Selasa, 22 Februari 2011

ARTIKEL: TREND GOTHIC BAGI ANAK TUHAN: YES OR NO?

Permulaan Gothic
Gothic pada awalnya adalah sebutan untuk orang-orang Goth. Orang Goth ini merupakan kumpulan orang yang tinggal di Eropa Utara dan pada jaman kekaisaran Roma pada abad ke-2, lalu mereka menduduki daerah Jerman, Spanyol, dan Italia. Bangsa Goth menjadi ejekan bagi bangsa Barbar Utara, dan pada abad ke-16 julukan Gothic diberikan pada sebuah gaya Arsitektur dan gaya artistik yang ada pada jaman pertengahan.
Gaya Gothic Architecture ini menjadi sebuah idealisme pada abad ke-18 dan ke-19, bersama Romanticism, memulai munculnya kebangkitan gaya Gothic, dimulai dari Britania, pada akhirnya gaya ini menyebar sampai ke Amerika tengah dan Eropa Continental.
Para pekerja di ke-susastraan akhirnya menyelidiki latar belakang lahirnya gaya Gothic ini, pada akhirnya menghasilkan cerita fiksi Gothic. Akhirnya pada tahun 1980-an, melalui penyelidikan itu, melahirkan kebudayaan Gothic, gaya musik Gothic, gaya (fashion) Gothic, event, dan lainnya. Dari sejarah diatas, dapat kita gambarkan bahwa budaya Gothic itu sendiri berawal dari sisi diskriminasi, yang berbau kegelapan, kemuraman, dan pengkotak-kotakan. Yang berarti seperti membentuk komunitas baru yang merasa tidak sejalan dan tidak se-filosofi dengan komunitas yang lebih besar atau umum.
Ada yang mengatakan kalau gaya Gothic ini merupakan gaya pengikut setan, namun sejauh ini belum ada fakta konkrit, yang penulis tahu, tentang itu. Mungkin gaya Gothic ini hanyalah sebagai alat yang dipakai oleh sebagian orang untuk menyampaikan filosofinya (yang berbau tentang ajaran setan) melalui musik, fashion, dan lainnya.

Karakteristik gaya (fashion Gothic)
Menurut para ahli karakteristik gaya (fashion) Gothic :
• Simon Reynolds : muka yang pucat, rambut hitam, baju yang berkerut, tapi stovepipe (topi yang biasa digunakan pesulap), jaket kulit, aksesoris pakaian, perhiasan mistis (tulang, tengkorak, dll) rata terbuat dari perak.
• Ted Polhemus : bunga beludru hitam, jaket berwarna merah tua atau ungu, aksosoris dengan tali ketat, sarung tangan, dan perhiasan mistis.
• Maxim Furek : Goth merupakan pemberontakan terhadap gaya dandanan yang rapi pada era disco tahun 1970-an, dan perlawanan terhadap warna pastel dan extravagance pada tahun 1980-an. Rambut hitam, dandanan yang gelap, dan kelihatan pucat adalah gambaran dasar dari gaya fashion Gothic. Sepintas gaya Gothic ini dilihat dari dandanannya akan terlihat sebagai gaya Victorian modern.
Gaya Gothic juga mengalami perkembangan. Gaya Gothic yang sekarang tidak se-ekstrim gaya Gothic awal yang sangat menyolok. Tapi sudah ada sentuhan dari fashion lain. Sehingga lebih menarik di mata anak-anak muda. Gaya Gothic ini juga mempunyai kemiripan gaya dengan gaya fashion Heavy Metal.

Gaya Gothic Dimata Masyarakat
Anak muda cenderung melihat gaya Gothic ini sebagai sesuatu hal yang langka. Pandangan pertama melihat gaya Gothic sebagai gaya yang unik. Jika dia merasa pas dengan gaya itu, dia pasti tertarik dengan gaya itu, yang bisa menampung keinginannya dalam berbusana. Jadi dia lambat laun akan mencoba melihat, mencari tahu, dan pada akhirnya menggunakan gaya itu. Pandangan lainnya, melihat gaya Gothic sebagai hal yang kurang penting, bahkan risih jika melihat gaya itu, apalagi untuk memakainya. Di mata masyarakat sendiri, sebagian besar masyarakat, sudah pasti antipati dengan gaya ini, karena secara fisik memang kelihatan seperti gaya preman dan biasanya menjaga jarak dengan mereka yang menggunakan gaya ini. Karena memang trend Gothic ini berasal dan marak di daerah Eropa dan Amerika, jadi budaya Gothic yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat Indonesia terlihat sedikit “memaksa”. Kelihatan tidak telalu cocok jika dipakai di Indonesia yang sifatnya lebih sopan, kekeluargaan, dan sederhana.

Saran Bagi Anak Tuhan Yang Menggunakan Trend Gothic
Dalam 1 Kor. 6 : 19 dikatakan : ”atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, - dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?”. Jadi sekarang apakah gaya Gothic itu merusak tubuh (secara fisik maupun pemikiran kita) yang sudah di berikan Tuhan kepada kita? Sudah memuliakan Allah atau belum? Tergantung dari motivasi orang itu yang menggunakan gaya tersebut. Seperti dibahas di atas, ada yang beranggapan bahwa gaya Gothic ini berbau pemujaan terhadap setan, nah kalau bisa kita menjaga sikap kita. Jangan sampai kita di cap sebagai pemuja setan, hanya karena kita menggunakan gaya Gothic. Dengan semakin berkembangnya gaya Gothic ini, mulai bermunculan ide-ide baru untuk menindik, menato, cat rambut, dan lainnya. Ini juga harus dihindari, lagi-lagi untuk menjaga tubuh yang Tuhan anugerahkan kepada kita
Sebenarnya penulis bukanlah seorang profesional atau ahli dalam dunia fashion, bahkan bisa dibilang cuek, tapi penulis akan mencoba melihat dari sisi lainnya. Menurut penulis masalah pemakaian trend Gothic dalam keseharian adalah masalah ”penting ga penting”. Akan terlihat berlebihan (atau bahasa anak jakarta-nya : lebeh :p) untuk berdandan atau merias diri dengan gaya Gothic kalau memang hanya untuk keluar rumah, berkumpul dengan teman-teman, nongkrong di warung. Beda ceritanya jika memang ada event khusus untuk pecinta gaya Gothic, mungkin sebagai apresiasi kita sebagai pecinta gaya Gothic, maka wajar kita menggunakan gaya tersebut. Nah, untuk penggunaan di dalam gereja? Penulis menyarankan yang simpel-simpel saja (ga ribet).
Terakhir, ”jadi trend Gothic-nya diikuti ga ya?” Ya tergantung anda. Sebaiknya bergaya atau berdandan yang wajar saja. ”Jadi ga usah nih?” Untuk menghargai, boleh-boleh saja. Karena jika melihat pendapat dari Maxim Furek diatas, itu menandakan, jika tidak ada gaya Gothic pada masa 1970-an yang lalu mungkin gaya kita sekarang masih menggunakan warna-warna terang atau pastel (alias : norak, kalau kata anak jakarta :p). Yang pasti, setiap apa yang kita lakukan, dalam hal ini tentang gaya berpakaian, tidak boleh merusak apa yang telah Tuhan berikan kepada kita.

(Penulis adalah Ridho Cristian Satdes Limbong, S.T., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Januari 2011)

Tidak ada komentar: