Rabu, 22 Juli 2009

ARTIKEL: AMARAH

Banyak orang bergumul terhadap persoalan marah, sehingga muncul berbagai pertanyaan dan pernyataan kenapa orang marah ? Bagaimana orang menghadapi kemarahan, bahkan pertanyaan yang menggelitik untuk direspon adalah ungkapan yang menyakatakan : “apakah orang boleh marah ?” atau “pentingkah seseorang itu marah?”.
Memang kita tidak boleh lari dari kenyataan, bahwa hampir setiap hari atau setiap waktu kita mendengar bahkan menyaksikan kemarahan, kemarahan itu sering disertai atau di tunjukkan oleh tingkah laku maupun perkataan, suara yang keras, ledakan, caci maki, pukulan, dan entah perangai apa lagi. kemarahan juga tidak lepas dari semua orang, baik tua maupun muda! Dan kalau boleh saya katakan, rasanya semua orang pernah marah, soal bentuk dan caranya yang mungkin berbeda! Ada yang membentak, ada yang membenci, ada yang memukul, ada yang menghukum, ada yang mengumpat, dan sebagainya.

Timbulnya Amarah
Ada beberapa penelitian tentang bagaimana sebenarnya kemarahan itu timbul, secara khusus kenapa orang marah? Dari berbagai ragam penelitian dan segala aspek yang diteliti, ada beberapa penyebab kemarahan timbul antara lain :
1. Tekanan fisik (Fisik yang lemah)
Sering kemarahan timbul ketika manusia dalam keadaan fisik yang lemah, seperti halnya ketika lelah, ngantuk, sakit, bingung, tertekan dan sebagainya. Dalam kondisi yang demikianlah kemarahan itu sering timbul bahkan memuncak. Hal ini dapat kita kaitkan dengan ungkapan mensano in corpore sano (dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat). Maksudnya ketika tubuh tidak sehat (lemah/sakit) maka jiwa pun tidak dapat terkontrol dengan baik, yang akhirnya dari kelemahan tubuh tersebut timbul berbagai tingkah laku dan perkataan yang mungkin tidak karuan. Itu sebabnya, kita perlu untuk menjaga kondisi atau stamina tubuh kita agar kita terhindar dari amarah!
2. Emosi kontrol
Dewasa ini, IQ (Intelektual Quality) bukanlah menjadi criteria atau penentu bagi kualitas manusia. Disamping IQ, perlu juga manusia memiliki SQ (Spiritual Quality). Sebab kepintaran yang dimiliki seseorang harus dibarengi dengan spiritual atau keberagamaan yang baik. Dalam kekristenan ini disebut sebagai suatu tindakan atau perlakuan yang harus dibandingkan dengan Firman Tuhan. Maksudnya, kepintaran yang kita miliki itu harus sesuai dengan Firman Tuhan.
Bukan IQ dan SQ saja yang penting, ada lagi yang dinamakan dengan EQ (Emosional Quality), bahwa kepintaran dan spiritual tadi harus juga dibarengi dengan kontrol emosi yang baik. Bagaimana seseorang itu bisa mengontrol emosinya supaya tidak menjadi emosi yang meledak-ledak , emosi yang kadang tanpa tujuan. Orang yang tidak mengontrol emosinya, akan sangat mudah marah, bahkan terkadang tanpa sebab – musabab atau secara berlebihan amarahnya timbul. Jadi berhati-hatilah, dan cobalah untuk bisa mengontrol emosi. Memang sulit untuk bisa mengendalikan emosi, apalagi emosi itu sudah merupakan suatu sifat atau tabiat (Bandingkan pepatah orang Batak : “Somalna do bangkona do peamna” = kebiasaan adalah sifatnya, sifatnya adalah tabiatnya).
3. Kurangnya Pengetahuan
Kemarahan juga dapat timbul dari suatu sikap untuk menutupi diri dari kelemahan dan kekurangan. Agar orang – orang tidak mengetahui kekurangan dan kelemahannya, maka tanpa sebab – musabab dia pun marah – marah. Ingat pepatah : “ lempar batu sembunyi tangan”, awas kambing hitam. Bisa saja seseorang marah – marah terhadap orang lain, padahal yang melakukan kesalahan adalah dirinya sendiri. Untuk menutupi kesalahan itulah dia pun marah – marah ! Hati – hati, hal ini sering terjadi antara orangtua dengan anaknya, atasan dengan bawahannya, dan siapa tahu pendeta dengan sintuanya.
4. Ketidak adilan
Ketidak adilan adalah suatu pemicu yang sering menimbulkan amarah. Kebanyakan orang marah ketika merasa diperlakukan dengan tidak adil, bahkan kemarahan itu bisa sampai pada pemberontakan dan perlakuan anarkis! Terlebih pada saat ini, trend atau gaya reformasi yang hampir semua disertai demonstrasi yang kadang mengarah kepada tindakan anarkis, menunjukkan suatu kemarahan yang tak terbendung, yang semuanya itu beralaskan ketidak adilan. Tidak perduli siapa dan kepada siapa, bahkan orang kecil maupun orang lemah ketika merasa keadilan terusik bisa menjadi marah, ingat kisah wong cilik ! ketika hak di usik, kaki di injak, mulut di bekap, leher tercekik, suara dibungkam, bibir di tutup rapat mata dibutakan, telinga dibisukan, saat itulah orang akan berteriak, bahkan teriakan bisa muncul karena desakan kemarahan.
5. ketidak-jujuran
Semua orang pasti mendambakan kejujuran, semua orang pasti menginginkan diperlakukan dengan jujur! Tapi tidak semua orang ingin berbuat jujur, dan akhirnya ketidak jujuran ataupun kecurangan menjadi merajalela, dan akhirnya kemarahan pun timbul sudah pasti semua orang tidak mau dibohongi, semua orang pasti tidak ingin dicurangi. Kebanyakan orang yang menyetir mobil di Jakarta yang penuh dengan kemacetan sering marah. Marah karena diselonong , marah karena disalib. Terlebih ketika seseorang mengetahui dirinya dibohongi atau seseorang berlaku tidak jujur kepadanya, dia akan marah, dan parahnya kemarahan itu bisa menimbulkan dendam dan kebencian yang sangat.
6. Moral dan hati nurani
Moral juga merupakan factor yang sering menyebabkan timbulnya kemarahan. Moral yang bobrok terutama menjadi pemicu dari kemarahan. Moral tersebut dapat dilihat dari sikap dan perilaku seseorang. Sikap dan perilaku yang tidak baik (moral yang jelek) tentu akan menimbulkan rasa risih bahkan sampai kepada kemarahan. Kebiasaan-kebiasaan buruk pun bisa menggambarkan moral yang tidak baik. Orang yang tidak berlaku tidak sopan tentu tidak disukai orang lain, orang yang mempunyai moral bejat akan dijauhi orang lain.

Akibat Yang Timbul Dari Marah
1) Stress (Penyakit)
Biasanya orang yang marah tekanan darahnya akan naik (tidak normal), syaraf menjadi tegang dan emosi tidak terkontrol. Makanya berhati – hati, sebab kemrahan bisa menimbulkan penyakit, bahkan stress.
2) Kebencian (Permusuhan)
Karena kemarahan orang bisa membenci orang lain, bahkan tercipta permusuhan. Karena itu, jangan sampai kemarahan itu berlarut – larut hingga menimbulkan kebencian ( Ingat Efesus 4: 26 “ apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa , janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarah”)
3) Hukuman
Orang yang marah bisa memberikan hukuman kepada orang yang dimarahinya. Berbagai macam bentuk dan cara untuk membuat hukuman. Dan banyak lagi akibat yang dapat ditimbulkan dari kemarahan, retaknya hubungan saudara / keluarga, tidak harmonisnya hubungan sesama, tidak tenang atau terkontrolnya suasana, bahkan mengganggu aktivitas dan pekerjaan. Karena itu janganlah suka marah-marah! Sebab kemarahan yang timbul bukan hanya merugikan satu pihak tapi baikpun yang dimarahi dan yang memarahi juga pasti akan dirugikan.

Mengatasi Amarah
Dari sebagian persoalan yang dapat menimbulkan amarah tersebut maka kita dapat mengambil suatu pelajaran yang berharga, sehingga kita dapt menjauhkan diri dari amarah dan kemarahan. Catatan Alkitab pun menyebutkan bahwa Tuhan Allah juga pernah bahkan sering marah, kemarahanNya yang memuncak bahkan sampai kepada penghukuman, sebagaimana Allah yang marah terhadap bangsa Israel yang memberontak sehingga Ia menghukum bangsa tersebut dalam pembuangan Babel. “Jadi kalau Allah sendiri sering marah maka tidak salah juga kalau kita sering marah!” kalaupun Allah sering marah, bukan berarti membenarkan bahwa kita juga harus sering marah-marah! Allah marah sebab manusia berbuat dan berprilaku tidak sesuai dengan kehendakNya. Untuk itu, baiklah manusia itu berbuat dan berperilaku sesuai dengan kehendakNya agar Allah tidak lagi marah!
Sama halnya juga dengan kita manusia, kita harus berbuat sesuai dengan etika, norma atau hukum yang berlaku, yang sesuai dengan kehendak Allah. Artinya kita harus benar-benar menjaga agar jangan sampai menimbulkan kemarahan. Disamping itu, kontrol emosi dengan baik dengan menjaga stamina tubuh. Tambahan lagi, segalanya tidak harus diselesaikan dengan amarah. Kesalahan, kekurangan dan kelemahan orang lain pun tidak harus diperbaiki dengan amarah. Berusahalah untuk mengerti akan kekurangan orang lain, karena kita juga memiliki kekurangan. Biarlah kasih yang lebih mendominasi hidup kita. Kalaupun marah, haruslah di dalam kasih dan jangan berlarut-larut. Dan sebaiknya belajar mempergunakan bahasa dan istilah untuk menunjukkan amarah dengan baik, artinya tidak harus selalu dengan memaki atau menyumpai atau memukul dan sebagainya. Tapi biarlah kemarahan itu lebih ditunjukkan dengan sikap yang mendidik dan mengarahkan ke arah yang lebih baik dan di dalam kepenuhan kasih.

(Penulis adalah Pdt. Mangara Rinaldo Situmorang, S.Th., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Februari 2006)

Tidak ada komentar: