekerjaan dan penghasilan yang baik. Untuk ituah kita perlu mengingat berkat spesial itu, dan mengembalikannya dengan kerelaan dan sukacita untuk pekerjaan dan kemuliaan Tuhan di dunia ini.

4. Kumpulkan Dan Sisihkan (1 Kor 16 :1 -2)
Tentang memberi uang ataupun yang lainnya untuk gereja, sering tanpa sadar kita memberikannya dari "sisa-sisa" yang kita miliki, Memang Tuhan tidak menginginkan kita memberikan semua yang kita miliki sehingga kita menjadi miskin dan tidak punya apa-apa lagi. Tapi Tuhan menginginkan, supaya kita benar-benar ‘menyisihkan’ apa yang kita miliki untuk pekerjaanNya melalui gerejaNya, bahkan dikatakan: berikaniah yang terbaik untuk kemuliaan Tuhan. Kita sering menganggap remeh bahkan lupa untuk mengumpulkan atau menyisihkan sebagian uang atau yang kita miliki untuk pelayanan kerajaan Tuhan. Kita lebih sering mementingkan kebutuhan pribadi kita, menyisihkan untuk kesenangan ataupun kebutuhan yang kadangkala tidak masuk akal, Ingatlah bahwa yang kita sisihkan itu bukanlah soal besar kecil atau sedikit dan banyaknya (5+2:5000=12, matematika Alkitab, 5 roti dan 2 ikan dimakan 5000 orang dan sisa 12 keranjang), Hal penting adalah bagaimana kita benar-benar mengingat dan menyisihkannya untuk persembahan kita bagi pelayanan dan pekerjaan di tengah-tengah gereja,

5. Bukan Hamba Uang (Ibrani 13 : 5)
Memang uang sangat dibutuhkan dalam pelayanan di gereja, Tapi uang bukanlah tujuan utama dari gereja. Artinya bukan setiap kegiatan yang dilakukan oleh gereja semata-mata bertujuan untuk mengumpulkan uang, Inilah mungkin yang sering kita lihat, bahwa dibalik kegiatan yang dilakukan gereja ada suatu maksud tersembunyi untuk menghasilkan dan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, Pesta-pesta dan kegiatan gereja yang kurang menghasilkan uang yang banyak sering dianggap tidak berhasil Panitia dituduh gagal ketika kegiatan yang dilakukannya tidak mencapai target yang telah ditentukan. Para pelayan merasa tidak diperhatikan ketika transport atau amplop ucapan syukur tidak di dapat dari suatu pelayanan, Bahkan tarif-tarif pembicara dan pengkhotbah pun muncul dimana-mana, Kita tidak boleh mengukur suatu keberhasilan pelayanan di tengah-tengah gereja dengan uang. Janganlah pengurus gereja merasa berhasil dalam pelayanan ketika mereka bisa mengumpulkan uang yang banyak atau saldo kas gereja berlimpah-limpah. Keberhasilan pelayanan gereja adalah dimana pekerjaan dan pelayanan di tengah-tengah gereja itu bisa dilakukan seefektif mungkin. Sebagaimana saya pernah mendengar dari rekan saya seorang pendeta di sebuah gereja berkata dengan bangga : "pelayanan saya dan majelis di gereja ini cukup luar biasa dan mendapat respon dari anggota jemaat, sehingga kami punya saldo kas gereja sampai Rp.150 juta", Namun saya melihat bahwa gereja mereka sepertinya mau roboh, anggota jemaatnya banyak yang putus sekolah karena tidak punya biaya, kegiatan yang ada di gereja tersebut hanya sebatas kegiatan rutinitas, sosial bagi jemaat yang sakit dan yang mengalami bencana atau kemalangan tidak berjalan, Di dalam hati saya tersenyum dan berkata : "Ini pendeta dan Majelis gimana, berarti mereka tidak bisa membuat program, berarti mereka tidak bekerja melakukan pelayanan", Untuk apa saldo banyak tapi kegiatan pelayanan tidak berjalan efektif dan maksimal Sebab gereja yang bergerak dan punya kegiatan pelayanan yang banyak membutuhkan dana yang banyak, bukan saldo yang banyak, Jadi gereja yang baik bukan di ukur dari banyaknya uang atau saldo kas gerejanya.

6. Kewajiban Memberi (Mat 17 : 24 ; 22:20)
Ada anggapan beberapa orang, bahwa soal memberi uang kepada gereja adalah tanggung jawab orang-orang tertentu, Sebagian pengurus gereja maupun majelis merasa tidak punya kewajiban untuk ikut ambil bagian dalam memberikan materi atau uangnya, sebab mereka merasa telah memberikan tenaga dan waktu mereka, Sehingga ketika ada kebutuhan dan keperluan dana di gereja sering nama-nama majelis tidak didaftarkan, Kita mungkin perlu mengingat kembali ceritera dimana Yesus dan murid-muridNya membayar bea untuk Bait Allah, Dia tidak berkata, bahwa Dia adalah Tuhan dan tidak perlu membayar atau memberikan bea ke Bait Allah, tapi justru Yesus memberikan tauladan kepada murid-muridNya dan juga kepada orang banyak bahwa penting memberikan bea kepada Bait Allah. Memberikan bea ke gereja adalah menjadi tanggung jawab semua anggota jemaat. Sebagaimana Yesus juga memperingatkan tentang membayar pajak, demikian juga kita diingatkan untuk membayarkan yang patut kepada gereja kita. Tidak terlepas dari anggota jemaat maupun penatua atau pengurus gereja, semua berkewajiban untuk membayarkannya.

7. Memberi Berkat Diberi Kelimpahan (Amsai 11:24)
Memberi kepada gereja bukanlah soai untung rugi, tapi benar-benar didorong oleh iman dan keyakinan bahwa apa yang kita dapatkan adalah dari berkat Allah yang berkelimpahan. Jadi tidak perlu takut, dan tidak perlu memikirkan untug rugi jikalau mau memberi ke gereja. Jangan kita memberi hanya karena ada maksud atau tujuan tertentu yang ingin kita dapatkan dari gereja. Tapi tidak salah jika kita memberi dengan keyakinan bahwa Tuhan akan memberikan berkat yang berkelimpahan. Ada pepatah orang Batak yang mengatakan ;"dibuang-buang ganda, diholit-holit mago" (ditabur semakin berkelimpahan, diirit semakin kekurangan), Sebagaimana Amsal 11:24 berkata bahwa ada yang menyebar harta tetapi bertambah kaya, namun ada yang menghemat secara luar biasa tapi selalu kekurangan.

8. Apa Yang Kamu Tabur Dan Kamu Beri (Luk 6 : 38)
Sebagaimana keyakinan memberi akan diberi berkat kelimpahan, demikian pula Yesus berbieara soal apa yang kita tabur dan ukurkan, demikian juga yang kita tuai dan peroleh, Ketika kita mengirit memberi kepada Tuhan melalui gereja, maka Tuhan juga akan mengirit memberikan berkatNya kepada kita.

9. Memberi Adalah Pengorbanan (Mark 12 : 41 - 44)
Memang sangat sukar berbicara tentang hal memberi, walaupun ajaran kekristenan mengatakan adalah lebih baik memberi daripada menerima, Namun banyak orang merasa rugi memberikan apa yang dimilikinya, ia merasa sudah capek berusaha dan bekerja, maka adalah wajar kalau dia sendiri menikmati hasil jerih-payahnya, Memberi adalah pengorbanan, sebab apa yang kita miliki dan mungkin juga yang kita butuhkan harus kita korbankan untuk orang lain, Sebagaimana seorang janda yang memberi sedikit dari kekurangannya, daripada orang kaya yang memberi banyak dari kelimpahannya (Mark 12:41-44), Yesus memperingatkan bahwa janda itulah yang mengorbankan banyak, la mengorbankan semua yang ada padanya, bahkan seluruh nafkahnya. Itulah prinsip memberi, bahwa memberi haruslah dengan pengorbanan yang besar.

10. Setia Dalam Segala Perkara (Luk 16 : 10)
Ada beberapa pemahaman yang mengatakan bahwa memberi uang kepada gereja adalah hanya menjadi tanggung jawab orang-orang yang mempunyai duit yang banyak saja. Sehingga orang yang tidak mempunyai duit yang banyak merasa tidak perlu dan bahkan pura-pura tidak perduli untuk memberikan uangnya yang sedikit itu, Tambahan lagi, gereja juga ikut-ikutan, membuat daftar-daftar penyumbang atau pengumpul dana hanya sebatas orang-orang tertentu, Untuk itulah perlu diingatkan, bahwa memberi ke gereja bukanlah hanya tanggung jawab orang tertentu atau kelompok berduit saja, sebab kalau yang sedikit saja tidak kita hiraukan, tentu Allah tidak akan memberikan yang banyak, Sama halnya dengan pengelolaan keuangan di gereja, uang gereja yang sedikit itu kalau tidak kita kelola dengan baik, bagaimana dengan uang gereja yang banyak? Dan ini juga sering dijumpai dalam gereja, ada anggota jemaat yang malas memberi sumbangan atau bantuan, karena merasa pengurus gereja tidak mempergunakan pemberian itu dengan baik dan benar.
Dari pernyataan-pernyataan di atas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa memang sudah saatnya kita peka terhadap soal keuangan di gereja, Bagaimana memberikan dan mengelolanya dengan baik dan benar. Hendaklah gereja tidak terpengaruh oleh trik-trik atau topeng-topeng yang menghalalkan segala cara untuk mengumpulkan uang di gereja, Dan sebaliknya, kita semua juga disadarkan bahwa dana (uang) memang sangat dibutuhkan sebagai dukungan dalam berbagai pelayanan di tengah-tengah gereja, sehingga kita benar-benar merasa bertanggung jawab, rela dan penuh sukacita memberikannya untuk pelayanan melalui gerejanya. Keterbukaan atau transparansi juga dibutuhkan dalam hal keuangan di gereja, karena dengan demikian kita semua bisa mengetahui kebutuhan gereja kita, Di samping itu, transparansi tersebut menghindarkan kita dari cara-cara dan pengelolaan yang mungkin kurang jujur. Keuangan di gereja bukanlah menjadi tanggung jawab dan untuk kepentingan orang-orang tertentu saja, tapi juga menjadi tanggung jawab kita bersama dan untuk kepentingan bersama.

(Penulis adalah Pdt. Mangara Rinaldo Situmorang, S.Th., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Agustus 2005)

Tidak ada komentar: