1. Pengantar
Masa remaja adalah proses peralihan masa kanak-kanak menuju masa dewasa, suatu masa yang paling menentukan perkembangan rnanusia di bidang emosional, moral, spiritual dan fisik. Masa ini adalah masa perkembangan dan perubahan, masa goncang dan penuh pemberontakan. Tidak jarang kita temukan kaum muda kehilangan pegangan dalam usaha menemukan dirinya. Tetapi bagi mereka yang “ttahan uji” menjalani masa ini banyak juga yang mengukir prestasi, sukses dalam studi, pergaulan, terutama dalam menemukan jati dirinya yang sebenarnya. Apa yang diungkapkan ini berlaku pada kehidupan remaja pada umumnya, termasuk pada remaja Batak. Karena itu penting dan menarik menelusuri tema ini, karena mengundang tanya: bagaimana remaja yang berprestasi dalam masyarakat Batak? Bagaimana pula hal itu diperhadapkan dengan nilai-nilai alkitabiah?
2. Remaja Berprestasi dalam Masyarakat Batak Toba
Ketika penulis mempersiapkan bahan ini, sempat mengutak-atik situs internet yang berhubungan dengan "maestro" remaja yang berprestasi dalam masyarakat Batak, yang bisa digunakan sebagai acuan, ternyata tidak ada. Penulis yakin, dari antara remaja Batak mungkin saja ada yang telah mengukir prestasi yang terbaik ("maestro”), tetapi mungkin tidak masuk dalam akses internet (mudah-mudahan).
2. 1. Standar Kesempurnaan/Prestasi seorang Batak Toba
Puncak kenikmatan hidup seorang Batak adalah sebagaimana disebut dalam falsafahnya yang khas yaitu hamoraon (kekayaan), hagabeon (banyak turunan) dan hasangapon (kemuliaan). Hamoraon adalah keberadaan kaya raya ditandai dengan banyaknya harta benda. Dengan kekayaan orang dapat memperoleh sesuatu yang diinginkan: kuasa, jabatan, termasuk gelar, juga dapat dipergunakan mempengaruhi orang lain. Hagabeon artinya keadaan memiliki banyak anak atau keturunan dan memiliki umur panjang. Masalah anak dalam alam pikiran suku Batak sangat penting, karena dianggap jumlah anak sangat mempengaruhi wibawa (sahala) orang tua. Hasangapon berarti kemuliaan, kewibawaan, kharisma Hasangapon akan dimiliki seseorang apabila dia sudah memiliki banyak anak dan panjang umur. Kesuksesan seorang Batak harus dapat memenuhi standar tersebut di atas.
Dalam perkembangan selanjutnya, khususnya ketika kekristenan yang sekaligus membawa kemajuan dalam kehidupan orang Batak, pendidikan merupakan faktor utama untuk mencapai cita-cita kekayaan, dan hasangapon (Parkin: The hatak Fruit of Hindu Thought, hl. 276) Semakin tinggi pendidikan yang dikecap, maka semakin terbuka kemungkinan untuk memperoleh kekayaan dan hasangapon, Tingginya semangat orang Batak mengecap pendidikan yang lebih tinggi, tergambar dalam untaian syair lagu "Anakhonhi do hamoraon di ahu" Hugogope mansari, arian nang hodari, lao pasingkolahon gellenghi, na ingkon do singkola satimhotimbona, sintap ni na tolap gogongki" Dengan kata lain, segala upaya ditempuh demi menyekolahkan anaknya mencapai pendidikan yang setinggi-tingginya.
2.2. Mungkinkah Seorang Remaja Batak Toba berprestasi?
Mengacu pada konsep pemahaman di atas, sulit bagi seorang remaja Batak Toba disebut sebagai orang yang berpestasi. Sebab, seorang remaja tentunya masih terbatas pada pendidikan Lanjutan Pertama atau Lanjutan Atas, Demikian juga dengan paktor hagabeon, seorang remaja masih kecil kemungkinannya menikah muda dan memiliki keturunan yang banyak sampai pada cucu-cicit. Sama halnva dengan soal hasangapon, sebab dua syarat yang lain (hamoraon, hagabeon) sangat menentukan seseorang disebut sangap.
Faktor pemahaman ini pula yang mempengaruhi aktifitas dan partisipasi kaum muda dalam dinamika kehidupan bermasyarakat dan bergereja. Tugas mereka belajar dan mengikuti petuah/nasehat yang diberikan orang tua, Hingga saat ini di gereja HKBP pengaruh konsep pemahaman sedemikian masih terasa mewarnai proses pengambilan keputusan dan pelayanan gerejawi Mereka cenderung hanya sebagai pelaksana dan apa yang telah diputuskan Majelis, masih sedikit diibaratkan dalam pengambilan keputusan.
Jika pertanyaan di atas dijawab, remaja Batak yang berprestasi hanya bisa di bidang pendidikan. Artinya, ketika dia mampu menunjukkan perkembangan ilmu pengetahuan dan menyelesaikan studinya di tingkat seusianya, itulah salah satu dan prestasi yang mungkin dapat dia capai.
3. Remaja Berprestasi ditinjau secara alkitabiah
Secara hurufiah kata "prestasi" tidak ditemukan dalam Alkitab, namun orang-orang muda yang pernah berkarya di pentas sejarah umat Allah, yang menunjukkan suatu prestasi yang baik bisa kita temukan. Sungguh banyak orang muda yang berprestasi dalam kisah yang tertulis dalan kitab suci kita, namun pada tulisan ini dibatasi pada beberapa orang saja. Ini hanya mau menunjukkan suatu bukti bahvva Tuhan memiliki cara yang berbeda dengan manusia dalam menilai seseorang.
3.1. Orang muda dipakai Tuhan mjd pemimpin sekaligus melakukan "reformasi"
Tokoh yang satu ini memang berani beda. Sebelum menginjak usia remaja dia sudah diangkat menjadi raja memimpin umat yang besar, Kepribadian dan spiritualitasnya yang senantiasa dibangun di dalam relasi yang terus-menerus dengan Tuhan, maka dia dimampukan melakukan reformasi di seluruh wilayah kekuasaannya. Dia adalah raja Josia (2 Tawarikh 34). Pada usia 16 tahun, ketika seseorang mencari jati diri, dia menemukan tumpuan jiwanya yaitu Tuhan (Yahwe) sang Pencipta dan Pemelihara kehidupan. Bertolak dari keyakinan dan penghayatannya atas relasi dengan Tuhannya, maka dia melakukan reformasi agama, mengkikis habis penyembahan berhala di wilayah kekuasaannya.
Kepekaan seorang raja terhadap kehidupan keagamaan umat merupakan pokok perhatian utama dari kitab Tawarikh Penilaian terhadap prestasi seorang raja juga disoroti dari sikapnya terhadap seputar kegiatan Ibadah Israel.
Dari kisah Josia terlihat bahwa ketajaman spiritual seseorang sangat berpengaruh pada sikap dan perbuatannya. Hal itu tidak diukur dari segi usia. Dengan demikian, seorang remaja yang memiliki ketajaman spiritual tentu dapat dan dimungkinkan melakukan terobosan baru demi perbaikan dan peningkatan kehidupan berbangsa-bernegara, termasuk di dalam kehidupan beragama. Mengasah ketajaman spiritual lewat relasi yang benar dan berkesinambungan dengan Tuhan, seraya membuka mata melihat realitas keseharian di sekitar kita, Tuhan akan memampukan seorang muda untuk berkarya dengan baik. Wibawa (sahala) seorang muda bukan terletak pada jumlah harta dan uang yang dimilikinya, atau sekolah yang digelutinya, tetapi sejauh mana dia dapat berkarya menunjukkan sesuatu yang bermanfaat bagi perbaikan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat (include beragama).
Memang Alkitab tidak menunjukkan secara lengkap bagaimana Josia mempersiapkan dan memperlengkapi diri dengan ilmu pengetahuan, termasuk manajemen pemerintahan yang baik. Namun, proses belajar di dalamnya tetap berlangsung, baik melalui para penasihat Raja atau para orang berhikmat di dalam kerajaan Israel pada masa itu. Itu berarti, seorang remaja yang ingin mengukir prestasi dalam hidupnya tentu harus membuka wawasan seluas mungkin, membekali diri sebaik mungkin, baik dalam ilmu pengetahuan maupun dalam iman.
3.2. Orang muda dipakai Tuhan menjadi Pemimpin di dalam Jemaat
Tokoh yang satu ini, sejak anak-anak sudah diasuh orang tuanya menjadi seorang pengikut Kristus. Ketika menginjak usia remaja dia diasuh rasul Paulus menjadi anaknya yang sah dalam iman. Paulus melihat bahwa dalam diri si orang muda ini hidup iman yang diwariskan nenek dan ibunya. Hal itu semakin bertumbuh di dalam proses bimbangan dan arahan rasul Paulus, maka dia dipercayakan memimpin jemaat di Epesus. Dia adalah Timotius, anak rohani dari Paulus.
Dalam keadaan dirinya yang masih muda, Paulus mendorong Timotius untuk membekali diri dengan Firman Tuhan (1 Tim 3:10-17), dan menunjukkan kualitas jatidiri yang teruji dan terpuji di tengah-tengah jemaat Sebab, di tengah-tengah jemaat telah masuk pengaruh ajaran-ajaran sesat, mereka berupaya memalingkan telinga/perhatian jemaat dari ketenaran Firman Tuhan kepada dongeng-dongeng nenek moyang, yang tidak memberi pengaruh positif pada pertumbuhan iman anggota jemaat. Untuk itu Paulus menekankan: Janganlah seorang menganggap engkau rendah, karena engkau muda, jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmui"( 1 Tim 4:12)
Makna yang terkandung dalam pesan rasul Paulus di atas adalah, usia muda tidak menjadi penghalang dalam mengaktualisasikan diri secara bertanggung jawab dan memiliki kepribadian teruji dan terpuji, Bahkan Paulus menekankan "jadilah teladan" (bhs Batak: sitiruon) bagi orang-orang percaya. Dari kedua tokoh di atas, nyata bahwa orang muda (remaja) merupakan bagian yang integral dari dinamikan kehidupan bermasyarakat dan beragama, di mana keduanya diberi Tuhan kesempatan (khairos) mengabdikan diri kepada kehendak Tuhan demi umat yang dikasihiNya. Bagi Tuhan kesempatan dan kemungkinan seseorang itu mampu berprestasi bukan ditentukan paktor materi, tetapi relasi dengan Tuhan. Karena itu para remaja diajak untuk menanggapi pangilan Tuhan dengan hati yang tulus.
4. Penutup
Hidup pada dasarnya pemberian dan penugasan. Hidup adalah pemberian dari Tuhan, yang di dalamnya juga terkandung penugasan sesuai dengan talenta yang diberikan kepada masing-masing orang. Karena itu jadilah pelaku-pelaku sejarah di dalam Firman Tuhan. Sejarah terbentuk dari kejadian-kejadian kecil. Orang yang berperan serta dalam kejadian itu mungkin berkata "Ah, apa yang saya perbuat itu kecil saja". Tetapi apa yang semula kecil kelak bisa berdampak besar. Segala karya besar berawal dari karya kecil. Kalau kamu ingin berprestasi, mulailah dari hal-hal kecil, kemudian akan berkembang menjadi besar, Bukankah kerajaan Sorga dimulai dari hal-hal yang kecil dan semakin besar? (Mat 12:31-32)
(Penulis adalah Pdt. Daniel Napitupulu, M.Min., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juli 2007)
Masa remaja adalah proses peralihan masa kanak-kanak menuju masa dewasa, suatu masa yang paling menentukan perkembangan rnanusia di bidang emosional, moral, spiritual dan fisik. Masa ini adalah masa perkembangan dan perubahan, masa goncang dan penuh pemberontakan. Tidak jarang kita temukan kaum muda kehilangan pegangan dalam usaha menemukan dirinya. Tetapi bagi mereka yang “ttahan uji” menjalani masa ini banyak juga yang mengukir prestasi, sukses dalam studi, pergaulan, terutama dalam menemukan jati dirinya yang sebenarnya. Apa yang diungkapkan ini berlaku pada kehidupan remaja pada umumnya, termasuk pada remaja Batak. Karena itu penting dan menarik menelusuri tema ini, karena mengundang tanya: bagaimana remaja yang berprestasi dalam masyarakat Batak? Bagaimana pula hal itu diperhadapkan dengan nilai-nilai alkitabiah?
2. Remaja Berprestasi dalam Masyarakat Batak Toba
Ketika penulis mempersiapkan bahan ini, sempat mengutak-atik situs internet yang berhubungan dengan "maestro" remaja yang berprestasi dalam masyarakat Batak, yang bisa digunakan sebagai acuan, ternyata tidak ada. Penulis yakin, dari antara remaja Batak mungkin saja ada yang telah mengukir prestasi yang terbaik ("maestro”), tetapi mungkin tidak masuk dalam akses internet (mudah-mudahan).
2. 1. Standar Kesempurnaan/Prestasi seorang Batak Toba
Puncak kenikmatan hidup seorang Batak adalah sebagaimana disebut dalam falsafahnya yang khas yaitu hamoraon (kekayaan), hagabeon (banyak turunan) dan hasangapon (kemuliaan). Hamoraon adalah keberadaan kaya raya ditandai dengan banyaknya harta benda. Dengan kekayaan orang dapat memperoleh sesuatu yang diinginkan: kuasa, jabatan, termasuk gelar, juga dapat dipergunakan mempengaruhi orang lain. Hagabeon artinya keadaan memiliki banyak anak atau keturunan dan memiliki umur panjang. Masalah anak dalam alam pikiran suku Batak sangat penting, karena dianggap jumlah anak sangat mempengaruhi wibawa (sahala) orang tua. Hasangapon berarti kemuliaan, kewibawaan, kharisma Hasangapon akan dimiliki seseorang apabila dia sudah memiliki banyak anak dan panjang umur. Kesuksesan seorang Batak harus dapat memenuhi standar tersebut di atas.
Dalam perkembangan selanjutnya, khususnya ketika kekristenan yang sekaligus membawa kemajuan dalam kehidupan orang Batak, pendidikan merupakan faktor utama untuk mencapai cita-cita kekayaan, dan hasangapon (Parkin: The hatak Fruit of Hindu Thought, hl. 276) Semakin tinggi pendidikan yang dikecap, maka semakin terbuka kemungkinan untuk memperoleh kekayaan dan hasangapon, Tingginya semangat orang Batak mengecap pendidikan yang lebih tinggi, tergambar dalam untaian syair lagu "Anakhonhi do hamoraon di ahu" Hugogope mansari, arian nang hodari, lao pasingkolahon gellenghi, na ingkon do singkola satimhotimbona, sintap ni na tolap gogongki" Dengan kata lain, segala upaya ditempuh demi menyekolahkan anaknya mencapai pendidikan yang setinggi-tingginya.
2.2. Mungkinkah Seorang Remaja Batak Toba berprestasi?
Mengacu pada konsep pemahaman di atas, sulit bagi seorang remaja Batak Toba disebut sebagai orang yang berpestasi. Sebab, seorang remaja tentunya masih terbatas pada pendidikan Lanjutan Pertama atau Lanjutan Atas, Demikian juga dengan paktor hagabeon, seorang remaja masih kecil kemungkinannya menikah muda dan memiliki keturunan yang banyak sampai pada cucu-cicit. Sama halnva dengan soal hasangapon, sebab dua syarat yang lain (hamoraon, hagabeon) sangat menentukan seseorang disebut sangap.
Faktor pemahaman ini pula yang mempengaruhi aktifitas dan partisipasi kaum muda dalam dinamika kehidupan bermasyarakat dan bergereja. Tugas mereka belajar dan mengikuti petuah/nasehat yang diberikan orang tua, Hingga saat ini di gereja HKBP pengaruh konsep pemahaman sedemikian masih terasa mewarnai proses pengambilan keputusan dan pelayanan gerejawi Mereka cenderung hanya sebagai pelaksana dan apa yang telah diputuskan Majelis, masih sedikit diibaratkan dalam pengambilan keputusan.
Jika pertanyaan di atas dijawab, remaja Batak yang berprestasi hanya bisa di bidang pendidikan. Artinya, ketika dia mampu menunjukkan perkembangan ilmu pengetahuan dan menyelesaikan studinya di tingkat seusianya, itulah salah satu dan prestasi yang mungkin dapat dia capai.
3. Remaja Berprestasi ditinjau secara alkitabiah
Secara hurufiah kata "prestasi" tidak ditemukan dalam Alkitab, namun orang-orang muda yang pernah berkarya di pentas sejarah umat Allah, yang menunjukkan suatu prestasi yang baik bisa kita temukan. Sungguh banyak orang muda yang berprestasi dalam kisah yang tertulis dalan kitab suci kita, namun pada tulisan ini dibatasi pada beberapa orang saja. Ini hanya mau menunjukkan suatu bukti bahvva Tuhan memiliki cara yang berbeda dengan manusia dalam menilai seseorang.
3.1. Orang muda dipakai Tuhan mjd pemimpin sekaligus melakukan "reformasi"
Tokoh yang satu ini memang berani beda. Sebelum menginjak usia remaja dia sudah diangkat menjadi raja memimpin umat yang besar, Kepribadian dan spiritualitasnya yang senantiasa dibangun di dalam relasi yang terus-menerus dengan Tuhan, maka dia dimampukan melakukan reformasi di seluruh wilayah kekuasaannya. Dia adalah raja Josia (2 Tawarikh 34). Pada usia 16 tahun, ketika seseorang mencari jati diri, dia menemukan tumpuan jiwanya yaitu Tuhan (Yahwe) sang Pencipta dan Pemelihara kehidupan. Bertolak dari keyakinan dan penghayatannya atas relasi dengan Tuhannya, maka dia melakukan reformasi agama, mengkikis habis penyembahan berhala di wilayah kekuasaannya.
Kepekaan seorang raja terhadap kehidupan keagamaan umat merupakan pokok perhatian utama dari kitab Tawarikh Penilaian terhadap prestasi seorang raja juga disoroti dari sikapnya terhadap seputar kegiatan Ibadah Israel.
Dari kisah Josia terlihat bahwa ketajaman spiritual seseorang sangat berpengaruh pada sikap dan perbuatannya. Hal itu tidak diukur dari segi usia. Dengan demikian, seorang remaja yang memiliki ketajaman spiritual tentu dapat dan dimungkinkan melakukan terobosan baru demi perbaikan dan peningkatan kehidupan berbangsa-bernegara, termasuk di dalam kehidupan beragama. Mengasah ketajaman spiritual lewat relasi yang benar dan berkesinambungan dengan Tuhan, seraya membuka mata melihat realitas keseharian di sekitar kita, Tuhan akan memampukan seorang muda untuk berkarya dengan baik. Wibawa (sahala) seorang muda bukan terletak pada jumlah harta dan uang yang dimilikinya, atau sekolah yang digelutinya, tetapi sejauh mana dia dapat berkarya menunjukkan sesuatu yang bermanfaat bagi perbaikan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat (include beragama).
Memang Alkitab tidak menunjukkan secara lengkap bagaimana Josia mempersiapkan dan memperlengkapi diri dengan ilmu pengetahuan, termasuk manajemen pemerintahan yang baik. Namun, proses belajar di dalamnya tetap berlangsung, baik melalui para penasihat Raja atau para orang berhikmat di dalam kerajaan Israel pada masa itu. Itu berarti, seorang remaja yang ingin mengukir prestasi dalam hidupnya tentu harus membuka wawasan seluas mungkin, membekali diri sebaik mungkin, baik dalam ilmu pengetahuan maupun dalam iman.
3.2. Orang muda dipakai Tuhan menjadi Pemimpin di dalam Jemaat
Tokoh yang satu ini, sejak anak-anak sudah diasuh orang tuanya menjadi seorang pengikut Kristus. Ketika menginjak usia remaja dia diasuh rasul Paulus menjadi anaknya yang sah dalam iman. Paulus melihat bahwa dalam diri si orang muda ini hidup iman yang diwariskan nenek dan ibunya. Hal itu semakin bertumbuh di dalam proses bimbangan dan arahan rasul Paulus, maka dia dipercayakan memimpin jemaat di Epesus. Dia adalah Timotius, anak rohani dari Paulus.
Dalam keadaan dirinya yang masih muda, Paulus mendorong Timotius untuk membekali diri dengan Firman Tuhan (1 Tim 3:10-17), dan menunjukkan kualitas jatidiri yang teruji dan terpuji di tengah-tengah jemaat Sebab, di tengah-tengah jemaat telah masuk pengaruh ajaran-ajaran sesat, mereka berupaya memalingkan telinga/perhatian jemaat dari ketenaran Firman Tuhan kepada dongeng-dongeng nenek moyang, yang tidak memberi pengaruh positif pada pertumbuhan iman anggota jemaat. Untuk itu Paulus menekankan: Janganlah seorang menganggap engkau rendah, karena engkau muda, jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmui"( 1 Tim 4:12)
Makna yang terkandung dalam pesan rasul Paulus di atas adalah, usia muda tidak menjadi penghalang dalam mengaktualisasikan diri secara bertanggung jawab dan memiliki kepribadian teruji dan terpuji, Bahkan Paulus menekankan "jadilah teladan" (bhs Batak: sitiruon) bagi orang-orang percaya. Dari kedua tokoh di atas, nyata bahwa orang muda (remaja) merupakan bagian yang integral dari dinamikan kehidupan bermasyarakat dan beragama, di mana keduanya diberi Tuhan kesempatan (khairos) mengabdikan diri kepada kehendak Tuhan demi umat yang dikasihiNya. Bagi Tuhan kesempatan dan kemungkinan seseorang itu mampu berprestasi bukan ditentukan paktor materi, tetapi relasi dengan Tuhan. Karena itu para remaja diajak untuk menanggapi pangilan Tuhan dengan hati yang tulus.
4. Penutup
Hidup pada dasarnya pemberian dan penugasan. Hidup adalah pemberian dari Tuhan, yang di dalamnya juga terkandung penugasan sesuai dengan talenta yang diberikan kepada masing-masing orang. Karena itu jadilah pelaku-pelaku sejarah di dalam Firman Tuhan. Sejarah terbentuk dari kejadian-kejadian kecil. Orang yang berperan serta dalam kejadian itu mungkin berkata "Ah, apa yang saya perbuat itu kecil saja". Tetapi apa yang semula kecil kelak bisa berdampak besar. Segala karya besar berawal dari karya kecil. Kalau kamu ingin berprestasi, mulailah dari hal-hal kecil, kemudian akan berkembang menjadi besar, Bukankah kerajaan Sorga dimulai dari hal-hal yang kecil dan semakin besar? (Mat 12:31-32)
(Penulis adalah Pdt. Daniel Napitupulu, M.Min., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juli 2007)
1 komentar:
Artikelnya bagus banget....
Posting Komentar