1. Keterlaluan! bila ada orang yang melarang beribadah. Padahal beribadah adalah kewajiban orang beragama. Bagaimana jika dia / mereka yang dilarang itu ? sedang kan orang yang malas beribadah saja sudah aneh, apalagi melarang. Apapun komentar atau protesmu, yang pasti sudah menjadi kenyataan ada gedung gereja yang tidak dapat digunakan tempat beribadah ! MENGAPA ? Jawaban yang pasti, tentu HANYA VALID, bila orang yang melarang itu yang mengatakannya. Kita hanya mungkin menduga, menganalisanya. Oleh karena itu, adalah kurang bijaksana membahas pendapat atau tindakan atau sikap orang lain yang aneh dan keterlaluan itu. Bagaimana sebaiknya kita bersikap terhadap larangan tersebut ? ini yang sebaiknya kita sepakati.
2. Hemat saya, sedikitnya ada 2 (dua) sikap yang sepatutnya kita lakukan kalau perlu 3 (tiga). Apa itu ? sebelum membahasnya, ada baiknya terlebih dahulu kita menyamakan pemahaman untuk apa kita beribadah di gedung gereja ? secara sederhana dan singkat dapat di katakan bahwa kita bersama dengan teman seiman kita, kita bertemu dan beribadah kepada Tuhan di tempat khusus, dimana di tempat khusus tersebut secara rutin kita melakukan kebaktian. Tempat tersebut ada yang besar, ada yang kecil, ada yang terletak di tengah perkampungan atau di ruko, dan sejenisnya. Pada umumnya, tempat khusus yang kita sebut itu “GEREJA” didirikan setelah sejumlah orang Kristen berdomisili di tempat tersebut. Tak jarang pula kita menyebut tempat khusus itu “GEREJA”, tanpa diketahui oeh masyarakat sekitar. Walau tidak dapat disangkal, tidak sedikit pula yang memang sejak awal tempat khusus tersebut telah diberitahu akan digunakan sebagai gereja, segala upaya telah dilakukan mengurus perijinan pembangunan gedung peribadatan, akan tetapi tak kunjung terkabulkan. Faktanya, kita atau Saudara seiman kita DILARANG beribadah ditempat khusus yang didirikan itu. Dengan demikian AKSI PENUTUPAN GEREJA adalah suatu tindakan melalui perkataan dan perbuatan yang tidak memperkenankan suatu gedung digunakan sebagai tempat pertemuan orang Kristen di suatu tempat tertentu. Ancaman, pengaduan bahkan pengrusakan dilakukan untuk membuktikan keseriusan mereka melarang beribadah di tempat khusus tersebut paling tidak, peristiwa tersebut yang terjadi di beberapa tempat di tanah air.
3. Akan kiamatkah kekristenan kita jika tidak beribadah di gedung gereja ? melalui pertanyaan ini kepada kita disuguhkan perenungan : Mengapa kita mendirikan gedung gereja di tempat yang dilarang itu ? apakah kehadiran kita sebagai pribadi lepas pribadi , TIDAK BERMANFAAT bagi mereka ? Untuk menjawabnya, saya teringat dengan pengalaman DR.I. L. Nomensen di Tarutung tempo dulu saat membangun rumahnya di sekitar perkampungan ompungta, Masyarakat pada waktu itu mengancam beliau agar tidak mendirikan rumah di daerah mereka. Jika diteruskan akan dirubuhkan Nommensen menjawab “ aku dirikan kembali, jika dirubuhkan akan kami rubuhkan lagi, sahut mereka. Nommensen menjawab kudirikan lagi sampai bisa berdiri”. Dari sikap Nommensen ini, saya berkeyakinan bahwa orang percaya akan selalu ada, walau gedung gerejanya dirusak atau dilarang beribadah di tempat itu. Buah dari keuletan Nommensen kini terlihat dari Tapanuli . Malah beliau popular dengan gelar APOSTEL ORANG BATAK searah dengan pengalaman Nommensen, jangan – jangan anda, yang oleh tetangga dilarang beribadah di tempatmu sekarang justru menjadi Apostel yang melarang mu. Jika kita ulet, tabah dan tahan uji tentunya.
4. Akan berhentikah manusia beribadah kepada Tuhan Yesus, jika gedung gereja tidak dapat digunakan karena di larang orang lain ? Pertanyaan ini hendak “mandadap” (menduga) kualitas iman kita. Kualitas yang teruji dan terpuji memang terasah saat menghadapi ancaman. Melalui aksi penutupan tempat beribadah, maka akan terlihat SEMANGAT JUANG mewujudkan kualitas iman “Manusia” kita mungkin akan berhenti beribadah, jika ada larangan dari pihak lain, akan tetapi manusia yang percaya, tidak mungkin berhenti beribadah, karena ibadah adalah hidup dan dirinya sendiri. Jangan – jangan TUHAN yang kita sembah itu, JUSTRU setuju dengan aksi penutupan gereja, karena dengan demikianlah kita semakin menyadari untuk tidak mengandalkan pikiran dan kemampuan sendiri, ingat, umat Israel di perkenankan Tuhan “dibabbab” (ditindas) bangsa lain, supaya tahu diri. Siapa tahu bahwa Tuhan bekerja di dalam aksi penutupan gedung gereja yang kita keluhkan itu ???????? Who knowssssssss!
5. Satu hal yang mesti kita ingat dan sadari bahwa makna dari kata yang terkandung di dalam GEREJA DAN GEDUNG GEREJA berbeda, walaupun satu sama lain. Perhatikanlah syair lagu ini, “Gereja bukanlah gedungnya. Dan bukan pula menaranya. Bukalah pintu! Lihatlah dalamnya, gereja adalah orangnya.” Nyanyian tersebut, saya pelajari pada masa belajar di Sekolah Minggu. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya, jika aksi penutupan gedung gereja, kita sambungkan dengan pertanyaan : “apakah kita sudah di larang beribadah kepada Tuhan ? Sudah tidak bolehkah ada orang yang percaya kepada Tuhan Yesus di negeri ini, sehingga di larang berkumpul dan bersekutu ? Faktanya, TIDAK seperti itu. Kita belum menikmati status seperti itu; dan tidak akan pernah seperti itu? Siapa yang tahu ? yang jelas SEKARANG jawabannya adalah TIDAK . kalau demikian, apa yang kita alami sekarang adalah ada sebagian teman seiman kita yang tidak diperbolehkan oleh teman sebangsa dan setanah air yang tidak di perbolehkan oleh teman sebangsa dan setanah air kita beribadah di tempat tertentu. Mengapa ? ya, itu tadi ! Mari Tanya mereka ! mereka tentu punya alasan, yang mungkin kita sendiri tidak menduga alasan mereka sebelumnya. Bertanya kepada mereka yang melakukan aksi penutupan, berarti kita melaksanakan interaksi dengan mereka. Untunglah mereka melarang kita beribadah sehingga mengetahui sikap mereka tentang KEHADIRAN kita di tempat mereka tinggal. Kapankah ungkapan seperti itu kita katakana ? JANGAN SEKARANG, melainkan nanti ! oleh karena itu, apa yang sebaiknya kita lakukan sekarang ? Mengkoreksi diri dengan mencermati perilaku kita terhadap mereka yang melakukan aksi penutupan gedung gereja kita. JANGAN – JANGAN perilaku kita yang mempercepat kemarahan, kebencian mereka, lalu nama Tuhan tercemar. Oleh siapa ? Siapa lagi kalau bukan kita! Kalau kelak ternyata BUKAN karena ulah kita, maka PENJAHAT pada waktunya akan menerima ganjaran akibat perbuarannya, satu hal lain yang perlu kita camkan sebelum memberi komentar terhadap tulisan ini adalah mereka yang melakukan aksi menutup pemakaian gedung gereja sebagai tempat beribadah juga temasuk umat yang diciptakan dan dikasihi Tuhan. Yang membedakan kita dari mereka HANYALAH kita telah menerima dan percaya kepada Kristus, sedangkan mereka belum. Selamat merenungkan semua peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Dengan harapan kita akan semakin bijaksana, tabah, ulet, tahan uji dan akhirnya terpuji.
(Penulis adalah Pdt Ramlan Hutahaean, M.Th., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juni 2006)
2. Hemat saya, sedikitnya ada 2 (dua) sikap yang sepatutnya kita lakukan kalau perlu 3 (tiga). Apa itu ? sebelum membahasnya, ada baiknya terlebih dahulu kita menyamakan pemahaman untuk apa kita beribadah di gedung gereja ? secara sederhana dan singkat dapat di katakan bahwa kita bersama dengan teman seiman kita, kita bertemu dan beribadah kepada Tuhan di tempat khusus, dimana di tempat khusus tersebut secara rutin kita melakukan kebaktian. Tempat tersebut ada yang besar, ada yang kecil, ada yang terletak di tengah perkampungan atau di ruko, dan sejenisnya. Pada umumnya, tempat khusus yang kita sebut itu “GEREJA” didirikan setelah sejumlah orang Kristen berdomisili di tempat tersebut. Tak jarang pula kita menyebut tempat khusus itu “GEREJA”, tanpa diketahui oeh masyarakat sekitar. Walau tidak dapat disangkal, tidak sedikit pula yang memang sejak awal tempat khusus tersebut telah diberitahu akan digunakan sebagai gereja, segala upaya telah dilakukan mengurus perijinan pembangunan gedung peribadatan, akan tetapi tak kunjung terkabulkan. Faktanya, kita atau Saudara seiman kita DILARANG beribadah ditempat khusus yang didirikan itu. Dengan demikian AKSI PENUTUPAN GEREJA adalah suatu tindakan melalui perkataan dan perbuatan yang tidak memperkenankan suatu gedung digunakan sebagai tempat pertemuan orang Kristen di suatu tempat tertentu. Ancaman, pengaduan bahkan pengrusakan dilakukan untuk membuktikan keseriusan mereka melarang beribadah di tempat khusus tersebut paling tidak, peristiwa tersebut yang terjadi di beberapa tempat di tanah air.
3. Akan kiamatkah kekristenan kita jika tidak beribadah di gedung gereja ? melalui pertanyaan ini kepada kita disuguhkan perenungan : Mengapa kita mendirikan gedung gereja di tempat yang dilarang itu ? apakah kehadiran kita sebagai pribadi lepas pribadi , TIDAK BERMANFAAT bagi mereka ? Untuk menjawabnya, saya teringat dengan pengalaman DR.I. L. Nomensen di Tarutung tempo dulu saat membangun rumahnya di sekitar perkampungan ompungta, Masyarakat pada waktu itu mengancam beliau agar tidak mendirikan rumah di daerah mereka. Jika diteruskan akan dirubuhkan Nommensen menjawab “ aku dirikan kembali, jika dirubuhkan akan kami rubuhkan lagi, sahut mereka. Nommensen menjawab kudirikan lagi sampai bisa berdiri”. Dari sikap Nommensen ini, saya berkeyakinan bahwa orang percaya akan selalu ada, walau gedung gerejanya dirusak atau dilarang beribadah di tempat itu. Buah dari keuletan Nommensen kini terlihat dari Tapanuli . Malah beliau popular dengan gelar APOSTEL ORANG BATAK searah dengan pengalaman Nommensen, jangan – jangan anda, yang oleh tetangga dilarang beribadah di tempatmu sekarang justru menjadi Apostel yang melarang mu. Jika kita ulet, tabah dan tahan uji tentunya.
4. Akan berhentikah manusia beribadah kepada Tuhan Yesus, jika gedung gereja tidak dapat digunakan karena di larang orang lain ? Pertanyaan ini hendak “mandadap” (menduga) kualitas iman kita. Kualitas yang teruji dan terpuji memang terasah saat menghadapi ancaman. Melalui aksi penutupan tempat beribadah, maka akan terlihat SEMANGAT JUANG mewujudkan kualitas iman “Manusia” kita mungkin akan berhenti beribadah, jika ada larangan dari pihak lain, akan tetapi manusia yang percaya, tidak mungkin berhenti beribadah, karena ibadah adalah hidup dan dirinya sendiri. Jangan – jangan TUHAN yang kita sembah itu, JUSTRU setuju dengan aksi penutupan gereja, karena dengan demikianlah kita semakin menyadari untuk tidak mengandalkan pikiran dan kemampuan sendiri, ingat, umat Israel di perkenankan Tuhan “dibabbab” (ditindas) bangsa lain, supaya tahu diri. Siapa tahu bahwa Tuhan bekerja di dalam aksi penutupan gedung gereja yang kita keluhkan itu ???????? Who knowssssssss!
5. Satu hal yang mesti kita ingat dan sadari bahwa makna dari kata yang terkandung di dalam GEREJA DAN GEDUNG GEREJA berbeda, walaupun satu sama lain. Perhatikanlah syair lagu ini, “Gereja bukanlah gedungnya. Dan bukan pula menaranya. Bukalah pintu! Lihatlah dalamnya, gereja adalah orangnya.” Nyanyian tersebut, saya pelajari pada masa belajar di Sekolah Minggu. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya, jika aksi penutupan gedung gereja, kita sambungkan dengan pertanyaan : “apakah kita sudah di larang beribadah kepada Tuhan ? Sudah tidak bolehkah ada orang yang percaya kepada Tuhan Yesus di negeri ini, sehingga di larang berkumpul dan bersekutu ? Faktanya, TIDAK seperti itu. Kita belum menikmati status seperti itu; dan tidak akan pernah seperti itu? Siapa yang tahu ? yang jelas SEKARANG jawabannya adalah TIDAK . kalau demikian, apa yang kita alami sekarang adalah ada sebagian teman seiman kita yang tidak diperbolehkan oleh teman sebangsa dan setanah air yang tidak di perbolehkan oleh teman sebangsa dan setanah air kita beribadah di tempat tertentu. Mengapa ? ya, itu tadi ! Mari Tanya mereka ! mereka tentu punya alasan, yang mungkin kita sendiri tidak menduga alasan mereka sebelumnya. Bertanya kepada mereka yang melakukan aksi penutupan, berarti kita melaksanakan interaksi dengan mereka. Untunglah mereka melarang kita beribadah sehingga mengetahui sikap mereka tentang KEHADIRAN kita di tempat mereka tinggal. Kapankah ungkapan seperti itu kita katakana ? JANGAN SEKARANG, melainkan nanti ! oleh karena itu, apa yang sebaiknya kita lakukan sekarang ? Mengkoreksi diri dengan mencermati perilaku kita terhadap mereka yang melakukan aksi penutupan gedung gereja kita. JANGAN – JANGAN perilaku kita yang mempercepat kemarahan, kebencian mereka, lalu nama Tuhan tercemar. Oleh siapa ? Siapa lagi kalau bukan kita! Kalau kelak ternyata BUKAN karena ulah kita, maka PENJAHAT pada waktunya akan menerima ganjaran akibat perbuarannya, satu hal lain yang perlu kita camkan sebelum memberi komentar terhadap tulisan ini adalah mereka yang melakukan aksi menutup pemakaian gedung gereja sebagai tempat beribadah juga temasuk umat yang diciptakan dan dikasihi Tuhan. Yang membedakan kita dari mereka HANYALAH kita telah menerima dan percaya kepada Kristus, sedangkan mereka belum. Selamat merenungkan semua peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Dengan harapan kita akan semakin bijaksana, tabah, ulet, tahan uji dan akhirnya terpuji.
(Penulis adalah Pdt Ramlan Hutahaean, M.Th., tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Juni 2006)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar