Selasa, 02 November 2010

ARTIKEL: KEKERASAN DALAM BERPACARAN

Apa yang spontan terbersit di pikiran anda ketika mendengar kata “berpacaran”? Kekerasan “kah? Tentu tidak bukan. Jadi, apa yang terbersit? Tentunya terbersit suasana mengasyikan, menyenangkan dan menggairahkan. Dua sejoli yang memutuskan untuk berpacaran tentu didasari cinta kasih. Mereka saling membagi cinta kasih, berbagi rasa, saling memperhatikan, saling mengagumi dan saling mendukung satu sama lain, -tentunya sebagai pengikut Kristus harus sejalan dengan ajaran Kristus-. Pokoknya, kalau membayangkan tentang berpacaran, tidak ada terbersit suasana menakutkan atau mengerikan karena terbayang akan mengalami suatu kekerasan dari pacar kita. Tapi fakta tentang berpacaran berbicara lain, ternyata tidak semua cerita tentang berpacaran itu indah bagi semua yang pernah mengalami masa berpacaran. Kadang keindahan dan kenyamanan berpacaran itu hanya terasa di awal-awal masa berpacaran saja, selanjutnya salah satu pihak yang berpacaran kerap kali mengalami kekerasan dari pasangannya.
Sebenarnya apa sih definisi dari “kekerasan dalam berpacaran”? Suatu tindakan dikatakan kekerasan adalah apabila tindakan tersebut dilakukan oleh seseorang hingga melukai pasangannya baik secara fisik, psikologis/batin dan juga ekonomi. Simpel saja, bila yang melukai adalah seorang pacar terhadap pasangannya maka ini dapat digolongkan dalam lingkup kekerasan dalam berpacaran. Kekerasan tidak hanya terjadi terhadap kaum perempuan tetapi juga terjadi pada kaum laki-laki. Sekarang, akan kita uraikan sedikit mengenai jenis-jenis kekerasan dalam berpacaran itu sendiri:
i. Kekerasan fisik adalah tindakan yang dilakukan salah satu pasangan yang menimbulkan rasa sakit secara fisik terhadap pasangan kita, misalnya memukul, menampar, meninju, menendang, menjambak, mencubit, pelecehan seksual bahkan memperkosa dan lain sebagainya. Umumnya kekerasan ini dialami oleh kaum perempuan, namun tidak sedikit juga dialami oleh kaum laki-laki.
ii. Kekerasan psikologis/batin adalah tindakan yang dilakukan salah satu pasangan yang menimbulkan rasa sakit hati/batin terhadap pasangan kita, misalnya cemburu yang berlebihan, pemaksaan, menghina, memaki-maki di depan umum, maunya mengatur semua urusan pacarnya, terlalu possesive dan lain sebagainya.
iii. Kekerasan dalam hal ekonomi jika pasangan kerap kali pinjam uang atau barang tanpa pernah mengembalikannya, selalu minta ditraktir, selalu minta diberikan hadiah, sudah mengatur keuangan pasangannya dan lain-lain. Dahulu, umumnya model kekerasan ini sering yang menjadi korban adalah kaum laki-laki, makanya sempat ada hits lagu “cewe matre” untuk menggambarkan keadaan laki-laki yang sering mengalami kekerasan ekonomi dari kaum perempuan, namun saat ini tidak sedikit kaum perempuan juga mengalaminya karena jaman sekarang sudah banyak berkeliaran “cowok matre”.
Bagaimana kalau ternyata pasangan kita melakukan kekerasan kepada kita? Apa kita pasrah saja atau diam saja atau cuek saja? Jangan pasrah, cuek atau diam saja, kita harus ambil tindakan, jangan pernah berfikir seiring waktu pasangan kita juga nanti berubah, cukup doakan saja nanti pasangan kita pasti berubah. Saya percaya kuasa doa dapat merubah seseorang, tetapi saya juga percaya kita tidak akan mendapatkan solusi apa-apa tentang kekerasan pasangan kita jikalau tidak ada tindakan kongkrit yang kita lakukan (ora et labora). Jadi, apa tindakan simultan yang semestinya kita lakukan jikalau kita mengalami kekerasan dalam berpacaran?
Yang Pertama, jikalau masih mungkin, ajak bicara pasangan anda tentang masalah ini, cari solusi dan buat komitmen bersama untuk tidak melakukan kekerasan lagi. Saling mengingatkan lagi, apa motivasi dan tujuan berpacaran (secara kristiani). Saling memaafkan karena manusia tidak ada yang luput dari dosa dan kesalahan. Jikalau mungkin, libatkan pihak ketiga yang dianggap independen dan kredibel menyelesaikan masalah ini, bahkan kalau perlu libatkan psikiater untuk menyelesaikan masalah ini karena kadang kekerasan itu dilakukan pacar kita karena dia secara tidak sadar terdidik untuk melakukan kekerasan, misal karena pengaruh orang tua pacar kita yang kerap kali bertengkar dihadapan pacar kita, atau pacar kita sendiri yang menjadi korban kekerasan dari orang tuanya, atau tinggal di lingkungan rumah atau sekolah yang banyak terjadi tindak kekerasan. Kalau hal ini tidak berhasil ambil cara yang kedua atau yang ketiga.
Yang Kedua, adalah pikirkan kembali kelanjutan hubungan pacaran kita. Buat apa kita melanjutkan hubungan kalau ternyata cinta kasih yang kita harapkan dari pasangan kita tidak diperoleh, justru yang didapat adalah penderitaan hidup karena kekerasan kita. Bahkan kalau perlu, segera putuskan hubungan ini, jangan sampai dipertahankan apalagi sampai ditingkatkan ke jenjang perkawinan. Ini membahayakan kita, jangan sampai kita menikah dengan orang yang suka melakukan kekerasan, bakal tersiksa kita seumur hidup. Jangan pernah takut untuk putus dengan pacar kita, dan juga tidak perlu takut nanti anda tidak dapat pacar lagi, Tuhanlah yang memberikan masa depan bagi kehidupan kita semua termasuk masa depan mengenai pasangan hidup. Jangan pernah berfikir, pasangan kita melakukan kekerasan karena sayang pada kita, itu tidak benar, rasa sayang tidak pernah timbul dari perbuatan kekerasan.
Yang Ketiga, jikalau kekerasan telah menimbulkan dampak yang luar biasa bagi anda, misal kita mengalami luka-luka serius karena perbuatan pasangan kita atau kita mengalami kerugian besar secara ekonomi, silahkan buat upaya hukum untuk ini. Jangalah takut melakukan upaya hukum ini, ini hak kita selalu korban kekerasan. Buatlah laporan adanya dugaan tindak pidana kepada kepolisian setempat, bisa dugaan tindak pidana penganiayaan, atau dugaan tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan, atau juga penipuan dan penggelapan jikalau pasangan kita secara licik merugikan kita secara ekonomi. Atau bahkan bisa juga dilakukan tuntutan perdata untuk mendapatkan ganti rugi secara ekonomi atas tindakan kekerasan yang dilakukan pasangan kita.
Fenomena kekerasan dalam berpacaran ternyata semakin jelas. Hal ini terbukti bertambahnya laporan kekerasan yang terjadi meningkat pada tahun 2009 dibanding tahun 2008, hal ini diungkapkan oleh Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) (sumber: detiknews, 6 Januari 2010). Bagamaima kita menyikapi fenomena ini? Tentu kita prihatin dan sedih mengapa hal ini bisa terjadi. Bayangkan, ini baru kasus yang dilaporkan saja. Saya percaya masih banyak kasus kekerasan dalam berpacaran yang tidak dilaporkan oleh pasangan yang menjadi korban dan mungkin secara kuantitas dan kualitas jumlahnya lebih banyak dan lebih parah dibanding kasus yang dilaporkan. Oleh karena itu, harus ada tindakan nyata yang diambil untuk memberantas hal ini. Tindakan simultan sudah dipaparkan diatas, harus juga dilakukan tindakan jangka panjang yaitu dengan melibatkan banyak pihak misalnya orang tua untuk mendidik anak-anaknya dengan cara yang lembut dan kasih. Atau juga media, untuk tidak menanyangkan atau setidaknya membatas tayangan-tayangan kekerasan yang secara tidak sadar dapat terekam di alam bawah sadar manusia. Atau juga dapat dilakukan di gereja dengan melakukan pembinaan karakter sesuai yang diajarkan Firman Tuhan, tentunya pembinaan karakter itu harus juga dapat dipraktekan dalam kehidupan bergereja (tidak hanya teori saja yang tertangkap). Masih banyak cara lain yang harus sama-sama kita lakukan untuk memberantas kekerasan di sekitar kita, termasuk kekerasan dalam berpacaran. Memang tidak mudah, butuh pengorbanan, proses yang panjang dan juga metode yang efektif, tetapi kita percaya dengan kesungguhan dan tentu pertolongan Tuhan permasalahan ini dapat kita berantas atau setidaknya dapat dikurangi. Tuhan Memberkati kita semua.

(Penulis adalah Benny Manurung, tulisan ini dimuat dalam Buletin Narhasem Edisi Oktober 2010)

Tidak ada komentar: