Sabtu, 07 Agustus 2010

ARTIKEL: KARIER-PEMBINAAN-MEMBINA KELUARGA?

Keluarga yang rusak tidak selalu menghasilkan keturunan yang tidak baik, dan keluarga yang baik juga tidak selalu menghasilkan keturunan yang semuanya baik. Kita mengetahui bahwa pendidikan dan karier erat hubungannya. Karena pendidikan yang baik sangat menopang karier yang baik pula. Itulah sebabnya tokoh-tokoh pendikan menyarankan agar anggaran pendidikan dinaikkan yang diharapkan bisa menghasilkan anak-anak bangsa yang berkualitas dan tangguh. Begitu pentingnya pendidikan ini sehingga manusia tanpa sadar mendewakan kepandaian, ketrampilan, kesuksesan, kekayaan, jabatan, pangkat dan ketenaran. Nilai-nilai ini tentu tidak seratus persen salah, namun sangat tragis bila nilai utama yaitu takut akan Tuhan justru tidak dimiliki.
Ada kenalan dicalonkan menjadi bupati dengan syarat dia harus menyediakan sejumlah uang, agar dia terpilih. Ia bergumul karena ada keharusan memberikan amplop. Ia kemudian memutuskan menolak pencalonan itu. Ia takut akan Tuhan karena cara demikian tidak dikehendaki Tuhan. Kita mungkin berpikir, mengapa kesempatan baik tidak dimanfaatkan? Kenalan tersebut sudah diajarkan sejak kecil agar tidak melakukan praktek yang tidak bermoral. Pendidikan moral demikian didapatkannya dalam keluarga. Saat ini banyak manusia melakukan hal-hal yang tidak terpuji seperti korupsi, praktek suap-menyuap. Untuk masuk menjadi anggota legislatif (DPR) saja konon harus mengeluarkan banyak uang. Sekalipun pendidikan tinggi dan karier bagus, tetapi moral rusak, maka dia bisa merugikan orang banyak.
Lalu manakah yang lebih penting karier, pendidikan atau membina keluarga? Bagaimana menghasilkan anak yang bermoral? Tidak ada jalan lain dengan memberi prioritas kepada keluarga. Kalau ada tawaran kerja yang menarik dengan gaji tinggi, maka pertanyakanlah kepada diri sendiri, ”Apakah tawaran ini akan membangun atau menghancurkan keluarga saya?” Apakah ini akan membuat anda jarang bertemu dengan anak?. Ada teman saya keluar dari pekerjaannya yang lama karena jarang bertemu dengan anak-anaknya. Dia rela bekerja dengan gaji yang lebih rendah tetapi bisa bertemu dengan keluarganya. Dia merasa lebih nyaman dan mengucap syukur. Ini berarti dia mengutamakan membina keluarga daripada karier.
Pendidikan dan karier sangat penting, tetapi jangan sampai mengorbankan kenyamanan keluarga. Kita sangat banyak melihat contoh di lingkungan kita dimana pendidikan tinggi dan karier yang bagus dapat membawa malapetaka bagi kehancuran sebuah keluarga. Penting kita ketahui bahwa keluarga adalah ’institusi’ pertama yang didirikan Allah, bukan gereja serta bukan juga sekolah, dll (Kej.2:18-25). Keluarga Kristen di dunia merupakan pusat dan tujuan dari perjanjian Allah. Perhatikan penetapan Allah pada kej.12:23, dimana melalui berkat Allah kepada Abraham sekeluarga, seluruh bumi akan diberkati. Keluarga Kristen di dunia merupakan miniatur keluarga Allah didalam kekekalan. Itulah sebabnya keberhasilan kita membangun keluarga Kristen yang benar, pada saat yang sama merupakan kesaksian akan keluarga Allah. Sebaliknya,jika kita gagal membangun keluarga kita, maka sebagai anak-anak Allah, kita juga gagal menunjukkan keindahan keluarga Allah. Karena itu, kita mengerti jika keluarga menjadi sasaran pekerjaan iblis dalam merusak kerajaan Allah. Sumber nilai keluarga Kristen adalah Firman Tuhan. Firman ini harus ditanam didalam rumah tangga (1Kor.3:6-7). Nilai itu ibarat benih, dan benih itu adalah Firman (Luk 8:11). Penanaman nilai itu terus-menerus dan berdimensi banyak, seperti benih, lahan, cara, proses. Ada nilai yang hasilnya cepat dipetik seperti palawija, dan ada nilai yang memerlukan waktu lama untuk dituai, seperti tanaman keras (durian, salak, kelapa sawit, dll}. Lahannya juga bermacam-macam (mat 13:4-8). Dibutuhkan kesabaran dan ketekunan. Keluarga yang berbudaya adalah surat Kristus yang terbuka dan dibaca semua orang(2 Kor 3:1-3).
Ada orang berpendapat bahwa bahagia itu diukur jika keluarga tersebut berpendidikan tinggi, memiliki mobil, uang banyak, makan enak-enak, dll. Ini adalah pandangan yang salah menurut Firman Allah. Bila didalam keluarga tersebut sudah terbentuk keluarga yang takut akan Allah, maka pendidikan dan karier adalah sebagai pelengkap selama kita hidup didunia. Tujuan Allah membentuk keluarga adalah untuk membentuk satu masyarakat baru milik Allah, jika diperkenankan melahirkan keturunan illahi (Mal.2:15). Menjadi mitra Allah menyelamatkan manusia berdosa. Kalau kita mengerti hal ini maka kita akan mampu melihat keluarga kita sebagai berkat Allah yang sangat indah, yang kedua setelah penebusan Kristus.
Saat kita dilahirkan secara rohani kedalam keluarga Allah, kita diberi beberapa hadiah yang mengagumkan seperti: nama keluarga, hak-hak istimewa, hubungan yang akrab, dan warisan keluarga. Alkitab berkata,”Karena kita adalah anak-Nya, segala milikNya adalah milik kita. Perjanjian Baru menekankan akan warisan ini, ”Allahkku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus. Dibumi, kita diberikan kekayaan kasih karunia-Nya, kemurahan-Nya, kesabaran-Nya, hikmat dan rahmat. Tetapi didalam kekekalan kita akan mewarisi lebih banyak lagi.
Jadi penulis berpendapat bahwa yang lebih dulu diutamakan adalah membina keluarga, dimana dari keluarga yang takut akan Tuhan akan timbul pendidikan bermutu yang nantinya menopang karier. Alkitab berkata, ”Allah telah menyimpan warisan yang tak ternilai bagi anak-anak-Nya. Warisan tersebut disimpan di surga bagimu, murni dan tidak tercemar, tidak mungkin diubah, dan tidak mungkin busuk.

(Penulis adalah St. Walsinur Silalahi, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juli 2009)

Tidak ada komentar: