Sekilas Tentang Atlit Gereja
Terkuaknya gereja pada pelayanan dan datangnya persaingan antar gereja dengan menawarkan berbagai macam suasana 'emosional' telah menghasilkan lingkungan kompetitif dalam hidup bergereja. Hal ini, mengakibatkan ibarat gereja - gereja tampak seperti dalam pertandingan di arena olimpiade. Dan tuntutan, setiap gereja adalah memenangkan pertandingan di setiap cabang olahraga. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain, kecuali gereja mempersiapkan diri dan 'berdandan '. Gereja yang tau 'bagaimana berdandan ' dan 'mengapa berdandan ' adalah gereja yang tau tentang perubahan. Gereja yang mengerti-perubahan adalah gereja pembelajar.
Gereja Pembelajar tau perbedaan antara sukses dan gagal, antara gereja hebat dan biasa-biasa saja, dan ini hanya dipisahkan oleh sebuah garis tipis - yaitu: "Apakah orang-orang dalam gereja (baca: Atlit Gereja) berlomba-lomba mewujudkan hasil melalui pertanggungjawaban individu - orang percaya". Bila ini tidak ada, berarti gereja itu lamban untuk bertumbuh. Padahal, kita tahu bahwa, pertumbuhan gereja berada pada orang-orang yang mau beIajar dan mengembangkan potensi yang Allah sudah tanamkan di dalam gereja. Bila ada gereja (baca: jemaat) senang pada kemapanan saat ini dan bersikap arogan, padahal ia tidak tahu banyak tentang perkembangan dunia luar - maka gereja itu akan tergelincir pada status 'dinosaurus’. Inilah sikap yang dengan cepat bisa membuat sebuah gereja dapat bertatanan rendah dan standar hidup kualitas iman jemaat merosot dratis. Agar itu tidak terjadi, gereja membutuhkan para ‘atlit gereja’ yaitu Jemaat yang mau belajar dan berlatih terus-menerus.
Dewasa ini, gereja membutuhkan orang-orang yang mau mengembangkan kualitas diri untuk mewujudkan hasil dan memposisikan diri 'di atas garis ' standar yang biasa-biasa saja. Artinya: para "atlit gereja" harus berani mengembangkan "daerah nyaman (comfort zone)" untuk berlatih dan bermainnya — melakukan diluar kebiasaannya. Menurut J. W. Von Goetthe: "yang menyenangkan dalam hidup ini adalah bukan melakukan hal-hal yang kita sukai (itu biasa), justru menyukai hal-hal yang kita lakukan (nah ini baru luar biasa).. Para atlit harus tahu bahwa, tidak mungkin mendapatkan hasil yang lebih besar dengan cara melakukan hal yang sama - begitu-begitu saja. Ini namanya insanity - alias ‘sinting'. Jadi, apa yang harus dilakukan oleh seorang atlit? — Mencari peluang-peluang baru sebagai solusi dan bersedia menerima perubahan. Dan itu juga yang Tuhan minta dalam hidup kita untuk terus-menerus "memperbaharui hidup " orang percaya.
Tidak ada pilihan bagi para atlit gereja selain melakukan dan / atau tidak melakukan sama sekali. Kesediaan menyediakan waktu untuk berlatih dan setia melakukan prinsip-prinsip dasar tanpa mengenal lelah adalah bagian dari hidup para atlit gereja.. Termaksud "berani gagal" dalam berlatih dan bertanding. Yang penting "Jangan pernah berhenti bermain". Belajar...., berlatih...... bertanding....... dan evaluasi merupakan aktivitas yang terus-menerus dengan varian metodenya.
Sebagai atlit gereja - kita dapat belajar dari atlit gereja yang lain. Ini penting!. Khususnya, yang memiliki "denominasi" yang sama. Terutama pada Gereja-gereja Kristen yang terhimpun dalam satu wadah yang namanya SINODE dan /atau KLASIS. Bagaimana mereka melakukan menjadikan gerejanya hebat - yang membuat jemaatnya berbondong-bondong mau belajar dan ber¬tanding dalam kancah pelayanan. Termasuk gereja kecil di pedesaan, mereka telah berbicara dan melakukan hampir dalam setiap ajang cabang olahraga. Mereka telah mensejajarkan peran dan fungsi dirinya setara terhadap gereja lain dengan gejolak perubahan-perubahan yang ada. Mereka adalah orang-orang yang memiliki rasa optimis, memiliki rasa percaya diri, dan antusiasme yang tinggi. ItuIah yang membuat image bahwa, "Anak-anak Allah dan gereja " mampu berkiprah di setiap cabang olahraga apapun. Kini, tinggal komitmen Jemaat-jemaat di Gereja sebagai "Atlit Gereja" adakah mereka ingin melakukan yang terbaik untuk gerejanya. Karena, jemaat yang adalah 'atlit gereja' merupakan asset dan modal utama bagi pertumbuhan dan perkembangan gereja, Dan Tuhan Yesus sebagai pemiliknya. Adakah Anda sebagai 'atlit' merasa kuatir dalam melayani di gereja membuat hidup Anda gagal di bidang yang lainnya?. Tentu Doa Jawabannya.
Fokus Diri Atlit
Apa yang menjadi focus Anda dalam "melayani" sehingga, sebagai atlit gereja -- Anda mempunyai kekhasan hasrat yang kuat untuk berprestasi. Coba renungkan dari pertanyaan-pertanyaan ini: Pertama, Mengapa begitu sedikit orang yang hidup sesuai dengan potensinya?; Kedua, Mengapa begitu banyak orang berpikir 'negative' dan 'pesisme' mengenai dirinya?; Ketiga, Bagaimana Anda 'memproyeksikan' diri kedepan dalam pemikiran dan bayangkan kehidupan yang ideal?; Keempat, Apakah Anda ingin melakukan sesuatu yang hanya dilakukan oleh sedikit orang?. Mengapa Anda ingin melakukannya?. Temukanlah pada sesuatu yang dapat melayani. Fokus Atlit, juga berkembang, dan menghasil-lebih banyak. Yaitu, jemaat semua jawaban itu dan focuskan memberikan motivasi diri dalam membawa gereja menjadi sehat, kan kader-kader atau murid yang yang mensikapi "karya Allah" dengan benar dan merespon panggilan gereja untuk melayani.
Memang, ini tidak mudah - pasti akan mengalami benturan-benturan. Tetapi, yakinlah bahwa, potensi/talenta atlit pemberian Allah - adalah asset utama - bila dikelola dengan baik dapat menjadi "saluran berkat” atau tempat belajar bagi orang lain. Kini, maukah itu menjadi fokus para atlit yang meyertai semangat menghadapi piranti-piranti pelayan.
Sikap Atlit
Keberhasilan gereja mencapai peringkat atas hanya dapat diraih dari kesungguhan jemaat selaku atlit melakukan kegiatan pelayanan dengan baik. Tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam 'kompetisi' berbagai "denominasi" gereja dewasa ini, standar prestasi dari semua kontestan (yaitu: para atlit gereja) merupakan hal penting.
Sesungguhnya, perbedaan yang sangat menentukan antara pemain terbaik dan seteru terdekatnya diperkirakan oleh banyak ahli merupakan factor psikologis utama. Misalnya: Kedewasaan Iman. Sikap, Pola Pikir, dan Mental para atlit gereja. Faktor-faktor tersebut merupakan kajian psikologi para atlit gereja yang dapat menentukan menang dan /atau kalah.
Ada 4 faktor pokok yang dapat menentukan para atlit gereja mencapai 'sukses':
Pertama: Sebagai titik awal (starting point) dimulai dengan Sikap (Attitudes) pribadi atlit itu. la harus mempunyai rasa sikap saya butuh untuk... ( Need to... ), sikap ingin untuk ....( Want to..), saya dapat lakukan ( Can do...), dan akan lakukan... ( Will do.....).
Kedua: Sikap Pembelajar {Leaner) yaitu, seorang atlit terus-menerus meningkatkan pengetahuannya. Menambah wawasan / berpikir koseptual, dan senang sharing / diskusi (bukan gossip) dengan atlit-atlit yang lain. Dengan kata lain, seorang atlit gereja harus "haus akan ilmu pengetahuan ", sehingga mampu menciptakan dan menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang ada.
Ketiga, Seorang atlit harus mempunyai sikap rasa senang berlatih. Memperbanyak jam latihan. Praktek..., praktek...., praktek dengan mendapat arahan dari diri sendiri dan /atau pun melalui orang lain. Apa pun bentuk latihan para atlit bukan lagi merupakan keharusan atau yang semestinya seorang atlit berlatih, melainkan suatu sikap ketetapan tanggungjawab pribadi sebagai atlit gereja. Jadi, jangan pernah berlatih 'setengah hati' bila ingin mencapai sukses dalam memenuhi panggilan gereja.
Keempat: Seorang atlit harus mempunyai Sikap sang Juara. Semakin dekat atlit mencapai peringkat atas, semakin dekat perbaikan yang dapat dilakukan. Para atlit dalam memburu keunggulan yang dapat diraih — idealnya harus mempunyai kepentingan yang berorientasi pada hasil positif. (Causing Positive Results). Tentu, ini tidak mudah. Oleh karena itu para atlit secara teratur mengasah mata gergaji potensinya sampai pada tingkatan ketajaman tertentu.
Atlit yang mengutamakan prestasi (Achievement driven athlete) memerlukan perkembangan jangka panjang—kosistensi tindakan. Sasaran pada kemajuan yang ajeg dalam jangka panjang, berarti latihan terus-menerus. Dan ini bisa saja sampai pada temuan potensi baru yang membawa pada prestasi (Achieve new level of performance). Semua ini dapat memungkinkan terjadi bila setiap individu atlit punyai sikap dan visi yang jelas untuk menjadi pemain yang terbaik dalam bidangnya, apapun cabang olahraga yang ditekuninya.
Keempat Sikap diatas merupakan pemantauan dari suatu siklus pengembangan kualitas diri atlit (Cycle of Self Development) dalam mencapai prestasi. Obsesi untuk mengetahui seberapa efektivitas para atlit dapat diukur dari perputaran siklus-cycle tersebut. Dalam hal ini juga bisa berguna sebagai target motivasional para atlit. Oleh karena itu, data statistic, angka-angka, nilai, prosentase, waktu, dan data pe.rbandingan tentang pesaing adalah hal yang penting diketahui oleh atlit.
Melatih Diri Sendiri
Dari pengalaman saya tempat yang "ideal" untuk melatih diri dalam meningkatkan kualitas potensi (baca: talenta) diri adalah gereja. Tidak ada unsur paksaan dan semua yang dilakukan berdasarkan kesadaran. Tingkat kesadaran itu tidak pada tingginya pendidikan dan banyaknya pengetahuan yang orang miliki, tetapi pada tingkat "pemahaman iman". Maka, tidak heran gereja bukan sebagai tempat pilihan untuk jemaat melatih diri dalam penentuan memaknai hidup. Padahal, gereja dapat membuat hidup menjadi salah satu inspirasi, cukup hanya dengan memiliki keberanian dan kesadaran sehingga hidup menjadi lebih bermakna. Anda dan saya sebagai atlit mempunyai otoritas memilih untuk terus melatih diri dan / atau tidak sama sekali. Saya kira, hanya visi, realisme pribadi, rencana tindakan, dan komitmen yang membedakannya antar atlit/anggota jemaat.
Melatih diri: "Menjadi yang terbaik pasti butuh pengorbanan— baik waktu, tenaga (mau bersusah payah), pikiran ( upaya kreatifltas ), dan dana/uang. Kini, bertanyalah pada diri sendiri pengorbanan apa yang atlit
persiapkan untuk memperoleh keberhasilan.
Ada unsur-unsur pokok yang perlu diperhatikan saat melatih diri sendiri dan tim dalam mengembangkan keterampilan, yaitu:
• Memberi tolok ukur (benchmark) keterampi¬lan atlit setiap menghasilkan kontribusi hasil.
• Mengenali dan membentuk suasana positif untuk mening¬katkan potensi atau talenta.
• Menciptakan metode/cara-cara/pendekatan baru—kreatif.
• Menetapkan sarana/alat-alat bantu atlit berlatih.
• Menetapkan 'penilaian' untuk motivasi kinerja individu dan tim.
Biasanya, "ide-ide" yang disukai dan datang dari diri atlit acapkali lebih antusias untuk dilaku¬kan. Bisa saja, kesadaran datang dari sini.-selama mereka "mau". Mau bukti?. Coba saja!!.
Kunci Penetapan Sasaran
Agar berdampak maksimal. maka atlit perlu merencanakan program sasaran pribadinya. Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan vitalitas antara aktivitas lainnya dalam kehidupan.atlit. Selain itu, para atlit sungguh-sungguh menyediakan waktu-bukan sisa waktu yang ada untuk pelayanan gereja.
Keyakinan untuk meretas belenggu kegagalan dengan melayani di gereja— perlu menetapkan sasaran pribadi yang efektif, misalnya dengan cara:
=> Kenali diri Anda: “Realisme", saat ini seperti apa dan tetapkan dimasa depan maunya seperti apa.
=> Buatlah sasaran khusus: Pilihlah prioritas dan tentukan kerangka waktu.
=> Buatlah sasaran itu menantang: Idealnya, sasaran menuntut upaya yang gigih dan merasa streg dengan kemungkinannya.
=> Buatlah sasaran itu positif dan luwes dan Komitmen / disiplin untuk melakukannya.
=> Tulislah sasaran: Kembangkan daftar terperinci mengenai kemungkinan seluruh sasaran. Bagilah tujuan besar menjadi yang lebih kecil.
Semua penetapan sasaran ini adalah cara menciptakan keunggulan - untuk menjadi lebih baik.
Dan penetapan sasaran ini juga merupakan piranti potensial untuk menggerakkan orang dan mendaya gunakan sumber daya. Kini, tetap¬kan sasaran Anda dan lakukanlah.
Jadikan Standar Kualitas
Hasil bisa saja salah arah. Kemenangan bukanlah segala-galanya. Fokus rerpenting terletak pada kualitas tim pelayanan; diukur dari standar pribadi seorang atlit.
Peningkatan standar pelayanan gereja bisa dilihat sebagai bagian proses persiapan yang matang dan menuntut tim dan individu atlit memecahkan rekor yang sama. Tentukan standar kualitas pelayanan dan sosialisasikan. Dan pastikan, orang lain tidak curiga atas standar pelayanan yang Anda lakukan. Karena, jika tidak, akan menimbulkan rentan relasi antar atlit dan tentu ini mengganggu pelayanan secara keseluruhan.
Stadar kualitas pelayanan memperhatikan rincian yang sekecil-kecilnya. Kemampuan mengorganisir diri untuk rnembangkitkan peluang sukses yang maksimal.
Bertindak 'diluar zona' (daerah nyaman -Comfort Zone) merupakan suatu tindakan yang insprasional. Dan biasanya membutuhkan:
• Energi Fokus /Antusiasme.
• Berani Menerima Resiko.
• Memiliki Keyakinan /Optimis
• Berorientasi Hasil
• Membangun Habit Baru.
• Berpikir Positif-Ada Keinginan untuk mencoba
Gereja yang berorientasi target, seperti seni memanah menuntut kemampuan mempertahankan konsentrasi terhadap target ketika berhadapan dengan aneka hambatan /gangguan internal dan eksternal, seperti keengganan atas kesadaran ikutserta kegiatan, dan hembusan angin dari luar mengenai keimanan.
Banyak tugas gereja yang menuntut "fungsi dan peran " atlit (jemaat) untuk membangun gerejanya. Fokus pada target dan konsentrasi pada solusi adalah jawaban untuk mengelola sebuah masalah. Jemaat sebagai pelaku gereja menentukan rekor keberhasilan gereja yang diraih melalui proses waktu dan tindakan-tindakan individu jemaat.
Keterlibatan para atlit secara menyeluruh, berani mengambil risiko, dan sungguh-sungguh mendayagunakan kehandalan (powerful) menjadikan gereja pada zona perubahan yang melampaui standar biasa-biasa saja.. Terutama perubahan dalam persepsi bahwa. melayani di gereja membuat semuanya gagal.
Mengukur Segala Sesuatu
Jika olahragawan berlatih untuk olimpiade, mereka pasti mempunyai satu tujuan dalam benaknya. Untuk memenangkan medali emas. Tak seorangpun menjalani latihan yang sulit selama bertahun-tahun cuma untuk mengidamkan medali perunggu. Hal yang sama terjadi dalam “gereja" Anda. Anda harus berjuang menjadi yang terbaik. Untuk melakukan itu, Anda harus memperbaiki yang terbaik daripribadi Anda— terus-menerus.
Untuk mencapai perbaikan nyata, Anda harus terus-menerus mengukur kinerja pelayanan Anda, jika tidak Anda tidak mempunyai gagasan kemajuan anda. Dalam "gereja"seperti: "kualitas, kuantitas, biaya, waktu, dan kecepatan adalah factor kunci untuk mengikuti perubahan atau perkembangan. Patokannya adalah rata-rata gereja -gereja yang sudah "maju”. Kita dapat belajar dari mereka. Ini dapat mengilhami cara kita melakukan pelayanan gereja melalui kegiatan-kegiatan yang kita ciptakan— dan dapat mengukur dengan macam-macam bentuk pengukurannya.
Kendala Atlit
Kendala atlit yang paling berat datang dari dalam diri sendiri, yaitu: "Rasa Malas". Kalahkan musuh (rasa malas) dari dalam —banyak atlit lebih khawatir dengan lawan seperti ini daripada yang lain. Mengungguli 'musuh dari dalam' sama dengan kemampuan pimpin diri (self-direction) yang lebih baik. Artinya; mengkonfrontasikan "rasa malas (negativitas)" berhadapan dengan "motivasi diri (positivitas)".
Kendala lain adalah: "Rasa Takut". Atlit lebih senang cari aman dan nyaman'. Tidak mau menerima tanggungjawab—tak pernah menyandarkan diri pada bakat -karunia Sang Khalik. Mengapa begitu sedikit atlit yang hidup sesuai dengan potensinya?. Ada banyak alasan atlit tidak mengembangkan potensinya dan tidak melakukan sesuatu. Satu diantaranya adalah: "takut mencoba, takut gagal, dan takut pengorbanan diri". Akibatnya, banyak atlit hanya menonton dan komentar tentang sesuatu yang dilihatnya - ketimbang melakukan permainan dan menciptakan solusi-soiusi yang baru untuk mencapai prestasi.
Ada atlit gereja (Jemaat) ingin me¬layani tetapi ia sudah berpikir negatif terlebih dahulu tentang dirinya dan lingkungannya. Merasa tidak mampu, tidak punya ini-itu, merasa dirinya orang 'bodoh', dan lainnya. Atasilah pemikiran negatif dan gantilah, semuanya, dengan pandangan yang lebih positif. Singkirkan sikap pesimis tetapi tetaplah pada sentuhan realitas dengan penuh optimisme. Karena hanya dengan demikian, para atlit dapat memisahkan motivasi dari tekanan situasi dirinya. Bedakan tantangan dari tekanan (hambatan) yang tak perlu. Kenalilah ragam hal ini dari keadaan. Kini, yang penting adakah kamauan Anda mencoba maka, semua akan terjadi dengan sendirinya, Ubahlah "kendala" menjadi "peluang". Jadilah optimis secara realities. Dan sediakan waktu untuk selaln-mengelolah diri Anda.
(Penulis adalah Puthut D. Rahardjo, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Oktober 2005)
Terkuaknya gereja pada pelayanan dan datangnya persaingan antar gereja dengan menawarkan berbagai macam suasana 'emosional' telah menghasilkan lingkungan kompetitif dalam hidup bergereja. Hal ini, mengakibatkan ibarat gereja - gereja tampak seperti dalam pertandingan di arena olimpiade. Dan tuntutan, setiap gereja adalah memenangkan pertandingan di setiap cabang olahraga. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain, kecuali gereja mempersiapkan diri dan 'berdandan '. Gereja yang tau 'bagaimana berdandan ' dan 'mengapa berdandan ' adalah gereja yang tau tentang perubahan. Gereja yang mengerti-perubahan adalah gereja pembelajar.
Gereja Pembelajar tau perbedaan antara sukses dan gagal, antara gereja hebat dan biasa-biasa saja, dan ini hanya dipisahkan oleh sebuah garis tipis - yaitu: "Apakah orang-orang dalam gereja (baca: Atlit Gereja) berlomba-lomba mewujudkan hasil melalui pertanggungjawaban individu - orang percaya". Bila ini tidak ada, berarti gereja itu lamban untuk bertumbuh. Padahal, kita tahu bahwa, pertumbuhan gereja berada pada orang-orang yang mau beIajar dan mengembangkan potensi yang Allah sudah tanamkan di dalam gereja. Bila ada gereja (baca: jemaat) senang pada kemapanan saat ini dan bersikap arogan, padahal ia tidak tahu banyak tentang perkembangan dunia luar - maka gereja itu akan tergelincir pada status 'dinosaurus’. Inilah sikap yang dengan cepat bisa membuat sebuah gereja dapat bertatanan rendah dan standar hidup kualitas iman jemaat merosot dratis. Agar itu tidak terjadi, gereja membutuhkan para ‘atlit gereja’ yaitu Jemaat yang mau belajar dan berlatih terus-menerus.
Dewasa ini, gereja membutuhkan orang-orang yang mau mengembangkan kualitas diri untuk mewujudkan hasil dan memposisikan diri 'di atas garis ' standar yang biasa-biasa saja. Artinya: para "atlit gereja" harus berani mengembangkan "daerah nyaman (comfort zone)" untuk berlatih dan bermainnya — melakukan diluar kebiasaannya. Menurut J. W. Von Goetthe: "yang menyenangkan dalam hidup ini adalah bukan melakukan hal-hal yang kita sukai (itu biasa), justru menyukai hal-hal yang kita lakukan (nah ini baru luar biasa).. Para atlit harus tahu bahwa, tidak mungkin mendapatkan hasil yang lebih besar dengan cara melakukan hal yang sama - begitu-begitu saja. Ini namanya insanity - alias ‘sinting'. Jadi, apa yang harus dilakukan oleh seorang atlit? — Mencari peluang-peluang baru sebagai solusi dan bersedia menerima perubahan. Dan itu juga yang Tuhan minta dalam hidup kita untuk terus-menerus "memperbaharui hidup " orang percaya.
Tidak ada pilihan bagi para atlit gereja selain melakukan dan / atau tidak melakukan sama sekali. Kesediaan menyediakan waktu untuk berlatih dan setia melakukan prinsip-prinsip dasar tanpa mengenal lelah adalah bagian dari hidup para atlit gereja.. Termaksud "berani gagal" dalam berlatih dan bertanding. Yang penting "Jangan pernah berhenti bermain". Belajar...., berlatih...... bertanding....... dan evaluasi merupakan aktivitas yang terus-menerus dengan varian metodenya.
Sebagai atlit gereja - kita dapat belajar dari atlit gereja yang lain. Ini penting!. Khususnya, yang memiliki "denominasi" yang sama. Terutama pada Gereja-gereja Kristen yang terhimpun dalam satu wadah yang namanya SINODE dan /atau KLASIS. Bagaimana mereka melakukan menjadikan gerejanya hebat - yang membuat jemaatnya berbondong-bondong mau belajar dan ber¬tanding dalam kancah pelayanan. Termasuk gereja kecil di pedesaan, mereka telah berbicara dan melakukan hampir dalam setiap ajang cabang olahraga. Mereka telah mensejajarkan peran dan fungsi dirinya setara terhadap gereja lain dengan gejolak perubahan-perubahan yang ada. Mereka adalah orang-orang yang memiliki rasa optimis, memiliki rasa percaya diri, dan antusiasme yang tinggi. ItuIah yang membuat image bahwa, "Anak-anak Allah dan gereja " mampu berkiprah di setiap cabang olahraga apapun. Kini, tinggal komitmen Jemaat-jemaat di Gereja sebagai "Atlit Gereja" adakah mereka ingin melakukan yang terbaik untuk gerejanya. Karena, jemaat yang adalah 'atlit gereja' merupakan asset dan modal utama bagi pertumbuhan dan perkembangan gereja, Dan Tuhan Yesus sebagai pemiliknya. Adakah Anda sebagai 'atlit' merasa kuatir dalam melayani di gereja membuat hidup Anda gagal di bidang yang lainnya?. Tentu Doa Jawabannya.
Fokus Diri Atlit
Apa yang menjadi focus Anda dalam "melayani" sehingga, sebagai atlit gereja -- Anda mempunyai kekhasan hasrat yang kuat untuk berprestasi. Coba renungkan dari pertanyaan-pertanyaan ini: Pertama, Mengapa begitu sedikit orang yang hidup sesuai dengan potensinya?; Kedua, Mengapa begitu banyak orang berpikir 'negative' dan 'pesisme' mengenai dirinya?; Ketiga, Bagaimana Anda 'memproyeksikan' diri kedepan dalam pemikiran dan bayangkan kehidupan yang ideal?; Keempat, Apakah Anda ingin melakukan sesuatu yang hanya dilakukan oleh sedikit orang?. Mengapa Anda ingin melakukannya?. Temukanlah pada sesuatu yang dapat melayani. Fokus Atlit, juga berkembang, dan menghasil-lebih banyak. Yaitu, jemaat semua jawaban itu dan focuskan memberikan motivasi diri dalam membawa gereja menjadi sehat, kan kader-kader atau murid yang yang mensikapi "karya Allah" dengan benar dan merespon panggilan gereja untuk melayani.
Memang, ini tidak mudah - pasti akan mengalami benturan-benturan. Tetapi, yakinlah bahwa, potensi/talenta atlit pemberian Allah - adalah asset utama - bila dikelola dengan baik dapat menjadi "saluran berkat” atau tempat belajar bagi orang lain. Kini, maukah itu menjadi fokus para atlit yang meyertai semangat menghadapi piranti-piranti pelayan.
Sikap Atlit
Keberhasilan gereja mencapai peringkat atas hanya dapat diraih dari kesungguhan jemaat selaku atlit melakukan kegiatan pelayanan dengan baik. Tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam 'kompetisi' berbagai "denominasi" gereja dewasa ini, standar prestasi dari semua kontestan (yaitu: para atlit gereja) merupakan hal penting.
Sesungguhnya, perbedaan yang sangat menentukan antara pemain terbaik dan seteru terdekatnya diperkirakan oleh banyak ahli merupakan factor psikologis utama. Misalnya: Kedewasaan Iman. Sikap, Pola Pikir, dan Mental para atlit gereja. Faktor-faktor tersebut merupakan kajian psikologi para atlit gereja yang dapat menentukan menang dan /atau kalah.
Ada 4 faktor pokok yang dapat menentukan para atlit gereja mencapai 'sukses':
Pertama: Sebagai titik awal (starting point) dimulai dengan Sikap (Attitudes) pribadi atlit itu. la harus mempunyai rasa sikap saya butuh untuk... ( Need to... ), sikap ingin untuk ....( Want to..), saya dapat lakukan ( Can do...), dan akan lakukan... ( Will do.....).
Kedua: Sikap Pembelajar {Leaner) yaitu, seorang atlit terus-menerus meningkatkan pengetahuannya. Menambah wawasan / berpikir koseptual, dan senang sharing / diskusi (bukan gossip) dengan atlit-atlit yang lain. Dengan kata lain, seorang atlit gereja harus "haus akan ilmu pengetahuan ", sehingga mampu menciptakan dan menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang ada.
Ketiga, Seorang atlit harus mempunyai sikap rasa senang berlatih. Memperbanyak jam latihan. Praktek..., praktek...., praktek dengan mendapat arahan dari diri sendiri dan /atau pun melalui orang lain. Apa pun bentuk latihan para atlit bukan lagi merupakan keharusan atau yang semestinya seorang atlit berlatih, melainkan suatu sikap ketetapan tanggungjawab pribadi sebagai atlit gereja. Jadi, jangan pernah berlatih 'setengah hati' bila ingin mencapai sukses dalam memenuhi panggilan gereja.
Keempat: Seorang atlit harus mempunyai Sikap sang Juara. Semakin dekat atlit mencapai peringkat atas, semakin dekat perbaikan yang dapat dilakukan. Para atlit dalam memburu keunggulan yang dapat diraih — idealnya harus mempunyai kepentingan yang berorientasi pada hasil positif. (Causing Positive Results). Tentu, ini tidak mudah. Oleh karena itu para atlit secara teratur mengasah mata gergaji potensinya sampai pada tingkatan ketajaman tertentu.
Atlit yang mengutamakan prestasi (Achievement driven athlete) memerlukan perkembangan jangka panjang—kosistensi tindakan. Sasaran pada kemajuan yang ajeg dalam jangka panjang, berarti latihan terus-menerus. Dan ini bisa saja sampai pada temuan potensi baru yang membawa pada prestasi (Achieve new level of performance). Semua ini dapat memungkinkan terjadi bila setiap individu atlit punyai sikap dan visi yang jelas untuk menjadi pemain yang terbaik dalam bidangnya, apapun cabang olahraga yang ditekuninya.
Keempat Sikap diatas merupakan pemantauan dari suatu siklus pengembangan kualitas diri atlit (Cycle of Self Development) dalam mencapai prestasi. Obsesi untuk mengetahui seberapa efektivitas para atlit dapat diukur dari perputaran siklus-cycle tersebut. Dalam hal ini juga bisa berguna sebagai target motivasional para atlit. Oleh karena itu, data statistic, angka-angka, nilai, prosentase, waktu, dan data pe.rbandingan tentang pesaing adalah hal yang penting diketahui oleh atlit.
Melatih Diri Sendiri
Dari pengalaman saya tempat yang "ideal" untuk melatih diri dalam meningkatkan kualitas potensi (baca: talenta) diri adalah gereja. Tidak ada unsur paksaan dan semua yang dilakukan berdasarkan kesadaran. Tingkat kesadaran itu tidak pada tingginya pendidikan dan banyaknya pengetahuan yang orang miliki, tetapi pada tingkat "pemahaman iman". Maka, tidak heran gereja bukan sebagai tempat pilihan untuk jemaat melatih diri dalam penentuan memaknai hidup. Padahal, gereja dapat membuat hidup menjadi salah satu inspirasi, cukup hanya dengan memiliki keberanian dan kesadaran sehingga hidup menjadi lebih bermakna. Anda dan saya sebagai atlit mempunyai otoritas memilih untuk terus melatih diri dan / atau tidak sama sekali. Saya kira, hanya visi, realisme pribadi, rencana tindakan, dan komitmen yang membedakannya antar atlit/anggota jemaat.
Melatih diri: "Menjadi yang terbaik pasti butuh pengorbanan— baik waktu, tenaga (mau bersusah payah), pikiran ( upaya kreatifltas ), dan dana/uang. Kini, bertanyalah pada diri sendiri pengorbanan apa yang atlit
persiapkan untuk memperoleh keberhasilan.
Ada unsur-unsur pokok yang perlu diperhatikan saat melatih diri sendiri dan tim dalam mengembangkan keterampilan, yaitu:
• Memberi tolok ukur (benchmark) keterampi¬lan atlit setiap menghasilkan kontribusi hasil.
• Mengenali dan membentuk suasana positif untuk mening¬katkan potensi atau talenta.
• Menciptakan metode/cara-cara/pendekatan baru—kreatif.
• Menetapkan sarana/alat-alat bantu atlit berlatih.
• Menetapkan 'penilaian' untuk motivasi kinerja individu dan tim.
Biasanya, "ide-ide" yang disukai dan datang dari diri atlit acapkali lebih antusias untuk dilaku¬kan. Bisa saja, kesadaran datang dari sini.-selama mereka "mau". Mau bukti?. Coba saja!!.
Kunci Penetapan Sasaran
Agar berdampak maksimal. maka atlit perlu merencanakan program sasaran pribadinya. Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan vitalitas antara aktivitas lainnya dalam kehidupan.atlit. Selain itu, para atlit sungguh-sungguh menyediakan waktu-bukan sisa waktu yang ada untuk pelayanan gereja.
Keyakinan untuk meretas belenggu kegagalan dengan melayani di gereja— perlu menetapkan sasaran pribadi yang efektif, misalnya dengan cara:
=> Kenali diri Anda: “Realisme", saat ini seperti apa dan tetapkan dimasa depan maunya seperti apa.
=> Buatlah sasaran khusus: Pilihlah prioritas dan tentukan kerangka waktu.
=> Buatlah sasaran itu menantang: Idealnya, sasaran menuntut upaya yang gigih dan merasa streg dengan kemungkinannya.
=> Buatlah sasaran itu positif dan luwes dan Komitmen / disiplin untuk melakukannya.
=> Tulislah sasaran: Kembangkan daftar terperinci mengenai kemungkinan seluruh sasaran. Bagilah tujuan besar menjadi yang lebih kecil.
Semua penetapan sasaran ini adalah cara menciptakan keunggulan - untuk menjadi lebih baik.
Dan penetapan sasaran ini juga merupakan piranti potensial untuk menggerakkan orang dan mendaya gunakan sumber daya. Kini, tetap¬kan sasaran Anda dan lakukanlah.
Jadikan Standar Kualitas
Hasil bisa saja salah arah. Kemenangan bukanlah segala-galanya. Fokus rerpenting terletak pada kualitas tim pelayanan; diukur dari standar pribadi seorang atlit.
Peningkatan standar pelayanan gereja bisa dilihat sebagai bagian proses persiapan yang matang dan menuntut tim dan individu atlit memecahkan rekor yang sama. Tentukan standar kualitas pelayanan dan sosialisasikan. Dan pastikan, orang lain tidak curiga atas standar pelayanan yang Anda lakukan. Karena, jika tidak, akan menimbulkan rentan relasi antar atlit dan tentu ini mengganggu pelayanan secara keseluruhan.
Stadar kualitas pelayanan memperhatikan rincian yang sekecil-kecilnya. Kemampuan mengorganisir diri untuk rnembangkitkan peluang sukses yang maksimal.
Bertindak 'diluar zona' (daerah nyaman -Comfort Zone) merupakan suatu tindakan yang insprasional. Dan biasanya membutuhkan:
• Energi Fokus /Antusiasme.
• Berani Menerima Resiko.
• Memiliki Keyakinan /Optimis
• Berorientasi Hasil
• Membangun Habit Baru.
• Berpikir Positif-Ada Keinginan untuk mencoba
Gereja yang berorientasi target, seperti seni memanah menuntut kemampuan mempertahankan konsentrasi terhadap target ketika berhadapan dengan aneka hambatan /gangguan internal dan eksternal, seperti keengganan atas kesadaran ikutserta kegiatan, dan hembusan angin dari luar mengenai keimanan.
Banyak tugas gereja yang menuntut "fungsi dan peran " atlit (jemaat) untuk membangun gerejanya. Fokus pada target dan konsentrasi pada solusi adalah jawaban untuk mengelola sebuah masalah. Jemaat sebagai pelaku gereja menentukan rekor keberhasilan gereja yang diraih melalui proses waktu dan tindakan-tindakan individu jemaat.
Keterlibatan para atlit secara menyeluruh, berani mengambil risiko, dan sungguh-sungguh mendayagunakan kehandalan (powerful) menjadikan gereja pada zona perubahan yang melampaui standar biasa-biasa saja.. Terutama perubahan dalam persepsi bahwa. melayani di gereja membuat semuanya gagal.
Mengukur Segala Sesuatu
Jika olahragawan berlatih untuk olimpiade, mereka pasti mempunyai satu tujuan dalam benaknya. Untuk memenangkan medali emas. Tak seorangpun menjalani latihan yang sulit selama bertahun-tahun cuma untuk mengidamkan medali perunggu. Hal yang sama terjadi dalam “gereja" Anda. Anda harus berjuang menjadi yang terbaik. Untuk melakukan itu, Anda harus memperbaiki yang terbaik daripribadi Anda— terus-menerus.
Untuk mencapai perbaikan nyata, Anda harus terus-menerus mengukur kinerja pelayanan Anda, jika tidak Anda tidak mempunyai gagasan kemajuan anda. Dalam "gereja"seperti: "kualitas, kuantitas, biaya, waktu, dan kecepatan adalah factor kunci untuk mengikuti perubahan atau perkembangan. Patokannya adalah rata-rata gereja -gereja yang sudah "maju”. Kita dapat belajar dari mereka. Ini dapat mengilhami cara kita melakukan pelayanan gereja melalui kegiatan-kegiatan yang kita ciptakan— dan dapat mengukur dengan macam-macam bentuk pengukurannya.
Kendala Atlit
Kendala atlit yang paling berat datang dari dalam diri sendiri, yaitu: "Rasa Malas". Kalahkan musuh (rasa malas) dari dalam —banyak atlit lebih khawatir dengan lawan seperti ini daripada yang lain. Mengungguli 'musuh dari dalam' sama dengan kemampuan pimpin diri (self-direction) yang lebih baik. Artinya; mengkonfrontasikan "rasa malas (negativitas)" berhadapan dengan "motivasi diri (positivitas)".
Kendala lain adalah: "Rasa Takut". Atlit lebih senang cari aman dan nyaman'. Tidak mau menerima tanggungjawab—tak pernah menyandarkan diri pada bakat -karunia Sang Khalik. Mengapa begitu sedikit atlit yang hidup sesuai dengan potensinya?. Ada banyak alasan atlit tidak mengembangkan potensinya dan tidak melakukan sesuatu. Satu diantaranya adalah: "takut mencoba, takut gagal, dan takut pengorbanan diri". Akibatnya, banyak atlit hanya menonton dan komentar tentang sesuatu yang dilihatnya - ketimbang melakukan permainan dan menciptakan solusi-soiusi yang baru untuk mencapai prestasi.
Ada atlit gereja (Jemaat) ingin me¬layani tetapi ia sudah berpikir negatif terlebih dahulu tentang dirinya dan lingkungannya. Merasa tidak mampu, tidak punya ini-itu, merasa dirinya orang 'bodoh', dan lainnya. Atasilah pemikiran negatif dan gantilah, semuanya, dengan pandangan yang lebih positif. Singkirkan sikap pesimis tetapi tetaplah pada sentuhan realitas dengan penuh optimisme. Karena hanya dengan demikian, para atlit dapat memisahkan motivasi dari tekanan situasi dirinya. Bedakan tantangan dari tekanan (hambatan) yang tak perlu. Kenalilah ragam hal ini dari keadaan. Kini, yang penting adakah kamauan Anda mencoba maka, semua akan terjadi dengan sendirinya, Ubahlah "kendala" menjadi "peluang". Jadilah optimis secara realities. Dan sediakan waktu untuk selaln-mengelolah diri Anda.
(Penulis adalah Puthut D. Rahardjo, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Oktober 2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar