Minggu, 06 Juni 2010

ARTIKEL: MENEGUR SESAMA DENGAN KASIH

Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasehatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran (II Tim 4:2)

Apakah Anda familiar dengan ayat diatas? Yup, setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan. Oleh karena itu, sejalan dengan ayat diatas, sepatutnya kita saling menegur kesalahan sesama kita. Menegur, bukan dalam arti menjatuhkan, tetapi saling memperbaiki kesalahan demi kemajuan bersama. Tuhan Yesus pun memberikan teladan yang sama kepada murid-muridNya dengan menegur mereka sebagai bentuk kasihNya pada umat manusia (Wah 3:19).
Untuk memahami makna teguran, kita perlu mencermati secara mendalam mengenai teguran tersebut melalui pertanyaan-pertanyaan, seperti mengapa teguran itu penting? bagaimana menegur sesama tanpa harus menyakiti perasaan? Dan macam pertanyaan lainnya. Saya akan membahasnya satu persatu sehingga kita dapat mengambil kesimpulan sehingga kita mudah mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Mengapa Teguran Itu Penting?
Sesuai dengan fungsinya, teguran digunakan untuk memperbaiki kesalahan orang lain. Teguran biasanya disebabkan oleh adanya suatu pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan oleh seseorang.
Sebagai saudara seiman, kita harus bisa saling menjaga. Hal ini disebabkan karena gereja/persekutuan tidak terdiri dari orang-orang yang sudah sempurna, melainkan orang-orang yang dibenarkan dan sedang terus menerus dikuduskan oleh Tuhan Yesus. Karena itu, kesalahan dan kejatuhan dalam dosa bisa juga terjadi pada orang Kristen. Bila itu terjadi, adalah tugas sesama orang Kristen untuk menegur dan memperbaiki kesalahan satu sama lain. Dari pembahasan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa teguran itu penting, tidak hanya dalam persekutuan dan gereja, tetapi juga dalam lingkungan masyarakat sehari-hari.

Apa Yang Harus Kita Lakukan Jika Kita Ingin Menegur Seseorang?
Tidak ada standar yang saklak dalam memberikan teguran kepada seseorang. Tetapi Alkitab menuliskan bahwa Tuhan Yesus memberikan petunjuk bahwa teguran dan nasihat itu harus dilakukan secara bertahap. Tahapan-tahapan ini bisa kita pelajari dalam Mat 18:15-20 yaitu perikop tentang menasehati saudara. Berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam menasehati saudara.
Pertama, sebaiknya teguran dilakukan dalam pembicaraan pribadi antara Anda dan dia (ayat 15). Jika tahap teguran dan nasihat itu tidak ditanggapi, maka kita perlu menghadirkan saksi bukan untuk menghakimi melainkan sebagai upaya guna menyadarkan orang tersebut (ayat 16). Jika teguran dengan saksi itu pun tetap tidak ditanggapi, barulah pembuat kesalahan itu ditegur dalam pertemuan jemaat Tuhan (ayat 17a). Akhirnya, jika sampai sudah menerima teguran demikian pun ia tetap tak berespons, maka jemaat harus memandang dia sebagai orang yang tidak mengenal Tuhan (ayat 17b).
Tahapan tindakan diatas adalah sebagai contoh bagaimana kita menegur seseorang dalam suatu persekutuan. Namun, kita bisa menyesuaikannya dalam kehidupan sehari-hari, yaitu menegur secara personal kemudian menegur bersama-sama. Bila akhirnya orang tersebut tidak mau terima maka sebaiknya kita memaafkannya dan terus mendoakannya agar ia mau berubah.

Kesimpulan
Berani mengatakan yang benar dan menyatakan yang salah. Tindakan dan prinsip inilah yang harus kita gunakan dalam menegur sesama. Banyak orang tidak mau memberikan peringatan apalagi mengatakan kesalahan mereka, demi menyenangkan orang lain. Alasannya karena menegur orang lain mengandung risiko. Lain halnya dengan Paulus, dimana sikap dan tindakannya dapat kita contoh.
Pengalaman Paulus memperlihatkan pada kita bahwa tidak ada salahnya bila kita menegur orang yang melakukan kesalahan. Adanya persekutuan kasih yang sejati harus tampak dalam kepedulian dan kesediaan untuk menegur. Lebih lagi, hamba Tuhan juga harus punya keberanian untuk menegur. Tidak ada fokus dan kesukaan yang lebih nyata dalam pelayanan hamba Tuhan, kecuali keinginan agar orang yang dilayaninya sungguh hidup dalam Tuhan. Ini yang membedakan hamba Tuhan sejati dari hamba Tuhan palsu. Yang palsu hanya mementingkan penerimaan orang terhadap dia agar ia beroleh keuntungan. Dalam hal demikian kedua pihak akan hancur bersama. Hamba Tuhan yang benar, bertindak sebagai wakil Allah yang memberlakukan kasih-Nya, agar umat-Nya hidup akrab dengan Tuhan.
Mudah-mudahan dengan adanya beberapa contoh diatas, kita akan berani menyatakan kebenaran. Seperti Paulus berkata, katakan ya kalau ya, dan katakan tidak kalau tidak. Sola Gratia.

(Penulis adalah Brigitta Rajagukguk, S.Psi., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juni 2007)

Tidak ada komentar: