Jumat, 06 Maret 2009

ARTIKEL: NOMMENSEN SEBAGAI KESEMBUHAN BAGI BANGSA BATAK

Penyerahan Diri Nommensen Kepada Tuhan
Ingwer Ludwig Nommensen lahir di sebuah pulau kecil bernama Nortstrand, Jerman Utara. la berasal dari keluarga yang miskin dan menderita. Ayahnya sering sakit-sakitan sehingga tidak mampu untuk membiayai kehidupan keluarga mereka. Untuk terus dapat bertahan hidup, maka sejak umur 8 tahun Nommensen sudah bekerja sebagai penggembala di musim panas, sedangkan pada musin dingin ia memutuskan untuk tetap bersekolah. Di usianya yang ke 10 tahun, Nommensen bekerja sebagai buruh tani di perkebunan orang-orang kaya dan membantu pekerjaan para tukang memperbaiki atap rumah. Karena sejak kecil sudah harus mandiri, maka hal tersebut menjadikan Nommensen sebaagi seorang anak yang ulet, gigih serta tidak kenal menyerah dalam bekerja dan karakter itulah yang menjadi modalnya setelah ia pergi untuk menginjili orang-orang kafir.
Pada tahun 1946 di usianya yang ke 12, ia mengalami kecelakaan tertabrak kereta kuda saat sedang bermain dengan teman-temannya. Kecelakaan tersebut menyebabkan kakinya patah sehingga harus diamputasi. Saat mendengar hal tersebut, ia amat putus asa dan hari-harinya dijalani dengan kelabu tanpa harapan. Dalam keputusasaannya ia membaca firman Tuhan dari Yohanes 16:23 yang berbunyi, "Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, akan diberikanNya kepadamu dalam namaKu." Dalam kebimbangannya ia bertanya kepada ibunya apakah ayat tersebut berlaku juga bagi dirinya. Dan ibunya berkata bahwa hal tersebut masih berlaku. Akhirnya mereka berdoa bersama. Dalam doanya Nommensen berjanji jika ia sembuh, ia akan pergi memberitakan Injil kepada orang yang belum mengenal Kristus seperti cerita para pemberita Injil yang diceritakan oleh teman-temannya sewaktu menjenguk dirinya.
Beberapa minggu kemudian Nommensen memperoleh jawaban atas doanya. la memperoleh kesembuhan total sehingga bisa beraktivitas seperti biasanya, dan ia tidak melupakan janji yang pernah dibuatnya dulu, dimana jika ia sembuh ia akan menyerahkan dirinya kepada Tuhan untuk menjadi seorang penginjil. Akhirnya pada tahun 1853 dengan berbekal sepatu dan pakaian seadanya, ia berpamitan kepada orang tua dan saudara-saudaranya untuk memulai tugasnya menjadi seorang penginjil. Nommensen sungguh-sungguh memenuhi janji yang pernah dibuatnya dulu kepada Tuhan karena ia percaya bahwa kesembuhan yang ia peroleh tentu karena kemurahan dan kebaikan Tuhan pada dirinya dan karena Tuhan sendiri sudah memiliki rencana yang indah untuk memakai Nommensen sebagai alatNya menyelamatkan bangsa-bangsa yang belum percaya kepadaNya.
Kemudian ia melamar menjadi seorang pemberita Injil di Lembaga Pekabaran Injil Rhein (RMG). Dan pada tahun 1857 ia meneruskan studinya dengan belajar di sekolah pendeta di Bremen. Selain kuliah Nommensen juga bekerja sebagai tukang sapu, tukang kebun dan juru tulis sekolah itu. Hingga akhirnya ia berhasil lulus dari sekolah pendeta dan dithabiskan sebagai pendeta pada tahun 1861.

Menginjili Ke Tanah Batak
Setelah dithabiskan sebagai pendeta ia kemudian mulai berangkat menuju Sumatera. Pada bulan Mei 1862 ia tiba di Padang dan mengucapkan doa penyerahannya yang agung, "Seluruh hidup, tenaga, badan dan jiwa dan segala rahmat yang Kau limpahkan kepadaku, kuserahkan kembali kepadaMu. Aku tidak membalas kasihMu yang menyelamatkanku. Semua yang ada padaku, dari padaMu jua kuterima karena itu semuanya bukanlah kepunyaanku."
Doa penyerahan yang diucapkan oleh Nommensen menunjukkan penyerahan dirinya secara utuh kepada pemiliknya karena ia percaya semua yang ada padanya adalah milik kepunyaan Tuhan yang Tuhan berikan kepadaNya karena kasihNya yang begitu besar dan Nommensen mau menyerahkan kembali semua kasih Tuhan tersebut bukan karena ia berhutang janji kepada Tuhan, namun karena ia benar-benar mau menyerahkan semua yang ada padanya untuk dipakai sebagai alat Tuhan.
Dari Padang kemudian ia melanjutkan ke Sibolga dan di Barus ia mulai mengadakan pendekatan kepada orang Batak di pedalaman. Selain itu ia pun mulai belajar bahasa Batak dan Melayu yang dapat dikuasainya dalam waktu singkat. la juga mulai menjalin hubungan yang baik dengan orang-orang Batak dengan cara mempelajari adat istiadat dan budaya batak karena ia tahu melalui jalan tersebut ia dapat melakukan pendekatan dengan raja-raja Ia menjalankan tugasnya dengan berani. Sambil berkhotbah ia mengobati orang yang sakit dan menghibur mereka dengan permainan harmonikanya. Semua itu ia lakukan untuk mempererat hubungan dengan orang-orang Batak, dan akhirnya membuat ia semakin mudah bergaul dan diterima oleh sebagian masyarakat Batak. Namun tidak sedikit juga masyarakat Batak yang menanggapi niat baiknya dengan pemikiran negatif bahwa ia adalah mata-mata Belanda, sehingga ia tidak dapat tinggal lebih lama di Desa Rambe. Penyebab lain Nommensen tidak dapat tinggal lebih lama di daerah pedalaman ialah karena ia tidak mendapat ijin untuk mendirikan rumah dari Residen Belanda yang waktu itu hanya menguasai daerah perkotaan sedangkan daerah pedalaman tetap dikuasai oleh raja-raja Batak yang hidupnya masih primitif seperti makan orang. Kehidupan primitif mereka lainnya dapat dilihat dengan seringnya terjadi perperangan antara raja yang satu dengan yang lain dimana jika salah satu dari mereka kalah maka akan dipersembahkan pada upacara adat Siatas Barita. Pesta Siatas Barita adalah pesta menyembelih seekor kerbau dan seorang manusia yang akan mereka persembahkan kepada arwah nenek moyang mereka.
Karena mengalami banyak kesulitan melayani di daerah pedalaman di Parau Sorat, maka ia mulai merubah pelayanannya dengan memulai pelayanan dari daerah kota yaitu Tapanuli. Pada tahun 1864 ia pindah ke Silindung. Di sana Nommensen pernah akan menjadi korban akan dipersembahkan bersama seekor kerbau, pada upacara adat Siatas Barita. Namun dengan beraninya ia mengatakan kepada orang-orang yang mengikuti upacara tersebut bahwa hal itu salah, karena tidak mungkin bila arwah nenek moyang menginginkan darah dari keturunannya sendiri. Sehingga akhirnya lama-kelamaan upacara Siatas Barita yang mempersembahkan orang kepada arwah nenek moyang semakin berkurang walaupun masih tetap dilakukan dengan mempersembahkan seekor kerbau.
Pada tangal 29 Mei 1864 ia mulai mendirikan rumah sakit di Huta Tarutung dan memulai misi pelayanan Injil di Tapanuli Utara. Sampai akhirnya ia berhasil mendirikan jemaat yang pertama di Huta Dame. Huta Dame dirancang sedemikan rupa menjadi perkampungan Kristen. la mengajar jemaat di sana untuk berdoa dan membaca Alkitab setiap pukul 6 pagi sebagai bekal mereka sebelum bekerja sepanjang hari. Dan setiap pukul 9 pagi, 12 siang, 3 siang dan 6 sore lonceng selalu dibunyikan untuk mengingatkan orang Kristen untuk berdoa menghadap Tuhan. Walaupun kehidupan tersebut adalah kehidupan masyarakat barat sangat berbeda dengan kehidupan mayarakat Batak, namun mereka tetap melakukannya dengan taat.
Pada tahun 1873 Nommensen mendirikan sebuah gedung gereja, sekolah dan rumah pribadinya di Pearaja Tarutung, dimana sekarang tempat tersebut dijadikan sebagai pusat Huria Kristen Batak Protestan. Pelayanan yang dilakukan Nommensen bagi masyarakat Batak cukup banyak mulai dari memperhatikan kehidupan masyarakat miskin dengan memperbaiki sistem pertanian, peternakan dan memberikan modal usaha sampai menerbitkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Toba dan memberikan pelatihan kepada orang-orang Batak untuk disiapkan sebagai penginjil yang akan meneruskan pelayanannya. Semua pelayanan itu dilakukannya dengan gigih dan tidak kenal putus asa, sesuai dengan doa penyerahan diri yang telah ia ucapkan sewaktu ia baru tiba di Pulau Sumatra dan janjinya yang ingin menyerahkan hidup dan matinya pada bangsa telah Tuhan tebus.
Pada tahun 1881 Nommensen diangkat sebagai Ephorus oleh Pimpinan RMG karena jasa-jasanya di bidang pelayanan. Dan pada usianya yang ke 70 tanggal 6 Februari 1904 Nommensen dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa oleh Universitas Bonn. Pada tanggal 12 Mei 1918, Dr. Ingwer Ludwig Nommensen meninggal dunia di Sigumpar setelah melayani orang Batak selama 57 tahun.

Nommensen Adalah Alat Tuhan Untuk Menyembuhkan Bangsa Batak Toba
Nommensen merupakan rasul orang Batak. Banyak perubahan yang telah dilakukannya untuk menyelamatkan orang-orang Batak. Lewat mujizat yang diperolehnya sewaktu ia hampir diamputasi ia boleh memperoleh kesembuhan secara jasmani dari Tuhan, dan lewat kesembuhannya itu, ia menyerahkan dirinya untuk Tuhan pakai sebagai alatNya menyelamatkan bangsa-bangsa yang masih kafir. Nommensen dipakai Tuhan dengan luar biasa, lewat penginjilan yang dilakukannya di Tanah Batak, ia menjadi alat kesembuhan Allah bagi bangsa Batak. Banyak bangsa Batak diselamatkan dan menjadi percaya pada Kristus.
Kesembuhan yang dialami oleh bangsa Batak dapat dilihat dari perubahan kepercayaan yang mereka anut. Pada mulanya kepercayaan orang Batak adalah animisme dan dinamisme, dimana mereka percaya kepada kekuatan roh-roh yang ada pada batu, kayu dan kuburan. Dimana kadang-kadang mereka memberikan sesajen dan meminta kekuatan serta petunjuk pada benda-benda tersebut. Namun lewat penginjilan yang dilakukan Nommensen, ia boleh membawa orang-orang Batak percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya sehingga mereka boleh meminta apapun yang mereka inginkan hanya dalam nama Yesus. Dan kepercayaan Siatas Barita lama kelamaan semakin ditinggalkan oleh masyarakat Batak setelah semakin banyaknya raja-raja Batak yang percaya kepada Kristus, walaupun tidak ditinggalkan sepenuhnya oleh orang Batak.
Kemenangan yang diperoleh Nommensen dalam pelayanannya ialah, ia tetap memakai adat istiadat dan budaya batak yang merupakan kebanggaan bagi orang batak sebagai wadah untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Ia tidak pernah menganggap bahwa ulos ataupun gondang yang saat ini sering dianggap tabu oleh banyak aliran sebagai sesuatu yang mengagung-agungkan arwah nenek moyang. Tetapi tetap memakai gondang yang merupakan alat musik kebanggaan masyarakat Batak untuk memuliakan nama Tuhan.
Karena membawa perubahan yang sangat besar bagi masyarakat Batak, maka untuk mengabadikan namanya, nama Nommensen dipakai sebagai nama dari Universitas HKBP di Medan dan di Pematang Siantar. Dan pelayanan yang telah dilakukannya sungguh-sungguh menyembuhkan rohani masyarakat Batak Toba.

Sumber: Dari Berbagai Sumber

(Penulis adalah Ully Panjaitan -saat ini adalah Pemimpin Redaksi Buletin Narhasem-, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Desember 2004)

Tidak ada komentar: